بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 96
Perbedaan Kata Dzanb dengan Kata Junah, Itsm, dan Jurm (Dosa) Berkenaan dengan "Kemenangan" yang Diraih Nabi Besar Muhammad Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai terjemahan hadits sehubungan dengan kepiawaian
Nabi Bear Muhammad saw. melakukan langkah-langkah politik dalam rangka perjanjian Hudaibiyah, yang menurut
umumnya para sahabat – termasuk sahabat
yang sangat cerdas dan kritis, Umar bin Khaththab r.a. -- sangat merugikan pihak umat Islam:
“Telah
menceritakan kepadaku 'Ubaidullah bin Mua'd Al 'Anbari telah menceritakan
kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ishaq dia
berkata: Aku mendengar Al Barra bin 'Azzib berkata, "Ali bin Abu Thalib
pernah menuliskan perjanjian damai antara Nabi shallallāhu 'alaihi wasallam
dengan orang-orang musyrik (Makkah) ketika perjanjian Hudaibiyyah. Ali
menuliskan, "Ini adalah perjanjian yang ditulis oleh Muhammad
Rasulullah." Lantas mereka berkata, "Jikalau kami tahu bahwa engkau
adalah Rasulullah, tentu kami tidak akan memerangi engkau." Maka Nabi
shallallāhu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ali: "Hapus kata-kata itu
(tulisan 'Rasulullah')." Ali menjawab, "Aku tidak mau
menghapusnya." Maka Nabi shallallāhu 'alaihi wasallam yang menghapusnya
dengan tangannya sendiri." Al Barra` berkata, "Isi perjanjian itu antara
lain menetapkan bahwa kaum Muslimin boleh masuk dan tinggal di kota Makkah
selama tiga hari. Tidak boleh membawa senjata kecuali diletakkan dalam
sarungnya." Aku bertanya kepada Abu Ishaq, "Apa yang dimaksud dengan
sarung pedang?" dia menjawab, "Yaitu sarung pedang dan sesuatu yang ada
di dalamnya." Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan
Ibnu Basyar keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Ishaq dia berkata; aku
mendengar Al Barra` bin 'Azib berkata, "Rasulullah shallallāhu 'alaihi
wasallam pernah mengadakan perjanjian Hudaibiyyah, lantas Ali menulis suatu
catatan di antara mereka." Al Barra` berkata, "Lalu dia menulis;
Muhammad Rasulullah...kemudian dia menyebutkan seperti hadits Mu'adz, namun
dalam haditsnya dia tidak menyebutkan, "Ini adalah perjanjian yang ditulis
olehnya."
Pendek kata, syarat-syarat itu nampaknya merupakan penghinaan besar. Orang-orang Islam sangat
bingung. Tidak ada kata memadai untuk melukiskan keprihatinan mereka dan rasa
terhina serta rasa harga diri
mereka yang ternoda. Teristimewa
syarat yang ketigalah dirasakan pahit
sepahit empedu.
Tetapi Nabi Besar Muhammad saw. tetap
tenang dan berkepala dingin. Oleh
karena yakin akan kekuatan moral Islam, beliau saw. mengetahui
bahwa "seorang beriman yang telah
sekali mencicipi manisnya keimanan akan lebih suka dilemparkan ke dalam api
daripada kembali kepada kekafiran" (Bukhari), dan bahwa ia akan membuktikan diri menjadi sumber kekuatan bagi agamanya di mana pun ia berada.
“Kemenangan yang Nyata” &
Makna “Memohon Ampunan” Allah Swt.
Perjanjian Hudaibiyah terbukti
kemudian menjadi "kemenangan yang
nyata." Para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. sewajarnya merasa bangga atas kehadiran mereka
pada peristiwa itu, dan tepat sekali memandang Perjanjian Hudaibiyah itulah — dan bukan peristiwa penaklukan Makkah— sebagai "kemenangan yang diisyaratkan dalam ayat ini" (Bukhari).
Menurut mereka tidak ada kemenangan
yang lebih besar dan lebih jauh jangkauannya dalam hasil dan pengaruhnya daripada Perjanjian
itu (Hisyam).
Dan Nabi Besar Muhammad saw. sendiri
menyebutnya kemenangan besar (Baihaqi).
Al-Quran menyebutnya "kemenangan
nyata" (QS.48:2), "keberhasilan
besar" (QS.48:6), "ganjaran besar" (QS.48:11) dan
penggenapan serta penyempurnaan nikmat
Ilahi atas Nabi Besar Muhammad saw. (QS.48: 3), sebab peristiwa
(perjanjian Hudaibiyah) itu membukakan pintu-air-kemenangan
ruhani dan politik agama Islam,
firman-Nya: اِنَّا فَتَحۡنَا لَکَ فَتۡحًا مُّبِیۡنًا --
“Sesungguhnya Kami telah memberi
engkau satu kemenangan nyata” (QS.48:2).
Jadi, kembali kepada pernyataan Allah
Swt. dalam Surah Al-Fath mengenai “kemenangan yang nyata”, firman-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اِنَّا
فَتَحۡنَا لَکَ فَتۡحًا مُّبِیۡنًا ۙ﴿﴾
لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ
مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ وَ یُتِمَّ نِعۡمَتَہٗ عَلَیۡکَ وَ یَہۡدِیَکَ صِرَاطًا مُّسۡتَقِیۡمًا
ۙ﴿﴾ وَّ یَنۡصُرَکَ اللّٰہُ نَصۡرًا عَزِیۡزًا ﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberi engkau satu kemenangan nyata, supaya Allah melindungi engkau dari
dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang, dan Dia menyempurnakan nikmat-Nya atas engkau, dan memberi petunjuk kepada engkau pada jalan yang lurus, dan Allah
akan menolong eng-kau dengan pertolongan
yang perkasa. (Al-Fath
[48]:1-4).
Makna ayat selanjutnya ۙ لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ -- “supaya Allah melindungi engkau dari dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang”, sebagaimana
telah dijelaskan dalam Bab sebelumnya mengenai
Surah An-Nashr [110]:1-4), bahwa perintah “memohon ampunan-Nya” tersebut
tidak ada hubungannya dengan “dosa-dosa”
yang telah dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana telah disalah-artikan oleh pihak-pihak penentang Nabi Besar
Muhammad saw.
Jadi, ayat tersebut dengan sengaja disalah-tafsirkan, atau, karena
kekurangan pengetahuan tentang muhawarah (idiom) dan frasa bahasa Arab, disalahartikan oleh beberapa penulis
Kristen seakan mengandung arti, bahwa Nabi Besar Muhammad saw. – na’ūdzubillāhi min dzālik -- mempunyai
kesalahan-kesalahan akhlaki.
Telah merupakan salah satu dari Rukun Islam, sebagaimana diperintakan
oleh Al-Quran, bahwa para nabi (rasul)
Allah dilahirkan ma’shum (bersih
dari dosa) dan tetap ma’shum seumur
hidup. Mereka tidak mengatakan ataupun melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan perintah Ilahi
(QS.21:28).
Karena para rasul Allah diutus oleh
Allah Swt. untuk membersihkan manusia dari dosa, maka tidaklah mungkin mereka
sendiri berbuat dosa. Dari antara utusan-utusan Allah, Nabi Besar Muhammad saw. adalah paling mulia
dan paling suci, sehingga beliau saw. merupakan satu-satunya rasul Allah yang
dienugerahi gelar “Khātaman Nabiyyīn”
(QS.33:41).
Al-Quran
mengandung banyak sekali ayat-ayat yang menyebut dengan kata-kata yang
ceria mengenai kesucian
dan kema’shuman hidup Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:130; QS.3:32 & 165; QS.6:163;
QS.7:158; QS.8:25; QS.33:22; QS.48:11; QS.53:3-4; QS.68:5; dan QS.81:20-22).
Makna Kata Dzanb (Dzunub)
Seseorang yang
mempunyai martabat akhlak begitu
agung dan sempurna seperti Nabi Besar Muhammad saw. (QS.68:5), yang telah mengangkat derajat seluruh bangsa — yang telah
tenggelam ke dalam lubuk kejahatan akhlak
sampai ke dasar yang paling dalam (QS.30:42) — ke puncak kemulaian ruhani tertinggi, tidak mungkin mempunyai kelemahan-kelemahan akhlak demikian,
seperti dengan sia-sia telah dituduhkan oleh orang-orang yang biasa
memperolok-olokkan beliau saw..
Sepatah kata sederhana dan polos, dzanb,
telah dimanfaatkan untuk memfitnah
beliau saw.. Kata itu berarti kelemahan-kelemahan
yang melekat pada sifat insani dan
pada kesalahan-kesalahan yang
diprakirakan akan menimbulkan akibat-akibat merugikan.
Ayat لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ -- “supaya Allah melindungi engkau dari dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang” mengandung arti, bahwa Allah Swt. akan melindungi Nabi Besar
Muhammad saw. terhadap akibat-akibat merugikan yang akan datang kemudian sesudah kemenangan yang dijanjikan, seperti telah diisyaratkan oleh ayat sebelumnya
(QS.48:2).
Oleh karena itu berbondong-bondongnya orang akan masuk Islam maka dengan sendirinya penggemblengan dan pemeliharaan
akhlak dan keruhanian mereka
tidak akan mencapai taraf yang diharapkan. Itulah sebabnya tatkala dalam Al-Quran keberhasilan dan kemenangan
dijanjikan kepada Nabi Besar Muhamm ad saw.,
pada waktu itu diperintahkan supaya memohon
perlindungan Allah Swt. terhadap dzanb beliau saw. -- yakni kelemahan-kelemahan
insani yang akan menghalangi jalan pelaksanaan tugas besar beliau saw. – firman-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾
اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰہِ وَ
الۡفَتۡحُ ۙ﴿﴾ وَ رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ
فِیۡ دِیۡنِ اللّٰہِ اَفۡوَاجًا ۙ﴿﴾
فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan,
dan engkau melihat manusia masuk
dalam agama Allah berbondong-bondong,
maka bertasbihlah dengan memuji Rabb (Tuhan) engkau, dan mohonlah
ampunan-Nya, sesungguhnya Dia
Maha Penerima taubat. (An-Nashr [110]:1-4).
Kenyataannya, bahwa dari keempat kata junah,
jurm, itsm, dan dzanb, yang memiliki arti tambahan yang sama, tiada sebuah pun dari ketiga kata yang
disebut terlebih dahulu (junah, jurm, itsm,), yang dipergunakan dalam
Al-Quran mengenai rasul-rasul Allah,
hal itu menunjukkan bahwa kata dzanb tidak mengandung arti buruk seperti dimiliki ketiga buah kata
lainnya.
Kecuali itu,
menurut muhawarah Al-Quran ungkapan dzanbaka, seandainya kata dzanb itu
pun dianggap mengandung arti dosa
atau kejahatan, kata itu berarti
“dosa-dosa yang dituduhkan seolah engkau telah melakukannya; atau dosa-dosa
yang diperbuat terhadap engkau.”
Menurut arti yang terakhir bagi kata dzanb itu,
kata Arab laka (bagi engkau) dalam
ayat لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ ini akan berarti “demi kepentingan dikau.” Di tempat lain
dalam Al-Quran (QS.5:30) ungkapan seperti itu, ialah itsmi (dosaku),
berarti “dosa yang diperbuat terhadapku.”
Membantah “Fitnah-fitnah” yang Dikemukakan
di Masa Lalu
dan di Masa Datang
Jadi, ayat yang
sedang dibahas ini -- لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ (supaya Allah
melindungi engkau dari dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau
di masa lalu dan di masa yang akan
datang) -- akan berarti, sebagai
akibat kemenangan besar (Perjanjian
Hudaibiyah) itu, semua tuduhan dosa, kejahatan, dan kesalahan yang dilemparkan musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw. kepada beliau, yakni bahwa beliau saw.
seorang penipu, pendusta atau tukang mengada-ada kebohongan terhadap Allah Swt. dan manusia, dan sebagainya, akan terbukti palsu semua sebab segala macam
orang, yang mempunyai hubungan dengan para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. akan menjumpai kebenaran mengenai beliau.
Atau, artinya ialah
bahwa “dosa-dosa yang diperbuat terhadap
engkau oleh musuh-musuh engkau akan diampuni demi engkau”. Dan begitulah
yang telah terjadi, ketika Makkah jatuh dan orang-orang Arab menerima agama Islam maka dosa
mereka diampuni.
Hubungan
kalimatnya pun mendukung arti ini, sebab anugerah kemenangan yang nyata dan penggenapan nikmat Ilahi atas Nabi Besar
Muhammad saw. yang diisyaratkan dalam ayat ini dan ayat sebelum ini
agaknya tidak mempunyai perhubungan apa pun dengan pengampunan terhadap dosa-dosa,
jika dzanb dianggap berarti dosa.
Kata-kata, “di
masa lalu dan di masa yang akan datang”, maksudnya tuduhan-tuduhan yang
dilemparkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. di masa
lalu oleh orang-orang Quraisy dan tuduhan-tuduhan yang akan dilemparkan
terhadap beliau saw. di masa yang akan
datang oleh musuh-musuh beliau saw. pun akan dielakkan (dihindarkan) dan
beliau saw. akan terbukti sama sekali suci dari noda itu. Itulah makna firman-Nya berkenaan dengan makna
perintah “memohon ampunan”
kepada Allah:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اِنَّا
فَتَحۡنَا لَکَ فَتۡحًا مُّبِیۡنًا ۙ﴿﴾
لِّیَغۡفِرَ لَکَ اللّٰہُ
مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡۢبِکَ وَ مَا تَاَخَّرَ وَ یُتِمَّ نِعۡمَتَہٗ عَلَیۡکَ وَ یَہۡدِیَکَ صِرَاطًا مُّسۡتَقِیۡمًا
ۙ﴿﴾ وَّ یَنۡصُرَکَ اللّٰہُ نَصۡرًا عَزِیۡزًا ﴿﴾
Aku baca dengan
nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberi engkau satu kemenangan nyata, supaya Allah melindungi engkau dari
dosa-dosa yang dibuat terhadap engkau di masa lalu dan di masa yang akan datang, dan Dia menyempurnakan nikmat-Nya atas engkau, dan memberi petunjuk kepada engkau pada jalan yang lurus, dan Allah
akan menolong eng-kau dengan pertolongan
yang perkasa. (Al-Fath
[48]:1-4).
Firman-Nya
lagi:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾
اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰہِ وَ
الۡفَتۡحُ ۙ﴿﴾ وَ رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ
فِیۡ دِیۡنِ اللّٰہِ اَفۡوَاجًا ۙ﴿﴾
فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan,
dan engkau melihat manusia masuk
dalam agama Allah berbondong-bondong,
maka bertasbihlah dengan memuji Rabb (Tuhan) engkau, dan mohonlah
ampunan-Nya, sesungguhnya Dia
Maha Penerima taubat. (An-Nashr [110]:1-4).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 26 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar