Senin, 16 Desember 2013

"Istri-istri Durhaka" Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. Sebagai Misal (Perumpamaan) Orang-orang yang Mendustakan Para Rasul Allah



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  102

 Istri-istri Durhaka Nabi Nuh  a.s. dan Nabi Luth a.s. Sebagai Misal  (Perumpamaan) “Orang-orang Kafir” yang Mendustakan Para Rasul Allah

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai   orang-orang yang bernasib malang, yaitu   ketika nabi Allah  yang untuknya mereka terus-terus mendoa itu sungguh-sungguh datang dan keunggulan haq (kebenaran) di atas kepalsuan mulai nampak  mereka menolaknya,  dan sebagai akibat  penolakan itu laknat Allah Swt. menimpa  mereka. Mengenai hal tersebut   Allah Swt. berfirman:
  بِئۡسَمَا اشۡتَرَوۡا بِہٖۤ اَنۡفُسَہُمۡ  اَنۡ یَّکۡفُرُوۡا بِمَاۤ  اَنۡزَلَ اللّٰہُ  بَغۡیًا اَنۡ یُّنَزِّلَ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ عَلٰی مَنۡ یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ ۚ فَبَآءُوۡ بِغَضَبٍ عَلٰی غَضَبٍ ؕ وَ  لِلۡکٰفِرِیۡنَ عَذَابٌ مُّہِیۡنٌ ﴿﴾
Sangat buruk hal yang  dengan itu mereka telah menjual dirinya  yakni  mereka kafir  kepada apa yang diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, lalu mereka ditimpa kemurkaan demi kemurkaan, dan bagi orang-orang kafir ada azab yang menghinakan. (Al-Baqarah [2]:91).

Orang-orang yang Dimurkai” dan “Orang-orang yang Sesat
dalam Surah Al-Fatihah

       Mengisyaratkan kepada فَبَآءُوۡ بِغَضَبٍ عَلٰی غَضَبٍ  -- “lalu   mereka ditimpa kemurkaan demi kemurkaan” itulah  doa terakhir dalam Surah Al-Fatihah sebagai akibat  tidak melaksanakan (mengamalkan) keempat Sifat utama Tasybihiyyah Allah Swt. -- Rabbubiyyat, Rahmāniyyat, Rahīmiyyat dan Māliki yaumid dīn --  serta mereka menolak nikmat-nikmat ruhani, khususnya nikmat kenabian (QS.4:70-71; QS.7:35-37)  yang untuk itu mereka membacanya  pada saat melakukan shalat --  firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ۙ﴿﴾   الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ۙ﴿﴾  مٰلِکِ یَوۡمِ الدِّیۡنِ ؕ﴿﴾ اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿﴾ اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾   صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬  غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿﴾                                              
Aku baca dengan nama  Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.     Segala  puji hanya bagi  Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam,   Maha Pemurah,  Maha Penyayang. Pemilik   Hari  Pembalasan   Hanya Engkau-lah Yang kami sembah  dan  hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.  Tunjukilah kami   jalan yang lurus,  yaitu jalan  orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka,  bukan jalan mereka  yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka  yang sesat. (Al-Fatihah [1]:1-7).
       Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan   doa  غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ  وَ الضَّآلِّیۡنَ لَا --   “bukan jalan mereka  yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka  yang sesat” adalah orang-orang Yahudi dan  orang-orang lainnya yang   perbuatan buruknya sesuai dengan firman-Nya sebelum ini:
  بِئۡسَمَا اشۡتَرَوۡا بِہٖۤ اَنۡفُسَہُمۡ  اَنۡ یَّکۡفُرُوۡا بِمَاۤ  اَنۡزَلَ اللّٰہُ  بَغۡیًا اَنۡ یُّنَزِّلَ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ عَلٰی مَنۡ یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ ۚ فَبَآءُوۡ بِغَضَبٍ عَلٰی غَضَبٍ ؕ وَ  لِلۡکٰفِرِیۡنَ عَذَابٌ مُّہِیۡنٌ ﴿﴾
Sangat buruk hal yang  dengan itu mereka telah menjual dirinya   yakni  mereka kafir  kepada apa yang diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, lalu mereka ditimpa kemurkaan demi kemurkaan, dan bagi orang-orang kafir ada azab yang menghinakan. (Al-Baqarah [2]:91).

Istri-istri Durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.

     Sehubungan dengan masalah pentingnya  masalah  pernikahan yang dikemukakan dalam Al-Quran – terutama mengenai pernikahan Nabi Besar Muhammad saw. dan para istri mulia beliau saw. --  Allah Swt.   telah mengemukakan istri-istri durhaka  Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. sebagai misal (perumpamaan) kaum yang mendustakan dan  menentang Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada mereka (QS.7:35-37), firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mere-ka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (At Tahrīm [66]:11).
       Orang-orang kafir diumpamakan seperti istri durhaka  Nabi Nuh a.s. dan istri durhaka Nabi Luth a.s.  untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa, -- bahkan  seorang nabi Allah sekalipun  -- tidak berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran.
      Jadi, melalui perumpamaan tersebut Allah Swt. memberitahukan bahwa pada hakikatnya kedudukan para Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada  umat manusia (QS.7:35-37)  adalah seperti kedudukan suami terhadap istrinya. Karena itu kaum-kaum yang mendustakan dan menentang Rasul Allah yang diutus kepada mereka  keadaaannya adalah bagaikan istri-istri yang rahimnya  menolak dibuahi oleh suaminya, sehingga  istri-istri durhaka seperti itu tidak akan pernah hamil dan melahirkan anak-keturunan yang sah.
       Ada pun yang akan keluar dari rahim  istri-istri  yang rahimnya menolak dibuahi oleh suaminya seperti itu   adalah darah kotor (darah haid).    Itulah sebabnya suatu kaum yang mendustakan dan menentang Rasul Allah maka keadaan akhlak  dan ruhaninya akan semakin rusak  dan hina bagaikan darah kotor (darah haid).
       Sebaliknya, suatu kaum yang beriman  kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka  dalam ayat selanjutnya dimisalkan  sebagai istri Fir’aun, firman-Nya:
وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata: “Hai Rabb (Tuhan), buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, (At Tahrim [66]:12).
   Istri Fir’aun menggambarkan keadaan orang-orang beriman, yang meskipun berkeinginan dan berdoa terus-menerus agar bebas dari dosa atau dari cengkraman nafs Ammarah (QS.12:54), tetapi  tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh buruk yang dilukiskan dalam wujud Fir’aun, dan setelah sampai kepada tingkat “jiwa yang meyesali diri sendiri” (nafsu lawwāmah ­ -  QS.75:3) kadang-kadang gagal dan kadang-kadang tergelincir.

Misal Maryam binti Imran & Nafs Muthmainnah

    Tetapi apabila orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya tersebut tetap istiqamah (teguh) dan terus berjihad melawan ujian-ujian keimanan -- yang digambarkan sebagai  kezaliman Fir’aun dan kaumnya --  insya Allah, keadaan akhlak dan   ruhani  mereka mereka akan meningkat lebih baik keadaannya  lagi  sebagaimana yang dikemukakan firman Allah Swt. selanjutnya:
وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia meng-genapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At Tahrim [66]:13). 
   Siti Maryam, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan  Allah  Swt., mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti hi dalam fīhi (lihat ayat 13, Pent.) menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk. Mengenai mereka itu Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿﴾  ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾  فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram!   Kembalilah kepada Rabb ( Tuhan) engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia  pun ridha kepada engkau.  Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku,   dan masuklah ke dalam surga-Ku.  (Al-Fajr [89]:27-29). 
   Ini merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Allah Swt.  ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan sesudah mati  perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah  dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.
   Jadi, dalam ketiga perumpamaan tersebut  semuanya berhubungan dengan perempuan dan pernikahan  yang melalui pernikahan  tersebut  Allah Swt, mengembang-biakkan umat manusia (QS.49:14). Hal tersebut mengandung makna bahwa pada dasarnya sebagaimana  dalam segi jasmani semua manusia memerlukan pasangan agar dapat berkembang biak,  demikian pula halnya dalam masalah ruhani.
  Pasangan ruhani manusia yang berkedudukan sebagai suami adalah para Rasul Allah, itulah sebabnya Allah Swt. telah berfirman kepada Bani Adam (umat mausia) mengenai kesinambungan kedatangan para rasul Allah dan pentingnya beriman kepada mereka:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.   Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu  rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepadamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati.   Dan  orang-orang yang men-dustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-‘Araf [7]:35-37).
      Ayat  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- “Dan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya” sesuai dengan firman-Nya mengenai istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.: 
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (At Tahrīm [66]:11).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  1 Desember       2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar