ۡ بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 31
Hakikat
Tiga Serangkai “Fir’aun, Haman, dan Qarun” yang Menentang Nabi Musa
a.s. di Mesir
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai kaum-kaum lainnya yang dibangkitkan sebagai penerus kaum Nabi Nuh a.s., namun
kemudian mereka pun mendustakan dan menentang keras para rasul
Allah yang diutus kepada mereka, akibat mempercayai itikad sesat Lā
nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya),
yang mereka warisi dari para
penentang Nabi Nuh a.s.:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ رُسُلًا اِلٰی قَوۡمِہِمۡ فَجَآءُوۡہُمۡ
بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا بِہٖ مِنۡ
قَبۡلُ ؕ کَذٰلِکَ نَطۡبَعُ عَلٰی قُلُوۡبِ الۡمُعۡتَدِیۡنَ ﴿﴾
Kemudian
Kami mengutus sesudah dia rasul-rasul kepada kaum mereka masing-masing, maka mereka datang dengan bukti-bukti nyata, tetapi mereka sama sekali tidak mau beriman kepadanya disebabkan mereka telah mendustakannya sebelum itu.
Demikianlah Kami mencap hati
orang-orang yang melampaui batas. (Yunus [10]:75).
Allah
Swt. tidak semau-maunya menyegel
(mencap) hati orang-orang kafir
melainkan orang-orang kafir itu sendirilah yang dengan penolakan yang degil untuk mendengarkan Kalāmullāh (wahyu Ilahi) itu, telah meluputkan diri mereka dari
kemampuan melihat dan menerima kebenaran. Mereka sendirilah pencipta nasibnya yang buruk itu.
Makna “Sihir yang Nyata”
Dengan meninggalkan kisah Nabi Hud a.s., Nabi Shalih a.s., Nabi Ibrahim
a.s. dan Nabi Syu’aib a.a., selanjutnya
Allah Swt. mengemukakan kisah
Nabi Musa a.s. – yang merupakan rekan sejawat Nabi Besar Muhammad
saw. sebagai misal Nabi Musa a.s. (Ulangan
18:18; QS.46:11) -- firman-Nya:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ مُّوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ
مَلَا۠ئِہٖ بِاٰیٰتِنَا فَاسۡتَکۡبَرُوۡا وَ کَانُوۡا قَوۡمًا مُّجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰذَا لَسِحۡرٌ
مُّبِیۡنٌ ﴿۷۶﴾ قَالَ مُوۡسٰۤی اَتَقُوۡلُوۡنَ لِلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَکُمۡ
ؕ اَسِحۡرٌ ہٰذَا ؕ وَ لَا یُفۡلِحُ السّٰحِرُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian
sesudah mereka, Kami mengutus Musa
dan Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya dengan Tanda-tanda
Kami tetapi mereka berlaku sombong, dan mereka itu kaum yang berdosa. Maka tatkala
datang kepada mereka haq (kebenaran) dari sisi Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata.” Musa berkata: “Apakah kamu berkata demikian mengenai haq (kebenaran) ketika ia
benar-benar telah datang kepadamu? Sihirkah
ini? Padahal para penyihir itu tidak akan mendapat kemenangan.”
(Yunus [10]:76-78).
Dalam dua patah kata sihr dan
mubin yang sederhana itu yang
dilontarkan Fir’aun – dan juga orang-orang yang sejenis dengan dia di setiap zaman -- berkenaan dengan haq
(kebenaran) yang dibawa Rasul Allah, tersembunyi hampir semua tipu-daya dan siasat licik
yang dipergunakan oleh musuh-musuh
untuk mengalahkan dan melumpuhkan kekuatan
para nabi Allah.
Orang-orang dengan alam pikiran yang cenderung kepada keagamaan dihasut oleh musuh-musuh
kebenaran, bahwa ajaran baru yang
dibawah Rasul Allah itu bukan haq (kebenaran) melainkan sihr atau tipu muslihat yang dapat merusak
agama negeri itu.
Sedang para nasionalis yang mengaku sangat menaruh perhatian kepada kesejahteraan mengenai kebendaan dari negeri mereka, dibuat takut dan menjauhi agama itu karena diberitakan bahwa dengan menerima ajaran baru itu akan timbul perpecahan dan kekacauan di antara berbagai
golongan dalam negeri, dan dengan demikian akan memberikan pukulan maut kepada persatuan dan kesatuan
nasional; mubin berarti pula sesuatu yang merusak persatuan atau mencerai-beraikan
(Lexicon Lane).
Mereka yang Cenderung Kepada “Bisikan-bisikan
Syaitan”
Dengan demikian benarlah
firman-Nya sebelum ini mengenai “syaitan-syaitan”
dari kalangan jin dan ins (manusia) yang menjadi
musuh-musuh para rasul Allah:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ
حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا
کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی
بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ
لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ
لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun Kami
benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpulkan segala sesuatu
berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka berlaku jahil. Dan dengan
cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui,
dan jika Tuhan engkau menghendaki
mereka tidak akan mengerjakannya,
maka biarkanlah mereka dengan apa-apa
yang mereka ada-adakan, dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada
bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām
[6]:112-114).
Firman Allah Swt. mengenai syaitan-syaitan -- yakni para pemimpin orang-orang kafir
(QS.2:15-21) – dari kalangan jin
(pemuka kaum) dan ins (manusia awam) yang menjadi penentang keras para Rasul Allah tersebut, merupakan
penjelasan mengenai ancaman iblis
yang dikemukakan kepada Allah Swt. ketika ia diusir Allah Swt. dari “surga
keridhaan-Nya” karena berlaku takabbur
terhadap Adam (Khalifah Allah),
ketika diperintahkan Allah Swt.
untuk “sujud” kepadanya bersama
para malaikat (QS.7:12-19; QS.17:62-66).
Pada hakikatnya keberadaan Fir’aun dan para pembesarnya (Haman dan Qarun) merupakan pelaksanaan ancaman
Iblis yang paling lengkap
terhadap Khalifah Allah pada zaman
itu yakni Nabi Musa a.s. dalam kisah monumental
“Adam, Malaikat dan Iblis” dalam Al-Quran, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اَرۡسَلۡنَا مُوۡسٰی بِاٰیٰتِنَا وَ سُلۡطٰنٍ مُّبِیۡنٍ ﴿ۙ﴾ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ
ہَامٰنَ وَ قَارُوۡنَ فَقَالُوۡا سٰحِرٌ کَذَّابٌ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ بِالۡحَقِّ مِنۡ عِنۡدِنَا
قَالُوا اقۡتُلُوۡۤا اَبۡنَآءَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ وَ اسۡتَحۡیُوۡا
نِسَآءَہُمۡ ؕ وَ مَا کَیۡدُ الۡکٰفِرِیۡنَ
اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ ﴿﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah mengutus Musa dengan Tanda-tanda
Kami dan dalil yang nyata, kepada Fir’aun, Haman dan Qarun, lalu mereka
berkata: “Ia tukang sihir
dan pendusta besar!” Maka tatkala ia (Musa) datang kepada mereka dengan kebenaran dari sisi Kami, mereka
berkata: ”Bunuhlah
anak laki-laki mereka yang telah beriman beserta dia, dan biarkanlah hidup perempuan-perempuan mereka.” Dan sekali-kali tidaklah tipu-daya orang-orang kafir itu kecuali sia-sia. (Al-Mu’min [40]:24-26).
Hakikat Keberadaan “Fir’aun,
Haman dan Qarun”
di Setiap Zaman Kenabian
Sebagaimana halnya Nabi Musa a.s., demikian juga tiap-tiap nabi Allah mempunyai Fir’aun, Haman dan Qarunnya
sendiri. Nama-nama itu masing-masing dapat melambangkan sifat kekuasaan (Fir’aun); pejabat
keagamaan (Haman), dan kekayaan harta atau orang-orang
kaya (Qarun), seperti halnya Haman
itu kepala pejabat keagamaan, dan Qarun itu seorang yang kaya raya di
antara kaum bangsawan Fir’aun.
Kekuasaan politik tanpa batas, golongan pejabat
keagamaan yang berwatak suka menjilat,
dan nafsu kapitalisme yang tidak
terkendalikan, merupakan tiga keburukan yang senantiasa menghambat dan menghentikan pertumbuhan politik, ekonomi, akhlak, dan ruhani suatu
bangsa, dan tentunya terhadap musuh-musuh
manusia itulah para Pembaharu Suci
-- yakni para Rasul Allah -- telah melancarkan perang sengit di sepanjang zaman
(QS,7:35-37).
Haman
itu gelar pendeta agung dewa Amon; “ham” di dalam bahasa Mesir berarti “pendeta agung”. Dewa Amon menguasai semua dewa Mesir lainnya. Haman adalah kepala khazanah dan lumbung negeri, dan juga yang
mengepalai lasykar-lasykar dan semua ahli pertukangan di Thebes. Namanya
adalah Nubunnef, dan ia pendeta agung di bawah Rameses II dan putranya yang bernama Merenptah.
Karena menjadi kepala organisasi kependetaan yang
sangat kaya, merangkum semua pendeta
di seluruh negeri, kekuasaannya dan wibawanya telah meningkat sedemikian rupa,
sehingga ia menguasai suatu partai
politik yang sangat berpengaruh, dan bahkan mempunyai suatu pasukan pribadi
(“A story of Egypt” oleh
James Henry Breasted, Ph.D).
Qarun adalah seorang orang kaya raya. Ia dihargai sekali oleh
Fir’aun dan sangat mungkin ia bendaharanya. Agaknya ia pejabat yang mengawasi tambang-tambang mas milik Fir’aun dan
seorang ahli dalam teknik penggalian mas dari
tambang-tambang.
Bagian selatan Mesir, wilayah
Qaru, terkenal dengan tambang-tambang emasnya. Karena akhiran “an” atau “on”
berarti “tiang,” atau “cahaya,” maka kata majemuknya “Qur-on” berarti “tiang
Qaru” dan merupakan gelar menteri
pertambangan.
Konon ia seorang dari Bani Israil dan beriman kepada Nabi Musa a.s., tertapi untuk mengambil hati Fir’aun agaknya ia telah menganiaya bangsanya sendiri dan berlaku
sombong terhadap mereka, sebagai
akibatnya azab Allah Swt. menimpa
dirinya dan ia binasa yakni ia dan tempat tinggalnya serta seluruh harta kekayaan yang sangat
dibanggakannya ditelan bumi (QS.28:77-83), firman-Nya:
اِنَّ قَارُوۡنَ کَانَ مِنۡ قَوۡمِ
مُوۡسٰی فَبَغٰی عَلَیۡہِمۡ ۪ وَ اٰتَیۡنٰہُ مِنَ الۡکُنُوۡزِ مَاۤ اِنَّ
مَفَاتِحَہٗ لَتَنُوۡٓاُ
بِالۡعُصۡبَۃِ اُولِی الۡقُوَّۃِ ٭
اِذۡ قَالَ لَہٗ
قَوۡمُہٗ لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿۷۶﴾ وَ
ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ
اَحۡسِنۡ کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ اِنَّمَاۤ اُوۡتِیۡتُہٗ
عَلٰی عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ اَوَ لَمۡ
یَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ قَدۡ اَہۡلَکَ
مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ الۡقُرُوۡنِ مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ قُوَّۃً وَّ اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا
یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ
الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk
kaum Musa tetapi ia berlaku aniaya
terhadap mereka. Dan Kami telah
memberinya khazanah-khazanah yang kunci-kuncinya sangat susah diangkat oleh sejumlah
orang-orang kuat. Ketika kaumnya berkata
kepadanya, “Janganlah eng-kau terlalu
bangga, sesungguhnya Allah tidak
mencintai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” Ia (Qarun) berkata: “Sesungguhnya ini telah diberikan-Nya kepadaku karena
ilmu yang ada padaku.” Tidakkah ia mengetahui bahwa sungguh
Allah telah membinasakan banyak
generasi sebelumnya yang lebih besar
kekua-saannya daripada dia dan lebih
banyak harta kekayaannya? Dan
orang-orang yang berdosa
tidak akan ditanyakan mengenai dosa-dosa
mereka. (Al-Qashash [28]:77-78).
Mafatih (kunci-kunci) adalah jamak dari
dua kata maftah dan miftah, yang pertama berarti timbunan;
khazanah; dan kata yang kedua berarti anak
kunci (Lexicon Lane).
Kalimat وَ لَا یُسۡـَٔلُ
عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ -- “Dan orang-orang yang berdosa tidak akan ditanyakan mengenai dosa-dosa mereka”, bahwa
kesalahan kaum kafir akan begitu
nyata sehingga pengusutan lebih
lanjut akan dianggap tidak perlu untuk membuktikannya; atau artinya ialah orang-orang yang bersalah tidak akan
diberi peluang membela diri, karena dosa-dosa dan keburukan-keburukan mereka telah begitu nyata sekali.
Upaya Membangun “Langit Baru
dan Bumi Baru”
Melalui Pengutusan “Khalifah Allah” (Rasul Allah)
Pendek kata, ketiga golongan orang-orang
duniawi yang bekerjasama mengekalkan dominasi
kemapanan mereka – yang dilambangkan
oleh “Fir’aun, Haman, dan Qarun” –
tersebut meyakini bahwa kemunculan para Rasul
Allah akan sangat membahayakan kemapaman
duniawi mereka.
Itulah sebabnya di setiap zaman kenabian ketiga kekuatan tersebut bergabung untuk menghancurkan
misi suci para Rasul Allah atau Khalifah Allah yang diberi amanat oleh Allah Swt. untuk menciptakan “bumi baru dan langit baru” (QS.14:49-53) guna akan menggantikan “langit
lama dan bumi lama” yang
mereka pertahankan karena telah terjadi
kerusakan di selueurh kawasan “daratan dan lautan” (QS.30:42).
Kenyataan tersebut sesuai dengan prediksi para malaikat mengenai
kemunculan orang-orang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi dan akan
menumpahkan darah para pengikut Khalifah Allah, namun demikian mereka itu mendakwakan diri mereka sebagai para “pembuat perdamaian di muka bumi” dan sebagai “orang-orang yang cerdas”,
padahal menurut Allah Swt. keadaan
mereka itu bertentangan dengan pendakwaannya (QS.2:12-14), firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ
فِی الۡاَرۡضِ
خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ
فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ
الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ
نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا
لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Tuhan engkau berfirman kepada para
malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”, mereka
berkata: “Apakah Engkau akan menjadikan
di dalamnya yakni di bumi orang
yang akan membuat kerusakan di
dalamnya dan akan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan
pujian Engkau dan kami
senantiasa mensucikan Engkau?”
Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (Al-Baqarah
[2]:31).
Para malaikat tidak
mengemukakan keberatan terhadap rencana Ilahi atau mereka
mengaku diri mereka lebih unggul dari
Khalifah Allah yakni Adam a.s.. Pertanyaan mereka didorong oleh pengumuman Allah Swt. mengenai rencana-Nya untuk mengangkat
seorang khalifah, Karena wujud khalifah diperlukan bila tertib harus ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan.
Jadi, “keberatan semu” yang
dikemukakan para malaikat menyiratkan
bahwa sebagai reaksi terhadap keberadaan Khalifah
Allah tersebut, akan ada (muncul) orang-orang di bumi yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan
darah karena kemapanan duniawi
mereka merasa terancam oleh keberadaan
dan misi Khalifah Allah (Rasul Allah) tersebut,
karena manusia dianugerahi kekuatan-kekuatan
besar untuk berbuat baik dan jahat.
Hakikat “Keberatan” yang Dikemukakan Para Malaikat
Para malaikat menyebut segi gelap tabiat manusia, tetapi Allah Swt.
mengetahui bahwa manusia dapat
mencapai tingkat akhlak yang sangat tinggi, sehingga ia dapat menjadi
cermin (bayangan) sifat-sifat Ilahi, dan itu hanya akan
terjadi jika ada penentangan dan perlawanan keras sebagai ujian keimanan dari orang-orang yang beriman kepada Khalifah Allah (Rasul Allah) tersebut.
Itulah salah satu makna jawaban
Allah Swt. terhadap “keberatan” atau kekhawatiran para malaikat: اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ -- "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui", hal itu menyebutkan segi terang tabiat manusia melalui perjuangan di jalan Allah
yang hakiki sehingga mereka pun benar-benar akan “bertemu” dengan Allah Swt.,
di dalam kehidupan di dunia ini juga dan akan menjadi khalifah-khalifah
Allah di muka bumi (QS.20:70; QS.21:102-104; QS.41:31-33; QS.46:14-15;
QS.84:7-10; QS.89:18-31).
Pendek kata, pertanyaan para malaikat وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ
نُقَدِّسُ لَکَ -- “padahal kami
senantiasa bertasbih dengan pujian
Engkau dan kami
senantiasa mensucikan Engkau?” hal tersebut bukan sebagai celaan terhadap perbuatan
Allah Swt., melainkan sekedar mencari ilmu
yang lebih tinggi mengenai sifat dan hikmah penciptaan khalifah Allah tersebut.
Bukti mengenai kenyataan tersebut
dijelaskan dalam ayat-ayat selanjutnya, sehingga ketika para malaikat telah merasa yakin
mengenai keunggulan Adam (Khalifah Allah) atas diri mereka
berkenaan dengan berbagai rahasia Sifat-sifat
sempurna Allah Swt. (al-Asma-ul husna) yang diajarkan langsung Allah Swt. kepada Adam (QS.3:180; QS.72:27-29), maka dengan penuh ketaatan mereka pun “sujud” (patuh taat sepenuhnya)
kepada Adam, ketika diperintahkan Allah Swt. kepada mereka, kecuali iblis yang berlaku takabbur karena merasa lebih mulia dan lebih unggul
dalam segala seginya daripada Adam
(Khalifah Allah - QS.2:32-35; QS.7:12-19), sebagaimana halnya ketakaburan Fir’aun dan para pembesarnyaterhadap pengutusan Nabi Musa a.s. – sebagai Khalifah
Allah pada zaman itu. Berikut reaksi
keras dan provokasi Fir’aun, firman-Nya:
وَ قَالَ فِرۡعَوۡنُ
ذَرُوۡنِیۡۤ اَقۡتُلۡ مُوۡسٰی وَ
لۡیَدۡعُ رَبَّہٗ ۚ اِنِّیۡۤ
اَخَافُ اَنۡ یُّبَدِّلَ دِیۡنَکُمۡ اَوۡ اَنۡ یُّظۡہِرَ فِی الۡاَرۡضِ
الۡفَسَادَ ﴿﴾ وَ قَالَ مُوۡسٰۤی
اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ
بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun berkata: “Biarkanlah aku membunuh Musa dan supaya dia menyeru Tuhan-nya, sesungguhnya aku takut bahwa ia akan mengubah agama kamu atau menimbulkan kerusakan di bumi.” Dan
Musa berkata: “Aku berlindung kepada
Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang
yang sombong yang tidak beriman
kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min
[40]:27-28).
Terhadap
makar buruk yang akan dilakukan oleh Fir’aun dan para pembesarnya tersebut Nabi Musa a.s. berkata::
وَ قَالَ مُوۡسٰۤی اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ
لَّا یُؤۡمِنُ بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Musa
berkata: “Aku berlindung kepada
Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang
yang sombong yang tidak beriman
kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min
[40]:28).
Allah Swt. itu
tempat berlindung terakhir bagi para nabi Allah dan para pilihan Tuhan. Mereka menutup pintu-Nya bila mereka melihat kegelapan di sekitar mereka dan bila kekuatan-kekuatan kejahatan bertekad melenyapkan kebenaran yang dianjurkan dan disebarkan
mereka.
Fitnah dan Provokasi yang
Senantiasa Berulang
Dengan
demikian jelaslah mengenai berbagai fitnah dan provokasi yang dilontarkan Fir’aun
dan para pembesarnya terhadap kebenaran
(haq) dari Allah yang dibawa oleh Nabi Musa a.s. yakni mengapa
para penentang Rasul Allah
tersebut di setiap zaman menyebut haq (kebenaran) dari Allah Swt. tersebut
“sihir yang nyata” (QS.5:111; QS.6:8;
QS.19:77-78; QS.11:8; QS.27:14; QS.34:44; QS.37:16; QS,46:8; QS.61:7), firman-Nya:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ مُّوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ
مَلَا۠ئِہٖ بِاٰیٰتِنَا فَاسۡتَکۡبَرُوۡا وَ کَانُوۡا قَوۡمًا مُّجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰذَا لَسِحۡرٌ
مُّبِیۡنٌ ﴿۷۶﴾ قَالَ مُوۡسٰۤی اَتَقُوۡلُوۡنَ لِلۡحَقِّ لَمَّا
جَآءَکُمۡ ؕ اَسِحۡرٌ ہٰذَا ؕ وَ لَا یُفۡلِحُ السّٰحِرُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian
sesudah mereka, Kami mengutus Musa
dan Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya dengan Tanda-tanda
Kami tetapi mereka berlaku sombong, dan mereka itu kaum yang berdosa. Maka tatkala
datang kepada mereka haq (kebenaran) dari sisi Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata.” Musa berkata: “Apakah kamu berkata demikian mengenai haq (kebenaran) ketika ia
benar-benar telah datang kepadamu? Sihirkah
ini? Padahal para penyihir itu tidak akan mendapat kemenangan.”
(Yunus [10]:76-78).
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa dalam dua patah kata sihr dan
mubin yang sederhana itu yang
dilontarkan Fir’aun – dan juga orang-orang yang sejenis dengan dia di setiap zaman -- berkenaan dengan haq
(kebenaran) yang dibawa Rasul Allah, tersembunyi hampir semua tipu-daya dan siasat licik
yang dipergunakan oleh musuh-musuh
untuk mengalahkan dan melumpuhkan kekuatan
para nabi Allah.
Orang-orang dengan alam pikiran yang cenderung kepada keagamaan dihasut oleh musuh-musuh
kebenaran, bahwa ajaran baru yang
dibawah Rasul Allah itu bukan haq (kebenaran) melainkan sihr atau tipu muslihat yang dapat merusak
agama negeri itu.
Sedang para nasionalis yang mengaku sangat menaruh perhatian kepada kesejahteraan mengenai kebendaan dari negeri mereka, dibuat takut dan menjauhi agama itu karena diberitakan bahwa dengan menerima ajaran baru itu akan timbul perpecahan dan kekacauan di antara berbagai
golongan dalam negeri, dan dengan demikian akan memberikan pukulan maut kepada persatuan dan kesatuan
nasional; mubin berarti pula sesuatu yang merusak persatuan atau mencerai-beraikan
(Lexicon Lane).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 September
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar