بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 107
Berbagai Perumpamaan Mengenai
Terjadinya “Hari Kebangkitan” Manusia di Dunia
dan di Akhirat
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai
Sunnatullah bahwa bahwa bila kegelapan menyelimuti
muka bumi dan manusia melupakan Allah Swt.
dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan
dan diciptakan oleh mereka sendiri,
maka Allah Swt. membangkitkan seorang rasul Allah untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat keharibaan Majikan-nya,
yakni Allah Swt., firman-Nya:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ
بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا
فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ
اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ
وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا
مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ
یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan
kepada mereka akibat sebagian
perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka
kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah
bagaimana buruknya akibat
bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang
lurus, sebelum datang dari Allah
hari yang tidak dapat dihindarkan,
pada hari itu orang-orang
beriman dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44).
“Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama
sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya
semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia
sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci
yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s. di dalam aliran darah manusia telah
padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang
kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun
lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban
laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya
telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah
goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan
pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
Demikianlah keadaan umat manusia pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. -- Guru
umat manusia terbesar -- muncul pada
pentas dunia, dan tatkala syariat
yang paling sempurna dan terakhir diturunkan dalam bentuk Al-Quran, sebab syariat
yang sempurna (QS.5:4) hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan -- teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan --
menampakkan diri telah menjadi mapan.
Makna “Daratan”
dan “Lautan” &
Cara Allah Swt. Menghidupkan Kembali “Bumi
yang Mati”
Kata-kata “daratan dan lautan” dapat diartikan: (a) bangsa-bangsa
yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar
pada akal serta pengalaman manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya
didasari oleh wahyu Ilahi; (b)
orang-orang yang hidup di benua-benua
dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau.
Sebagai nubuatan (kabar gaib) Ayat ini berarti, bahwa sebagaimana halnya
menjelang pengutusan Nabi Besar Muhamad saw. 14 abad yang lalu semua bangsa di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya - baik
secara politis, sosial maupun akhlaki -- demikian pula berdasarkan QS.62:3-4 keadaan zaman “jahiliyah” tersebut kembali terulang di Akhir Zaman ini.
Mengapa demikian? Sebab sebagaimana halnya apabila dalam jangka waktu yang lama permukaan bumi tidak pernah lagi disirami air hujan maka keadaannya akan menjadi kering-kerontang, karena sudah merupakan Sunnatullah atau hukum alam
bahwa akibat hujan lama tidak turun
maka berbagai sumber mata air dan sungai-sungai di muka bumi pun menjadi kering
-- kalau pun ada air yang tersisa di danau atau pun di sungai-sungai keadaannya
kotor dan bau, sehingga tidak layak untuk diminum – dan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan pun pun menjadi mati meranggas.
Begitu juga halnya dengan keadaan akhlak
dan ruhani umat manusia – termasuk umat beragama – apabila mereka telah jauh
dari masa kenabian yang penuh berkat keadaannya akan seperti merananya permukaan bumi serta tumbuh-tumbuhan dan sumber-sumber
mata air serta sungai-sungai yang
berada di atasnya.
Cara Allah Swt. atau Sunnatullah untuk “menghidupkan
bumi setelah matinya” seperti itu
adalah dengan menurunkan wahyu Ilahi melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada umat manusia atau Bani Adam
(QS.7:35-37; QS.62:3-5), firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ
اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ
لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah
belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bahwa hati mereka tunduk
untuk mengingat Allah dan mengingat
kebenaran yang telah turun kepada
mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab
sebelumnya, maka zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
Sungguh Kami telah menjelaskan
Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu
mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Keprihatinan Nabi Besar Muhammad Saw.
Berikut firman Allah Swt. mengenai keprihatinan luas biasa Nabi Besar
Muhammad saw. melihat kejahiliyahan
umat manusia – termasuk umat beragama --
pada masa pengutusan beliau saw.:
اَفَمَنۡ زُیِّنَ لَہٗ سُوۡٓءُ عَمَلِہٖ فَرَاٰہُ حَسَنًا ؕ فَاِنَّ اللّٰہَ یُضِلُّ
مَنۡ یَّشَآءُ وَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ ۫ۖ فَلَا تَذۡہَبۡ نَفۡسُکَ عَلَیۡہِمۡ
حَسَرٰتٍ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ بِمَا
یَصۡنَعُوۡنَ ﴿﴾
Maka
apakah orang yang memandang indah
perbuatan buruknya lalu menganggapnya
sangat baik, maka sesungguhnya
Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki, karena itu janganlah diri engkau menjadi binasa karena sedih mengenai mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat. (Al-Fāthir [35]:9).
Ayat ini
merupakan tafsiran yang jelas mengenai kekhawatiran
dan keprihatinan Nabi Besar Muhammad
saw. mengenai kesejahteraan ruhani kaum beliau saw.
dan juga umumnya umat manusia,
serta kesedihan beliau saw. yang mendalam atas perlawanan mereka terhadap kebenaran
yang beliau saw. sampaikan kepada mereka.
Lihat juga QS.18:1-7 dan QS.26:4-7. Slanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اللّٰہُ الَّذِیۡۤ
اَرۡسَلَ الرِّیٰحَ فَتُثِیۡرُ سَحَابًا فَسُقۡنٰہُ اِلٰی بَلَدٍ مَّیِّتٍ فَاَحۡیَیۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ
بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ کَذٰلِکَ النُّشُوۡرُ ﴿﴾
Dan Allah Dia-lah Yang
mengirimkan angin yang menggerakkan awan maka Kami menggiringnya ke suatu negeri yang
telah mati, lalu Kami
menghidupkan dengannya bumi setelah matinya. Demikianlah terjadinya kebangkitan itu. (Al-Fāthir
[35]:10).
Karena kebangkitan kembali yang dikemukakan
ayat ini mengandung arti kebangkitan kembali suatu kaum dari keadaan kemunduran dan kemerosotan
ruhani, maka ayat ini mengandung arti bahwa seperti halnya tanah tandus dan kering, lalu mekar karena
memperoleh hidup baru ketika hujan jatuh di permukaannya, demikian
pula suatu bangsa yang secara akhlak dan ruhani sudah mati dan
bergelimang dengan dosa dan kedurjanaan, akan bangkit dengan perantaraan air
suci berupa wahyu Ilahi yang
diturunkan Allah Swt. kepada Rasul Allah
yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka.
Berbagai Perumpamaan Terjadinya “Kebangkitan”
Selanjutnya Allah Swt. mengemukakan dalil mengenai
kebenaran terjadinya kebangkitan akhlak
dan ruhani di kalangan umat manusia dengan mengemukakan misal (perumpamaan) berkenaan dengan proses kejadian bayi dalam rahim ibu, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنۡ کُنۡتُمۡ فِیۡ رَیۡبٍ مِّنَ الۡبَعۡثِ فَاِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ تُرَابٍ ثُمَّ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ ثُمَّ مِنۡ عَلَقَۃٍ ثُمَّ مِنۡ مُّضۡغَۃٍ مُّخَلَّقَۃٍ وَّ غَیۡرِ مُخَلَّقَۃٍ لِّنُبَیِّنَ لَکُمۡ ؕ وَ نُقِرُّ فِی الۡاَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ اِلٰۤی اَجَلٍ مُّسَمًّی ثُمَّ نُخۡرِجُکُمۡ
طِفۡلًا ثُمَّ لِتَبۡلُغُوۡۤا اَشُدَّکُمۡ ۚ وَ مِنۡکُمۡ
مَّنۡ یُّتَوَفّٰی وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرَدُّ
اِلٰۤی اَرۡذَلِ الۡعُمُرِ لِکَیۡلَا یَعۡلَمَ مِنۡۢ بَعۡدِ عِلۡمٍ شَیۡئًا ؕ وَ تَرَی الۡاَرۡضَ ہَامِدَۃً فَاِذَاۤ اَنۡزَلۡنَا عَلَیۡہَا الۡمَآءَ اہۡتَزَّتۡ وَ رَبَتۡ وَ اَنۡۢبَتَتۡ مِنۡ کُلِّ
زَوۡجٍۭ بَہِیۡجٍ ﴿﴾ ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ ہُوَ الۡحَقُّ وَ اَنَّہٗ یُحۡیِ الۡمَوۡتٰی وَ اَنَّہٗ عَلٰی کُلِّ
شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ۙ﴿۶﴾ وَّ اَنَّ السَّاعَۃَ اٰتِیَۃٌ لَّا رَیۡبَ فِیۡہَا ۙ وَ اَنَّ اللّٰہَ یَبۡعَثُ
مَنۡ فِی الۡقُبُوۡرِ ﴿﴾
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan mengenai kebangkitan
kembali, maka sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari debu tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal
darah, kemudian dari sepotong daging,
sebagian telah berbentuk dan
sebagian lagi belum berbentuk,
supaya Kami menjelaskan kepada kamu.
Dan Kami menempatkan di dalam rahim-rahim
sebagaimana yang Kami kehendaki sampai masa
yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, lalu
kamu mencapai kedewasaan kamu. Dan
di antara kamu ada yang diwafatkan, dan sebagian dari kamu ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun,
sehingga ia tidak mengetahui sedikit pun
setelah ia mengetahui. Dan engkau
melihat bumi gersang lalu apabila
ke atasnya Kami menurunkan air ia
bergerak dan berkembang dan menumbuhkan
segala macam tumbuhan yang indah. Yang demikian
itu karena sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Benar dan
sesungguhnya Dia-lah Yang menghidupkan yang mati,
dan sesungguhnya Dia berkuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya saat yang ditentukan itu akan datang,
sedikit pun tidak ada keraguan di
dalamnya, dan sesungguhnya Allah
akan membang-kitkan orang yang ada di
dalam kubur. (Al-Hājj [22]:6-8).
Sesuai dengan Sifat Rabbubiyyat Allah
Swt. (QS.1:2), kejadian manusia dan perkembangan fisiknya merupakan suatu dalil yang kuat untuk membenarkan adanya
kehidupan sesudah mati. Kejadian manusia adalah suatu
proses evolusi, suatu penguraian
yang berangsur-angsur, suatu perkembangan
dari suatu tahap kepada tahap yang lain, dari zat tanpa nyawa kepada suatu benih
kemudian menjadi indung telur yang
telah dibuahi, kemudian menjadi janin dan sesudah itu proses mencapai puncaknya dalam kelahiran wujud manusia (bayi) yang sempurna bentuknya.
Tetapi proses evolusi pembentukan manusia secara fisik (jasmani) tersebut
tidak berhenti dengan kelahiran
manusia. Proses dibawah Sifat Rabbubiyyat Allah Swt. itu
berjalan terus. Pertumbuhan jasmani
manusia yang ajaib dari zat tanpa nyawa
kepada wujud manusia yang sempurna
merupakan bukti yang tidak dapat ditolak, bahwa Khāliq (Maha Pencipta) manusia dan Pencipta semua tingkatan pertumbuhannya, memiliki kekuasaan memberikan kepadanya suatu kehidupan baru sesudah ia mati.
Jadi, terkandung kesimpulan bahwa sebagaimana kejadian
dan pertumbuhan jasmani manusia
melalui proses evolusi dan pertumbuhan
yang berangsur-angsur, begitu pula perkembangan
ruhaninya. Mengenai adanya kesajajaran
dalam proses perkembangan jasmani dan
ruhani manusia ini dijelaskan secara terinci dalam QS.23:1-18.
Dalil lain yang diambil dari alam
mengenai kebenaran kebangkitan
tersebut ialah bahwa bumi yang kering, gersang, atau mati bergetar dengan kehidupan baru ketika hujan
turun. Gejala ini membawa kepada kesimpulan
yang sama bahwa Allah Swt. mempunyai
kekuasaan membuat bumi yang mati dan kering-gersang itu bergetar dengan kehidupan baru tentu mempunyai kekuasaan menghidupkan kembali manusia
sesudah ia mati.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor:
Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 6 Desember
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar