Senin, 02 Desember 2013

Makna "Bekas-bekas Sujud" dan Hubungannya dengan Pelaksanaan "HaququlLaah" dan "Haququl 'Ibaad"





 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  90

Makna “Bekas-bekas Sujud” dan Hubungannya dengan Pelaksanaan “HaququlLāh” dan “Haququl ’Ibād 

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  sabda Nabi Besar Muhammad saw, yakni beliau saw.  telah bersabda “Baitiy jannatiy  -- rumahku adalah surgaku”,   itulah ungkapan yang sering kita dengar, yang menggambarkan keinginan setiap insan akan kebaikan dan kebahagiaan dalam kehidupan anggota keluarganya. Karena cinta kepada istri dan anak-anak merupakan fitrah yang Allah Swt. tetapkan pada jiwa setiap manusia. Allah Ta’ala berfirman:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi   manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda-kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).  (Āli ‘Imrān [3]:15).
        Namun bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan istri dan anak ini sekaligus juga merupakan ujian (fitnah) yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan. Allah Swt. mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:
  یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا  لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ  وَ  اِنۡ  تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا  فَاِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri kamu dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh bagi kamu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (At Taghābun [64]: 15).

“Bidadari-bidadari Surgawi” adalah “Wanita-wanita Bertakwa”

      Dalam ayat selanjutnya kata  azwājikum (istri-istri kamu) digantikan dengan kata amwālukum (harta-harta kamu), hal ini sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. bahwa sebaik-baik  harta bagi suami adalah istri yang shaleh, sabda beliau saw. tersebut sesuai dengan lanjutnya Surah Ali ‘Imran sebelumnya, firman-Nya:
   قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ  بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Katakanlah: “Maukah kamu aku beri tahu sesuatu  yang lebih baik daripada yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, jodoh-jodoh yang suci dan  keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.  (Āli ‘Imrān [3]:15).
      Pada hakikatnya yang yang dimaksud dengan kalimat  وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ -- “jodoh-jodoh yang suci” adalah istri-istri para suami yang ahli surga itu sendiri   --  karena  mereka termasuk golongan  ‘ibādurrahmān (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah – QS.25:64-77) -- yang ketika di dunia mereka senantiasa  mendoakan istri-istri mereka dan anak keturunan mereka agar menjadi penyejuk mata bagi mereka  di dunia mau pun di akhirat, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”   (Al-Furqān [25]:75).
      Oleh karena itu para suami yang   menginginkan bidadari-bidadari surgawi di akhirat tetapi mereka  menyia-nyiakan istri-istri mereka sendiri di dunia,  dipastikan mereka  itu tidak akan memperoleh bidadari-bidadari surgawi   tersebut,  karena pada hakikatnya mereka itu adalah istri-itri mereka sendiri yang juga berdoa seperti itu bagi suami-suami mereka dan anak-keturunan mereka, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ  رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ رَبَّنَا وَسِعۡتَ کُلَّ  شَیۡءٍ رَّحۡمَۃً  وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ  لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ  عَذَابَ  الۡجَحِیۡمِ ﴿  رَبَّنَا وَ اَدۡخِلۡہُمۡ جَنّٰتِ عَدۡنِۣ الَّتِیۡ وَعَدۡتَّہُمۡ وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿﴾  وَ قِہِمُ السَّیِّاٰتِ ؕ وَ مَنۡ تَقِ السَّیِّاٰتِ یَوۡمَئِذٍ  فَقَدۡ رَحِمۡتَہٗ ؕ وَ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ٪﴿﴾
Wujud-wujud  yang memikul ‘Arasy  dan yang di sekitarnya, mereka bertasbih dengan pujian Rabb (Tuhan) mereka, mereka beriman kepada-Nya dan mereka memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman: “Wahai Rabb (Tuhan) kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu maka ampunilah kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau, dan lindungilah mereka dari azab Jahannam.  Hai  Rabb (Tuhan) kami, karena itu masukkanlah mereka ke dalam surga-surga abadi yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan begitu pun orang-orang yang beramal saleh  dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Dan lindungilah mereka dari segala keburukan, dan barangsiapa Engkau pelihara dari keburukan-keburukan pada hari itu  maka sungguh  Engkau telah mengasihinya, dan yang demikian itu  kemenangan yang be-sar.” (Al-Mu’min [40]:8-10).

Pentingnya Peran-serta Keluarga dalam Meraih Kesuksesan &
Pengamalan Haququl ‘Ibād (Hak-hak Sesama Hamba) 

      Karena ‘Arasy berarti Sifat-sifat  Tasybihiyyah Allah Swt.   maka kata-kata “para pemikul ‘Arasy” akan berarti makhluk-makhluk atau orang-orang yang dengan perantaraan mereka Sifat-sifat itu diwujudkan berupa peragaan Sifat-sifat Tasybihiyyah-Nya.
   Karena hukum alam bekerja dengan perantaraan malaikat-malaikat, dan para nabi Allah  merupakan wahana yang dengan perantaraan mereka Kalamullāh (firman Allah) disampaikan kepada umat manusia, maka kata-kata “para pemikul ‘Arasy” dapat berarti pula para malaikat dan para utusan (rasul)  Allah, dan kata-kata “mereka yang ada di sekitarnya” dapat berarti para malaikat yang dibawahi dan membantu para malaikat yang utama dalam menyelenggarakan urusan-urusan dunia,  atau mengisyaratkan kepada para pengikut sejati rasul-rasul yang menyampaikan dan menyebarkan ajaran nabi-nabi itu. 
  Ayat   وَ مَنۡ صَلَحَ مِنۡ اٰبَآئِہِمۡ وَ اَزۡوَاجِہِمۡ وَ  ذُرِّیّٰتِہِمۡ   --   dan begitu pun  orang-orang yang beramal saleh  dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka   meletakkan suatu asas yang agung. Tidak ada pekerjaan dilaksanakan dan tidak ada kemenangan dapat dicapai oleh seseorang di dunia ini tanpa bantuan orang lain. Orang-orang lain masing-masing dengan sadar atau tidak sadar telah memberikan sumbangan kepada keberhasilan pekerjaan itu.
  Sekutu-sekutu dan pembantu-pembantu yang sadar atau tidak sadar itu -- terutama ayah bunda, istri, dan anak-anaknya -- maka anggota keluarga yang terdekat itu pun akan diizinkan ikut serta menikmati karunia-karunia yang akan dianugerahkan kepada orang-orang yang beriman  atas amal-amal shalihnya.

Hubungan HaququlLāh (Habun- minalLāh) dan
haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās)

      Sudah merupakan pengetahuan umum, bahwa pada hakikatnya  ringkasan aktivitas pelaksanaan syariat (hukum-hukum agama) adalah HaququlLāh (Habun- minalLāh) dan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās). Benarnya dalam pandangan Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. pelaksaaan  HaququlLāh (Habun- minalLāh) dan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās) akan nampak secara nyata dalam pelaksanaan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās). Mengisyaratkan kepada kenyataan  itulah firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اَرَءَیۡتَ  الَّذِیۡ یُکَذِّبُ بِالدِّیۡنِ ؕ﴿﴾  فَذٰلِکَ الَّذِیۡ یَدُعُّ  الۡیَتِیۡمَ ۙ﴿﴾  وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ؕ﴿﴾  فَوَیۡلٌ  لِّلۡمُصَلِّیۡنَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡنَ ہُمۡ عَنۡ صَلَاتِہِمۡ سَاہُوۡنَ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡنَ ہُمۡ  یُرَآءُوۡنَ ۙ﴿﴾ وَ یَمۡنَعُوۡنَ الۡمَاعُوۡنَ ٪﴿﴾
Aku baca   dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Apakah engkau melihat orang yang mendustakan  agama?      Maka itulah orang yang mengusir anak yatim,  dan  tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.  Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu  orang-orang yang lalai dari shalatnya.  yaitu orang-orang yang berbuat  pamer, dan mencegah diri mereka untuk memberi barang-barang kecil kepada orang-orang miskin. (Al-Mā’ūn [107]:1-8).
     Sebaliknya dengan pelaksanaan ibadah yang dilakukan orang-orang munafik  yang bersifat pamer  (riya) tersebut, berikut firman-Nya mengenai orang-orang yang pelaksanaan HaququlLāh (Habun- minalLāh) telah mewarnai pelaksanaan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās), yakni mereka memperagakan Sifat-sifat Tasybihiyyah Allah Swt.  dalam kehidupan bermasyarakat, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ الَّیۡلِ  اِذَا یَغۡشٰی ۙ﴿﴾  وَ النَّہَارِ  اِذَا  تَجَلّٰی ۙ﴿﴾   وَ مَا خَلَقَ الذَّکَرَ  وَ الۡاُنۡثٰۤی ۙ﴿﴾  اِنَّ  سَعۡیَکُمۡ  لَشَتّٰی ؕ﴿﴾ فَاَمَّا مَنۡ اَعۡطٰی وَ اتَّقٰی ۙ﴿﴾   وَ صَدَّقَ بِالۡحُسۡنٰی ۙ﴿﴾  فَسَنُیَسِّرُہٗ  لِلۡیُسۡرٰی ؕ﴿﴾  وَ اَمَّا مَنۡۢ  بَخِلَ وَ اسۡتَغۡنٰی ۙ﴿﴾  وَ  کَذَّبَ بِالۡحُسۡنٰی ۙ﴿﴾ فَسَنُیَسِّرُہٗ  لِلۡعُسۡرٰی ﴿ؕ﴾  وَ مَا یُغۡنِیۡ عَنۡہُ  مَا لُہٗۤ  اِذَا تَرَدّٰی ﴿ؕ﴾ اِنَّ  عَلَیۡنَا لَلۡہُدٰی ﴿۫ۖ﴾  وَ اِنَّ  لَنَا لَلۡاٰخِرَۃَ  وَ الۡاُوۡلٰی ﴿﴾  فَاَنۡذَرۡتُکُمۡ  نَارًا تَلَظّٰی ﴿ۚ﴾  لَا یَصۡلٰىہَاۤ  اِلَّا الۡاَشۡقَی ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡ کَذَّبَ وَ تَوَلّٰی ﴿ؕ﴾  وَ  سَیُجَنَّبُہَا  الۡاَتۡقَی ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡ یُؤۡتِیۡ مَالَہٗ یَتَزَکّٰی ﴿ۚ﴾  وَ مَا لِاَحَدٍ عِنۡدَہٗ  مِنۡ نِّعۡمَۃٍ  تُجۡزٰۤی ﴿ۙ﴾  اِلَّا ابۡتِغَآءَ  وَجۡہِ  رَبِّہِ الۡاَعۡلٰی ﴿ۚ﴾  وَ  لَسَوۡفَ یَرۡضٰی ﴿٪﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Demi malam apabila menutupi,  dan demi siang apabila terang-benderang, dan  demi penciptaan laki-laki dan perempuan.  Sesungguhnya usaha kamu pasti berbeda.    Maka adapun orang  yang memberi dan bertakwa,  dan membenarkan ganjaran yang terbaik, maka    Kami  segera menyiapkan baginya untuk mencapai kemudahan.  Dan ada pun orang yang kikir serta bersikap tidak acuh, dan mendustakan terhadap yang  paling baik, maka  Kami segera  menyiap-kan baginya jalan  kesukaran.  Dan hartanya sekali-kali tidak  berguna baginya  apabila ia binasa.  Sesungguhnya wewenang Kami-lah memberi petunjuk, dan   sesungguhnya kepunyaan Kami-lah alam akhirat dan alam dunia.  Maka Aku memberi peringatan kepada kamu mengenai Api yang menyala-nyala.   Tidak ada seorang pun memasukinya selain orang yang paling celaka, yang mendustakan dan berpaling.  Dan orang yang paling bertakwa pasti akan dijauhkan darinya,   yaitu yang memberikan hartanya  supaya ia memperoleh kesucian, dan sekali-kali tidak bagi seorang pun nikmat  yang diberikan kepadanya  yang harus dibalas,    kecuali hanya mencari keridhaan Rabb-nya (Tuhan-nya) Yang Maha Tinggi, dan   niscaya  Dia akan ridha kepadanya.  (Al-Lail [92]:1-22).

Makna Hakiki “Berkas-bekas Sujud

       Pada hakikatnya  yang dimaksud dengan pelaksanaan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās) sebagai buah atau (hasil) dari melaksanakan HaququlLāh (Habun- minalLāh) itulah makna dari “bekas-bekas sujud” yang menjadi ciri pengenalorang-orang bertakwa yang bersama dengan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
مُحَمَّدٌ  رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ  عَلَی الۡکُفَّارِ  رُحَمَآءُ  بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ  فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا ۫ سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ  فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنۡہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً  وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan orang-orang besertanya sangat  keras (tegas) terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang  di antara mereka, engkau melihat mereka rukuk serta sujud mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,  dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemu-dian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkit-kan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang ber-iman dan berbuat amal saleh di antara mereka ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:28).
     Dengan demikian jelaslah bahwa makna dari  سِیۡمَاہُمۡ  فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ  مِّنۡ  اَثَرِ السُّجُوۡدِ  -- “ciri-ciri pengenal mereka terdapat pada wajah mereka dari bekas-bekas sujud” sama sekali tidak ada hubungannya dengan bercak hitam  atau noda hitam pada jidat (kening)  sebagai akibat logis karena seringnya bersentuhan dengan tempat sujud, melainkan merupakan hasil (buah) dari pelaksanaan  dari HaququlLāh (Habun- minalLāh) sebagaimana diisyaratkan kalimat sebelumnya فَضۡلًا مِّنَ  اللّٰہِ  وَ رِضۡوَانًا تَرٰىہُمۡ  رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ   -- “engkau melihat mereka rukuk serta sujud   mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.
     Nah,  di kalangan orang-orang yang “bersama” dengan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, yang paling dekat dengan beliau saw. adalah ahli bait (istri-istri mulia) Nabi Besar Muhammad saw.  karena itulah beliau saw. menginginkan istri-istri mulia beliau saw.  – dalam kedudukannya sebagai ummahatul mukminin (ibu-ibu  orang-orang beriman   - QS.33:7)   -- harus memperlihatkan “bekas-bekas sujud” yang lebih sempurna dibandingkan yang lainnya, terutama sekali para  perempuan-perempuan mukmin lainnya.

Hakikat “Jawaban Keras” Allah Swt.

      Dengan demikian jelaslah mengapa Allah Swt.  telah memberikan “jawaban yang keras” atas tuntutan para istri mulia, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu me-nginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu tetapi  aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.   Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzab [33]:29-30).
      Lebih lanjut Allah Swt. menjelaskan mengenai kedudukan mulia mereka sebagai  istri-istri Nabi Besar Muhammad saw., yang juga harus menjadi suri teladan terbaik bagi perempuan-perempuan mukmin lainnya sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:22),  karena kebaikan atau  keburukan yang mereka lakukan  akan memberi pengaruh yang nyata kepada para perempuan mukmin lainnya, firman-Nya:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ  یَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ  اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ  اَعۡتَدۡنَا  لَہَا  رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara kamu berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan   dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah.   Tetapi barangsiapa  di antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyedia-kan baginya rezeki yang mulia. (Al-Ahzab [33]:31-32).
 Makna kalimat ِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ  --  berbuat kekejian yang nyata   adalah  perilaku yang tidak selaras dengan taraf keimanan yang tertinggi. Jadi, menurut firman Allahb Swt. tersebut apabila istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. lebih menyukai kesenangan-kesenangan duniawi — itulah arti kata fahisyah (Lexicon Lane) yang dipergunakan dalam ayat ini — niscaya beliau-beliau akan memperlihatkan contoh yang sangat buruk dan sebagai istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.,   yang amal-perbuatannya harus ditiru oleh perempuan-perempuan lainnya, niscaya beliau-beliau harus memikul tanggung-jawab yang berat dan oleh karena itu akan pantas menerima hukuman sebanyak dua kali lipat.
  Kebalikannya, bila beliau-beliau patuh kepada Allah Swt.  dan Rasul-Nya dan memperlihatkan contoh yang mulia dalam sikap melupakan diri sendiri, agar ditiru oleh orang-orang lain, maka ganjaran beliau-beliau pun akan sebanyak dua kali lipat pula. Lebih lanjut Allah Swt. berfirman:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ  اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ  الَّذِیۡ  فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ  قُلۡنَ  قَوۡلًا  مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾

Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu janganlah kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah per-kataan yang baik.  Al-Ahzab [33]:33). 
       Istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.  diperintahkan untuk memelihara martabat beliau-beliau yang sangat tinggi dan supaya bertingkah laku yang sopan santun dan tatakrama yang semestinya dalam bercakap-cakap dengan kaum pria. Semua perempuan  Muslim pun tercakup dalam perintah ini (QS.24:32). Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
  وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ  الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ  وَ  اَطِعۡنَ اللّٰہَ  وَ  رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ  لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ  تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾
Dan tinggallah di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu memamerkan kecantikan kamu seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah dahulu,  dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah menghendaki agar Dia menghilangkan  kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya. (Al-Ahzab [33]:34). 
      Kata-kata  وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ  -- “Dan tinggallah di rumah-rumah kamu” ini menunjukkan bahwa lapangan utama bagi kegiatan perempuan  adalah rumahnya, tetapi bukan dalam arti bahwa ia tidak boleh meninggalkan batas-batas tembok halaman rumahnya. Ia boleh keluar rumah sebanyak dianggap perlu untuk melaksanakan tugas yang sah dan menyempurnakan keperluan yang sah. Akan tetapi  untuk bergerak kian kemari dalam lingkungan masyarakat yang berbaur antara laki-laki dan perempuan, dan mengambil bagian dalam segala peranan dan pekerjaan bahu membahu dengan kaum laki-laki, dan dengan berbuat demikian akan melalaikan dan merugikan kewajiban khusus rumah tangga selaku ibu rumah tangga, adalah bukan konsep Islam mengenai  keperempuanan yang ideal.
 Istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.   secara khusus diminta supaya “tinggal di rumah”, sebab kemuliaan martabat tinggi beliau-beliau sebagai ummul mukminin menghendaki demikian, dan juga sebab orang-orang Muslim sering berkunjung kepada beliau-beliau untuk berziarah dan memohon petunjuk dari beliau-beliau mengenai hal-hal keagamaan yang penting.
  Perintah itu berlaku sama bagi semua perempuan Muslim. Merupakan gaya bahasa Al-Quran bahwa di mana nampak seruan itu seolah-olah khusus ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw., seruan itu ditujukan juga kepada semua orang Muslim, begitu pula perintah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  itu berlaku juga bagi semua perempuan  Muslim.
Ungkapan  ahlalbait  pada pokoknya dan terutama dikenakan kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.. Hal ini jelas sekali dari konteksnya dan dari ayat-ayat QS.11:74 dan QS.28:13. Akan tetapi, dalam arti yang luas ungkapan itu meliputi juga semua anggota keluarga yang membentuk rumah tangga seseorang, bahkan anak-anaknya dan cucu-cucunya juga.
Ungkapan ahli bait  itu dipergunakan juga oleh Nabi Besar Muhammad saw.  untuk beberapa sahabat beliau saw. yang terpilih. “Salman adalah anggota keluarga kami,” demikian suatu sabda beliau saw.   yang termasyhur (Tafsir Shaghir). Selanjutnya Allah Swt.  berfirman kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  mengenai pentingnya sebagai “sumber” rujukan  pengetahuan Islam (Al-Quran), terutama sekali bagi para perempuan mukmin lainnya:
وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ  بُیُوۡتِکُنَّ  مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ  وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah,  sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzab [33]:35). 
  Istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  yang mulia itu tidak hanya diminta berperan sebagai contoh kebajikan, kesalehan, dan ketakwaan bagi orang-orang beriman, melainkan harus mengajar mereka asas-asas dan ajaran-ajaran Islam yang telah diterima beliau-beliau dari  Nabi Besar Muhammad saw..
  

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***
Pajajaran Anyar,   21 November    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar