Selasa, 03 Desember 2013

Pentingnya Peran Ketakwaan dan Menjaga Hubungan Silaturahmi dalam Membina "Keluarga Surgawi"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  91

Pentingnya Peran Ketakwaan dan  Menjaga Hubungan Silaturahmi  dalam  Membina     Keluarga   Surgawi” 

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan firman Allah Swt. mengenai istri-istri mulia Nabi Besar Muhammad saw:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ مَنۡ یَّاۡتِ مِنۡکُنَّ بِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ یُّضٰعَفۡ لَہَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَیۡنِ ؕ وَ کَانَ ذٰلِکَ عَلَی اللّٰہِ  یَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّقۡنُتۡ مِنۡکُنَّ لِلّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ تَعۡمَلۡ صَالِحًا نُّؤۡتِہَاۤ  اَجۡرَہَا مَرَّتَیۡنِ ۙ وَ  اَعۡتَدۡنَا  لَہَا  رِزۡقًا کَرِیۡمًا ﴿﴾
Wahai istri-istri Nabi, barangsiapa di antara kamu berbuat kekejian yang nyata, baginya azab akan dilipatgandakan   dua kali lipat, dan yang demikian itu mudah bagi Allah.   Tetapi barangsiapa  di antara kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, Kami akan memberi kepadanya ganjarannya dua kali lipat, dan Kami telah menyedia-kan baginya rezeki yang mulia. (Al-Ahzab [33]:31-32).
       Makna kalimat ِفَاحِشَۃٍ  مُّبَیِّنَۃٍ  --  berbuat kekejian yang nyata   adalah  perilaku yang tidak selaras dengan taraf keimanan yang tertinggi. Jadi, menurut firman Allahb Swt. tersebut apabila istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. lebih menyukai kesenangan-kesenangan duniawi — itulah arti kata fahisyah (Lexicon Lane) yang dipergunakan dalam ayat ini — niscaya beliau-beliau akan memperlihatkan contoh yang sangat buruk dan sebagai istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.,   yang amal-perbuatannya harus ditiru oleh perempuan-perempuan lainnya, niscaya beliau-beliau harus memikul tanggung-jawab yang berat dan oleh karena itu akan pantas menerima hukuman sebanyak dua kali lipat.

Suri Teladan  bagi Kaum Perempuan Mukmin

  Kebalikannya, bila beliau-beliau patuh kepada Allah Swt.  dan Rasul-Nya dan memperlihatkan contoh yang mulia dalam sikap melupakan diri sendiri, agar ditiru oleh orang-orang lain, maka ganjaran beliau-beliau pun akan sebanyak dua kali lipat pula. Lebih lanjut Allah Swt. berfirman:
یٰنِسَآءَ  النَّبِیِّ لَسۡتُنَّ کَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ  اِنِ اتَّقَیۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَیَطۡمَعَ  الَّذِیۡ  فِیۡ قَلۡبِہٖ مَرَضٌ وَّ  قُلۡنَ  قَوۡلًا  مَّعۡرُوۡفًا ﴿ۚ﴾
Wahai istri-istri Nabi, jika kamu bertakwa kamu tidak sama dengan salah seorang dari perempuan-perempuan lain, karena itu janganlah kamu lembut dalam berbicara, sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit akan tergoda, dan ucapkanlah perkataan yang baik.  Al-Ahzab [33]:33). 
     Istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.  diperintahkan untuk memelihara martabat beliau-beliau yang sangat tinggi dan supaya bertingkah laku yang sopan santun dan tatakrama yang semestinya dalam bercakap-cakap dengan kaum pria. Semua perempuan  Muslim pun tercakup dalam perintah ini (QS.24:32). Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
  وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ وَ لَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاہِلِیَّۃِ  الۡاُوۡلٰی وَ اَقِمۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ اٰتِیۡنَ الزَّکٰوۃَ  وَ  اَطِعۡنَ اللّٰہَ  وَ  رَسُوۡلَہٗ ؕ اِنَّمَا یُرِیۡدُ اللّٰہُ  لِیُذۡہِبَ عَنۡکُمُ الرِّجۡسَ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ وَ یُطَہِّرَکُمۡ  تَطۡہِیۡرًا ﴿ۚ﴾
Dan tinggallah di rumah-rumah kamu dan janganlah kamu memamerkan kecantikan kamu seperti cara pamer kecantikan zaman Jahiliah dahulu,  dirikanlah shalat, bayarlah zakat, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah menghendaki agar Dia menghilangkan  kekotoran dari diri kamu, hai ahlulbait, dan Dia mensucikan kamu sesuci-sucinya. (Al-Ahzab [33]:34). 
     Kata-kata  وَ قَرۡنَ فِیۡ بُیُوۡتِکُنَّ  -- “Dan tinggallah di rumah-rumah kamu” ini menunjukkan bahwa lapangan utama bagi kegiatan perempuan  adalah rumahnya, tetapi bukan dalam arti bahwa ia tidak boleh meninggalkan batas-batas tembok halaman rumahnya. Ia boleh keluar rumah sebanyak dianggap perlu untuk melaksanakan tugas yang sah dan menyempurnakan keperluan yang sah. Akan tetapi  untuk bergerak kian kemari dalam lingkungan masyarakat yang berbaur antara laki-laki dan perempuan, dan mengambil bagian dalam segala peranan dan pekerjaan bahu membahu dengan kaum laki-laki, dan dengan berbuat demikian akan melalaikan dan merugikan kewajiban khusus rumah tangga selaku ibu rumah tangga, adalah bukan konsep Islam mengenai  keperempuanan yang ideal.
 Istri-istri  Nabi Besar Muhammad saw.   secara khusus diminta supaya “tinggal di rumah”, sebab kemuliaan martabat tinggi beliau-beliau sebagai ummul mukminin menghendaki demikian, dan juga sebab orang-orang Muslim sering berkunjung kepada beliau-beliau untuk berziarah dan memohon petunjuk dari beliau-beliau mengenai hal-hal keagamaan yang penting.
  Perintah itu berlaku sama bagi semua perempuan Muslim. Merupakan gaya bahasa Al-Quran bahwa di mana nampak seruan itu seolah-olah khusus ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw., seruan itu ditujukan juga kepada semua orang Muslim, begitu pula perintah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  itu berlaku juga bagi semua perempuan  Muslim.

Makna Lain “Ahli Bait” &  “Umat Terbaik”

Ungkapan  ahlalbait  pada pokoknya dan terutama dikenakan kepada istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.. Hal ini jelas sekali dari konteksnya dan dari ayat-ayat QS.11:74 dan QS.28:13. Akan tetapi, dalam arti yang luas ungkapan itu meliputi juga semua anggota keluarga yang membentuk rumah tangga seseorang, bahkan anak-anaknya dan cucu-cucunya juga.
 Ungkapan ahli bait  itu dipergunakan juga oleh Nabi Besar Muhammad saw. untuk beberapa sahabat beliau saw. yang terpilih. “Salman adalah anggota keluarga kami,” demikian suatu sabda beliau saw.   yang termasyhur (Tafsir Shaghir). Selanjutnya Allah Swt.  berfirman kepada istri-istri mulia Nabi Besar Muhammad saw.  mengenai kedudukannya  sebagai “sumber” rujukan  pengetahuan Islam (Al-Quran), terutama sekali bagi para perempuan mukmin lainnya:
وَ اذۡکُرۡنَ مَا یُتۡلٰی فِیۡ  بُیُوۡتِکُنَّ  مِنۡ اٰیٰتِ اللّٰہِ  وَ الۡحِکۡمَۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  کَانَ لَطِیۡفًا خَبِیۡرًا ﴿٪﴾
Dan ingatlah akan apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kamu dari Ayat-ayat Allah dan hikmah,  sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Memaklumi. (Al-Ahzab [33]:35). 
  Istri-istri Nabi Besar Muhammad saw.  yang mulia itu tidak hanya diminta berperan sebagai contoh kebajikan, kesalehan, dan ketakwaan bagi orang-orang beriman, melainkan harus mengajar mereka asas-asas dan ajaran-ajaran Islam yang telah diterima beliau-beliau dari  Nabi Besar Muhammad saw..
 Pendek kata, Nabi Besar Muhammad saw. mengendaki agar beliau saw. dan seluruh “Ahli Bait” beliau menjadi  suri  teladan  sehingga   para pengikut beliau saw. (umat Islam) benar-benar merupakan “khayru ummah” (umat terbaik) yang dijadikan untuk menfaat seluruh umat manusia, sebagaimana halnya beliau saw. sebagai “rahmat untuk seluruh alam” (QS.21:108), firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah  Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesung-guhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).
Firman-Nya lagi:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ  الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia, kamu menyuruh berbuat makruf, melarang dari berbuat munkar,  dan beriman kepada Allah. Dan seandainya Ahlul Kitab beriman, niscaya akan lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman tetapi kebanyakan mereka orang-orang fasik. (Āli ‘Imran [3]:111). 
      Ayat ini bukan saja mencanangkan bahwa kaum Muslimin itu kaum  yang terbaik — sungguh suatu proklamasi besar — melainkan menyebutkan pula sebab-sebabnya: (1) Mereka telah dibangkitkan untuk kepentingan umat manusia seluruhnya; (2) telah menjadi kewajiban mereka menganjurkan berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan serta beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemuliaan kaum Muslimin bergantung pada dan ditentukan oleh kedua syarat itu.

Lingkungan Keluarga Sebagai Pusat Pelaksanaan HaququlLāh
(Habun- minalLāh) dan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās)

    Terbentuknya  umat Islam sebagai  umat terbaik” yang dijadikan untuk kepentingan umat manusia tersebut (QS.2:144; QS.3:111) tidak dapat dipisahkan dari suri teladan terbaik  yang telah diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan ahli bait (keluarga) beliau saw., sebab tidak mungkin  pundak  lebih atas daripada  kepala.
      Dengan demikian jelaslah bahwa jika  sepasang suami-istri terikat oleh “tali pernikahan  maka  pada hakikatnya  realisasi  pelaksanaan HaququlLāh (Habun- minalLāh) berupa pelaksanaan  haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās)  pertama-tama adalah terhadap istri (suami) dan anak-anaknya, setelah itu  pelaksanaan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās) tersebut semakin  melebar (meluas),  sesuai dengan tingkatan kedekatan hubungan   kekerabatan -- baik ada dasar hubungan darah mau pun hubungan pernikahan -- firman-Nya:  
 یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿ ﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,  dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu dapat saling mengenal. Sesungguhnya  yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [46]:14).
Firman-Nya lagi:
وَ ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَ مِنَ الۡمَآءِ بَشَرًا فَجَعَلَہٗ  نَسَبًا وَّ صِہۡرًا ؕ وَ کَانَ رَبُّکَ قَدِیۡرًا ﴿﴾
Dan Dia-lah Yang menciptakan manusia dari air, dan menjadikannya keluarga melalui pertalian darah dan keluarga melalui pernikahan, dan  Rabb (Tuhan) engkau Maha Kuasa.(Al-Furqān [25]:55).
     Mengisyaratkan  kepada pentingnya pelaksanaan  HaququlLāh  (Habun- minalLāh) dan haququl ‘ibād (hablun- Minan-nās) di lingkungan keluarga  itulah maka  Nabi Besar Muhammad saw. dalam khutbah pernikahan selalu menekankan kepada kedua pasangan  pengantin pentingnya masalah ketakwaan dan menjaga silaturahmi (hubungan kekerabatan).
      Mengapa demikian? Sebab melalui  pernikahan yang dilandasi dengan ketakwaan dan menjaga silatrurahmi  itulah, insya Allah,  akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang lebih luas, yang juga akan melaksanakan ketakwaan dan menjaga hubungan silaturahmi,  sehingga pada gilirannya akan terwujud suatu negara (bangsa) yang “baldatun thayyibatun wa rabbun- ghafūr   -- “negeri yang indah dan Rabb (tuhan) Yang Maha Pengampun” --  sebagaimana firman-Nya berkenaan dengan negeri kaum Saba sebelum kemudian dihancurkan Allah Swt. karena mereka tidak bersyukur kepada-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لِسَبَاٍ  فِیۡ مَسۡکَنِہِمۡ اٰیَۃٌ ۚ جَنَّتٰنِ عَنۡ یَّمِیۡنٍ وَّ شِمَالٍ ۬ؕ کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ اشۡکُرُوۡا لَہٗ ؕ بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ   وَّ  رَبٌّ غَفُوۡرٌ ﴿﴾ فَاَعۡرَضُوۡا فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ بِجَنَّتَیۡہِمۡ جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ  اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ ﴿﴾   ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ  بِمَا کَفَرُوۡا ؕ وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ   اِلَّا الۡکَفُوۡرَ ﴿﴾
Sungguh  bagi kaum Saba' benar-benar terdapat satu Tanda besar di  tempat tinggal mereka, yaitu dua kebun  di sebelah kanan dan di kiri sungai.  Kami berfirman: “Makanlah rezeki dari Rabb (Tuhan) kamu dan berterima kasihlah kepada-Nya. Negeri yang indah dan  Rabb (Tuhan)  Maha Pengampun.”  Tetapi mereka itu berpaling maka Kami kirimkan kepada mereka banjir dahsyat yang membinasakan. Dan Kami mengganti kedua kebun mereka itu dengan dua kebun yang   berbuah buah-buahan pahit, pohon cemara dan sedikit pohon bidara.   Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena mereka tidak bersyukur. Dan tidaklah Kami membalas seperti itu kecuali kepada orang-orang yang sangat tidak bersyukur. (As-Sabā [34]:16-18).

Khutbah (Nasihat) Pernikahan  &  Makna Kebengkokan “Tulang Rusuk”

      Berikut adalah beberapa firman Allah Swt. yang senantiasa dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad  saw. ketika  memberikan khutbah (nasihat) penikahan, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ  رَقِیۡبًا ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Hai manusia, bertakwalah kepada   Rabb (Tuhan) kamu  Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya  sebagai pasangan serta  mengembang-biakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,  dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan,  sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisā [4]:1-2). 
      “Satu jiwa” dalam kalimat  خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ  -- “Yang menciptakan kamu dari satu jiwa” dapat diartikan: (1) Adam, (2) laki-laki dan perempuan bersama-sama, sebab bila dua wujud melakukan satu pekerjaan bersama-sama, mereka dapat dianggap sebagai satu; (3) laki-laki atau perempuan secara mandiri sebab umat manusia dapat dikatakan telah diciptakan dari “satu jiwa” dalam arti kata bahwa tiap-tiap dan masing-masing perseorangan (individu) diciptakan dari benih laki-laki yang merupakan “satu jiwa” dan juga dilahirkan oleh perempuan yang merupakan pula “satu jiwa.”
    Kata-kata  خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا  -- “dan darinya Dia menciptakan jodohnya” itu tidak berarti bahwa perempuan diciptakan dari bagian tubuh laki-laki – sebagaimana banyak yang salah menafsirkan --  tetapi bahwa perempuan termasuk jenis yang sama dengan laki-laki yaitu mempunyai pembawaan-pembawaan dan kecenderungan-kecenderungan yang serupa (QS.7:190; QS.16:73; QS.30:22;  QS.39:7).
     Anggapan bahwa Siti Hawa telah diciptakan dari tulang rusuk Adam nampaknya timbul dari sabda Nabi nBesar Muhammad saw.  yakni: “Kaum perempuan  telah diciptakan dari tulang rusuk, dan tentu saja bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk itu bagian yang paling atas. Jika kamu memaksa meluruskannya, kamu akan membuatnya patah” (Bukhari, Kitab-un-Nikah).
       Sabda ini sebenarnya merupakan satu dalil yang bertentangan dengan anggapan di atas, dan bukan mendukungnya, sebab di sini sekali-kali tidak disebut nama Siti Hawa, melainkan hanya menerangkan ihwal keadaan umum perempuan. Jelas bagi siapa pun bahwa setiap perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk. Kata dhil’ yang digunakan dalam hadits beliau saw.  di atas, menunjuk kepada  pembawaan  bengkok, kata itu sendiri berarti kebengkokan (Bihar & Muhith).
    Sebenarnya kata itu menunjuk kepada satu sifat khas perempuan,  yaitu mempunyai kebiasaan berbuat pura-pura tidak senang dan bertingkah manja demi menarik hati orang. “Kebengkokan” itu disebut dalam hadits ini sebagai sifat khas yang paling tinggi atau paling baik di dalam watak perempuan.
     Oleh karena itu barangsiapa menganggap marah-semu perempuan (istri) sebagai  kemarahan yang sungguh-sungguh, lalu berlaku kasar terhadapnya karena alasan itu, sebenarnya  suami seperti itu memusnahkan segi paling menarik dan menawan hati dalam kepribadiannya, seakan-akan ia telah mematahkan “tulang rusuknya” sendiri, sehingga  suasana  rumahtangga pun akan menjadi sepi  bagaikan  kuburan
       Itulah pula sebabnya  ketika Nabi Besar Muhammad saw. mendengar “tuntutan” dari para istri mulia beliau saw. yang disampaikan melalui Siti ‘Aisyah r.a. dan Siti Hafshah r.a. mengenai “perbaikan ekonomi keluarga”, beliau saw. tidak menyikapinya dengan keras  (kasar)  -- baik melalui kata-kata mau pun melalui tindakan (memukul – QS.4:35) – melainkan menyampaikan secara baik-baik kepada mereka bahwa beliau saw. akan memisahkan  diri  sementara selama sebulan.

Pentingnya Menjaga Hubungan Silaturahmi

     Ayat selanjutnya وَ اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ -- “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,  dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan  menempatkan perkataan “ketakwaan kepada Allah” berdampingan dengan perkataan “hubungan tali kekerabatan” (arhām), guna menekankan pentingnya perlakuan baik terhadap keluarga sedarah – baik keluarga sedarah pihak laki-laki (suami) mau pun keluarga sedarah pihak perempuan (istri), sebagaimana firman-Nya:
وَ ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَ مِنَ الۡمَآءِ بَشَرًا فَجَعَلَہٗ  نَسَبًا وَّ صِہۡرًا ؕ وَ کَانَ رَبُّکَ قَدِیۡرًا ﴿﴾
Dan Dia-lah Yang menciptakan manusia dari air, dan menjadikannya keluarga melalui pertalian darah dan keluarga melalui pernikahan, dan  Rabb (Tuhan) engkau Maha Kuasa.(Al-Furqān [25]:55).
    Hal demikian telah sangat  ditekankan  oleh Al-Quran, sehingga Nabi Besar Muhammad saw.    lazim membaca ayat ini pada saat membacakan khutbah nikah, guna mengingatkan kedua belah pihak mempelai, kepada kewajiban mereka masing-masing terhadap satu sama lain yang dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah Swt.. 
  
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***
Pajajaran Anyar,   21 November    2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar