بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 94
Target Da’wah Islam adalah Mengubah Musuh
Menjadi Sahabat Hakiki di Jalan Allah
Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai pemberian Amnesti secara umum oleh Nabi Besar Muhammad saw. kepada penduduk
Makkah pada waktu peristiwa Fatah Makkah.
Kembali kepada pokok
pembahasan mengenai hubungan pengamalan keempat Sifat Tasybihiyyah utama Allah Swt. dalam Surah Al-Fatihah -- Rabbubiyyat,
Rahmāniyyat, Rahīmiyyat, dan Malikiyyat
(Māliki yaumid- dīn) -- serta
hubungannya dengan pengamalan sifat adil,
ihsan dan iytā-i-dzil qurba (memberi seperti kepada kerabat – QS.16:91) telah
dilaksanakan secara sempurna oleh Nabi Besar Muhammad saw., baik itu di lingkungan keluarga (ahli bait) beliau saw. dalam kapasitas beliau saw. sebagai kepala
keluarga, mau pun sebagai Kepala
Negara atau Malik (Mālik/Pemilik).
Pada peristiwa Fatah Makkah Nabi Besar
Muhammad saw. hanya menghukum mati beberapa penduduk Makkah -- karena mereka benar-benar layak untuk dijatuhi hukuman mati atas kejahatan
dan kezaliman mereka di masa lalu
terhadap umat Islam -- tetapi beliau saw. memberikan “pengampunan umum” (amnesti umum) terhadap penduduk Makkah yang lainnya,
termasuk terhadap Ikrimah bin Abu Jahal, pada saat
ia akan melarikan diri lewat
laut dari wilayah Arabia, sebagaimana keinginan
mereka ketika Nabi Besar Muhammad saw. menanyakan kepada mereka tindakan apa yang mereka inginkan dari beliau saw.?
Pengampunan Nabi Yusuf a.s. Terhadap Saudara-saudaranya
Mereka menjawab agar diperlakukan
seperti Nabi Yusuf a.s. memperlakukan
saudara-saudaranya yang bersalah,
beliau saw. pun menjawab sebagaimana perkataan Nabi Yusuf a.s. لَا تَثۡرِیۡبَ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡم – “Tidak ada celaan bagi kamu pada hari
ini“, firman-Nya:
قَالُوۡا تَاللّٰہِ لَقَدۡ اٰثَرَکَ اللّٰہُ عَلَیۡنَا وَ اِنۡ کُنَّا لَخٰطِئِیۡنَ ﴿﴾
Mereka
berkata: “Demi Allah, sungguh Allah
benar-benar telah melebihkan engkau di atas kami dan sesungguhnya kami benar-benar orang-orang yang bersalah.” (Yusuf
[12]:92).
قَالَ لَا تَثۡرِیۡبَ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡمَ ؕ یَغۡفِرُ اللّٰہُ لَکُمۡ ۫ وَ ہُوَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾
Ia (Yusuf) berkata:
“Tidak ada celaan bagi kamu pada hari
ini, semoga Allah mengampuni kamu, dan Dia-lah Yang Paling Penyayang dari
semua penyayang. (Yusuf [12]:93).
Nabi Yusuf a.s. tidak
membiarkan saudara-saudaranya dalam kegelisahan,
dan seketika itu juga melenyapkan segala kekhawatiran
dan kecemasan mereka mengenai cara
bagaimanakah beliau akan memperlakukan mereka, dengan segera mengatakan bahwa
beliau akan mengampuni semua kesalahan mereka tanpa batas dan tanpa syarat apa pun.
Pengampunan Nabi Yusuf a.s. terhadap saudara-saudaranya
dengan kelapangan dan kemurahan hati merupakan persamaan yang paling besar dan menonjol
dengan Nabi Besar Muhammad saw., karena seperti Nabi Yusuf a.s., demikian pula
Nabi Besar Muhammad saw. pun pun
mencapai kemuliaan dan kekuasaan dalam masa hijrah dan pembuangan, dan ketika sesudah bertahun-tahun mengalami pembuangan, beliau saw. memasuki kota
kelahiran beliau saw. sebagai penakluk dengan memimpin 10.000 Sahabat, dan Makkah
bertekuk-lutut dan mencium duli telapak kaki beliau.
Jadi, perlakuan mulia Nabi Besar Muhammad saw.
terhadap musuh-musuh beliau saw. yang haus darah, yakni kaum Quraisy Mekkah,
yang tidak ada suatu kesempatan pun mereka biarkan untuk membunuh beliau saw. dan
membinasakan Islam sampai ke akar-akarnya, adalah tidak ada bandingannya
sepanjang sejarah umat manusia.
Sabda Pendiri Jemaat Ahmadiyah Mengenai Ikrimah r.a.
Pengampunan Nabi Besar Muhammad saw. atas Ikrimah bin Abu Jahal pun terbukti benar, yakni:
(1) dengan berimannya Ikrimah bin Abu Jahal
maka genaplah kasyaf (penglihatan ruhani) Nabi Besar Muhammad saw. tentang anggur surga untuk Abu
Jahal, karena Ikrimah bukan hanya beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw.
tetapi juga memperoleh derajat syahid bersama para syuhada lainnya pada saat
pasukan Muslim pimpinan Khalid bin
Walid r.a. berperang melawan pasukan
kerajaan Romawi yang jumlahnya sangat besar.
(2) Ikrimah bin Abu
Jahal yang selama itu hatinya penuh
dengan kebencian kepada Nabi Besar
Muhammad saw. dan hanya memikirkan
bagaimana caranya dapat membunuh Nabi Besar Muhammad saw., namun
setelah mendapat pengampunan beliau
saw. ia menjadi orang yang sangat
mencintai Nabi Besar Muhammad saw. dan siap mati di jalan Allah untuk
membela beliau saw. dan untuk agama Islam yang beliau saw. ajarkan.
Setelah Nabi Besar Muhammad
saw. wafat pun, Ikrimah bin Abu Jahal
terbukti merupakan “pedang Allah” di
kalangan pasukan Muslim, termasuk
pada saat perang melawan pasukan kerajaan
Romawi di masa Khalifah Abu Bakar Shiddiq r.a. dan
kepemimpinan Khalid bin Walid r.a.,
dan Ikrimah r.a. meraih kematian sebagai syahid bersama para syuhada
hakiki lainnya.
Mengenai hal tersebut Pendiri
Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- Al-Masih
Mau’ud a.s. -- bersabda:
“Kalian tentu telah mendengar tentang Ikrimah. Beliau inilah yang merupakan
timbulnya petaka di [perang] Uhud, dan ayahnya adalah Abu Jahal. Namun akhirnya suri
teladan para sahabah r.a. telah membuatnya malu.
Aku berpendapat, bahwa mukjizat-mukjizat pun tidak memberikan
dampak seperti ketakjuban yang telah ditimbulkan oleh suri teladan suci dan perubahan-perubahan yang dilakukan para sahabah. Orang-orang menjadi takjub (heran), betapa besarnya perubahan yang dialami oleh sepupu-sepupu mereka.
Akhirnya mereka pun memahami bahwa merekalah yang keliru.
Di satu masa, Ikrimah telah menyerang
diri Rasulullah saw., dan di masa lain beliau telah memporak-porandakan bala tentara orang-orang kafir. Ringkasnya, di
masa Rasulullah saw. suri teladan suci yang diperlihatkan oleh para
sahabah r.a. maka sekarang ini dapat kita paparkan dalam corak dalil-dalil dan tanda-tanda.
Lihatlah suri teladan Ikrimah.
Pada masa kekufuran di dalam dirinya
terdapat keingkaran, keangkuhan dan sifat-sifat buruk lainnya, dan dia menghendaki – jika mampu --
untuk menghancurkan Islam dari dunia
ini. Namun tatkala karunia Allah
Ta’ala telah mendukungnya dan dia sudah masuk
Islam, maka di dalam dirinya telah timbul akhlak sedemikian rupa,
sehingga keangkuhan dan kesombongan tidak lagi tersisa sedikit
pun. Yang timbul adalah kerendahan hati, dan kerendahan hati itu telah menjadi dalil bagi Islam serta
telah menjadi bukti bagi kebenaran Islam.
Pada suatu kesempatan sedang berlangsung
pertempuran dengan orang-orang kafir. Ikrimah
adalah panglima lasykar Islam. Orang-orang kafir melakukan perlawanan yang
keras, sampai-sampai kondisi lasykar
Islam sudah mendekati kekalahan.
Ketika hal itu disaksikan oleh Ikrimah
maka beliau turun dari kuda.
Orang-orang mengatakan kepada beliau
mengapa turun dari kuda, sebab jika ada peluang untuk menghindar ke sana ke
mari kuda itu sangat membantu. Beliau
berkata, “Saat ini aku teringat pada
zaman ketika aku dulu melawan Rasulullah saw.. Aku ingin melepaskan nyawa ini
sebagai tebusan bagi dosa-dosaku.”
Lihatlah, betapa kondisinya telah berubah
jauh sekali, dan hal itu dikenang berkali-kali dengan penuh pujian. Ingatlah, keridhaan Allah
Ta’ala menyertai orang-orang yang mengumpulkan keridhaan Ilahi di dalam
diri mereka. Allah Taala di setiap tempat menyebut mereka radhiallāhu ’anhum
(Allah meridhai mereka). Nasihatku
adalah, terapkanlah akhlak-akhlak
tersebut dengan penuh disiplin”. (Malfuzat, jld. I, hlm.
148-149).
Musuh
Berubah Menjadi Sahabat Sejati
&
Berbondong-bondong Masuk Islam
Jadi, Itulah buah pengampunan yang dilakukan Nabi Besar Muhammad saw. pada
persitiwa Fatah Makkah, sehingga
dengan demikian sempurnalah kebenaran firman Allah Swt. berikut ini:
وَ مَنۡ اَحۡسَنُ قَوۡلًا مِّمَّنۡ دَعَاۤ
اِلَی
اللّٰہِ وَ عَمِلَ صَالِحًا وَّ قَالَ اِنَّنِیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَسۡتَوِی
الۡحَسَنَۃُ وَ لَا السَّیِّئَۃُ ؕ
اِدۡفَعۡ بِالَّتِیۡ ہِیَ
اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ عَدَاوَۃٌ کَاَنَّہٗ وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ ﴿﴾ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا
ذُوۡحَظٍّ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ وَ اِمَّا
یَنۡزَغَنَّکَ مِنَ الشَّیۡطٰنِ نَزۡغٌ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰہِ ؕ اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih baik pembicaraannya
daripada orang yang mengajak manusia kepada
Allah dan be-ramal saleh serta
berkata: ”Sesungguhnya aku pun termasuk
orang-orang yang berserah diri.” Dan
tidaklah sama kebaikan dengan keburukan. Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya maka
tiba-tiba ia yang di antara engkau dan
dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti
seorang sahabat yang setia. Dan
sekali-kali tidak dianugerahi itu
kecuali orang-orang yang sabar, dan
sekali-kali tidak dianugerahi itu kecuali orang yang memiliki bagian besar
dalam kebaikan. Dan jika godaan dari syaitan menggoda engkau maka mohonlah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia
Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. (Al-Fushilat – Ha Mim as-Sajdah [41]:34-37).
Dengan terjadinya Fatah Makkah serta pemberian amnesti
(pengampunan) secara umum oleh Nabi
Besar Muhammad saw. terhadap penduduk
Makkah, maka firman Allah Swt. berikut ini menjadi kenyataan:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾ اِذَا جَآءَ
نَصۡرُ اللّٰہِ وَ الۡفَتۡحُ ۙ﴿﴾ وَ رَاَیۡتَ
النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ فِیۡ دِیۡنِ
اللّٰہِ اَفۡوَاجًا ۙ﴿﴾ فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apabila
datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau
melihat manusia masuk dalam agama Allah
berbondong-bondong, maka bertasbihlah
dengan memuji Rabb (Tuhan) engkau, dan mohonlah ampunan-Nya, sesungguhnya
Dia Maha Penerima taubat. (An-Nashr
[110]:1-4).
Makna اِذَا جَآءَ
نَصۡرُ اللّٰہِ وَ الۡفَتۡحُ -- “Apabila
datang pertolongan Allah dan kemenangan” adalah kemenangan yang dijanjikan. Dan karena janji Allah Swt. telah menjadi sempurna dimana manusia
mulai berduyun-duyun masuk Islam, maka Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat selanjutnya diperintahkan agar bersyukur kepada Rabb
beliau saw. karena Dia telah memenuhi janji-Nya, agar beliau menyanjungkan tasbih (kesucian Tuhan) mendendangkan puji-pujian bagi-Nya فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ -- “maka
bertasbihlah dengan memuji Rabb
(Tuhan) engkau.”
Makna Perintah Memohon Ampunan kepada Allah Swt.
Selanjutnya dikatakan وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪﴿﴾ -- “dan mohonlah
ampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha
Penerima taubat”, dalam ayat ini
dikatakan kepada Nabi Besar Muhammad saw., bahwa oleh karena kemenangan telah datang kepada beliau saw. dan Islam telah berkuasa di seluruh negeri dan musuh-musuh beliau saw. dahulu telah menjadi pengikut beliau saw. yang mukhlis,
maka beliau saw. harus berdoa, supaya
Allah Swt. memaafkan kesalahan-kesalahan besar yang pernah
dilakukan mereka terhadap beliau saw. pada masa lampau.
Rupa-rupanya inilah arti dan maksud perintah kepada Nabi Besar Muhammad waw. supaya memohon ampunan kepada Allah Swt.. Atau artinya ialah bahwa beliau
saw. diperintahkan supaya memohon perlindungan
Ilahi terhadap kelemahan-kelemahan
dan kekurangan-kekurangan yang dapat
menyelinap ke dalam tubuh jemaat kaum
Muslimin, disebabkan para muallaf kurang mendapat pengajaran atau pendidikan yang memadai.
Adalah
sangat bermakna bahwa manakala di dalam Al-Quran disebutkan
perihal kemenangan atau perihal keberhasilan besar lainnya datang kepada
Nabi Besar Muhammad saw., beliau saw. selalu diperintahkan agar memohon ampunan
Tuhan dan perlindungan-Nya. Hal
itu jelas menunjukkan, bahwa dalam ayat ini pun, beliau saw. diperintahkan
agar memohon ampunan Allah Swt. dan perlindungan-Nya, bukan bagi diri beliau saw. sendiri, melainkan bagi
orang-orang lain, yaitu beliau saw. diperintahkan
agar berdoa bilamana ada bahaya datang -- ketika para pengikut
beliau saw. menyimpang dari asas-asas dan ajaran-ajaran Islam -- semoga kiranya Allah Swt. menyelamatkan mereka dari kemelut
serupa itu.
Jadi, di
sini sama sekali bukan berarti bahwa, Nabi Besar Muhammad saw. beristighfar
bagi salah satu perbuatan beliau saw.
sendiri, sebab menurut Al-Quran, beliau menikmati kekebalan mutlak terhadap segala macam kelemahan akhlak atau terhadap penyimpangan
dari jalan lurus.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar