Senin, 23 Desember 2013

Berbagai Perumpamaan Mengenai Terjadinya "Hari Kebangkitan" Manusia di Dunia dan di Akhirat



  
  بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  107


Berbagai Perumpamaan Mengenai Terjadinya “Hari Kebangkitan” Manusia di Dunia  dan di Akhirat


Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan    mengenai  Sunnatullah bahwa bahwa bila kegelapan menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah Swt. membangkitkan seorang  rasul Allah untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat keharibaan Majikan-nya, yakni Allah Swt.,  firman-Nya:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾  فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44). 
       “Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s.  di dalam aliran darah manusia telah padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
       Demikianlah keadaan umat manusia pada waktu Nabi Besar Muhammad saw.  -- Guru umat manusia terbesar --  muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir diturunkan dalam bentuk Al-Quran, sebab  syariat yang sempurna (QS.5:4) hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan --  teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan  --  menampakkan diri telah menjadi mapan.

Makna “Daratan” dan “Lautan” &
Cara Allah Swt. Menghidupkan Kembali “Bumi  yang Mati

     Kata-kata “daratan dan lautan” dapat diartikan: (a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi; (b) orang-orang yang hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau.
     Sebagai nubuatan (kabar gaib) Ayat ini berarti, bahwa sebagaimana halnya menjelang pengutusan Nabi Besar Muhamad saw. 14 abad yang lalu semua bangsa di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya - baik secara politis, sosial maupun akhlaki   -- demikian pula berdasarkan QS.62:3-4   keadaan zaman  jahiliyah  tersebut kembali  terulang di Akhir Zaman ini.
      Mengapa demikian? Sebab sebagaimana halnya apabila   dalam jangka waktu yang lama permukaan bumi   tidak pernah lagi disirami air hujan maka  keadaannya akan menjadi kering-kerontang, karena sudah merupakan Sunnatullah atau hukum alam bahwa akibat hujan lama tidak turun maka    berbagai sumber mata air  dan sungai-sungai  di muka bumi pun menjadi   kering --  kalau pun ada air  yang tersisa  di danau atau pun di sungai-sungai keadaannya kotor dan bau, sehingga tidak layak untuk diminum – dan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan pun pun menjadi mati meranggas.
     Begitu juga halnya dengan keadaan akhlak dan ruhani umat manusia – termasuk umat beragama – apabila mereka  telah jauh  dari masa kenabian yang penuh berkat keadaannya akan seperti merananya permukaan bumi serta tumbuh-tumbuhan  dan sumber-sumber mata air serta sungai-sungai yang berada di atasnya.
      Cara Allah Swt. atau Sunnatullah   untuk “menghidupkan bumi setelah matinya” seperti itu adalah dengan menurunkan  wahyu Ilahi melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada umat manusia atau Bani Adam (QS.7:35-37; QS.62:3-5), firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?  Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).

Keprihatinan Nabi Besar Muhammad Saw.

     Berikut firman Allah Swt. mengenai keprihatinan luas biasa Nabi Besar Muhammad saw. melihat kejahiliyahan umat manusia – termasuk umat beragama  -- pada masa pengutusan beliau saw.:
اَفَمَنۡ زُیِّنَ لَہٗ  سُوۡٓءُ عَمَلِہٖ  فَرَاٰہُ حَسَنًا ؕ فَاِنَّ اللّٰہَ یُضِلُّ مَنۡ یَّشَآءُ وَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ ۫ۖ فَلَا تَذۡہَبۡ نَفۡسُکَ عَلَیۡہِمۡ حَسَرٰتٍ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ  بِمَا یَصۡنَعُوۡنَ ﴿﴾  
Maka apakah orang yang memandang indah perbuatan buruknya lalu menganggapnya sangat baik,  maka  sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki, karena itu janganlah diri engkau menjadi binasa  karena sedih mengenai mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (Al-Fāthir [35]:9).
  Ayat ini merupakan tafsiran yang jelas mengenai kekhawatiran dan keprihatinan Nabi Besar Muhammad saw.  mengenai kesejahteraan ruhani kaum beliau saw. dan juga umumnya umat manusia, serta  kesedihan beliau saw. yang mendalam atas perlawanan mereka terhadap kebenaran yang beliau saw. sampaikan kepada mereka.  Lihat juga QS.18:1-7 dan QS.26:4-7. Slanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اللّٰہُ  الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ الرِّیٰحَ فَتُثِیۡرُ سَحَابًا فَسُقۡنٰہُ  اِلٰی بَلَدٍ مَّیِّتٍ فَاَحۡیَیۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ کَذٰلِکَ النُّشُوۡرُ ﴿﴾
Dan Allah Dia-lah Yang  mengirimkan angin yang menggerakkan awan  maka  Kami menggiringnya ke suatu negeri yang telah mati,  lalu  Kami menghidupkan dengannya bumi setelah matinya. Demikianlah terjadinya kebangkitan itu. (Al-Fāthir [35]:10).
  Karena kebangkitan kembali yang dikemukakan ayat ini  mengandung arti kebangkitan kembali suatu kaum dari keadaan kemunduran dan kemerosotan ruhani, maka ayat ini mengandung arti bahwa seperti halnya tanah tandus dan kering, lalu mekar karena memperoleh hidup baru ketika hujan jatuh di permukaannya, demikian pula suatu bangsa yang secara akhlak dan ruhani sudah mati dan bergelimang dengan dosa dan kedurjanaan, akan bangkit dengan perantaraan air suci berupa wahyu Ilahi yang diturunkan Allah Swt. kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka.

Berbagai Perumpamaan Terjadinya “Kebangkitan

Selanjutnya Allah Swt. mengemukakan dalil mengenai kebenaran terjadinya kebangkitan akhlak dan ruhani  di kalangan umat manusia dengan mengemukakan misal (perumpamaan)  berkenaan dengan proses kejadian bayi dalam rahim ibu, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ فِیۡ رَیۡبٍ مِّنَ الۡبَعۡثِ فَاِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ تُرَابٍ ثُمَّ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ  ثُمَّ مِنۡ عَلَقَۃٍ  ثُمَّ مِنۡ مُّضۡغَۃٍ مُّخَلَّقَۃٍ  وَّ غَیۡرِ مُخَلَّقَۃٍ  لِّنُبَیِّنَ لَکُمۡ ؕ وَ نُقِرُّ  فِی الۡاَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ  اِلٰۤی اَجَلٍ مُّسَمًّی ثُمَّ نُخۡرِجُکُمۡ طِفۡلًا ثُمَّ  لِتَبۡلُغُوۡۤا  اَشُدَّکُمۡ ۚ وَ مِنۡکُمۡ  مَّنۡ یُّتَوَفّٰی وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرَدُّ  اِلٰۤی  اَرۡذَلِ الۡعُمُرِ لِکَیۡلَا یَعۡلَمَ مِنۡۢ بَعۡدِ عِلۡمٍ شَیۡئًا ؕ وَ تَرَی الۡاَرۡضَ ہَامِدَۃً  فَاِذَاۤ  اَنۡزَلۡنَا عَلَیۡہَا الۡمَآءَ   اہۡتَزَّتۡ وَ  رَبَتۡ وَ  اَنۡۢبَتَتۡ مِنۡ  کُلِّ  زَوۡجٍۭ  بَہِیۡجٍ ﴿﴾  ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ ہُوَ الۡحَقُّ وَ اَنَّہٗ یُحۡیِ الۡمَوۡتٰی  وَ  اَنَّہٗ  عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ۙ﴿۶﴾   وَّ  اَنَّ السَّاعَۃَ اٰتِیَۃٌ  لَّا رَیۡبَ  فِیۡہَا ۙ وَ اَنَّ اللّٰہَ  یَبۡعَثُ  مَنۡ  فِی  الۡقُبُوۡرِ ﴿﴾
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan mengenai kebangkitan kembali, maka sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari debu tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari sepotong daging, sebagian telah berbentuk dan sebagian lagi belum berbentuk, supaya Kami menjelaskan kepada kamu.  Dan Kami menempatkan di dalam rahim-rahim sebagaimana yang Kami kehendaki sampai masa yang telah ditentukan,  kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, lalu kamu mencapai kedewasaan kamu. Dan di antara kamu ada yang diwafatkan,  dan sebagian dari kamu ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun, sehingga ia tidak mengetahui sedikit pun setelah ia mengetahui. Dan engkau melihat bumi gersang  lalu  apabila ke atasnya Kami menurunkan air   ia bergerak dan berkembang dan menumbuhkan segala macam tumbuhan yang indah.  Yang demikian itu  karena sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Benar dan sesungguhnya  Dia-lah Yang menghidupkan yang mati, dan sesungguhnya Dia berkuasa atas segala sesuatu,   dan sesungguhnya saat yang ditentukan itu akan datang, sedikit pun tidak ada keraguan di dalamnya, dan sesungguhnya Allah akan  membang-kitkan orang yang ada di dalam kubur. (Al-Hājj [22]:6-8). 
      Sesuai dengan Sifat Rabbubiyyat Allah Swt. (QS.1:2), kejadian manusia dan perkembangan fisiknya merupakan suatu dalil yang kuat untuk membenarkan adanya kehidupan sesudah mati. Kejadian manusia adalah suatu proses evolusi, suatu penguraian yang berangsur-angsur, suatu perkembangan dari suatu tahap kepada tahap yang lain, dari zat tanpa nyawa kepada suatu benih kemudian menjadi indung telur yang telah dibuahi, kemudian menjadi  janin dan sesudah itu proses mencapai puncaknya dalam kelahiran wujud manusia (bayi) yang sempurna bentuknya.
       Tetapi proses evolusi pembentukan manusia secara fisik (jasmani) tersebut  tidak berhenti dengan kelahiran manusia. Proses  dibawah Sifat Rabbubiyyat  Allah Swt. itu berjalan terus. Pertumbuhan jasmani manusia yang ajaib dari zat tanpa nyawa kepada wujud manusia yang sempurna merupakan bukti yang  tidak dapat ditolak, bahwa Khāliq (Maha Pencipta) manusia dan Pencipta semua tingkatan pertumbuhannya, memiliki kekuasaan memberikan kepadanya suatu kehidupan baru sesudah ia mati.
      Jadi,  terkandung kesimpulan bahwa sebagaimana kejadian dan pertumbuhan jasmani manusia melalui proses evolusi dan pertumbuhan yang berangsur-angsur, begitu pula perkembangan ruhaninya. Mengenai adanya kesajajaran dalam proses perkembangan jasmani dan ruhani manusia ini   dijelaskan secara terinci dalam QS.23:1-18.
       Dalil lain yang diambil dari alam  mengenai kebenaran kebangkitan tersebut ialah  bahwa bumi yang kering, gersang, atau mati bergetar dengan kehidupan baru  ketika hujan turun. Gejala ini membawa kepada kesimpulan yang sama bahwa Allah Swt.  mempunyai kekuasaan membuat bumi yang mati dan kering-gersang itu bergetar dengan kehidupan baru tentu mempunyai kekuasaan menghidupkan kembali manusia sesudah ia mati.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  6  Desember       2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar