بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 91
Pentingnya Peran Ketakwaan dan Menjaga Hubungan Silaturahmi dalam Membina “Keluarga Surgawi”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan firman Allah Swt. mengenai istri-istri
mulia Nabi Besar Muhammad saw:
یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ
بِفَاحِشَۃٍ مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا
الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ یَسِیۡرًا ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ
لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ اَعۡتَدۡنَا
لَہَا رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara
kamu berbuat kekejian yang nyata,
baginya azab akan dilipatgandakan dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah. Tetapi barangsiapa
di antara kamu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi
kepadanya ganjarannya dua kali lipat,
dan Kami telah menyedia-kan baginya
rezeki yang mulia. (Al-Ahzab [33]:31-32).
Makna kalimat ِفَاحِشَۃٍ
مُّبَیِّنَۃٍ -- “berbuat
kekejian yang nyata” adalah perilaku yang tidak selaras dengan taraf
keimanan yang tertinggi. Jadi, menurut firman Allahb Swt. tersebut apabila istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.
lebih menyukai kesenangan-kesenangan
duniawi — itulah arti kata fahisyah (Lexicon Lane) yang dipergunakan dalam ayat ini — niscaya
beliau-beliau akan memperlihatkan contoh
yang sangat buruk dan sebagai istri-istri Nabi Besar Muhammad saw., yang amal-perbuatannya harus ditiru oleh perempuan-perempuan lainnya, niscaya beliau-beliau harus memikul tanggung-jawab yang berat dan oleh
karena itu akan pantas menerima hukuman
sebanyak dua kali lipat.
Suri Teladan bagi Kaum Perempuan Mukmin
Kebalikannya,
bila beliau-beliau patuh kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
dan memperlihatkan contoh yang mulia
dalam sikap melupakan diri sendiri,
agar ditiru oleh orang-orang lain,
maka ganjaran beliau-beliau pun akan
sebanyak dua kali lipat pula. Lebih
lanjut Allah Swt. berfirman:
یٰنِسَآءَ النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ
النِّسَآءِ اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا
تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ
الَّذِیۡ فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ قُلۡنَ
قَوۡلًا مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾
Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu janganlah kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan
tergoda, dan ucapkanlah perkataan
yang baik. Al-Ahzab [33]:33).
Istri-istri Nabi Besar Muhammad
saw. diperintahkan untuk memelihara
martabat beliau-beliau yang sangat tinggi dan supaya bertingkah laku yang sopan santun dan
tatakrama yang semestinya dalam bercakap-cakap dengan kaum pria. Semua
perempuan Muslim pun tercakup dalam perintah ini (QS.24:32). Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ
لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ
الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ وَ اَطِعۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ
وَ یُطَہِّرَکُمۡ تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾
Dan tinggallah di rumah-rumah kamu
dan janganlah kamu memamerkan kecantikan
kamu seperti cara pamer kecantikan zaman
Jahiliah dahulu, dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah menghendaki agar Dia menghilangkan kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya. (Al-Ahzab [33]:34).
Kata-kata وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ -- “Dan tinggallah
di rumah-rumah kamu” ini menunjukkan bahwa lapangan utama bagi kegiatan perempuan adalah rumahnya,
tetapi bukan dalam arti bahwa ia tidak boleh meninggalkan batas-batas tembok
halaman rumahnya. Ia boleh keluar rumah sebanyak dianggap perlu untuk
melaksanakan tugas yang sah dan
menyempurnakan keperluan yang sah.
Akan tetapi untuk bergerak kian kemari
dalam lingkungan masyarakat yang berbaur antara laki-laki dan perempuan, dan
mengambil bagian dalam segala peranan dan pekerjaan bahu membahu dengan kaum
laki-laki, dan dengan berbuat demikian akan melalaikan
dan merugikan kewajiban khusus rumah
tangga selaku ibu rumah tangga,
adalah bukan konsep Islam
mengenai keperempuanan yang ideal.
Istri-istri
Nabi Besar Muhammad saw. secara
khusus diminta supaya “tinggal di rumah”, sebab kemuliaan martabat tinggi
beliau-beliau sebagai ummul mukminin menghendaki demikian, dan juga
sebab orang-orang Muslim sering berkunjung kepada beliau-beliau untuk berziarah dan memohon petunjuk dari beliau-beliau mengenai
hal-hal keagamaan yang penting.
Perintah itu berlaku sama bagi semua perempuan Muslim. Merupakan gaya bahasa
Al-Quran bahwa di mana nampak seruan
itu seolah-olah khusus ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw., seruan itu ditujukan juga kepada semua orang Muslim, begitu pula perintah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. itu berlaku
juga bagi semua perempuan Muslim.
Makna Lain “Ahli Bait” & “Umat
Terbaik”
Ungkapan ahlalbait
pada pokoknya dan terutama dikenakan
kepada istri-istri Nabi Besar
Muhammad saw.. Hal ini jelas sekali dari konteksnya dan dari
ayat-ayat QS.11:74 dan QS.28:13. Akan tetapi, dalam arti yang luas ungkapan itu meliputi juga semua anggota keluarga yang membentuk rumah tangga seseorang, bahkan
anak-anaknya dan cucu-cucunya juga.
Ungkapan ahli
bait itu dipergunakan juga oleh Nabi
Besar Muhammad saw. untuk beberapa sahabat
beliau saw. yang terpilih. “Salman adalah anggota keluarga kami,”
demikian suatu sabda beliau saw. yang
termasyhur (Tafsir Shaghir).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada istri-istri
mulia Nabi Besar Muhammad saw. mengenai
kedudukannya sebagai “sumber” rujukan
pengetahuan Islam (Al-Quran),
terutama sekali bagi para perempuan
mukmin lainnya:
وَ
اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ
بُیُوۡتِکُنَّ مِنۡ اٰیٰتِ
اللّٰہِ وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah,
sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha
Memaklumi. (Al-Ahzab [33]:35).
Istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. yang mulia
itu tidak hanya diminta berperan sebagai contoh
kebajikan, kesalehan, dan ketakwaan
bagi orang-orang beriman, melainkan harus mengajar
mereka asas-asas dan ajaran-ajaran Islam yang telah diterima
beliau-beliau dari Nabi Besar Muhammad
saw..
Pendek kata, Nabi
Besar Muhammad saw. mengendaki agar beliau saw. dan seluruh “Ahli Bait” beliau menjadi suri teladan sehingga
para pengikut beliau saw. (umat Islam) benar-benar merupakan “khayru ummah” (umat terbaik) yang
dijadikan untuk menfaat seluruh umat manusia, sebagaimana halnya beliau saw.
sebagai “rahmat untuk seluruh alam”
(QS.21:108), firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا
لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ
شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ
مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ
اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah Kami
menjadikan kamu satu umat yang mulia supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu.
Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan
kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti
Rasul dari orang yang berpaling di
atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah
menyia-nyiakan iman kamu, sesung-guhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia.
(Al-Baqarah
[2]:144).
Firman-Nya lagi:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ
وَ تَنۡہَوۡنَ
عَنِ الۡمُنۡکَرِ
وَ تُؤۡمِنُوۡنَ
بِاللّٰہِ ؕ
وَ لَوۡ اٰمَنَ
اَہۡلُ الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ
وَ اَکۡثَرُہُمُ
الۡفٰسِقُوۡنَ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi
kebaikan umat manusia, kamu menyuruh berbuat makruf, melarang dari berbuat munkar, dan beriman kepada Allah. Dan seandainya
Ahlul Kitab beriman, niscaya akan
lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman tetapi kebanyakan
mereka orang-orang fasik. (Āli ‘Imran [3]:111).
Ayat ini
bukan saja mencanangkan bahwa kaum Muslimin
itu kaum
yang terbaik — sungguh suatu proklamasi
besar — melainkan menyebutkan pula sebab-sebabnya: (1) Mereka telah
dibangkitkan untuk kepentingan umat
manusia seluruhnya; (2) telah menjadi kewajiban
mereka menganjurkan berbuat kebaikan
dan melarang berbuat keburukan serta beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemuliaan kaum Muslimin bergantung pada dan ditentukan oleh kedua syarat itu.
Lingkungan Keluarga
Sebagai Pusat Pelaksanaan HaququlLāh
(Habun- minalLāh) dan haququl
‘ibād (hablun- Minan-nās)
Terbentuknya umat
Islam sebagai “umat terbaik” yang dijadikan untuk kepentingan umat manusia tersebut (QS.2:144; QS.3:111) tidak dapat dipisahkan
dari suri teladan terbaik yang telah diperagakan oleh Nabi Besar
Muhammad saw. dan ahli bait
(keluarga) beliau saw., sebab tidak mungkin
pundak lebih atas daripada kepala.
Dengan demikian jelaslah bahwa jika sepasang
suami-istri terikat oleh “tali
pernikahan” maka pada hakikatnya realisasi pelaksanaan HaququlLāh (Habun- minalLāh) berupa pelaksanaan haququl
‘ibād (hablun- Minan-nās)
pertama-tama adalah terhadap istri
(suami) dan anak-anaknya, setelah
itu pelaksanaan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās) tersebut semakin melebar (meluas), sesuai dengan tingkatan kedekatan hubungan kekerabatan -- baik ada dasar hubungan darah mau pun hubungan pernikahan -- firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ
اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ
وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ
اِنَّ اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ
﴿ ﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt
[46]:14).
Firman-Nya lagi:
وَ ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَ مِنَ الۡمَآءِ بَشَرًا
فَجَعَلَہٗ نَسَبًا وَّ صِہۡرًا ؕ وَ
کَانَ رَبُّکَ قَدِیۡرًا ﴿﴾
Dan Dia-lah Yang menciptakan manusia dari air, dan menjadikannya keluarga melalui pertalian
darah dan keluarga melalui pernikahan, dan Rabb
(Tuhan) engkau Maha Kuasa.(Al-Furqān
[25]:55).
Mengisyaratkan kepada pentingnya pelaksanaan HaququlLāh (Habun- minalLāh) dan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās) di lingkungan keluarga
itulah maka Nabi Besar Muhammad
saw. dalam khutbah pernikahan selalu
menekankan kepada kedua pasangan pengantin pentingnya masalah ketakwaan dan menjaga silaturahmi (hubungan kekerabatan).
Mengapa demikian? Sebab melalui pernikahan
yang dilandasi dengan ketakwaan dan
menjaga silatrurahmi itulah, insya
Allah, akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang lebih luas, yang juga akan melaksanakan ketakwaan dan menjaga hubungan silaturahmi, sehingga pada gilirannya akan terwujud suatu negara (bangsa) yang “baldatun thayyibatun wa rabbun- ghafūr -- “negeri
yang indah dan Rabb (tuhan) Yang
Maha Pengampun” -- sebagaimana
firman-Nya berkenaan dengan negeri kaum
Saba sebelum kemudian dihancurkan
Allah Swt. karena mereka tidak bersyukur
kepada-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لِسَبَاٍ فِیۡ مَسۡکَنِہِمۡ اٰیَۃٌ ۚ جَنَّتٰنِ عَنۡ
یَّمِیۡنٍ وَّ شِمَالٍ ۬ؕ کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ اشۡکُرُوۡا لَہٗ ؕ
بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ وَّ رَبٌّ غَفُوۡرٌ ﴿﴾ فَاَعۡرَضُوۡا
فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ بِجَنَّتَیۡہِمۡ
جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ
اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ ﴿﴾ ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ
بِمَا کَفَرُوۡا ؕ وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ
اِلَّا الۡکَفُوۡرَ ﴿﴾
Sungguh bagi kaum
Saba' benar-benar terdapat satu Tanda
besar di tempat tinggal mereka, yaitu
dua kebun di sebelah
kanan dan di kiri sungai.
Kami berfirman: “Makanlah rezeki dari Rabb (Tuhan) kamu dan berterima
kasihlah kepada-Nya. Negeri yang
indah dan Rabb (Tuhan) Maha Pengampun.” Tetapi mereka
itu berpaling maka Kami kirimkan
kepada mereka banjir dahsyat yang membinasakan.
Dan Kami mengganti kedua kebun
mereka itu dengan dua kebun yang berbuah buah-buahan pahit, pohon cemara dan sedikit pohon bidara. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena mereka tidak bersyukur. Dan tidaklah
Kami membalas seperti itu kecuali kepada orang-orang yang sangat tidak bersyukur. (As-Sabā [34]:16-18).
Khutbah (Nasihat) Pernikahan & Makna Kebengkokan
“Tulang Rusuk”
Berikut adalah beberapa firman Allah Swt.
yang senantiasa dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. ketika
memberikan khutbah (nasihat) penikahan, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا
النَّاسُ اتَّقُوۡا
رَبَّکُمُ الَّذِیۡ
خَلَقَکُمۡ
مِّنۡ
نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ
مِنۡہَا
زَوۡجَہَا
وَ بَثَّ مِنۡہُمَا
رِجَالًا
کَثِیۡرًا
وَّ نِسَآءً ۚ
وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ رَقِیۡبًا ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Hai manusia, bertakwalah kepada Rabb
(Tuhan) kamu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya sebagai pasangan serta mengembang-biakkan
dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan, sesungguhnya Allah senantiasa menjaga
dan mengawasi kamu. (An-Nisā
[4]:1-2).
“Satu jiwa” dalam kalimat خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ -- “Yang
menciptakan kamu dari satu jiwa”
dapat diartikan: (1) Adam, (2) laki-laki dan perempuan bersama-sama, sebab bila
dua wujud melakukan satu pekerjaan bersama-sama, mereka
dapat dianggap sebagai satu; (3)
laki-laki atau perempuan secara mandiri sebab umat manusia dapat dikatakan telah diciptakan dari “satu jiwa”
dalam arti kata bahwa tiap-tiap dan masing-masing perseorangan (individu)
diciptakan dari benih laki-laki yang
merupakan “satu jiwa” dan juga dilahirkan
oleh perempuan yang merupakan pula
“satu jiwa.”
Kata-kata خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا
-- “dan darinya Dia menciptakan
jodohnya” itu tidak berarti bahwa perempuan
diciptakan dari bagian tubuh laki-laki
– sebagaimana banyak yang salah menafsirkan
-- tetapi bahwa perempuan termasuk jenis yang
sama dengan laki-laki yaitu
mempunyai pembawaan-pembawaan dan kecenderungan-kecenderungan yang serupa
(QS.7:190; QS.16:73; QS.30:22; QS.39:7).
Anggapan
bahwa Siti Hawa telah diciptakan dari
tulang rusuk Adam nampaknya timbul
dari sabda Nabi nBesar Muhammad saw. yakni: “Kaum perempuan telah diciptakan dari tulang rusuk, dan tentu
saja bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk itu bagian yang paling atas.
Jika kamu memaksa meluruskannya, kamu akan membuatnya patah” (Bukhari, Kitab-un-Nikah).
Sabda ini sebenarnya merupakan satu dalil yang bertentangan
dengan anggapan di atas, dan bukan
mendukungnya, sebab di sini sekali-kali tidak disebut nama Siti Hawa, melainkan hanya menerangkan ihwal keadaan umum perempuan. Jelas bagi siapa pun bahwa setiap perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk. Kata dhil’ yang
digunakan dalam hadits beliau saw. di
atas, menunjuk kepada pembawaan
bengkok, kata itu sendiri berarti kebengkokan (Bihar
& Muhith).
Sebenarnya kata itu menunjuk kepada satu sifat
khas perempuan, yaitu mempunyai
kebiasaan berbuat pura-pura tidak senang
dan bertingkah manja demi menarik hati orang. “Kebengkokan” itu
disebut dalam hadits ini sebagai sifat
khas yang paling tinggi atau paling baik di dalam watak perempuan.
Oleh karena itu barangsiapa menganggap marah-semu
perempuan (istri) sebagai kemarahan yang sungguh-sungguh, lalu berlaku kasar terhadapnya karena alasan itu, sebenarnya suami
seperti itu memusnahkan segi paling menarik dan menawan hati dalam kepribadiannya,
seakan-akan ia telah mematahkan
“tulang rusuknya” sendiri, sehingga
suasana rumahtangga pun akan menjadi sepi bagaikan
kuburan.
Itulah pula sebabnya ketika Nabi Besar
Muhammad saw. mendengar “tuntutan”
dari para istri mulia beliau saw.
yang disampaikan melalui Siti ‘Aisyah r.a. dan Siti Hafshah r.a. mengenai “perbaikan ekonomi keluarga”, beliau saw.
tidak menyikapinya dengan keras (kasar)
-- baik melalui kata-kata mau
pun melalui tindakan (memukul –
QS.4:35) – melainkan menyampaikan secara baik-baik kepada mereka bahwa beliau
saw. akan memisahkan diri
sementara selama sebulan.
Pentingnya Menjaga Hubungan Silaturahmi
Ayat selanjutnya وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ -- “Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan nama-Nya
kamu saling meminta satu sama
lain, dan bertakwalah mengenai
hubungan kekerabatan” menempatkan perkataan “ketakwaan kepada Allah” berdampingan dengan perkataan “hubungan tali kekerabatan” (arhām), guna menekankan pentingnya perlakuan baik terhadap keluarga sedarah – baik keluarga
sedarah pihak laki-laki (suami) mau pun keluarga
sedarah pihak perempuan (istri), sebagaimana firman-Nya:
وَ ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَ مِنَ الۡمَآءِ بَشَرًا
فَجَعَلَہٗ نَسَبًا وَّ صِہۡرًا ؕ وَ
کَانَ رَبُّکَ قَدِیۡرًا ﴿﴾
Dan Dia-lah Yang menciptakan manusia dari air, dan menjadikannya keluarga melalui pertalian
darah dan keluarga melalui pernikahan, dan Rabb
(Tuhan) engkau Maha Kuasa.(Al-Furqān
[25]:55).
Hal demikian telah sangat ditekankan oleh Al-Quran, sehingga Nabi Besar Muhammad
saw. lazim membaca ayat ini pada saat membacakan khutbah nikah, guna mengingatkan
kedua belah pihak mempelai, kepada kewajiban mereka masing-masing terhadap
satu sama lain yang dilandasi dengan ketakwaan
kepada Allah Swt..
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar