بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 98
Ketegasan Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Menegakkan Hukum Syariat Terhadap Keluarga Sendiri
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai pentingnya
kedudukan “keluarga” (suami, istri dan anak)
sebagai “jama’ah” terkecil yang merupakan pondasi
dari tatanan sebuah negara (kerajaan
– QS.49:14), itulah sebabnya pelaksanaan
keempat sifat utama Tasybihiyyah
Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah -- Rabubiyyat, Rahmāniyat, Rahīmiyyat
dan Malikiyyat -- dan pelaksanaan sikap adil, ihsan dan iyta-i dzil- qurba (memberi seperti terhadap kerabat –
QS.16:91) telah Nabi Besar Muhammad saw. dilaksanakan pertama-tama di
lingkungan keluarga atau ahli bait beliau saw..
Sikap Lembut Nabi Besar Muhammad Saw..
Terhadap Semua Istri Mulia Beliau saw.
Itulah pula sebabnya mengapa Nabi Besar
Muhammad saw. telah menanggapi permohonan
dari para istri mulia beliau saw. –
mengenai sedikit “perbaikan ekonomi keluarga”
-- telah ditanggapi beliau saw.
secara serius berupa mengambil tindakan “menjauhkan
diri” sementara waktu dari semua
istri beliau saw., sebagai peringatan bahwa permohonan mereka itu tidak
berkenan di hati beliau saw. (QS.4:35).
Demikian juga Nabi Besar Muhammad saw.
tidak menanggapi permohonan (usul) dari
para istri beliau saw. itu pun dengan ucapan
mau pun tindakan yang keras (QS.4:35), karena beliau saw. sendiri telah menyatakan bahwa “perempuan
diciptakan dari tukang rusuk” --
yang keadaannya “bengkok” -- sebab kalau
“tulang rusuk” dipaksakan agar menjadi “lurus” maka akan membuatnya “patah”, sehingga keadaan
istri akan menjadi tidak menarik lagi karena telah kehilangan “kebengkokannya” tersebut.
Allah Swt. pun
meridhai “sikap” yang dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad
saw. tersebut, sebagaimana telah diuraikan dalam beberapa Bab 89 dan beberapa
Bab selanjutnya mengenai firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ اَحَلَّ اللّٰہُ لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ مَرۡضَاتَ
اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ
غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai Nabi,
mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah
telah menghalalkannya bagi engkau karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau? Dan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(At-Tahrīm
[66]:1-2).
Nampaknya kata-kata تَبۡتَغِیۡ مَرۡضَاتَ
اَزۡوَاجِکَ -- “karena
engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?” berarti
kurang lebih sebagai berikut:
“Karena engkau senantiasa ingin menyenangkan
hati istri-istri engkau dan
mengabulkan kehendak mereka, hingga
mereka telah menjadi lancang oleh
sikap kasih-sayang engkau itu, dan
mereka melupakan kedudukan engkau
yang tinggi lagi luhur sebagai seorang Nabi
Allah besar serta mengadakan tuntutan
berlebih-lebihan kepada engkau.”
Pentingnya Memelihara “Amanat Rahasia Suami”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “amanat rahasia” yang dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. kepada seorang istri beliau saw.:
قَدۡ فَرَضَ اللّٰہُ لَکُمۡ تَحِلَّۃَ اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾ وَ اِذۡ
اَسَرَّ النَّبِیُّ اِلٰی بَعۡضِ
اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ اللّٰہُ عَلَیۡہِ عَرَّفَ بَعۡضَہٗ وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ فَلَمَّا
نَبَّاَہَا بِہٖ قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَکَ
ہٰذَا ؕ قَالَ نَبَّاَنِیَ الۡعَلِیۡمُ
الۡخَبِیۡرُ﴿
Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu
membebaskan diri dari sumpah-sumpah
kamu, dan Allah adalah
Pelindung kamu, dan Dia Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana. Dan
ketika Nabi menceritakan secara rahasia kepada salah seorang
istri-istrinya, lalu tatkala istrinya itu memberitahukannya kepada
istri yang lain dan Allah
menzahirkan hal itu kepadanya, dia, Rasulullah, memberitahukan
sebagian darinya kepada istrinya itu dan menyembunyikan sebagiannya. Maka tatkala dia
memberitahukan hal itu kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan kepada engkau perihal itu?” Nabi berkata:
“ Tuhan Yang Maha Mengetahui,
Yang Maha Tahu segala kabar telah memberitahukannya
kepadaku.” (At-Tahrīm [66]:3-4).
Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa Nabi Besar Muhammad saw. sangat
bersedih hati oleh permintaan akan kesenangan
hidup duniawi, dan untuk memperlihatkan ketidaksenangan
yang sangat beliau saw. bersumpah akan memisahkan diri dari mereka selama satu bulan.
Ayat ini melukiskan bahwa perkara yang halal tidak menjadi haram bagi seseorang hanya semata-mata
karena telah bersumpah tidak
menggunakannya. Dalam peristiwa tidak disangka-sangka serupa itu, beliau saw. hanya
diminta supaya menebus sumpah beliau saw.
yang terlanggar itu.
Walau pun yang bersumpah dalam peristiwa “pisah sementara” tersebut adalah Nabi
Besar Muhammad saw. tetapi dalam bunyi
kalimatnya adalah قَدۡ فَرَضَ اللّٰہُ لَکُمۡ تَحِلَّۃَ اَیۡمَانِکُمۡ -- “Sungguh
Allah telah mewajibkan kepada kamu
membebaskan diri dari sumpah-sumpah
kamu”, dengan demikian perintah
terhadap Nabi Besar Muhammad saw. tersebut berlaku
juga untuk umumnya orang-orang beriman.
Sebagaimana
telah dikemukakan dalam Bab 89, bahwa sukar
untuk mengatakan kepada peristiwa apa
ayat ini sebenarnya mengisyaratkan.
Isyarat yang agaknya didukung oleh konteksnya mungkinkah peristiwa yang
diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a. sendiri, yaitu ketika ayat QS.33:29
diwahyukan, memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw. --
yaitu apakah tetap hidup bersama beliau saw. ataukah memilih berpisah
dari beliau saw. -- sebagai jawaban
atas tuntutan mereka sendiri akan kehidupan yang senang dan serba mudah. Dan jawaban Nabi Besar Muhammad
saw. atas tuntutan para istri beliau saw. mula-mula membicarakan hal itu kepada
Siti ‘Aisyah r.a. (Bukhari,
Kitab al-Mazhalim wa’l- Ghashb),
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ قُلۡ لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ الۡحَیٰوۃَ
الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ
سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾ وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ
تُرِدۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ
الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ فَاِنَّ
اللّٰہَ اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik. Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya,
dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan
ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.” (Al-Ahzāb
[33]:29-35).
Nabi Besar Muhammad saw. nampaknya
memang telah menempuh jalan itu
karena Siti ‘Aisyah r.a. itulah yang memelopori tuntutan itu bersama Siti
Hafshah r.a., karena itu tidak mustahil kalau Siti ‘Aisyah r.a. telah menceriterakan pembicaraan rahasia Nabi Besar Muhammad saw. itu
kepada Siti Hafshah r.a..
Apa pun yang sebenarnya telah
terjadi, ayat ini menekankan mengenai kewajiban
seseorang yang dipercayai memegang
suatu rahasia agar tidak membocorkan rahasia itu (QS.4:35);
istimewa pula bila pihak-pihak bersangkutan itu suami-istri, dan rahasia
itu bertalian dengan urusan rumah tangga
pribadi, lebih-lebih lagi bila pihak-pihak bersangkutan itu seorang rasul Allah dan salah seorang dari para
pengikutnya.
Pentingnya Menyelamatkan Diri dan Keluarga dari Api Neraka.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai peran-serta-Nya dalam
membantu (mendukung) Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنۡ
تَتُوۡبَاۤ اِلَی اللّٰہِ فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ فَاِنَّ اللّٰہَ ہُوَ مَوۡلٰىہُ وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ بَعۡدَ ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾
عَسٰی
رَبُّہٗۤ اِنۡ طَلَّقَکُنَّ
اَنۡ یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ
عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ
اَبۡکَارًا ﴿﴾
Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah maka
sesungguhnya hati kamu berdua telah cenderung kepada-Nya, tetapi jika kamu berdua saling mendukung
terhadapnya maka sesungguhnya Allah
adalah Pelindung-nya, dan juga Jibril,
orang-orang beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat-malaikat adalah pendukungnya.
Boleh jadi Rabb-nya (Tuhan-nya) jika Nabi menceraikan kamu maka Dia akan menggantikan baginya
istri-istri yang lebih baik daripada
kamu, yang berserah diri,
yang beriman, yang bertaubat, yang beribadah,
yang berpua-sa, yang janda dan yang perawan.”
(At-Tahrīm
[66]:5-6).
Kata-kata “kamu
berdua“ nampaknya mengisyaratkan
kepada Siti ’Aisyah r.a. dan
Siti Hafshah r.a., yang telah memelopori
tuntutan akan kesenangan duniawi
dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Tetapi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. lainnya pun telah ikut serta dalam tuntutan
itu, meskipun peran utama dipegang
oleh kedua perempuan itu oleh karena
mungkin mereka itu masing-masing putri
Abu Bakar Shiddiq r.a. dan
‘Umar bin Khaththab r.a., dua
tokoh paling terhormat di antara para
sahabat Nabi Besar Muhammad saw..
Susunan ayat itu
menunjukkan bahwa perkara (peristiwa)
yang diisyaratkan dalam ayat-ayat ini sifatnya sangat penting, sedang riwayat
dusta mengenai “minuman madu” dari
rumah salah seorang istri Nabi Besar Muhammad saw., jelas tidak begitu penting artinya daripada hal yang
telah menjuruskan kepada perceraian sementara beliau saw. dengan dan semua istri beliau saw. selama kira-kira sebulan.
Demikian juga tidak adanya teguran
terhadap istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. tersimpul
dalam kata-kata “Allah adalah Penolongnya, begitu pula Jibril dan
orang-orang saleh di antara orang-orang yang beriman“ yang dituntut dalam perkara demikian.
Mengenai pentingnya peran
keluarga (rumahtangga) dalam upaya
membangun suatu tatanan masyarakat
yang lebih luas lagi berupa suatu negara
yang “baldatun thayyibatun wa
Rabbun ghafūrun -- “negeri yang indah dan Rabb
(Tuhan) Yang Maha Pengampun”
(QS.34:16) -- selanjutnya Allah Swt. menasihati seluruh kepala
keluarga orang-orang beriman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ
وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ
قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ
مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah
diri kamu dan keluarga kamu dari
Api, yang bahan bakarnya
manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa pun yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa pun yang diperintahkan. Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan mengemukakan
dalih, sesungguhnya kamu dibalas
menurut apa yang kamu kerjakan. (At-Tahrīm [66]:7-8).
Ketegasan Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Melaksanakan Syariat
Terhadap Cucu dan Putri Beliau saw.
Sehubungan
dengan perintah Allah Swt. kepada
para suami – sebagai kepala keluarga
atau sebagai pemimpin kelompok masyarakat terkecil -- tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman
kepada para istri mulia Nabi Besar Muhammad saw. mengenai kedudukan penting mereka sebagai
para istri seorang rasul Allah yang juga harus menjadi suri
teladan terbaik bagi para perempuan
beriman lainnya sebagaimana halnya Nabi Brdar Muhammad saw (QS.33:22):
یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ
بِفَاحِشَۃٍ مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا
الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ یَسِیۡرًا ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ
وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ
اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ
اَعۡتَدۡنَا لَہَا رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾ یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ
النِّسَآءِ اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا
تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ
الَّذِیۡ فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ
وَّ قُلۡنَ قَوۡلًا
مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾ وَ قَرۡنَ فِیۡ
بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ
الزَّکٰوۃَ وَ اَطِعۡنَ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ
لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ
مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ وَ
الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ
لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara kamu berbuat kekejian yang nyata,
baginya azab akan dilipatgandakan dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah
bagi Allah. Tetapi barangsiapa
di antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami
akan memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyediakan baginya rezeki yang mulia. Wahai istri-istri
Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak
sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena
itu janganlah
kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah
di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu me-mamerkan kecantikan kamu
seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah dahulu, dirikanlah shalat, bayarlah zakat,
serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah meng-hendaki agar dia menghilangkan kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya. Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam
rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha
Memaklumi. (Al-Ahzāb [33]:29-35).
Salah satu contoh dari pelaksanaan Sifat Malikiyat dan tindakan adil yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. di
lingkungan ahli bait, adalah ketika cucu beliau saw. -- Hassan bin Ali bin Abi Thalib r.a. -- yang masih kecil merangkak lalu mengambil
sebutir kurma sedekah lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
Melihat hal
tersebut dengan cepat Nabi Besar
Muhammad saw. menghampiri cucu beliau
saw. tersebut sambil berusaha mengeluarkan kurma
yang ada di mulut Hassan r.a., dan dari mulut beliau saw. keluar suara “Hekh hekh.” [agar Hassan r.a. mengeluarkan kurma tersebut dari mulutnya]. Kemudian beliau
saw. bersabda, “Apakah engkau tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah saw. dan
keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?” ( Al-Bukhari no. 1420 dan Muslim
no. 1069).
Tindakan adil lainnya yang dilakukan Nabi Besar
Muhammad saw. tanpa pandang bulu, dikemukakan
dalam hadits berikut ini:
Dari Aisyah r.a. istri Nabi saw. bahwa
kaum Quraisy digelisahkan oleh kasus wanita dari suku Makhzumi yang mencuri
pada masa Nabi saw. ketika pendudukan kota
Mekkah (Fatah Makkah). Mereka mengatakan, “Siapa yang akan memohonkan
keringanan kepada Rasulullah?” Mereka menjawab, “Tidak ada yang berani
mengatakan itu kepada Rasulullah kecuali Usamah bin Zaid, orang yang disayangi
oleh Rasulullah.”
Lalu wanita tersebut dibawa kepada
Rasulullah, kemudian Usamah bin Zaid memohonkan keringanan hukumannya kepada
Rasulullah. Maka, Rasulullah berubah raut mukanya dan bersabda, “Apakah kau
ingin menolong dalam urusan yang telah ditetapkan oleh Allah?” Usamah menjawab,
“Mohonkanlah ampun kepada Allah untukku, ya Rasulullah!”
Pada sore harinya Rasulullah berdiri untuk
berpidato. Beliau memuji Allah sebagaimana biasanya di awal pidato, lalu beliau
bersabda, “Sesungguhnya hancrunya orang-orang sebelum kalian adalah karena
apabila di kalangan mereka ada orang terpandang (kelas atas) mencuri, maka
mereka biarkan saja. Tetapi, apabila di kalangan mereka ada orang kelas bawah
mencuri, maka mereka kenakan hukuman. Demi
Allah yang menguasai diriku! Sungguh seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri,
maka pasti aku akan potong tangannya.” Setelah itu beliau memerintahkan agar wanita yang mencuri tersebut di potong
tangannya, maka dipotonglah tangan
wanita itu.
Kata Aisyah r.a., “Setelah itu wanita
tersebut benar-benar bertobat lalu
dia menikah. Setelah itu wanita tersebut datang padaku lalu aku sampaikan
keperluannya kepada Rasulullah”.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar