Minggu, 29 September 2013

Saling Mewariyatkan Penentangan Terhadap Para Rasul Allah & Kesedihan Rasul Akhir Zaman




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 33

  Saling Mewasiyatkan Penentangan Terhadap Para Rasul Allah  & Kesedihan Rasul Akhir Zaman

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai   ancaman Fir’aun yang  sangat takabur   terhadap Nabi Musa a.s..,    selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai seorang laki-laki yang beriman kepada Nabi Musa  a.s.itu:
وَ قَالَ رَجُلٌ  مُّؤۡمِنٌ ٭ۖ مِّنۡ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ یَکۡتُمُ  اِیۡمَانَہٗۤ  اَتَقۡتُلُوۡنَ رَجُلًا  اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ وَ قَدۡ جَآءَکُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ؕ وَ  اِنۡ یَّکُ  کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ  بَعۡضُ الَّذِیۡ  یَعِدُکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یَہۡدِیۡ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ  کَذَّابٌ ﴿﴾  
Dan berkata seorang laki-laki yang beriman dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan imannya,  “Apakah  kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan: “Tuhan-ku adalah Allah,”  padahal   ia telah datang kepada kamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan  kamu?   Dan jika ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang diancamkannya  kepada kamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada siapa yang melampaui batas dan pembohong besar.” (Al-Mu’min [40]:29).
   Orang yang beriman telah menyembunyikan imannya untuk menampakkannya pada kesempatan yang cocok, cara yang tegas dan berani dalam menyatakan imannya dan berbicara kepada kaum Fir’aun menunjukkan bahwa penyembunyian imannya  itu tidaklah disebabkan oleh perasaan takut.

Dalil-dalil Telak yang Dikemukakan  “Laki-laki Beriman” &
Misi Utama Rasul Allah adalah Mengajarkan Tauhid

  Dari berbagai argumentasi yang dikemukakan laki-laki beriman tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang beriman tersebut memiliki pengetahuan yang luas mengenai masalah  Ketuhanan (Tauhid) dan dan sejarah kenabian, ia berkata:
اَتَقۡتُلُوۡنَ رَجُلًا  اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ وَ قَدۡ جَآءَکُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ رَّبِّکُمۡ
“Apakah  kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan: “Tuhan-ku adalah Allah,”  padahal   ia telah datang kepada kamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan  kamu?”
       Sebagaimana dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran,  bahwa untuk mendukung kebenaran pendakwaannya Nabi Musa a.s. telah memperlihatkan 9 macam Tanda (mukjizat) kepada Fir’aun (QS.17:102; QS.27:13) tetapi semua mukjizat Nabi Musa  a.s. tersebut  didustakan oleh Fir’aun dan para pembesarnya dengan menyebutnya sebagai perbuatan sihir  (Qs.7:104-127).
     Selanjutnya laki-laki yang beriman  tersebut mengemukakan  Sunnatullah  mengenai hukuman yang pasti akan menimpa orang-orang yang mengada-adakan pendakwaan dusta  atas nama Allah dan orang-orang yang mendustakan pendakwaan Rasul Allah,  sekali pun mereka itu telah menyaksikan berbagai mukjizat yang mendukung kebenaran pendakwaan Rasul Allah tersebut:
وَ  اِنۡ یَّکُ  کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ  بَعۡضُ الَّذِیۡ  یَعِدُکُمۡ
“Dan jika ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang diancamkannya  kepada kamu.”
        Perkataan orang beriman mengenai Sunnatullah  tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini mengenai kesinambungan pengutusan para Rasul Allah dari kalangan Bani (keturunan)  Adam:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.  Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu  rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepada kamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. Dan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalam-nya. (Al-A’rāf [7]:35-37).
  Hal ini patut mendapat perhatian istimewa. Seperti pada beberapa ayat sebelumnya (yakni QS.7:27, 28 & 32), seruan dengan kata-kata Hai anak-cucu Adam, ditujukan kepada umat di zaman Nabi Besar Muhammad saw.  dan kepada generasi-generasi yang akan lahir, bukan kepada umat yang hidup di masa jauh silam dan yang datang tak lama sesudah masa Nabi Adam a.s., dengan demikian firman Allah Swt.  menolak itikad sesat lā nabiyya ba’dahu – tidak ada lagi nabi sesudahnya”.

Pengulangan Ketakaburan Iblis Mengenai Adam  (Khalifah Allah)

       Selanjutnya laki-laki  beriman itu  berkata mengenai kekuasaan yang dibangga-banggakan oleh Fir’aun dan para pembesarnya,  firman-Nya:
یٰقَوۡمِ لَکُمُ  الۡمُلۡکُ الۡیَوۡمَ ظٰہِرِیۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ۫ فَمَنۡ یَّنۡصُرُنَا مِنۡۢ بَاۡسِ اللّٰہِ اِنۡ جَآءَنَا ؕ قَالَ فِرۡعَوۡنُ مَاۤ  اُرِیۡکُمۡ  اِلَّا مَاۤ  اَرٰی وَ مَاۤ   اَہۡدِیۡکُمۡ   اِلَّا سَبِیۡلَ  الرَّشَادِ ﴿﴾  وَ قَالَ الَّذِیۡۤ  اٰمَنَ یٰقَوۡمِ  اِنِّیۡۤ  اَخَافُ عَلَیۡکُمۡ  مِّثۡلَ  یَوۡمِ الۡاَحۡزَابِ ﴿ۙ﴾ مِثۡلَ  دَاۡبِ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّ عَادٍ وَّ ثَمُوۡدَ وَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ  بَعۡدِہِمۡ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ ظُلۡمًا  لِّلۡعِبَادِ ﴿﴾
“Hai kaumku, kepunyaan  kamu kerajaan hari ini sebagai penguasa di bumi, tetapi siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah  jika menimpa kita?” Fir’aun berkata: “Aku sekali-kali tidak menunjukkan kepada kamu melainkan apa yang te-lah aku lihat, dan aku sekali-kali tidak memberi petunjuk kepada kamu, kecuali kepada jalan yang benar.” Dan orang yang beriman berkata:  “Hai kaumku, sesungguhnya aku takut atas kamu seperti hari kebinasaan  golongan persekutuan, Seperti yang menimpa kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan Allah  se-kali-kali tidak menghendaki kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.  (Al-Mu’min [40]:30-32).
      Jawaban  Fir’aun  yang bersifat provokatif dan menghina terhadap ucapan laki-laki beriman itu  مَاۤ  اُرِیۡکُمۡ  اِلَّا مَاۤ  اَرٰی وَ مَاۤ   اَہۡدِیۡکُمۡ   اِلَّا سَبِیۡلَ  الرَّشَادِ  --    “Aku sekali-kali tidak menunjukkan kepada kamu melainkan apa yang telah aku lihat, dan aku sekali-kali tidak memberi petunjuk kepada kamu, kecuali kepada jalan yang benar”, maksudnya adalah bahwa: “Hai kaumku, Musa hanya menjanjikan hal-hal yang belum tentu kebenarannya, sedangkan aku mengemukakan hal yang nyata di depan mataku dan di depan mata kalian, yakni kerajaan Mesir yang ada dibawah kekuasaanku.”  Mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:
وَ نَادٰی فِرۡعَوۡنُ فِیۡ  قَوۡمِہٖ  قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ  الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ  تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا  تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  اَمۡ اَنَا خَیۡرٌ  مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ  مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ  یُبِیۡنُ ﴿﴾  فَلَوۡ لَاۤ  اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ  اَسۡوِرَۃٌ  مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ  مَعَہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  مُقۡتَرِنِیۡنَ ﴿﴾  فَاسۡتَخَفَّ قَوۡمَہٗ  فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ کَانُوۡا قَوۡمًا فٰسِقِیۡنَ ﴿﴾
Dan Fir’aun mengumumkan kepada kaumnya dengan berkata: "Hai kaumku, Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasanku? Maka apakah kamu tidak melihat? Atau tidakkah aku lebih baik daripada orang   yang hina ini  dan ia tidak dapat menjelaskan? Mengapakah tidak dianugerahkan kepadanya gelang-gelang dari emas, atau datang bersamanya malaikat-malaikat yang berkumpul di sekelilingnya?" Demikianlah ia memperbodoh kaumnya lalu mereka patuh kepadanya, sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka. (Az-Zukhruf [43]:52-54).
       Ucapan takabur dan menghina tersebut benar-benar merupakan pengulangan ucapan takabur yang dikatakan Iblis  mengenai Adam,  ketika ia mengemukakan alasannya kepada Allah Swt. mengapa ia  tidak mau “sujud” (tunduk-patuh) bersama para malaikat kepada Adam,   ketika Allah Swt. memerintahkan hal itu,  iblis berkata:  “Aku lebih baik daripada dia, Engkau jadikan aku dari api sedangkan dia Engkau jadikan dari tanah-liat!” (QS.7:12-13).

Gagal Menyelamatkan Diri dari Azab Ilahi  &
Mendustakan Nabi Yusuf a.s.

   Selanjutnya laki-laki beriman itu memperingatkan kaumnya mengenai  kedahsyatan ketika azab Ilahi menimpa mereka, sebagaimana telah menimpa kaum-kaum purbakala yang  juga mendustakan dan berbuat zalim terhadap para Rasul Allah yang diutus kepada mereka:
وَ یٰقَوۡمِ  اِنِّیۡۤ  اَخَافُ عَلَیۡکُمۡ یَوۡمَ التَّنَادِ ﴿ۙ﴾ یَوۡمَ تُوَلُّوۡنَ  مُدۡبِرِیۡنَ ۚ مَا  لَکُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ  مِنۡ عَاصِمٍ ۚ وَ  مَنۡ یُّضۡلِلِ  اللّٰہُ  فَمَا لَہٗ  مِنۡ ہَادٍ ﴿﴾  
“Dan hai kaumku, sesungguhnya aku takut  atas kamu hari ketika orang-orang saling memanggil meminta pertolongan, yaitu hari  ketika kamu akan berbalik ke belakang melarikan diri, tidak ada bagimu seorang pun penyelamat bagi kamu dari Allah. Dan siapa yang disesatkan Allah maka baginya tidak ada   pemberi petunjuk.” (Al-Mu’min [40]:33-34).
    Yaitu hari ketika orang-orang akan ketakutan dan terpencar ke berbagai jurusan; atau bila mereka akan saling membenci dan  saling menentang dan akan menjadi terpisah, atau bila mereka seru menyeru meminta pertolongan (Aqrab-ul-Mawarid). Yaitu ketika azab Ilahi yang diperingatkkan oleh Rasul Allah kepada mereka benar-benar terjadi – sebagaimana mereka dengan takabur telah menantang Rasul Allah untuk mempercepat kedatangannya (QS.11:33; QS.46:23; QS.8:33 )--  mereka itu tiba-tiba melarikan diri dengan penuh kepanikan  dan rasa putus asa yang hebat (QS.5:37-38; QS.22:2-3; QS.70:1-19; QS.80:37).
   Laki-laki beriman tersebut mengingatkan kaumnya kepada peristiwa yang sama ratusan tahun sebelumnya mengenai Nabi Yusuf a.s. -  yang walau pun beliau datang ke Mesir karena dijual sebagai budak, tetapi kemudian menjadi seorang pejabat tinggi kepercayaan raja Mesir saat itu (QS. [12]1-58) --  firman-Nya:
وَ لَقَدۡ جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ  شَکٍّ  مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ  رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ ہُوَ  مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿ۚۖ﴾ الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ  اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ  قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ  جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepada kamu, hingga apabila ia telah mati  kamu berkata: “Allah  tidak akan pernah mengutus  seorang rasul pun sesudahnya.” Demikianlah Allah menyesatkan  barangsiapa yang melampaui batas, yang ragu-ragu. Yaitu orang-orang yang bertengkar mengenai  Tanda-tanda Allah tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap  hati orang sombong lagi  sewe-nang-senang.  (Al-Mu’min [40]:35-36).
  Nabi-nabi telah senantiasa datang ke dunia semenjak waktu yang jauh silam (QS.4:164-166; QS.7:35-37; QS.10:48; QS.35:25), tetapi begitu busuknya pikiran orang-orang — setiap kali datang seorang nabi baru, mereka menolak dan menentangnya; dan ketika ia wafat, orang-orang yang beriman kepada nabi itu berkata, lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada nabi akan datang lagi) dan bahwa “pintu wahyu telah tertutup” untuk selama-lamanya.

Bahaya Itikad Sesat Lā Nabiya ba’dahu
(Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya) dari Zaman ke Zaman

      Jadi,   itikad sesat  lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya) dan cara-cara pendustaan serta penzaliman terhadap para Rasul Allah dan para pengikutnya tersebut seakan-akan telah saling mewasiyatkan di antara mereka, sekali pun mereka itu dipisahkan oleh jarak waktu yang lama – termasuk di Akhir Zaman ini --  firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah sekali-kali tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!”  Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Adz-Dzāriyāt [51]:53-54).
  Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan dan berbagai fitnah yang dilancarkan terhadap  Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani (rasul-rasul Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa, sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad tertentu menurunkan tuduhan-tuduhan itu kepada keturunan mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan itu, termasuk di Akhir Zaman ini kepada Rasul Akhir Zaman, firman-Nya: 
وَّ اَنَّہُمۡ  ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ  اَنۡ  لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  اَحَدًا ۙ﴿﴾ 
Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul.  (Al-Jin [71]:8).
 Jadi, sejak  zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak mempercayai lagi kedatangan rasul mana pun sesudah beliau (QS.40:35), namun dalam kenyataannya Allah Swt. telah mengutus rangkaian kedatangan para Rasul Allah di kalangan Bani Israil mulai dari Nabi Musa a.s. sampai dengan pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ  فَفَرِیۡقًا کَذَّبۡتُمۡ  ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah  berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di belakangnya,   Kami  berikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda yang nyata, dan juga Kami memperkuatnya dengan  Ruhulqudus. Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu  kamu berlaku takabur, lalu  sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh?   Dan mereka berkata:  Hati kami tertutup.” Tidak,  bahkan Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani. (Al-Baqarah [2]:88-89).
        Pemahaman sesat yang sama terjadi pula di kalangan umumnya umat Islam (Bani Ismail) – yang merupakan “saudara Bani Israil” --  karena itu kemudaratan besar akibat mempercayai pemahaman sesat Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya) berupa  “kutukan Allah Swt.” yang dialami oleh orang-orang kafir  dari kalangan Bani Israil, kini  sedang menimpa  umat Islam di berbagai wilayah dunia, terutama di kawasan Timur Tengah.
       Ketika di Akhir Zaman ini haq (kebenaran)   disampaikan Allah Swt. kepada mereka melalui Rasul Akhir Zaman yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., maka  jawaban mereka sama: قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ --  Hati kami tertutup! --  dengan faham sesat  Lā nabiyya ba’dahu  (tidak ada lagi nabi sesudahnya) -- namun jawaban Allah Swt. adalah:
بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ  فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ  
Tidak,  bahkan Allah telah mengutuk mereka karena kekafiran mereka  maka sedikit sekali apa yang mereka imani” (Al-Baqarah [2]:88-89).
      Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. dalam Surah  Shād ayat 30 yang menjadi pokok pembahasan mengenai berbagai keberkatan Kitab suci Al-Quran, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
کِتٰبٌ  اَنۡزَلۡنٰہُ  اِلَیۡکَ مُبٰرَکٌ  لِّیَدَّبَّرُوۡۤا اٰیٰتِہٖ وَ  لِیَتَذَکَّرَ  اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿ ﴾
Al-Quran ini Kitab  penuh berkat  yang Kami telah menurunkannya  kepada engkau, supaya mereka dapat merenungkan ayat-ayatnya, dan supaya orang-orang yang berakal mendapat nasihat. (Ash-Shād [38]:30).

Kesedihan Rasul Akhir Zaman

     Tetapi benar jugalah  firman Allah Swt. mengenai kesedihan yang dirasakan oleh Rasul Akhir Zaman – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. – ketika menyaksikan keadaan umumnya umat Islam di Akhir Zaman ini  telah memperlakukan Al-Quran sebagai sesuatu  yang telah ditinggalkan, firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan.” Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Tuhan engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32).
   Ayat 31  dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
     Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.   yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman).
    Sungguh  di Akhir Zaman  sekarang inilah saat yang dimaksudkan dalam  firman Allah Swt. yang diwahyukan  lebih 14 abad yang lalu tersebut, sebab  firman Allah Swt. itu  tidak bisa dinisbahkan kepada masa  Nabi Besar Muhammad saw.  yang penuh berkat atau pun kepada  masa pada masa Khulafatur  Rasyidin.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  26 September    2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar