بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 90
Makna “Bekas-bekas Sujud” dan Hubungannya dengan Pelaksanaan “HaququlLāh” dan “Haququl ’Ibād”
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai sabda Nabi Besar
Muhammad saw, yakni beliau saw. telah bersabda “Baitiy jannatiy -- rumahku
adalah surgaku”, itulah ungkapan yang sering kita dengar, yang
menggambarkan keinginan setiap insan akan kebaikan
dan kebahagiaan dalam kehidupan anggota keluarganya. Karena cinta kepada istri dan anak-anak
merupakan fitrah yang Allah Swt.
tetapkan pada jiwa setiap manusia.
Allah Ta’ala berfirman:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ
الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ
مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ
الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ
الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda-kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga). (Āli ‘Imrān [3]:15).
Namun bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan istri dan anak ini
sekaligus juga merupakan ujian
(fitnah) yang bisa menjerumuskan
seorang hamba dalam kebinasaan. Allah
Swt. mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ
اِنۡ تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ
تَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri kamu dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh bagi kamu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang”
(At
Taghābun [64]: 15).
“Bidadari-bidadari Surgawi” adalah
“Wanita-wanita Bertakwa”
Dalam ayat selanjutnya
kata azwājikum
(istri-istri kamu) digantikan dengan kata amwālukum (harta-harta kamu), hal ini sesuai dengan sabda Nabi
Besar Muhammad saw. bahwa sebaik-baik harta
bagi suami adalah istri yang shaleh, sabda beliau saw.
tersebut sesuai dengan lanjutnya Surah Ali
‘Imran sebelumnya, firman-Nya:
قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ
مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ
اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Katakanlah:
“Maukah kamu aku beri tahu sesuatu yang lebih baik daripada yang
demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya, jodoh-jodoh
yang suci dan keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
(Āli ‘Imrān [3]:15).
Pada hakikatnya yang yang
dimaksud dengan kalimat وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ -- “jodoh-jodoh
yang suci” adalah istri-istri para suami yang ahli surga itu
sendiri -- karena
mereka termasuk golongan ‘ibādurrahmān (hamba-hamba Tuhan Yang
Maha Pemurah – QS.25:64-77) -- yang ketika di dunia mereka senantiasa mendoakan istri-istri mereka dan anak keturunan mereka agar menjadi penyejuk mata bagi mereka di dunia
mau pun di akhirat, firman-Nya:
وَ
الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا
قُرَّۃَ
اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا
لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada
kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).
Oleh karena itu para suami yang menginginkan bidadari-bidadari surgawi di akhirat tetapi mereka menyia-nyiakan
istri-istri mereka sendiri di dunia,
dipastikan mereka itu tidak akan memperoleh bidadari-bidadari surgawi tersebut,
karena pada hakikatnya mereka itu adalah istri-itri mereka sendiri yang juga berdoa seperti itu bagi suami-suami
mereka dan anak-keturunan mereka,
firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ
یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ
رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ شَیۡءٍ رَّحۡمَۃً وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا
سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ عَذَابَ الۡجَحِیۡمِ ﴿
رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ
جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ
اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ
اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
ۙ﴿﴾ وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ
الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud yang memikul ‘Arasy dan yang
di sekitarnya, mereka bertasbih
dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka,
mereka beriman kepada-Nya dan mereka
memohon ampunan bagi orang-orang yang
beriman: “Wahai Rabb (Tuhan)
kami, Engkau meliputi segala sesuatu
dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah
kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti
jalan Engkau, dan lindungilah mereka
dari azab Jahannam. Hai Rabb (Tuhan) kami, karena itu masukkanlah mereka ke dalam surga-surga
abadi yang telah Engkau janjikan
kepada mereka, dan begitu pun orang-orang
yang beramal saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka.
Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. Dan lindungilah mereka dari segala keburukan,
dan barangsiapa Engkau pelihara dari
keburukan-keburukan pada hari itu
maka sungguh Engkau telah mengasihinya, dan yang demikian itu kemenangan
yang be-sar.” (Al-Mu’min [40]:8-10).
Pentingnya Peran-serta Keluarga dalam Meraih Kesuksesan &
Pengamalan Haququl ‘Ibād (Hak-hak Sesama Hamba)
Karena ‘Arasy berarti
Sifat-sifat Tasybihiyyah Allah Swt.
maka kata-kata “para pemikul
‘Arasy” akan berarti makhluk-makhluk
atau orang-orang yang dengan
perantaraan mereka Sifat-sifat itu
diwujudkan berupa peragaan
Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya.
Karena hukum
alam bekerja dengan perantaraan malaikat-malaikat,
dan para nabi Allah merupakan wahana
yang dengan perantaraan mereka Kalamullāh
(firman Allah) disampaikan kepada umat manusia, maka kata-kata “para pemikul ‘Arasy” dapat berarti pula
para malaikat dan para utusan (rasul) Allah, dan kata-kata “mereka yang ada di sekitarnya” dapat
berarti para malaikat yang dibawahi
dan membantu para malaikat yang utama dalam
menyelenggarakan urusan-urusan dunia, atau mengisyaratkan kepada para pengikut sejati rasul-rasul yang menyampaikan dan menyebarkan ajaran nabi-nabi
itu.
Ayat وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ ذُرِّیّٰتِہِمۡ
-- “dan begitu pun orang-orang yang beramal saleh
dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka” meletakkan suatu asas yang agung. Tidak ada pekerjaan
dilaksanakan dan tidak ada kemenangan
dapat dicapai oleh seseorang di dunia ini tanpa bantuan orang lain. Orang-orang lain masing-masing dengan sadar atau tidak sadar telah
memberikan sumbangan kepada keberhasilan pekerjaan itu.
Sekutu-sekutu dan pembantu-pembantu yang sadar atau tidak sadar itu -- terutama ayah bunda, istri, dan anak-anaknya
-- maka anggota keluarga yang terdekat itu pun akan diizinkan ikut serta menikmati karunia-karunia yang akan
dianugerahkan kepada orang-orang yang
beriman atas amal-amal shalihnya.
Hubungan HaququlLāh (Habun- minalLāh) dan
haququl
‘ibād (hablun- Minan-nās)
Sudah merupakan pengetahuan umum, bahwa pada hakikatnya ringkasan aktivitas pelaksanaan syariat (hukum-hukum agama) adalah HaququlLāh (Habun- minalLāh) dan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās). Benarnya dalam pandangan Allah
Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. pelaksaaan
HaququlLāh (Habun- minalLāh)
dan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās)
akan nampak secara nyata dalam pelaksanaan
haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās). Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
اَرَءَیۡتَ الَّذِیۡ یُکَذِّبُ
بِالدِّیۡنِ ؕ﴿﴾ فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ
الۡیَتِیۡمَ ۙ﴿﴾ وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ؕ﴿﴾
فَوَیۡلٌ لِّلۡمُصَلِّیۡنَ ۙ﴿﴾
الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنۡ
صَلَاتِہِمۡ سَاہُوۡنَ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ ہُمۡ یُرَآءُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ یَمۡنَعُوۡنَ الۡمَاعُوۡنَ ٪﴿﴾
Aku
baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apakah engkau
melihat orang yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang mengusir anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah
bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang
yang lalai dari shalatnya. yaitu
orang-orang yang berbuat pamer, dan mencegah diri mereka untuk memberi barang-barang kecil kepada
orang-orang miskin. (Al-Mā’ūn [107]:1-8).
Sebaliknya dengan pelaksanaan ibadah yang dilakukan orang-orang munafik
yang bersifat pamer (riya) tersebut, berikut firman-Nya mengenai
orang-orang yang pelaksanaan HaququlLāh
(Habun- minalLāh) telah mewarnai
pelaksanaan haququl ‘ibād (hablun-
Minan-nās), yakni mereka memperagakan Sifat-sifat Tasybihiyyah Allah Swt.
dalam kehidupan bermasyarakat,
firman-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ الَّیۡلِ
اِذَا یَغۡشٰی ۙ﴿﴾ وَ النَّہَارِ اِذَا تَجَلّٰی ۙ﴿﴾
وَ مَا خَلَقَ الذَّکَرَ وَ الۡاُنۡثٰۤی ۙ﴿﴾
اِنَّ سَعۡیَکُمۡ
لَشَتّٰی ؕ﴿﴾
فَاَمَّا مَنۡ اَعۡطٰی وَ
اتَّقٰی ۙ﴿﴾ وَ صَدَّقَ بِالۡحُسۡنٰی ۙ﴿﴾
فَسَنُیَسِّرُہٗ لِلۡیُسۡرٰی ؕ﴿﴾ وَ اَمَّا مَنۡۢ بَخِلَ وَ
اسۡتَغۡنٰی ۙ﴿﴾ وَ کَذَّبَ بِالۡحُسۡنٰی ۙ﴿﴾ فَسَنُیَسِّرُہٗ لِلۡعُسۡرٰی ﴿ؕ﴾
وَ مَا یُغۡنِیۡ عَنۡہُ مَا لُہٗۤ
اِذَا تَرَدّٰی ﴿ؕ﴾
اِنَّ عَلَیۡنَا لَلۡہُدٰی ﴿۫ۖ﴾
وَ اِنَّ لَنَا لَلۡاٰخِرَۃَ وَ الۡاُوۡلٰی ﴿﴾
فَاَنۡذَرۡتُکُمۡ نَارًا تَلَظّٰی ﴿ۚ﴾
لَا یَصۡلٰىہَاۤ اِلَّا الۡاَشۡقَی ﴿ۙ﴾
الَّذِیۡ کَذَّبَ وَ تَوَلّٰی
﴿ؕ﴾ وَ سَیُجَنَّبُہَا الۡاَتۡقَی ﴿ۙ﴾
الَّذِیۡ یُؤۡتِیۡ مَالَہٗ
یَتَزَکّٰی ﴿ۚ﴾ وَ مَا لِاَحَدٍ عِنۡدَہٗ مِنۡ
نِّعۡمَۃٍ تُجۡزٰۤی ﴿ۙ﴾ اِلَّا ابۡتِغَآءَ وَجۡہِ رَبِّہِ الۡاَعۡلٰی ﴿ۚ﴾
وَ لَسَوۡفَ یَرۡضٰی ﴿٪﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Demi malam apabila menutupi, dan demi siang apabila terang-benderang, dan demi penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu pasti berbeda. Maka adapun orang yang memberi dan bertakwa, dan membenarkan
ganjaran yang terbaik, maka Kami
segera menyiapkan baginya untuk
mencapai kemudahan. Dan ada pun orang yang kikir serta bersikap
tidak acuh, dan mendustakan terhadap
yang paling baik, maka Kami segera menyiap-kan
baginya jalan kesukaran. Dan hartanya sekali-kali tidak
berguna baginya apabila ia binasa. Sesungguhnya wewenang Kami-lah memberi petunjuk, dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah alam akhirat dan alam dunia. Maka Aku memberi peringatan kepada kamu
mengenai Api yang menyala-nyala. Tidak ada seorang pun memasukinya
selain orang yang paling celaka,
yang mendustakan dan berpaling. Dan orang
yang paling bertakwa pasti akan
dijauhkan darinya, yaitu yang
memberikan hartanya supaya ia memperoleh
kesucian, dan sekali-kali tidak bagi
seorang pun nikmat yang diberikan
kepadanya yang harus dibalas, kecuali hanya
mencari keridhaan Rabb-nya (Tuhan-nya) Yang Maha Tinggi, dan niscaya Dia akan ridha kepadanya. (Al-Lail [92]:1-22).
Makna Hakiki “Berkas-bekas Sujud”
Pada hakikatnya yang dimaksud dengan pelaksanaan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās)
sebagai buah atau (hasil) dari melaksanakan HaququlLāh
(Habun- minalLāh) itulah makna dari “bekas-bekas
sujud” yang menjadi ciri
pengenalorang-orang bertakwa yang bersama
dengan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ
اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا
سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ
فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ
وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ
وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ اَخۡرَجَ
شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ
یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ
بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu adalah Rasul
Allah, dan orang-orang besertanya
sangat keras (tegas) terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih-sayang
di antara mereka, engkau
melihat mereka rukuk serta sujud mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya,
ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud.
Demikianlah perumpamaan mereka dalam
Taurat, dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya,
kemu-dian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia
membangkit-kan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
yang ber-iman dan berbuat amal saleh
di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath
[48]:28).
Dengan demikian jelaslah bahwa makna
dari سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ -- “ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud”
sama sekali tidak ada hubungannya dengan bercak
hitam
atau noda hitam pada jidat (kening) sebagai akibat logis karena seringnya
bersentuhan dengan tempat sujud,
melainkan merupakan hasil (buah) dari
pelaksanaan dari HaququlLāh (Habun- minalLāh) sebagaimana diisyaratkan kalimat
sebelumnya فَضۡلًا
مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ
رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ -- “engkau melihat mereka rukuk serta sujud mencari
karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.”
Nah,
di kalangan orang-orang yang “bersama”
dengan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, yang paling dekat dengan beliau saw. adalah ahli
bait (istri-istri mulia) Nabi Besar Muhammad saw. karena itulah beliau saw. menginginkan istri-istri mulia beliau saw. – dalam kedudukannya
sebagai ummahatul mukminin
(ibu-ibu orang-orang beriman - QS.33:7)
-- harus memperlihatkan “bekas-bekas
sujud” yang lebih sempurna
dibandingkan yang lainnya, terutama sekali para perempuan-perempuan mukmin lainnya.
Hakikat “Jawaban Keras” Allah Swt.
Dengan demikian jelaslah mengapa Allah
Swt. telah memberikan “jawaban yang keras” atas tuntutan para istri mulia, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ
لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ
وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾
وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu me-nginginkan kehidupan dunia ini
dan perhiasannya maka marilah aku
akan memberikannya kepada kamu tetapi
aku akan menceraikan kamu dengan
cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzab [33]:29-30).
Lebih lanjut Allah Swt. menjelaskan
mengenai kedudukan mulia mereka
sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw., yang juga harus menjadi suri teladan terbaik bagi perempuan-perempuan mukmin lainnya
sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22), karena kebaikan
atau keburukan
yang mereka lakukan akan memberi pengaruh yang nyata kepada para perempuan mukmin lainnya, firman-Nya:
یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ
بِفَاحِشَۃٍ مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا
الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ یَسِیۡرًا ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ
لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ اَعۡتَدۡنَا
لَہَا رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara
kamu berbuat kekejian yang nyata,
baginya azab akan dilipatgandakan dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah. Tetapi barangsiapa
di antara kamu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi
kepadanya ganjarannya dua kali lipat,
dan Kami telah menyedia-kan baginya
rezeki yang mulia. (Al-Ahzab [33]:31-32).
Makna kalimat ِفَاحِشَۃٍ
مُّبَیِّنَۃٍ -- “berbuat
kekejian yang nyata” adalah perilaku yang tidak selaras dengan taraf
keimanan yang tertinggi. Jadi, menurut firman Allahb Swt. tersebut apabila istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.
lebih menyukai kesenangan-kesenangan
duniawi — itulah arti kata fahisyah (Lexicon Lane) yang dipergunakan dalam ayat ini — niscaya
beliau-beliau akan memperlihatkan contoh
yang sangat buruk dan sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw., yang amal-perbuatannya harus ditiru oleh perempuan-perempuan lainnya, niscaya beliau-beliau harus memikul tanggung-jawab yang berat dan oleh
karena itu akan pantas menerima hukuman
sebanyak dua kali lipat.
Kebalikannya,
bila beliau-beliau patuh kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
dan memperlihatkan contoh yang mulia
dalam sikap melupakan diri sendiri,
agar ditiru oleh orang-orang lain,
maka ganjaran beliau-beliau pun akan
sebanyak dua kali lipat pula. Lebih
lanjut Allah Swt. berfirman:
یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ
النِّسَآءِ اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا
تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ
الَّذِیۡ فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ
وَّ قُلۡنَ قَوۡلًا
مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾
Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu janganlah kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan
tergoda, dan ucapkanlah per-kataan
yang baik. Al-Ahzab [33]:33).
Istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. diperintahkan untuk memelihara martabat beliau-beliau yang sangat tinggi dan supaya bertingkah laku yang sopan santun dan
tatakrama yang semestinya dalam bercakap-cakap dengan kaum pria. Semua
perempuan Muslim pun tercakup dalam perintah ini (QS.24:32). Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ
لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ
الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ وَ اَطِعۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ
الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ تَطۡہِیۡرًا
﴿ۚ﴾
Dan tinggallah di rumah-rumah kamu
dan janganlah kamu memamerkan kecantikan
kamu seperti cara pamer kecantikan zaman
Jahiliah dahulu, dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah menghendaki agar Dia menghilangkan kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya. (Al-Ahzab [33]:34).
Kata-kata
وَ قَرۡنَ
فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ -- “Dan tinggallah di rumah-rumah kamu”
ini menunjukkan bahwa lapangan utama bagi
kegiatan perempuan adalah rumahnya, tetapi bukan dalam arti bahwa
ia tidak boleh meninggalkan batas-batas tembok halaman rumahnya. Ia boleh
keluar rumah sebanyak dianggap perlu untuk melaksanakan tugas yang sah dan menyempurnakan keperluan yang sah. Akan tetapi
untuk bergerak kian kemari dalam lingkungan masyarakat yang berbaur
antara laki-laki dan perempuan, dan mengambil bagian dalam segala peranan dan
pekerjaan bahu membahu dengan kaum laki-laki, dan dengan berbuat demikian akan melalaikan dan merugikan kewajiban khusus rumah tangga selaku ibu rumah tangga, adalah bukan konsep Islam mengenai keperempuanan
yang ideal.
Istri-istri
Nabi Besar Muhammad saw. secara
khusus diminta supaya “tinggal di rumah”, sebab kemuliaan martabat tinggi
beliau-beliau sebagai ummul mukminin menghendaki demikian, dan juga
sebab orang-orang Muslim sering berkunjung kepada beliau-beliau untuk berziarah dan memohon petunjuk dari beliau-beliau mengenai
hal-hal keagamaan yang penting.
Perintah itu berlaku sama bagi semua perempuan Muslim. Merupakan gaya bahasa
Al-Quran bahwa di mana nampak seruan
itu seolah-olah khusus ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw., seruan itu ditujukan juga kepada semua orang Muslim, begitu pula perintah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. itu berlaku
juga bagi semua perempuan Muslim.
Ungkapan ahlalbait
pada pokoknya dan terutama dikenakan
kepada istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw.. Hal ini jelas sekali dari konteksnya dan dari
ayat-ayat QS.11:74 dan QS.28:13. Akan tetapi, dalam arti yang luas ungkapan itu meliputi juga semua anggota keluarga yang membentuk rumah tangga seseorang, bahkan
anak-anaknya dan cucu-cucunya juga.
Ungkapan ahli bait itu dipergunakan juga oleh Nabi Besar
Muhammad saw. untuk beberapa sahabat beliau saw. yang terpilih. “Salman
adalah anggota keluarga kami,” demikian suatu sabda beliau saw. yang termasyhur (Tafsir Shaghir). Selanjutnya Allah
Swt. berfirman kepada istri-istri Nabi
Besar Muhammad saw. mengenai pentingnya
sebagai “sumber” rujukan pengetahuan Islam (Al-Quran), terutama
sekali bagi para perempuan mukmin
lainnya:
وَ
اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ
بُیُوۡتِکُنَّ مِنۡ اٰیٰتِ
اللّٰہِ وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah,
sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha
Memaklumi. (Al-Ahzab [33]:35).
Istri-istri Nabi
Besar Muhammad saw. yang
mulia itu tidak hanya diminta berperan sebagai contoh kebajikan, kesalehan, dan ketakwaan bagi orang-orang beriman, melainkan harus mengajar mereka asas-asas dan ajaran-ajaran
Islam yang telah diterima beliau-beliau dari Nabi Besar Muhammad saw..
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar