Sabtu, 14 September 2013

Azab Ilahi adalah Akibat Pasti "Ketidak-bersyukuran" terhadap "Nikmat Ruhani Terbesar"




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 20

Azab Ilahi adalah Akibat Pasti Ketidak-bersyukuran terhadap Nikmat Ruhani Terbesar yang Dikaruniakan Allah Swt.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

 D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan tentang  perumpamaan kebangkitan umat Islam yang pertama di masa Nabi Besar Muhammad saw., dalam kata-kata, “Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,” dapat juga ditujukan kepada pelukisan yang diberikan oleh Bible, yakni:  Kelihatanlah ia dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, lalu datang hampir dari bukit Kades” (Terjemahan ini dikutip dari “Alkitab” dalam bahasa Indonesia, terbitan “Lembaga Alkitab Indonesia” tahun 1958).
    Dalam bahasa Inggrisnya berbunyi: “He shined forth from mount Paran and he came with ten thousands of saints,” yang artinya: “Ia nampak dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran dan ia datang dengan sepuluh ribu orang kudus” (Deut. 33:2), Peny).
  Ada pun perumpamaan kebangkitan umat Islam yang kedua di Akhir Zaman digambarkan dalam ungkapan, “Dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman,“ dapat ditujukan kepada perumpamaan lain dalam Bible, yaitu: “Adalah  seorang penabur keluar hendak menabur benih; maka sedang ia menabur, ada separuh jatuh di tepi jalan, lalu datanglah burung-burung makan, sehinga habis benih itu. Ada separuh jatuh di tempat yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, maka dengan segera benih itu tumbuh, sebab tanahnya tidak dalam. Akan tetapi ketika matahari naik, layulah ia, dan sebab ia tiada berakar, keringlah ia. Ada juga separuh jatuh di tanah semak dari mana duri itu pun tumbuh serta membantutkan benih itu. Dan ada pula separuh jatuh di tanah yang baik, sehingga mengeluarkan buah, ada yang seratus, ada yang enam puluh, ada yang tiga puluh kali ganda banyaknya” (Matius 13:3-8). 
        Perumpamaan yang pertama  nampaknya  dikenakan kepada para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw. dan perumpamaan yang kedua dikenakan kepada para pengikut rekan sejawat dan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  di Akhir Zaman  (QS.43:58)   yaitu  Al-Masih Mau’ud a.s.Mirza Gulam Ahmad a.s. --   dimana jama’ahnya (Jemaat Ahmadiyah) berangkat dari suatu permulaan yang sangat kecil dan tidak berarti  di kampung kecil bernama Qadian  di Punjab -- Hindustan -- telah ditakdirkan Allah Swt. berkembang menjadi suatu organisasi perkasa, dan berangsur-angsur tetapi tetap maju  menyampaikan tabligh Islam ke seluruh pelosok dunia, sehingga Islam akan mengungguli dan menang atas semua agama, dan lawan-lawannya akan merasa heran dan iri hati terhadap kekuatan dan pamornya, itulah makna ayat:
 وَ مَثَلُہُمۡ  فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ  اَخۡرَجَ  شَطۡـَٔہٗ  فَاٰزَرَہٗ  فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ
dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu.”

“Matilah karena kemarahan kamu!”

     Hanya dalam waktu satu abad sejak  pengambilan baiat pertama   -- sesuai sunnah Nabi Besar Muhammad saw. (QS.48:11) pada tahun 1889 --  saat ini Jemaat Ahmadiyah telah tersebar luas di sekitar 200 negara di dunia, sebagaimana  wahyu Ilahi  dalam bahasa Urdu, yang diterima  Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah,  sebelum Jemaat Ahmadiyah didirikan, yang terjemahannya adalah: “Aku akan sampaikan tabligh engkau ke seluruh pelosok dunia.” 
     Oleh karena itu jelaslah bahwa apabila dalam kenyataannya   setiap langkah kemajuan yang diraih oleh Jemaat Ahmadiyah selalu mengundang reaksi keras dari pihak-pihak yang sangat tidak menyukai keberadaan Jemaat Ahmadiyah,  pada hakikatnya kenyataan tersebut membuktikan kebenaran firman Allah Swt.  لِیَغِیۡظَ بِہِمُ  الۡکُفَّارَ  – “supaya Dia membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu.”
    Memang  benar,  bahwa pada masa Nabi Besar Muhammad saw. pun,  orang-orang musyrik Mekkah dan golongan Ahli Kitab – terutama kaum Yahudi  -- sangat marah kepada kesuksesan  yang diraih oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan para Sahabah r.a.,  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّخِذُوۡا بِطَانَۃً مِّنۡ دُوۡنِکُمۡ لَا یَاۡلُوۡنَکُمۡ خَبَالًا ؕ وَدُّوۡا مَا عَنِتُّمۡ ۚ قَدۡ بَدَتِ الۡبَغۡضَآءُ مِنۡ اَفۡوَاہِہِمۡ ۚۖ وَ مَا تُخۡفِیۡ صُدُوۡرُہُمۡ اَکۡبَرُ ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾  ہٰۤاَنۡتُمۡ اُولَآءِ تُحِبُّوۡنَہُمۡ وَ لَا یُحِبُّوۡنَکُمۡ وَ تُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡکِتٰبِ کُلِّہٖ ۚ وَ اِذَا لَقُوۡکُمۡ قَالُوۡۤا اٰمَنَّا ۚ٭ۖ  وَ اِذَا خَلَوۡا عَضُّوۡا عَلَیۡکُمُ  الۡاَنَامِلَ مِنَ الۡغَیۡظِ ؕ قُلۡ مُوۡتُوۡا بِغَیۡظِکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُوۡرِ ﴿﴾  اِنۡ تَمۡسَسۡکُمۡ حَسَنَۃٌ تَسُؤۡہُمۡ ۫ وَ اِنۡ تُصِبۡکُمۡ سَیِّئَۃٌ یَّفۡرَحُوۡا بِہَا ؕ وَ اِنۡ تَصۡبِرُوۡا وَ تَتَّقُوۡا لَا یَضُرُّکُمۡ کَیۡدُہُمۡ شَیۡـًٔا ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِمَا یَعۡمَلُوۡنَ مُحِیۡطٌ ﴿﴾٪
Hai orang-orang yang beriman,  janganlah kamu sekali-kali menjadikan teman kepercayaan selain golongan kamu, mereka itu tidak akan berhenti menimbulkan kemudaratan  bagi kamu. Mereka senang melihat kamu dalam kesusahan. Sungguh kebencian telah tampak dari mulut mereka, sedangkan  apa yang disembunyikan dada mereka lebih besar lagi. Sungguh Kami telah menjelaskan kepada  kamu Ayat-ayat Kami, jika kamu menggunakan akal.  Ingat,  kamu itulah  orang-orang yang mencintai mereka, padahal mereka sekali-kali tidak mencintai kamu, dan kamu beriman kepada Al-Kitab  seluruhnya. Dan apabila mereka bertemu dengan kamu mereka berkata: “Kami pun telah beriman”, tetapi apabila mereka menyendiri, mereka menggigit-gigit jari karena sangat marah terhadap kamu. Katakanlah: “Matilah kamu karena kemarahan kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada.  Jika kamu mendapat kebaikan mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat kesusahan mereka bergembira berkenaan dengannya. Tetapi jika kamu bersabar dan bertakwa  tipu muslihat mereka tidak akan dapat memudaratkan kamu sedikit pun. Sesungguhnya Allah  meliputi  apa pun yang  mereka kerjakan. (Āli ‘Imran [3]:119-121).

Pengulangan Perpecahan di Kalangan Ahli Kitab

      Pada hakikatnya kemarahan  umumnya umat Islam  terhadap Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s.,  dan Jama’ah beliau (Jemaat Ahmadiyah) bukanlah merupakan kemarahan  yang baru muncul, karena dalam kenyataannya kemarahan tersebut telah terjadi di antara firqah-firqah umat Islam  dan terhadap sesama mereka hanya karena  beberapa perbedaan pendapat di antara mereka, persis seperti pertentangan yang terjadi di kalangan Ahli Kitab, firman-Nya:
وَ اِذۡ اَخَذۡنَا مِیۡثَاقَ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ لَا تَعۡبُدُوۡنَ اِلَّا اللّٰہَ ۟ وَ بِالۡوَالِدَیۡنِ اِحۡسَانًا وَّ ذِی ‌الۡقُرۡبٰی وَ الۡیَتٰمٰی وَ الۡمَسٰکِیۡنِ وَ قُوۡلُوۡا لِلنَّاسِ حُسۡنًا وَّ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتُوا الزَّکٰوۃَ ؕ ثُمَّ تَوَلَّیۡتُمۡ  اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡکُمۡ وَ اَنۡتُمۡ مُّعۡرِضُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika  Kami mengambil perjanjian yang teguh dari Bani Israil: “Kamu tidak akan menyembah kecuali kepada Allah, dan akan berbuat  ihsan terhadap ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, mengucapkan kata-kata yang baik  kepada manusia,  mendirikan  shalat dan membayar  zakat, kemudian kamu berpaling, kecuali sedikit di antaramu dan kamu adalah orang-orang yang  selalu berpaling. (Al-Baqarah [2]:84). 
      Ayat ini tidak tertuju kepada suatu janji khusus, melainkan kepada janji umum yang memerintahkan orang-orang Yahudi meninggalkan kejahatan yang telah merajalela di tengah mereka pada saat itu, dan menjalani kehidupan yang baik (Keluaran 20:3-6, 12; Lewi 19:17, 18; Zabur 3:27, 28, 30; Ulangan 6:13 dan 14:29). Dalam ayat ini seperti juga di tiap tempat dalam Al-Quran, susunan kata-katanya mengikuti tertib yang saksama dan wajar menurut kadar pentingnya perbuatan-perbuatan yang dituturkannya.  Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اِذۡ  اَخَذۡنَا مِیۡثَاقَکُمۡ لَا تَسۡفِکُوۡنَ دِمَآءَکُمۡ وَ لَا تُخۡرِجُوۡنَ اَنۡفُسَکُمۡ مِّنۡ دِیَارِکُمۡ ثُمَّ  اَقۡرَرۡتُمۡ  وَ اَنۡتُمۡ تَشۡہَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian yang  teguh dari kamu bahwa: “Kamu tidak akan menumpahkan darah sesama kamu dan kamu tidak akan mengusir kaummu dari kampung halaman kamu,” kemudian kamu mengikrarkannya dan kamu   menjadi saksi atasnya. (Al-Baqarah [2]:85).
      Yang diisyaratkan mungkin perjanjian antara Nabi Besar Muhammad saw. dengan kaum Yahudi Medinah, yaitu kedua pihak berjanji untuk tolong-menolong dalam melawan musuh bersama dan segala perselisihan akan disampaikan kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  untuk mendapat keputusan (Muir’s “Life of Mohammad” dan Sirat Nabi Muhammad Saw.  oleh Mirza Basyir Ahmad M.A.).  
     Selanjutnya Allah Swt. berfirman  berfirman  mengenai  kenyataannya yang terjadi:
ثُمَّ  اَنۡتُمۡ  ہٰۤـؤُلَآءِ تَقۡتُلُوۡنَ اَنۡفُسَکُمۡ  وَ تُخۡرِجُوۡنَ فَرِیۡقًا مِّنۡکُمۡ مِّنۡ دِیَارِہِمۡ ۫ تَظٰہَرُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ بِالۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ ؕ وَ اِنۡ یَّاۡتُوۡکُمۡ اُسٰرٰی تُفٰدُوۡہُمۡ  وَ ہُوَ مُحَرَّمٌ عَلَیۡکُمۡ اِخۡرَاجُہُمۡ  ؕ اَفَتُؤۡمِنُوۡنَ بِبَعۡضِ الۡکِتٰبِ وَ تَکۡفُرُوۡنَ بِبَعۡضٍ ۚ فَمَا جَزَآءُ  مَنۡ یَّفۡعَلُ ذٰلِکَ مِنۡکُمۡ اِلَّا خِزۡیٌ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ یُرَدُّوۡنَ اِلٰۤی اَشَدِّ الۡعَذَابِ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian kamulah orang-orang yang membunuh satu sama lain dan mengusir segolongan dari kamu dari kampung-halaman mereka, sambil membantu musuh-musuh mereka dalam dosa dan pelanggaran. Dan  jika mereka datang kepada kamu selaku tawanan, kamu menebus mereka, padahal pengusiran mereka telah diharamkan bagi kamu. Apakah kamu beriman kepada sebagian Alkitab dan ingkar kepada sebagian lainnya? Maka tidak ada balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang sangat keras, dan sesungguhnya Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah [2]:85).

Saling Usir dan Saling Bunuh  di Kalangan Firqah-firqah  Umat Islam

      Di zaman  Nabi Besar Muhammad saw., di Medinah tinggal tiga suku bangsa Yahudi:  (1) Banu Qainuqa, (2) Banu Nadhir dan (3) Banu Quraizhah; dan dua suku musyrik: Aus dan Khazraj. Dua dari suku Yahudi itu  --  Banu Qainuqa dan Banu Quraizhah -- berpihak kepada Aus, sedangkan  Banu Nadhir kepada Khazraj.
        Jadi, saat suku-suku musyrik itu sedang berada dalam keadaan perang satu sama lain, suku-suku Yahudi itu dengan sendirinya terlibat. Tetapi, bila di waktu perang ada orang-orang Yahudi yang ditawan oleh orang-orang musyrik, golongan Yahudi akan mengumpulkan uang dengan memungut iuran dan menebus mereka. Mereka memandang tidak pantas untuk seorang Yahudi berada dalam perbudakan orang bukan-Yahudi.
     Al-Quran menentang kebiasaan itu dengan mengatakan bahwa agama mereka bukan saja melarang memperbudak orang-orang Yahudi, tetapi juga melarang saling memerangi dan bunuh-membunuh yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Tiada yang lebih buruk daripada menerima sebahagian dari Kitab Suci dan menolak sebahagian yang lainnya, karena bila seseorang menerima sebagian dari suatu Kitab Suci, maka hal itu menjadi bukti akan kenyataan bahwa orang itu tidak meyakini kebenaran seluruhnya. Jadi penolakan sebagian, merupakan bukti yang nyata mengenai pikiran sesat. Untuk larangan perbudakan orang-orang Yahudi, lihat Lewi 25:39-43, 47-49, 54-55 Nehemia  5:8.
Salah satu tujuan Allah Swt. menampilkan  dalam Al-Quran  berbagai keburukan  yang terjadi di kalangan  golongan Ahli Kitab  antara lain untuk menjadi pelajaran serta peringatan bagi umat Islam, karena Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa  akan ada persamaan antara umat Islam dengan golongan  ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) seperti “persamaan sepasang sepatu”:
Abdullah ibnu Umar r.a. berkata: "Bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:  “Pasti akan datang pada umatku sebagaimana yang telah terjadi pada   umat  Bani Israel seperti sepasang sepatu, hingga kalau umat Bani Israel  berzina dengan ibunya secara terang-terangan maka umatku juga akan  berbuat demikian. Ketahuilah bahwa Umat Bani Israel akan pecah belah  hingga 72 firqah dan umatku akan berpecah-belah hingga 73 firqah.  Kesemuanya akan menjadi bahan api neraka  kecuali satu.” Sahabat-sahabat bertanya: “Yang manakah yang satu itu wahai Rasulullah?”  Beliau menjawab, “Yang mengamalkan apa yang aku dan Sahabat -sahabatku amalkan" (Tirmidzi, Kitabul Iman).
    Sabda Nabi Besar Muhammad saw. tersebut  dibuktikan kebenaran dengan keadaan umumnya umat Islam di Akhir Zaman ini, yang apabila jumlah firqah atau sekte-sekte Islam  tersebut dihitung maka bukan hanya sekedar 73  firqah, bahkan jumlahnya sangat besar, sebagaimana diisyaratkan dengan kata 7 atau 70,  dalam bahasa  Arab angka-angka tersebut mengisyaratkan kepada jumlah yang sangat banyak.
       Oleh karena itu sangat wajar jika Nabi Besar Muhammad saw telah bersabda bahwa untuk "menghakimi" perselisihan faham mengenai ajaran Islam (Al-Quran) dan Sunnah beliau saw. di kalangan firqah-firqah Islam    serta memberi keputusan yang benar  dalam perselisihan pendapat tersebut   -- pihak mana di antara mereka yang benar dalam suatu masalah tetapi keliru dalam masalah lainnya dan sebagainya -- maka akan datang Imam Mahdi a.s. sebagai "hakim yang adil", tetapi bukan "Imam Mahdi" penumpah darah, sebagaimana yang keliru difahami mengenai misi kedatangan beliau  akibat ketidakmampuan memahami makna sebenarnya dari sabda Nabi Besar Muhammad saw, berkenaan dengan  sosok  dan tugas Imam Mahdi tersebut.

Akibat Ketidak-bersyukuran kepada Allah Swt. dan
Nabi Besar Muhammad Saw.

     Pada hakikatnya, terjadinya perpecahan di kalangan umat Islam tersebut  adalah akibat ketidak bersyukuran mereka  kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw.  – yakni mereka telah membunuh 3 orang Khalifah Rasyidin: Khalifah Umar bin Khaththab r.a., Khalifah Utsman bin ‘Affan r.a., dan Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. --  maka  setelah itu umat Islam tidak lagi memiliki seorang Khalifah  ‘alā minhājin- nubuwwah (khalifah kenabian) yang mempersatukan mereka dan satu Jama’ah,karena tetap berlangsung di kalangan umat Islam hanya silsilah   para mujaddid yang muncul setiap permulaan abad, dan keberadaan raja-raja (sultan-sultan), yakni  dua  wewenang yang  seharusnya melekat pada diri Khalifah Rasyidah  menjadi terpisah. 
      Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. dalam Al-Quran  mengenai buah ketidak-bersyukuran kepada Allah Swt., sebagaimana  yang dikatakan oleh  Nabi Musa a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Tuhan engkau mengumumkan:  Jika kamu benar-benar bersyukur  niscaya  akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu, tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur  sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat  keras.”  (Ibrahim [14]:8).
       Syukr (syukur) itu tiga macam: (1) Dengan hati atau pikiran, yaitu dengan satu pengertian yang tepat dalam hati mengenai manfaat yang diperolehnya; (2) Dengan lidah, yaitu dengan memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang berbuat kebaikan; dan (3) Dengan anggota-anggota badan, yaitu dengan membalas kebaikan yang diterima setimpal dengan jasa itu.
    Syukr bersitumpu pada lima dasar: (a) kerendahan hati dari orang yang menyatakan syukur itu kepada dia yang kepadanya syukur itu dinyatakan, (b) kecintaan terhadapnya; (c) pengakuan mengenai jasa yang dia berikan, (d) sanjungan terhadapnya untuk itu; (e) tidak mempergunakan jasa itu dengan cara yang ia (orang yang telah memberikannya) tidak akan menyukainya.
     Itulah syukr dari pihak manusia. Syukr dari pihak Allah Swt.   ialah dengan mengampuni seseorang atau memujinya atau merasa puas terhadapnya, berkemauan baik untuknya atau senang kepadanya, dan oleh karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarnya (Lexicon Lane). Kita hanya dapat benar-benar bersyukur kepada  Allah Swt.  bila kita mempergunakan segala pemberian-Nya dengan tepat sesuai kehendak-Nya.

Mendustakan dan Menentang  Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

   Ketidak-bersyukuran lainnya yang dilakukan oleh umumny para pemuka agama  Islam    -- tepatnya para pemuka firqah-firqah Islam -- terhadap keberadaan para mujaddid dan para wali Allah besar dibangkitkan Allah Swt. di setiap abad    -- yang menurut Nabi Besar Muhammad saw. kedudukan mereka itu “seperti para Nabi Bani Israil” -- mencapai puncaknya di Akhir Zaman ini ketika mereka meniru sikap buruk para pemuka  kaum Yahudi   yang berusaha membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban (QS.4:157-159), yang juga dilakukan   terhadap  Rasul Akhir Zaman yang  merupakan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)  guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s, firnab-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan terhadapnya, dan mereka berkata: " Tuhan-tuhan kamikah  yang lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.   Ia (Ibnu Maryam) tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami  anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu perumpamaan  bagi Bani Israil. (Az-Zukhruf [43]:58-60).
   Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab).   Kedatangan Al-Masih a.s.  adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk selama-lamanya.  Itulah sebabnya dalam ayat selanjutnya  kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang dilahirkan tanpa seorang ayah seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil disebut as-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat), firman-Nya:
وَ اِنَّہٗ  لَعِلۡمٌ  لِّلسَّاعَۃِ  فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾
Tetapi sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan mengenai  Saat,  maka janganlah ragu-ragu mengenainya dan ikutilah aku, inilah jalan lurus. (Az-Zukhruf [43]:62).
        "As-Sā’ah" (tanda Saat) dapat menyatakan waktu berakhirnya syariat Nabi Musa a.s.,    dan kata pengganti hu dalam innahu dapat mengisyaratkan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau kepada Al-Quran,  dan ayat ini dapat berarti bahwa sesudah Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  kaum Bani Israil akan kehilangan karunia kenabian, atau bahwa syariat lain — ialah syariat Al-Quran— akan menggantikan syariat Nabi Musa a.s..
       Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar Muhammad saw.  — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama (misal) Nabi Isa  Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang (QS.61:10), maka daripada bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak  mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   untuk kedua kalinya, yakni Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan) yang juga sebagai Imam Mahdi   - "hakim yang adil".

 Perintah Allah Swt. kepada Umat Islam untuk 
Membantu Perjuangan Al-Masih Mau’ud a.s..

    Sehubungan dengan kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  yang dibangkitkan dari kalangan umat Islam tersebut, Allah Swt. dalam Al-Quran  telah memerintahkan umat Islam untuk bersikap seperti para hawari  (pengikut) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bukan seperti perbuatan buruk para pemuka Yahudi, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا  اَنۡصَارَ اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ  اَنۡصَارِیۡۤ  اِلَی اللّٰہِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ  اَنۡصَارُ اللّٰہِ  فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ  مِّنۡۢ  بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا عَلٰی عَدُوِّہِمۡ  فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam berkata kepada hawariyyin (pengikut-pengikutnya yang setia), “Siapakah penolong-pe-nolongku di jalan Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong Allah.” Maka segolongan dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan lagi kafir, kemudian Kami membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi  orang-orang yang menang. (Ash-Shaf [61]:15). 
   Dari ketiga golongan agama di antara kaum Yahudi, yang terhadap mereka Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. . menyampaikan tablighnya – kaum Parisi, kaum Saduki, dan kaum Essenes – Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. termasuk golongan terakhir sebelum beliau diutus sebagai rasul Allah.
     Kaum Essenes adalah kaum yang sangat bertakwa, hidup jauh dari kesibukan dan keramaian dunia, dan melewatkan waktu mereka dalam berzikir dan berdoa, dan berbakti kepada sesama manusia. Dari kaum inilah berasal bagian besar dari para pengikut beliau di masa permulaan (“The Dead Sea Community,” oleh Kurt Schubert, dan “The Crucifixion by an Eye-Witness”). Mereka disebut “Para  Penolong” oleh Eusephus.
Kata-kata penutup Surah ini sungguh sarat dengan nubuatan. Sepanjang zaman para pengikut Nabi Isa  Ibnu Maryam a.s.  telah menikmati kekuatan dan kekuasaan atas musuh abadi mereka – kaum Yahudi. Mereka telah menegakkan dan memerintah kerajaan-kerajaan luas dan perkasa, sedang kaum Yahudi tetap merupakan kaum yang cerai-berai sehingga mendapat julukan “the Wandering Jew” (“Yahudi Pengembara”).
 Sunnatullah yang ditetapkan Allah Swt. dalam Al-Quran akibat ketidak-bersyukuran berupa mendustakan dan menentang Rasul Allah adalah kedatangan berbagai bentuk azab Ilahi. Karena Allah Swt. tidak pernah menurunkan azab kepada umat manusia – bagaimana pun sesat dan durhakanya mereka – sebelum terlebih dulu kepada mereka Allah Swt. mengutus   Rasul Allah sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan (QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16;  QS.20:134-136; QS.28:60),  benarlah firman-Nya mengenai hal tersebut:  
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan meng-azab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai,  Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).
      Di Akhir Zaman ini berbagai macam azab Ilahi yang pernah ditimpakan kepada kaum-kaum purbakala yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah telah kembali terjadi, hal tersebut merupakan dalil yang tidak dapat bantah  bahwa di Akhir Zaman ini Allah Swt. benar-benar telah mengutus Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada semua umat beragama dengan sebutan (nama) yang berbeda-beda (QS.77:8-20),  namun mereka bukan mensyukurinya dengan beriman kepadanya dan membantu perjuangan sucinya, melainkan telah mendustakannya dan melakukan penentangan terhadapnya maka Sunatullah tentang azab Ilahi pun kembali berlaku bagi  orang-orang yang tidak bersyukur.

 Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  13  September   2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar