Jumat, 13 Desember 2013

Ketegasan Nabi Besar Muhammad saw. dalam menegakkan Hukum Syariat Terhadap Keluarga Sendiri



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  98

 Ketegasan Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Menegakkan Hukum Syariat Terhadap Keluarga Sendiri

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  pentingnya  kedudukan  keluarga” (suami, istri dan anak)  sebagai   jama’ah” terkecil yang merupakan pondasi dari tatanan sebuah negara (kerajaan – QS.49:14), itulah sebabnya pelaksanaan  keempat sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah  -- Rabubiyyat, Rahmāniyat, Rahīmiyyat dan Malikiyyat --    dan pelaksanaan sikap adil, ihsan dan iyta-i dzil- qurba  (memberi seperti terhadap kerabat – QS.16:91)  telah Nabi Besar Muhammad  saw. dilaksanakan pertama-tama di lingkungan  keluarga  atau ahli bait beliau saw..

Sikap Lembut Nabi Besar Muhammad Saw..
Terhadap Semua Istri Mulia Beliau saw.

       Itulah pula sebabnya mengapa Nabi Besar Muhammad  saw. telah menanggapi permohonan dari para istri mulia  beliau saw. – mengenai sedikit  perbaikan ekonomi keluarga  -- telah ditanggapi beliau saw.  secara serius    berupa mengambil tindakan “menjauhkan  diri” sementara waktu dari semua  istri beliau saw., sebagai peringatan bahwa permohonan mereka itu tidak berkenan di hati beliau saw. (QS.4:35).
      Demikian juga Nabi Besar Muhammad saw. tidak menanggapi  permohonan (usul) dari para istri beliau saw. itu pun dengan ucapan mau pun tindakan yang keras (QS.4:35),  karena beliau saw. sendiri telah menyatakan  bahwa “perempuan diciptakan dari tukang rusuk” -- yang  keadaannya “bengkok” -- sebab kalau “tulang rusukdipaksakan agar menjadi “lurus” maka akan  membuatnya “patah”, sehingga  keadaan  istri akan menjadi tidak menarik lagi karena telah kehilangan “kebengkokannya  tersebut.
       Allah Swt.  pun  meridhai “sikap” yang dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, sebagaimana telah diuraikan dalam beberapa Bab 89 dan beberapa Bab selanjutnya mengenai firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  لِمَ  تُحَرِّمُ مَاۤ  اَحَلَّ اللّٰہُ  لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ  مَرۡضَاتَ  اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Hai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah telah menghalalkannya bagi engkau karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?  Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (At-Tahrīm [66]:1-2). 
Nampaknya kata-kata  تَبۡتَغِیۡ  مَرۡضَاتَ  اَزۡوَاجِکَ  -- “karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?”  berarti  kurang lebih sebagai berikut:
“Karena engkau senantiasa ingin menyenangkan hati istri-istri engkau dan mengabulkan kehendak mereka, hingga mereka telah menjadi lancang oleh sikap kasih-sayang engkau itu, dan mereka melupakan kedudukan engkau yang tinggi lagi luhur sebagai seorang Nabi Allah besar serta mengadakan tuntutan berlebih-lebihan kepada engkau.”

Pentingnya Memelihara “Amanat Rahasia Suami

       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “amanat rahasia” yang dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad  saw. kepada  seorang istri beliau saw.:
قَدۡ  فَرَضَ اللّٰہُ  لَکُمۡ تَحِلَّۃَ  اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ  مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾  وَ اِذۡ  اَسَرَّ النَّبِیُّ  اِلٰی  بَعۡضِ  اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ  اللّٰہُ عَلَیۡہِ  عَرَّفَ بَعۡضَہٗ  وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ فَلَمَّا نَبَّاَہَا بِہٖ  قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَکَ ہٰذَا ؕ قَالَ  نَبَّاَنِیَ الۡعَلِیۡمُ الۡخَبِیۡرُ﴿
Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri dari sumpah-sumpah kamu, dan Allah adalah Pelindung kamu, dan Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. Dan ketika Nabi menceritakan  secara rahasia kepada salah seorang istri-istrinya, lalu  tatkala istrinya itu memberitahukannya kepada istri yang lain dan Allah menzahirkan hal itu  kepadanya, dia, Rasulullah,  memberitahukan sebagian darinya kepada istrinya itu dan menyembunyikan sebagiannya. Maka tatkala  dia memberitahukan hal itu kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan  kepada engkau perihal itu?” Nabi berkata: “ Tuhan Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Tahu segala kabar telah memberitahukannya kepadaku.” (At-Tahrīm [66]:3-4).
   Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  sangat bersedih hati oleh permintaan akan kesenangan hidup duniawi, dan untuk memperlihatkan ketidaksenangan yang sangat beliau saw.  bersumpah akan memisahkan diri dari mereka selama satu bulan.
  Ayat ini melukiskan bahwa perkara yang halal tidak menjadi haram bagi seseorang hanya semata-mata karena telah bersumpah tidak menggunakannya. Dalam peristiwa tidak disangka-sangka serupa itu, beliau saw. hanya diminta supaya menebus sumpah beliau saw. yang terlanggar itu.
Walau pun  yang bersumpah dalam peristiwa “pisah sementara” tersebut adalah Nabi Besar Muhammad saw. tetapi dalam  bunyi kalimatnya adalah قَدۡ  فَرَضَ اللّٰہُ  لَکُمۡ تَحِلَّۃَ  اَیۡمَانِکُمۡ   --  “Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri dari sumpah-sumpah kamu”, dengan demikian perintah terhadap Nabi Besar Muhammad saw. tersebut berlaku juga untuk umumnya orang-orang beriman.
  Sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab 89,  bahwa sukar untuk mengatakan kepada peristiwa apa ayat ini sebenarnya  mengisyaratkan. Isyarat yang agaknya didukung oleh konteksnya mungkinkah peristiwa yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah r.a.   sendiri, yaitu ketika ayat QS.33:29 diwahyukan, memberikan  pilihan kepada istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.  --  yaitu apakah tetap  hidup bersama beliau saw. ataukah memilih  berpisah dari beliau  saw. --  sebagai jawaban atas tuntutan mereka sendiri akan kehidupan yang senang dan serba mudah. Dan jawaban  Nabi Besar Muhammad saw.  atas tuntutan para istri beliau saw.  mula-mula membicarakan hal itu kepada Siti ‘Aisyah r.a.    (Bukhari, Kitab al-Mazhalim wa’l- Ghashb), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  قُلۡ  لِّاَزۡوَاجِکَ اِنۡ  کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ  الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتَہَا فَتَعَالَیۡنَ اُمَتِّعۡکُنَّ وَ اُسَرِّحۡکُنَّ سَرَاحًا جَمِیۡلًا ﴿﴾  وَ اِنۡ کُنۡـتُنَّ تُرِدۡنَ اللّٰہَ  وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  فَاِنَّ اللّٰہَ  اَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنٰتِ مِنۡکُنَّ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri engkau: “Jika kamu menginginkan kehidupan dunia ini dan perhiasannya maka marilah aku akan memberikannya kepada kamu dan aku akan menceraikan kamu dengan cara yang baik.   Tetapi jika kamu menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan rumah di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan ganjaran yang besar bagi siapa di antara kamu yang berbuat ihsan.”   (Al-Ahzāb [33]:29-35).
Nabi Besar Muhammad saw. nampaknya memang telah menempuh jalan itu karena Siti ‘Aisyah r.a. itulah  yang memelopori tuntutan itu bersama Siti Hafshah r.a., karena itu  tidak mustahil  kalau Siti ‘Aisyah r.a.  telah menceriterakan pembicaraan rahasia  Nabi Besar Muhammad saw.   itu kepada Siti Hafshah r.a..
  Apa pun yang sebenarnya telah terjadi, ayat ini menekankan mengenai kewajiban seseorang yang dipercayai memegang suatu rahasia agar tidak membocorkan rahasia itu (QS.4:35); istimewa pula bila pihak-pihak bersangkutan itu suami-istri, dan rahasia itu bertalian dengan urusan rumah tangga pribadi, lebih-lebih lagi bila pihak-pihak bersangkutan itu seorang rasul Allah dan salah seorang dari para pengikutnya.

 Pentingnya Menyelamatkan Diri dan Keluarga dari Api Neraka.

      Selanjutnya Allah  Swt. berfirman mengenai peran-serta-Nya dalam membantu (mendukung) Nabi Besar Muhammad saw.:
  اِنۡ تَتُوۡبَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ  تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ  فَاِنَّ اللّٰہَ  ہُوَ مَوۡلٰىہُ  وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  بَعۡدَ  ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾ عَسٰی رَبُّہٗۤ  اِنۡ  طَلَّقَکُنَّ  اَنۡ  یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا  خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ  مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ  اَبۡکَارًا ﴿﴾
Jika kamu berdua  bertaubat kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah cenderung kepada-Nya, tetapi jika kamu berdua saling mendukung terhadapnya maka sesungguhnya Allah adalah Pelindung-nya, dan juga Jibril, orang-orang  beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat-malaikat  adalah pendukungnya.   Boleh jadi Rabb-nya (Tuhan-nya)  jika Nabi menceraikan kamu maka Dia akan menggantikan baginya istri-istri  yang lebih baik daripada kamu, yang berserah  diri,  yang beriman, yang bertaubat,  yang  beribadah, yang berpua-sa,  yang janda  dan yang perawan.” (At-Tahrīm [66]:5-6).
   Kata-kata “kamu berdua“  nampaknya mengisyaratkan kepada Siti ’Aisyah r.a. dan Siti Hafshah r.a., yang telah memelopori tuntutan akan kesenangan duniawi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Tetapi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  lainnya pun telah ikut serta dalam tuntutan itu, meskipun peran utama dipegang oleh kedua perempuan itu oleh karena mungkin mereka itu masing-masing putri Abu Bakar Shiddiq r.a.  dan ‘Umar bin Khaththab r.a.,  dua tokoh paling terhormat di antara para sahabat  Nabi Besar Muhammad saw..  
  Susunan ayat itu menunjukkan bahwa perkara (peristiwa) yang diisyaratkan dalam ayat-ayat ini sifatnya sangat penting, sedang riwayat dusta mengenai “minuman madu” dari rumah salah seorang istri Nabi Besar Muhammad saw., jelas tidak  begitu penting artinya daripada hal yang telah menjuruskan kepada perceraian sementara beliau saw.  dengan dan semua istri beliau saw. selama kira-kira sebulan.
 Demikian juga  tidak adanya  teguran terhadap istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw. tersimpul dalam kata-kata “Allah adalah Penolongnya, begitu pula Jibril dan orang-orang saleh di antara orang-orang yang beriman“ yang dituntut dalam perkara demikian.
   Mengenai pentingnya peran keluarga (rumahtangga) dalam upaya membangun suatu tatanan masyarakat yang lebih luas lagi berupa  suatu negara  yang “baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafūrun  -- “negeri yang indah dan Rabb (Tuhan) Yang Maha Pengampun  (QS.34:16)  --  selanjutnya Allah Swt. menasihati seluruh kepala keluarga  orang-orang beriman:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا قُوۡۤا  اَنۡفُسَکُمۡ  وَ اَہۡلِیۡکُمۡ  نَارًا وَّ قُوۡدُہَا  النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ  عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ  غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ مَاۤ  اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا  یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾  
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari  Api, yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah apa pun yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa pun yang diperintahkan.   Hai orang-orang kafir, kamu pada hari ini jangan  mengemukakan dalih, sesungguhnya kamu dibalas menurut apa yang kamu kerjakan. (At-Tahrīm [66]:7-8).

Ketegasan Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Melaksanakan Syariat
Terhadap Cucu dan Putri Beliau saw.

    Sehubungan dengan perintah Allah Swt. kepada para suami – sebagai kepala keluarga atau  sebagai pemimpin  kelompok masyarakat terkecil --    tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada para istri mulia  Nabi Besar Muhammad saw.  mengenai kedudukan penting mereka sebagai para istri seorang rasul Allah yang juga harus menjadi  suri teladan terbaik bagi para perempuan beriman lainnya sebagaimana halnya Nabi Brdar Muhammad saw (QS.33:22):
    یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ  یَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ  اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ  اَعۡتَدۡنَا  لَہَا  رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾ یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ  اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ  الَّذِیۡ  فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ  قُلۡنَ  قَوۡلًا  مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾  وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ  الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ  وَ  اَطِعۡنَ اللّٰہَ  وَ  رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ  لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ  تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾  وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ  بُیُوۡتِکُنَّ  مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ  وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara kamu berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan  dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah.   Tetapi barangsiapa di antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyediakan baginya rezeki yang mulia.  Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu  janganlah kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah  di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu me-mamerkan kecantikan kamu seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah dahulu,  dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah meng-hendaki agar dia menghilangkan  kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya.   Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzāb [33]:29-35).
     Salah satu contoh dari pelaksanaan Sifat Malikiyat dan tindakan adil  yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. di lingkungan ahli bait,  adalah ketika cucu beliau saw. -- Hassan bin Ali bin Abi Thalib r.a. --   yang masih kecil merangkak lalu mengambil sebutir kurma sedekah lalu  memasukkannya ke dalam mulutnya. 
       Melihat hal tersebut  dengan cepat Nabi Besar Muhammad saw. menghampiri cucu beliau saw. tersebut sambil  berusaha mengeluarkan  kurma yang ada di mulut Hassan r.a., dan dari mulut beliau saw. keluar suara “Hekh hekh.” [agar Hassan r.a. mengeluarkan  kurma tersebut dari mulutnya]. Kemudian beliau saw. bersabda, “Apakah engkau tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah saw. dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?” ( Al-Bukhari no. 1420 dan Muslim no. 1069).
      Tindakan adil lainnya yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. tanpa pandang bulu, dikemukakan dalam hadits berikut ini: 
     Dari Aisyah r.a. istri Nabi saw. bahwa kaum Quraisy digelisahkan oleh kasus wanita dari suku Makhzumi yang mencuri pada masa Nabi saw. ketika pendudukan  kota Mekkah (Fatah Makkah). Mereka mengatakan, “Siapa yang akan memohonkan keringanan kepada Rasulullah?” Mereka menjawab, “Tidak ada yang berani mengatakan itu kepada Rasulullah kecuali Usamah bin Zaid, orang yang disayangi oleh Rasulullah.”
     Lalu wanita tersebut dibawa kepada Rasulullah, kemudian Usamah bin Zaid memohonkan keringanan hukumannya kepada Rasulullah. Maka, Rasulullah berubah raut mukanya dan bersabda, “Apakah kau ingin menolong dalam urusan yang telah ditetapkan oleh Allah?” Usamah menjawab, “Mohonkanlah ampun kepada Allah untukku, ya Rasulullah!”
     Pada sore harinya Rasulullah berdiri untuk berpidato. Beliau memuji Allah sebagaimana biasanya di awal pidato, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya hancrunya orang-orang sebelum kalian adalah karena apabila di kalangan mereka ada orang terpandang (kelas atas) mencuri, maka mereka biarkan saja. Tetapi, apabila di kalangan mereka ada orang kelas bawah mencuri, maka mereka kenakan hukuman. Demi Allah yang menguasai diriku! Sungguh seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka pasti aku akan potong tangannya.” Setelah itu beliau memerintahkan agar wanita yang mencuri tersebut di potong tangannya, maka dipotonglah tangan wanita itu.
     Kata Aisyah r.a., “Setelah itu wanita tersebut benar-benar bertobat lalu dia menikah. Setelah itu wanita tersebut datang padaku lalu aku sampaikan keperluannya kepada Rasulullah”.      

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   27 November    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar