ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 20
Azab Ilahi adalah Akibat Pasti Ketidak-bersyukuran
terhadap Nikmat Ruhani Terbesar yang Dikaruniakan Allah
Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan tentang perumpamaan
kebangkitan umat Islam yang pertama di masa Nabi Besar Muhammad saw., dalam
kata-kata, “Demikianlah perumpamaan mereka dalam Taurat,” dapat juga
ditujukan kepada pelukisan yang
diberikan oleh Bible, yakni: “Kelihatanlah
ia dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, lalu datang hampir dari bukit
Kades” (Terjemahan ini dikutip dari “Alkitab” dalam bahasa Indonesia,
terbitan “Lembaga Alkitab Indonesia”
tahun 1958).
Dalam bahasa Inggrisnya
berbunyi: “He shined forth from mount Paran and he came with ten thousands
of saints,” yang artinya: “Ia nampak
dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran dan ia datang dengan sepuluh ribu
orang kudus” (Deut.
33:2), Peny).
Ada pun perumpamaan kebangkitan umat Islam yang kedua di Akhir Zaman digambarkan dalam ungkapan, “Dan
perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman,“ dapat ditujukan
kepada perumpamaan lain dalam Bible, yaitu: “Adalah seorang penabur keluar
hendak menabur benih; maka sedang ia menabur, ada separuh jatuh di tepi jalan,
lalu datanglah burung-burung makan, sehinga habis benih itu. Ada separuh jatuh
di tempat yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, maka dengan segera
benih itu tumbuh, sebab tanahnya tidak dalam. Akan tetapi ketika matahari naik,
layulah ia, dan sebab ia tiada berakar, keringlah ia. Ada juga separuh jatuh di
tanah semak dari mana duri itu pun tumbuh serta membantutkan benih itu. Dan ada
pula separuh jatuh di tanah yang baik, sehingga mengeluarkan buah, ada yang
seratus, ada yang enam puluh, ada yang tiga puluh kali ganda banyaknya” (Matius 13:3-8).
Perumpamaan yang pertama nampaknya
dikenakan kepada para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw. dan perumpamaan yang kedua dikenakan kepada
para pengikut rekan sejawat dan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Akhir Zaman (QS.43:58) yaitu Al-Masih Mau’ud a.s. – Mirza
Gulam Ahmad a.s. -- dimana jama’ahnya (Jemaat Ahmadiyah) berangkat
dari suatu permulaan yang sangat kecil
dan tidak berarti di
kampung kecil bernama Qadian
di Punjab -- Hindustan -- telah ditakdirkan
Allah Swt. berkembang menjadi suatu organisasi perkasa, dan berangsur-angsur tetapi tetap maju menyampaikan tabligh Islam ke seluruh pelosok dunia, sehingga Islam akan mengungguli dan menang
atas semua agama, dan lawan-lawannya akan merasa heran dan iri hati terhadap kekuatan
dan pamornya, itulah makna ayat:
وَ مَثَلُہُمۡ فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ اَخۡرَجَ
شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ
یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ
بِہِمُ الۡکُفَّارَ
“dan perumpamaan mereka dalam Injil adalah laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi kuat, kemudian menjadi kokoh, dan berdiri mantap pada batangnya, menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia
membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu.”
“Matilah karena kemarahan kamu!”
Hanya dalam waktu satu abad sejak pengambilan baiat pertama -- sesuai sunnah Nabi Besar Muhammad saw. (QS.48:11) pada tahun 1889 -- saat ini Jemaat
Ahmadiyah telah tersebar luas di sekitar 200 negara di dunia,
sebagaimana wahyu Ilahi dalam bahasa
Urdu, yang diterima Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah, sebelum Jemaat
Ahmadiyah didirikan, yang terjemahannya adalah: “Aku akan sampaikan tabligh engkau
ke seluruh pelosok dunia.”
Oleh karena itu jelaslah bahwa apabila
dalam kenyataannya setiap langkah kemajuan yang diraih oleh Jemaat Ahmadiyah selalu mengundang reaksi keras dari pihak-pihak yang
sangat tidak menyukai keberadaan Jemaat Ahmadiyah, pada hakikatnya kenyataan tersebut
membuktikan kebenaran firman Allah
Swt. لِیَغِیۡظَ
بِہِمُ الۡکُفَّارَ – “supaya Dia membangkitkan amarah orang-orang kafir
dengan perantaraan itu.”
Memang
benar, bahwa pada masa Nabi Besar
Muhammad saw. pun, orang-orang musyrik Mekkah dan golongan Ahli Kitab – terutama kaum Yahudi -- sangat marah
kepada kesuksesan yang diraih
oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan para Sahabah r.a., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّخِذُوۡا بِطَانَۃً مِّنۡ دُوۡنِکُمۡ لَا یَاۡلُوۡنَکُمۡ خَبَالًا ؕ وَدُّوۡا مَا عَنِتُّمۡ ۚ قَدۡ بَدَتِ الۡبَغۡضَآءُ
مِنۡ اَفۡوَاہِہِمۡ ۚۖ
وَ مَا تُخۡفِیۡ
صُدُوۡرُہُمۡ
اَکۡبَرُ ؕ
قَدۡ بَیَّنَّا
لَکُمُ الۡاٰیٰتِ اِنۡ کُنۡتُمۡ
تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ ہٰۤاَنۡتُمۡ اُولَآءِ تُحِبُّوۡنَہُمۡ وَ لَا یُحِبُّوۡنَکُمۡ وَ تُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡکِتٰبِ کُلِّہٖ ۚ
وَ اِذَا
لَقُوۡکُمۡ
قَالُوۡۤا اٰمَنَّا ۚ٭ۖ وَ اِذَا خَلَوۡا عَضُّوۡا عَلَیۡکُمُ الۡاَنَامِلَ مِنَ الۡغَیۡظِ ؕ قُلۡ مُوۡتُوۡا بِغَیۡظِکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ
بِذَاتِ الصُّدُوۡرِ ﴿﴾ اِنۡ تَمۡسَسۡکُمۡ حَسَنَۃٌ تَسُؤۡہُمۡ ۫ وَ اِنۡ تُصِبۡکُمۡ سَیِّئَۃٌ یَّفۡرَحُوۡا
بِہَا ؕ
وَ اِنۡ
تَصۡبِرُوۡا
وَ تَتَّقُوۡا
لَا
یَضُرُّکُمۡ
کَیۡدُہُمۡ
شَیۡـًٔا ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِمَا یَعۡمَلُوۡنَ
مُحِیۡطٌ ﴿﴾٪
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu sekali-kali menjadikan teman
kepercayaan selain golongan kamu,
mereka itu tidak akan berhenti
menimbulkan kemudaratan bagi kamu. Mereka senang melihat kamu dalam kesusahan.
Sungguh kebencian telah tampak dari
mulut mereka, sedangkan apa yang disembunyikan dada mereka lebih
besar lagi. Sungguh Kami telah
menjelaskan kepada kamu Ayat-ayat Kami,
jika kamu menggunakan akal. Ingat,
kamu itulah orang-orang yang mencintai mereka,
padahal mereka sekali-kali tidak
mencintai kamu, dan
kamu beriman kepada Al-Kitab seluruhnya. Dan apabila mereka bertemu dengan kamu mereka
berkata: “Kami pun telah beriman”,
tetapi apabila mereka menyendiri,
mereka menggigit-gigit jari karena
sangat marah terhadap kamu. Katakanlah: “Matilah kamu karena kemarahan kamu.” Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada. Jika kamu
mendapat kebaikan mereka bersedih
hati, tetapi jika kamu mendapat
kesusahan mereka bergembira berkenaan
dengannya. Tetapi jika kamu bersabar dan bertakwa tipu
muslihat mereka tidak akan dapat memudaratkan kamu sedikit pun.
Sesungguhnya Allah meliputi
apa pun yang mereka kerjakan.
(Āli ‘Imran [3]:119-121).
Pengulangan Perpecahan
di Kalangan Ahli Kitab
Pada hakikatnya kemarahan umumnya umat
Islam terhadap Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza
Ghulam Ahmad a.s., dan Jama’ah beliau (Jemaat Ahmadiyah)
bukanlah merupakan kemarahan yang baru muncul, karena dalam kenyataannya kemarahan tersebut telah terjadi di
antara firqah-firqah umat Islam dan terhadap sesama mereka hanya karena beberapa perbedaan
pendapat di antara mereka, persis seperti pertentangan yang terjadi di kalangan Ahli Kitab, firman-Nya:
وَ اِذۡ اَخَذۡنَا مِیۡثَاقَ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ
لَا
تَعۡبُدُوۡنَ
اِلَّا
اللّٰہَ ۟
وَ بِالۡوَالِدَیۡنِ
اِحۡسَانًا
وَّ ذِی
الۡقُرۡبٰی
وَ الۡیَتٰمٰی
وَ الۡمَسٰکِیۡنِ
وَ قُوۡلُوۡا
لِلنَّاسِ حُسۡنًا
وَّ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ
وَ اٰتُوا
الزَّکٰوۃَ ؕ
ثُمَّ تَوَلَّیۡتُمۡ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡکُمۡ وَ اَنۡتُمۡ مُّعۡرِضُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami
mengambil perjanjian yang teguh dari Bani Israil: “Kamu tidak akan menyembah kecuali kepada Allah, dan akan berbuat ihsan terhadap ibu-bapak,
kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang
miskin, mengucapkan kata-kata yang
baik kepada manusia, mendirikan shalat dan membayar zakat, kemudian kamu berpaling, kecuali sedikit di antaramu dan kamu adalah orang-orang yang selalu berpaling. (Al-Baqarah [2]:84).
Ayat ini
tidak tertuju kepada suatu janji khusus,
melainkan kepada janji umum yang memerintahkan orang-orang Yahudi meninggalkan kejahatan yang telah
merajalela di tengah mereka pada saat itu, dan menjalani kehidupan yang baik (Keluaran
20:3-6, 12; Lewi 19:17, 18; Zabur 3:27, 28, 30; Ulangan 6:13 dan 14:29). Dalam
ayat ini seperti juga di tiap tempat dalam Al-Quran, susunan kata-katanya
mengikuti tertib yang saksama dan wajar menurut kadar pentingnya
perbuatan-perbuatan yang dituturkannya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اِذۡ اَخَذۡنَا مِیۡثَاقَکُمۡ
لَا
تَسۡفِکُوۡنَ
دِمَآءَکُمۡ
وَ لَا
تُخۡرِجُوۡنَ
اَنۡفُسَکُمۡ
مِّنۡ
دِیَارِکُمۡ
ثُمَّ اَقۡرَرۡتُمۡ وَ اَنۡتُمۡ تَشۡہَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian yang teguh dari kamu bahwa: “Kamu tidak akan menumpahkan darah sesama kamu dan kamu tidak akan mengusir kaummu dari kampung halaman kamu,” kemudian kamu mengikrarkannya dan kamu menjadi saksi atasnya.
(Al-Baqarah
[2]:85).
Yang
diisyaratkan mungkin perjanjian
antara Nabi Besar Muhammad saw. dengan kaum
Yahudi Medinah, yaitu kedua pihak berjanji
untuk tolong-menolong dalam melawan musuh bersama dan segala perselisihan akan disampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk mendapat keputusan (Muir’s “Life of Mohammad” dan Sirat Nabi Muhammad Saw. oleh Mirza Basyir Ahmad M.A.).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman berfirman
mengenai kenyataannya yang
terjadi:
ثُمَّ اَنۡتُمۡ
ہٰۤـؤُلَآءِ تَقۡتُلُوۡنَ اَنۡفُسَکُمۡ وَ تُخۡرِجُوۡنَ فَرِیۡقًا مِّنۡکُمۡ مِّنۡ دِیَارِہِمۡ ۫ تَظٰہَرُوۡنَ عَلَیۡہِمۡ بِالۡاِثۡمِ وَ الۡعُدۡوَانِ ؕ وَ اِنۡ یَّاۡتُوۡکُمۡ
اُسٰرٰی
تُفٰدُوۡہُمۡ
وَ ہُوَ مُحَرَّمٌ عَلَیۡکُمۡ
اِخۡرَاجُہُمۡ
ؕ اَفَتُؤۡمِنُوۡنَ
بِبَعۡضِ الۡکِتٰبِ
وَ تَکۡفُرُوۡنَ
بِبَعۡضٍ ۚ
فَمَا جَزَآءُ مَنۡ یَّفۡعَلُ ذٰلِکَ مِنۡکُمۡ اِلَّا خِزۡیٌ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ یُرَدُّوۡنَ اِلٰۤی اَشَدِّ الۡعَذَابِ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ
عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian kamulah orang-orang yang membunuh satu sama
lain dan mengusir segolongan dari
kamu dari kampung-halaman mereka, sambil membantu musuh-musuh mereka
dalam dosa dan pelanggaran.
Dan jika
mereka datang kepada kamu selaku tawanan, kamu menebus mereka, padahal pengusiran mereka telah diharamkan bagi
kamu. Apakah kamu beriman kepada
sebagian Alkitab dan ingkar kepada
sebagian lainnya? Maka tidak ada balasan
bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia, dan
pada Hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang sangat keras,
dan sesungguhnya Allah tidak lengah
terhadap apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah [2]:85).
Saling Usir dan Saling Bunuh di Kalangan
Firqah-firqah Umat Islam
Di zaman
Nabi Besar Muhammad saw., di Medinah tinggal tiga suku bangsa Yahudi: (1) Banu Qainuqa, (2) Banu Nadhir dan (3)
Banu Quraizhah; dan dua suku musyrik: Aus
dan Khazraj. Dua dari suku Yahudi
itu --
Banu Qainuqa dan Banu Quraizhah -- berpihak kepada Aus, sedangkan Banu
Nadhir kepada Khazraj.
Jadi, saat suku-suku musyrik itu sedang berada dalam keadaan perang satu sama lain, suku-suku Yahudi itu dengan sendirinya terlibat. Tetapi, bila di waktu perang
ada orang-orang Yahudi yang ditawan oleh orang-orang musyrik, golongan Yahudi
akan mengumpulkan uang dengan memungut iuran dan menebus mereka. Mereka memandang tidak pantas untuk seorang
Yahudi berada dalam perbudakan
orang bukan-Yahudi.
Al-Quran menentang kebiasaan itu
dengan mengatakan bahwa agama mereka
bukan saja melarang memperbudak
orang-orang Yahudi, tetapi juga melarang saling memerangi dan bunuh-membunuh
yang sudah menjadi kebiasaan mereka.
Tiada yang lebih buruk daripada
menerima sebahagian dari Kitab Suci dan menolak sebahagian yang lainnya, karena bila
seseorang menerima sebagian dari
suatu Kitab Suci, maka hal itu menjadi bukti akan kenyataan bahwa orang itu tidak meyakini kebenaran seluruhnya.
Jadi penolakan sebagian, merupakan
bukti yang nyata mengenai pikiran sesat.
Untuk larangan perbudakan orang-orang Yahudi, lihat Lewi 25:39-43, 47-49, 54-55 Nehemia 5:8.
Salah satu tujuan Allah Swt.
menampilkan dalam Al-Quran berbagai keburukan yang terjadi di kalangan golongan Ahli
Kitab antara lain untuk menjadi pelajaran serta peringatan bagi umat Islam,
karena Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa akan ada persamaan
antara umat Islam dengan
golongan ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) seperti “persamaan sepasang sepatu”:
Abdullah ibnu Umar r.a.
berkata: "Bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Pasti akan datang
pada umatku sebagaimana yang telah terjadi pada umat
Bani Israel seperti sepasang
sepatu, hingga kalau umat Bani Israel berzina dengan ibunya secara
terang-terangan maka umatku juga akan berbuat demikian. Ketahuilah bahwa Umat Bani Israel akan pecah belah
hingga 72 firqah dan umatku akan
berpecah-belah hingga 73 firqah. Kesemuanya akan menjadi bahan api neraka kecuali satu.”
Sahabat-sahabat bertanya: “Yang manakah yang satu itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Yang mengamalkan apa yang aku dan Sahabat -sahabatku
amalkan" (Tirmidzi, Kitabul Iman).
Sabda
Nabi Besar Muhammad saw. tersebut
dibuktikan kebenaran dengan keadaan umumnya umat Islam di Akhir Zaman
ini, yang apabila jumlah firqah atau sekte-sekte Islam tersebut dihitung maka bukan hanya sekedar
73 firqah, bahkan jumlahnya sangat
besar, sebagaimana diisyaratkan dengan kata 7
atau 70, dalam bahasa
Arab angka-angka tersebut mengisyaratkan kepada jumlah yang sangat
banyak.
Oleh karena itu sangat wajar jika Nabi Besar Muhammad saw telah bersabda bahwa
untuk "menghakimi" perselisihan faham mengenai ajaran Islam
(Al-Quran) dan Sunnah beliau saw. di kalangan firqah-firqah Islam
serta memberi keputusan yang benar dalam perselisihan
pendapat tersebut -- pihak mana di antara mereka yang benar dalam
suatu masalah tetapi keliru dalam masalah lainnya dan sebagainya -- maka akan
datang Imam Mahdi a.s. sebagai "hakim yang adil",
tetapi bukan "Imam Mahdi" penumpah darah, sebagaimana yang keliru
difahami mengenai misi kedatangan beliau akibat ketidakmampuan
memahami makna sebenarnya dari sabda Nabi Besar Muhammad saw, berkenaan
dengan sosok dan tugas Imam Mahdi tersebut.
Akibat Ketidak-bersyukuran
kepada Allah Swt. dan
Nabi Besar Muhammad Saw.
Pada hakikatnya, terjadinya perpecahan di
kalangan umat Islam tersebut adalah akibat ketidak bersyukuran mereka
kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. – yakni mereka telah membunuh 3 orang Khalifah
Rasyidin: Khalifah Umar bin Khaththab r.a., Khalifah Utsman bin ‘Affan
r.a., dan Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. --
maka setelah itu umat Islam tidak lagi memiliki seorang Khalifah
‘alā minhājin- nubuwwah (khalifah kenabian) yang mempersatukan mereka dan satu Jama’ah,karena tetap berlangsung di kalangan umat Islam hanya silsilah para mujaddid yang
muncul setiap permulaan abad, dan keberadaan raja-raja (sultan-sultan), yakni
dua wewenang yang seharusnya
melekat pada diri Khalifah Rasyidah menjadi terpisah.
Dengan demikian benarlah firman Allah
Swt. dalam Al-Quran mengenai buah ketidak-bersyukuran kepada Allah Swt.,
sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Musa a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ تَاَذَّنَ
رَبُّکُمۡ لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ
لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ وَ لَئِنۡ
کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika
Tuhan engkau mengumumkan: ”Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya
akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia
kepada kamu, tetapi jika kamu
benar-benar tidak bersyukur
sesungguhnya azab-Ku sungguh
sangat keras.” (Ibrahim
[14]:8).
Syukr
(syukur) itu tiga macam: (1) Dengan hati atau pikiran, yaitu dengan satu
pengertian yang tepat dalam hati mengenai manfaat yang diperolehnya; (2)
Dengan lidah, yaitu dengan memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang
berbuat kebaikan; dan (3) Dengan anggota-anggota badan, yaitu dengan
membalas kebaikan yang diterima setimpal dengan jasa itu.
Syukr
bersitumpu pada lima dasar: (a) kerendahan hati dari orang yang
menyatakan syukur itu kepada dia yang kepadanya syukur itu dinyatakan, (b)
kecintaan terhadapnya; (c) pengakuan mengenai jasa yang dia berikan, (d)
sanjungan terhadapnya untuk itu; (e) tidak mempergunakan jasa itu dengan
cara yang ia (orang yang telah memberikannya) tidak akan menyukainya.
Itulah syukr dari pihak manusia. Syukr
dari pihak Allah Swt. ialah
dengan mengampuni seseorang atau
memujinya atau merasa puas
terhadapnya, berkemauan baik untuknya
atau senang kepadanya, dan oleh karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarnya (Lexicon Lane). Kita hanya dapat
benar-benar bersyukur kepada Allah Swt.
bila kita mempergunakan segala pemberian-Nya
dengan tepat sesuai kehendak-Nya.
Mendustakan dan Menentang
Misal Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s.
Ketidak-bersyukuran
lainnya yang dilakukan oleh umumny para pemuka agama Islam -- tepatnya para
pemuka firqah-firqah Islam --
terhadap keberadaan para mujaddid dan
para wali Allah besar dibangkitkan
Allah Swt. di setiap abad -- yang menurut
Nabi Besar Muhammad saw. kedudukan mereka itu “seperti para Nabi Bani Israil” -- mencapai puncaknya di Akhir Zaman ini ketika mereka meniru sikap buruk para pemuka kaum
Yahudi yang berusaha membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
melalui penyaliban (QS.4:157-159),
yang juga dilakukan terhadap Rasul
Akhir Zaman yang merupakan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58) guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali
(QS.61:10), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s,
firnab-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا
اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ
﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ
اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ
لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ
قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾ اِنۡ ہُوَ
اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا
لِّبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan apabila Ibnu
Maryam dikemukakan sebagai misal
tiba-tiba kaum engkau meneriakkan penentangan terhadapnya, dan
mereka berkata: " Tuhan-tuhan
kamikah yang lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.
Ia (Ibnu Maryam) tidak lain
melainkan seorang hamba yang telah
Kami anugerahi nikmat kepadanya, dan
Kami menjadikan dia suatu
perumpamaan bagi Bani Israil. (Az-Zukhruf
[43]:58-60).
Shadda
(yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda
(yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab). Kedatangan Al-Masih a.s. adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan
kenabian untuk selama-lamanya.
Itulah sebabnya dalam ayat selanjutnya
kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang dilahirkan tanpa seorang ayah seorang laki-laki
dari kalangan Bani Israil disebut as-Sā’ah (Tanda Saat/Kiamat),
firman-Nya:
وَ اِنَّہٗ لَعِلۡمٌ
لِّلسَّاعَۃِ فَلَا تَمۡتَرُنَّ
بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾
Tetapi sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan mengenai Saat, maka janganlah
ragu-ragu mengenainya dan ikutilah
aku, inilah jalan lurus. (Az-Zukhruf [43]:62).
"As-Sā’ah" (tanda
Saat) dapat menyatakan waktu berakhirnya syariat
Nabi Musa a.s., dan kata
pengganti hu dalam innahu dapat mengisyaratkan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau
kepada Al-Quran, dan ayat ini dapat berarti bahwa sesudah Nabi
Isa ibnu Maryam a.s. kaum Bani Israil akan kehilangan karunia kenabian, atau bahwa syariat lain — ialah syariat Al-Quran— akan menggantikan
syariat Nabi Musa a.s..
Karena matsal berarti sesuatu yang semacam
dengan atau sejenis dengan yang lain
(QS.6:39), ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula
berarti bahwa bila kaum Nabi Besar
Muhammad saw. — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama (misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang
(QS.61:10), maka daripada bergembira
atas kabar gembira itu malah mereka
berteriak mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap
mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. untuk
kedua kalinya, yakni Al-Masih Mau’ud a.s.
(Al-Masih yang dijanjikan) yang juga sebagai Imam Mahdi -
"hakim yang adil".
Perintah Allah Swt. kepada Umat Islam untuk
Membantu Perjuangan Al-Masih Mau’ud a.s..
Sehubungan
dengan kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang
dibangkitkan dari kalangan umat Islam tersebut, Allah Swt. dalam Al-Quran telah memerintahkan umat Islam untuk bersikap
seperti para hawari (pengikut) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bukan
seperti perbuatan buruk para pemuka
Yahudi, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا اَنۡصَارَ
اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ
مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ
اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ
قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ
اللّٰہِ فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ مِّنۡۢ
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ
کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا عَلٰی
عَدُوِّہِمۡ فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, jadilah
kamu penolong-penolong Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam berkata kepada hawariyyin
(pengikut-pengikutnya yang
setia), “Siapakah
penolong-pe-nolongku di jalan Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong Allah.” Maka segolongan dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan lagi kafir, kemudian Kami membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash-Shaf
[61]:15).
Dari ketiga golongan agama di antara kaum
Yahudi, yang terhadap mereka Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. . menyampaikan
tablighnya – kaum Parisi, kaum Saduki, dan kaum Essenes
– Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. termasuk golongan terakhir sebelum beliau diutus
sebagai rasul Allah.
Kaum Essenes adalah kaum yang sangat bertakwa, hidup jauh dari kesibukan dan
keramaian dunia, dan melewatkan waktu mereka dalam berzikir dan berdoa, dan
berbakti kepada sesama manusia. Dari kaum inilah berasal bagian besar dari para
pengikut beliau di masa permulaan (“The
Dead Sea Community,” oleh Kurt Schubert, dan “The Crucifixion by an Eye-Witness”). Mereka disebut
“Para Penolong” oleh Eusephus.
Kata-kata penutup
Surah ini sungguh sarat dengan nubuatan.
Sepanjang zaman para pengikut Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. telah menikmati kekuatan dan kekuasaan
atas musuh abadi mereka – kaum Yahudi. Mereka telah menegakkan dan
memerintah kerajaan-kerajaan luas dan
perkasa, sedang kaum Yahudi tetap
merupakan kaum yang cerai-berai
sehingga mendapat julukan “the Wandering
Jew” (“Yahudi Pengembara”).
Sunnatullah yang ditetapkan Allah Swt.
dalam Al-Quran akibat ketidak-bersyukuran
berupa mendustakan dan menentang Rasul Allah adalah kedatangan
berbagai bentuk azab Ilahi. Karena
Allah Swt. tidak pernah menurunkan azab kepada
umat manusia – bagaimana pun sesat
dan durhakanya mereka – sebelum
terlebih dulu kepada mereka Allah Swt. mengutus Rasul
Allah sebagai pembawa kabar gembira
dan sebagai pemberi peringatan
(QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16;
QS.20:134-136; QS.28:60),
benarlah firman-Nya mengenai hal tersebut:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ
بِعَذَابِکُمۡ اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ
اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan meng-azab kamu jika kamu
bersyukur dan beriman? Dan Allah benar-benar Maha Menghargai, Maha
Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).
Di Akhir Zaman ini berbagai macam azab Ilahi yang pernah ditimpakan kepada
kaum-kaum purbakala yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah telah kembali terjadi, hal
tersebut merupakan dalil yang tidak dapat
bantah bahwa di Akhir Zaman ini Allah Swt. benar-benar telah mengutus Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada semua umat beragama dengan sebutan (nama) yang berbeda-beda
(QS.77:8-20), namun mereka bukan mensyukurinya dengan beriman kepadanya dan membantu perjuangan sucinya, melainkan telah mendustakannya dan melakukan penentangan terhadapnya maka Sunatullah tentang azab Ilahi pun kembali berlaku bagi
orang-orang yang tidak bersyukur.
Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 13
September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar