ۡ بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 30
Makna Tuduhan “Sihir
yang Nyata” Terhadap Haq (Kebenaran) yang Dibawa Para Rasul
Allah
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai
hukuman kedua yang telah ditakdirkan akan menimpa umat Islam di Akhir Zaman dengan
perantaraan merajalelanya kembali Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) -- yakni bangsa-bangsa Kristen dari barat yang bermata biru (QS.20:103-105;
QS.21:96-98; Wahyu 20:1-10) --
karena sudah merupakan Sunatullah bahwa apabila Allah menghukum orang-orang
beriman yang melakukan kedurhakaan
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan parantaraan “orang-orang kafir”, namun demikian Allah Swt. menyebut mereka
sebagai “hamba-hamba Kami” yang
memiliki kekuatan tempur yang dahsyat (QS.17:5-9). Contoh
adalah:
(1) balatentara raja Nebukadnezar dari Babilonia, yang digunakan Allah Swt. sebagai
sarana penghukuman yang pertama kepada orang-orang Yahudi akibat
kedurhakaan mereka kepada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s..
(2) balatentara Rumawi pimpinan Titus, sebagai sarana penghukuman yang kedua kepada
orang-orang Yahudi akibat upaya membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui
penyalibab.
(3) balatentara
Mongol dan Tartar pimpinan Hulaku Khan -- Cucu Jenghis Khan --
yang digunakan Allah Swt. sebagai sarana penghukuman yang pertama kepada umat Islam akibat kedurhakaan membunuh 3 orang Khalifatur-Rasyidah, para wali
Allah dan mujaddid,
termasuk pembunuhan Imam Hussein r.a. -- cucu
Nabi Besar Muhammad saw. -- atas
perintah Yazid bin Muawiyah.
(4) Ya’juj (Gog) dan Ma’juj
(Magog) -- yakni bangsa-bangsa Kristen dari barat yang bermata biru -- sebagai sarana penghukuman yang kedua kepada orang-orang
Islam akibat kedurhakaan
mereka terhadap Al-Quran dan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw.
(QS.25:31).
Empat Maqam (Martabat) Ruhani
yang Dijanjikan
Allah Swt. bagi Para Pengikut Sejati Nabi Besar Muhammad Saw.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai Sunnatullah yang telah ditetapkan-Nya dalam Al-Quran:
عَسٰی رَبُّکُمۡ
اَنۡ یَّرۡحَمَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ
عُدۡتُّمۡ عُدۡنَا ۘ وَ جَعَلۡنَا
جَہَنَّمَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ حَصِیۡرًا ﴿﴾ اِنَّ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ یَہۡدِیۡ لِلَّتِیۡ ہِیَ اَقۡوَمُ وَ یُبَشِّرُ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ اَجۡرًا کَبِیۡرًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ اَعۡتَدۡنَا لَہُمۡ
عَذَابًا اَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Boleh jadi kini
Tuhan
kamu akan menaruh kasihan kepadamu, tetapi jika kamu kembali kepada perbuatan buruk, Kami pun akan kembali menimpakan
hukuman dan ingatlah, Kami
telah jadikan Jahannam, penjara bagi orang-orang kafir. Sesungguhnya Al-Quran ini membimbing kepada apa yang paling benar, dan memberi kabar gembira kepada orang-orang
beriman yang beramal saleh, sesungguhnya
bagi mereka ada ganjaran yang besar.
Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada
akhirat Kami telah menyediakan bagi mereka azab yang sangat
pedih. (Bani Israil [17]:9-11).
Ada pun makna firman Allah Swt. berikut ini:
اِنَّ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ یَہۡدِیۡ لِلَّتِیۡ ہِیَ اَقۡوَمُ وَ یُبَشِّرُ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ اَجۡرًا کَبِیۡرًا ۙ﴿﴾
Sesungguhnya
Al-Quran ini membimbing kepada apa yang
paling benar, dan memberi kabar
gembira kepada orang-orang beriman yang beramal saleh, sesungguhnya bagi
mereka ada ganjaran yang besar (Bani
Israil [17]:10).
Tujuan
yang Al-Quran kemukakan kepada para pengikutnya adalah lebih mulia dan lebih agung
dari tujuan umat-umat terdahulu – yakni sebagai umat terbaik yang diciptakan bagi seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111) -- dan menjanjikan kepada para pengikutnya yang
sejati berkat-berkat ruhani maupun jasmani (QS.5:70-71), karena itu umat Islam hendaknya berusaha keras untuk memperolehnya dan
harus tetap waspada agar jangan
terjerumus ke dalam kehidupan malas
dan tidak teratur, serta dalam segala
hal harus membuktikan diri mereka
sendiri layak menerima nikmat-nikmat Ilahi yang dijanjikan Allah
Swt. tersebut, firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ
اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ
الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ
مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka
akan termasuk di antara orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid,
dan orang-orang shalih, dan mereka
itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Jika umat Islam menolak keempat tingkatan maqam (martabat) dan nikmat-nikmat ruhani
yang dijanjikan Allah Swt. bagi para pengikut hakiki Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.3:32) -- dengan alasan Lā
nabiyya ba’dahu -- yakni “tidak ada
lagi nabi dan wahyu Ilahi macam apa pun
setelah Nabi Besar Muhammad saw. -- maka yang pasti terjadi adalah mereka akan menjadi “orang
yang dimurkai” Allah Swt. dan “yang
sesat” dari Tauhid Ilahi,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾
اَلۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ
ۙ﴿۱﴾ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ۙ﴿۲﴾ مٰلِکِ یَوۡمِ الدِّیۡنِ ؕ﴿۳﴾ اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ
نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿۴﴾ اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿۵﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿۷﴾
Aku baca dengan nama Allah , Maha
Pemurah, Maha Penyayang. Segala puji
hanya bagi Allah, Tuhan seluruh alam,
Maha Pemurah, Maha Penyayang. Pemilik
Hari Pembalasan. Hanya Engkau-lah Yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan. Tunjukilah
kami jalan yang lurus, yaitu
jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang
sesat. (Al-Fatihah
[1]:1-7).
Lā nabiya ba’dahu (Tidak Ada
Lagi Nabi Sesudahnya)
Penyebab Utama Pengingkaran
Terhadap Para Rasul Allah
Dari Al-Quran diketahui bahwa pada
hakikatnya itikad Lā
nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya) merupakan itikad sesat, yang karena mempercayai hal itulah terjadinya pendustaan dan penentangan terhadap para Rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan
Allah Swt. kepada Bani (keturunan) Adam (QS.7:35-37).
Mengenai hal tersebut berikut adalah firman Allah Swt. mengenai pendustaan para pemuka kaum Nabi Nuh a.s. terhadap Nabi Nuh a.s. dan terhadap para Rasul Allah yang diutus setelah beliau sampai Nabi Yusuf a.s. adalah akibat kepercayaan sesat Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya – QS.40:35-36; QS.72:8):
Mengenai hal tersebut berikut adalah firman Allah Swt. mengenai pendustaan para pemuka kaum Nabi Nuh a.s. terhadap Nabi Nuh a.s. dan terhadap para Rasul Allah yang diutus setelah beliau sampai Nabi Yusuf a.s. adalah akibat kepercayaan sesat Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya – QS.40:35-36; QS.72:8):
اَوَ لَمۡ یَہۡدِ لِلَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ بَعۡدِ
اَہۡلِہَاۤ اَنۡ لَّوۡ نَشَآءُ اَصَبۡنٰہُمۡ بِذُنُوۡبِہِمۡ ۚ وَ نَطۡبَعُ
عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ فَہُمۡ لَا
یَسۡمَعُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ الۡقُرٰی نَقُصُّ
عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآئِہَا ۚ وَ لَقَدۡ
جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ ۚ فَمَا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا
کَذَّبُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Apakah tidak pernah menjadi petunjuk bagi orang-orang yang mewarisi bumi sebagai
penerus sesudah penduduknya
dibinasakan, bahwa seandainya Kami
menghendaki Kami siksa pula mereka
karena dosa-dosanya, dan Kami memeterai hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar petunjuk
yang benar? Itulah negeri-negeri yang Kami ceriterakan kepada engkau sebagian dari berita-beritanya. Dan sungguh
benar-benar telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka
dustakan sebelumnya, demikianlah Allah mencap hati orang-orang kafir. (Al-A’rāf
[7]:101-102).
Al-Quran
tidak mengemukakan seluruh sejarah
umat-umat dari masa-masa yang silam, tetapi hanya bagian-bagian yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan saja. Itulah makna kalimat تِلۡکَ الۡقُرٰی نَقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ
اَنۡۢبَآئِہَا -- “Itulah negeri-negeri yang Kami ceriterakan kepada engkau sebagian dari berita-beritanya.”
Meskipun demikian, tidak ada buku
sejarah yang mengandung keterangan
yang lebih dapat dipercaya mengenai suku-suku bangsa ‘Ād dan Tsamūd dan kaum-kaum purbakala lainnya daripada
Al-Quran, dan para sejarawan telah mengakui bahwa apa yang diterangkan Al-Quran
kepada kita merupakan satu-satunya keterangan
otentik dan dapat dipercaya yang kita miliki mengenai bangsa-bangsa purbakala ini, dan segala kisah lainnya yang beredar mengenai mereka kebanyakannya hanyalah hikayat-hikayat belaka.
Makna
kalimat selanjutnya “Dan sungguh
benar-benar telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka
dustakan sebelumnya“, makna ayat فَمَا کَانُوۡا
لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا مِنۡ قَبۡلُ -- “tetapi mereka senantiasa tidak beriman
kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya”, yaitu bahwa mereka mempercayai itikad sesat Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya),
sehingga bila mereka menolak untuk memanfaatkan kemampuan-kemampuan akal dan penalaran
yang dianugerahkan kepada mereka oleh Allah Swt. maka hati orang-orang kafir akan dimeterai oleh-Nya.
Menyebabkan Lumpuhnya Semua Kemampuan Ruhani
Kenapa demikian? Sebab bagaimana pun hebatnya berbagai tanda atau mukjizat yang terjadi di alam semesta ini, yang mendukung kebenaran pendakwaan seorang Rasul
Allah tetapi karena mereka telah meyakini itikad sesat Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya), mereka tetap akan menolak semua tanda dan mukjizat tersebut, firman-Nya:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ
الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ
حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا
کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ
لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ
یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ
زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ
شَآءَ رَبُّکَ
مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun Kami
benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpulkan segala sesuatu
berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka berlaku jahil. Dan dengan
cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui,
dan jika Tuhan engkau menghendaki
mereka tidak akan mengerjakannya,
maka biarkanlah mereka dengan apa-apa
yang mereka ada-adakan, dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada
bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām
[6]:112-114).
Salah satu tugas malaikat-malaikat adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak mereka kepada kebenaran (QS.41:32-33). Kadangkala
mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi
dan kasyaf-kasyaf. Itulah makna kalimat وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ
الۡمَلٰٓئِکَۃَ -- “Dan seandainya
pun Kami
benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka.”
Ada pun makna وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی -- “orang-orang
yang telah mati berbicara dengan
mereka”, yaitu bahwa orang-orang bertakwa yang sudah meninggal
dunia nampak kepada manusia dalam mimpi
untuk membenarkan pendakwaan nabi-nabi.
Ada satu cara lain yaitu orang-orang yang sudah
mati bercakap-cakap kepada manusia, yaitu jika suatu umat yang secara ruhani sudah mati, mereka dihidupkan kembali untuk memperoleh
kehidupan ruhani baru oleh ajaran nabi mereka, kelahiran ruhani baru
mereka itu seakan-akan berbicara
kepada orang-orang kafir dan
memberikan persaksian terhadap
kebenaran pendakwaan rasul Allah tersebut.
Ada pun kalimat وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا -- “dan Kami mengumpulkan segala sesuatu
berhadap-hadapan di depan
mereka” menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda
alam yang memberi kesaksian
terhadap kebenaran pendakwaan seorang
nabi Allah dalam bentuk gempa, wabah, kelaparan, peperangan, dan azab-azab Ilahi lainnya.
Dengan demikian alam sendiri
nampaknya gusar terhadap orang-orang yang ingkar tersebut, dan unsur-unsur
alam itu sendiri memerangi
mereka.
Kata-kata manusia dan jin yang terdapat pada banyak tempat dalam
ayat-ayat Al-Quran -- sebagaimana telah
dijelaskan mengenai Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. -- bukan berarti ada dua jenis makhluk Allah yang berlainan
– yakni dua macam makhluk gaib -- melainkan
dua golongan makhluk manusia, yakni ins (manusia) mengisyaratkan kepada orang-orang awam atau rakyat
jelata, sedangkan jin dikatakan kepada orang-orang besar (para pemuka kaum) yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata (ins)
dan tidak berbaur dengan mereka, boleh dikatakan tinggal tersembunyi dari penglihatan umum.
Mewarisi Ketakaburan Iblis
Ada pun makna ayat:
وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ
مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
…jika Tuhan engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan, dan
supaya hati orang-orang yang tidak
beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka
menyukainya dan supaya mereka mengusahakan
apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām
[6]:112-114).
Yakni mereka itu akan terus bertahan
dalam jalan kejahatan dan kesesatan mereka. Kata-kata “supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka
usahakan” itu berarti pula bahwa mereka mengalami
akibat-akibat dari apa yang dikerjakan
mereka.
Jadi, betapa mengerikannya akibat yang ditimbulkan itikad
sesat Lā nabiyya
ba’dahu (tidak ada
lagi sesudahnya) yang diwariskan dan diancamkan iblis (QS.7:12-31) secara berkesinambungan dari zaman ke zaman –
yang diwujudkan pelaksanaannya oleh para
penentang Rasul Allah yang menjadi
pengikutnya -- sebagaimana prediksi
para malaikat mengenai kemunculan
orang-orang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan
darah terhadap Adam – Khalifah Allah dan para pengikutnya (QS.2:31-35).
Berikut
firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai sikap buruk kaum-kaum purbakala kepada para Rasul Allah yang diutus kepada mereka, yang juga akan terjadi pada diri beliau saw., firman-Nya:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ نَبَاَ نُوۡحٍ ۘ اِذۡ قَالَ لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اِنۡ کَانَ کَبُرَ عَلَیۡکُمۡ مَّقَامِیۡ وَ
تَذۡکِیۡرِیۡ بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَعَلَی اللّٰہِ تَوَکَّلۡتُ فَاَجۡمِعُوۡۤا اَمۡرَکُمۡ
وَ شُرَکَآءَکُمۡ ثُمَّ لَا یَکُنۡ اَمۡرُکُمۡ عَلَیۡکُمۡ غُمَّۃً ثُمَّ
اقۡضُوۡۤا اِلَیَّ وَ لَا تُنۡظِرُوۡنِ ﴿﴾
Dan bacakanlah kepada mereka kisah Nuh, ketika ia berkata
kepada kaumnya: “Hai kaumku, jika kamu keberatan terhadap kedudukanku
dan peringatanku melalui Tanda-tanda Allah,
maka hanya kepada Allah aku bertawakkal,
maka himpunlah semua rencana kamu
dan sekutu-sekutu kamu, sehingga urusanmu
tidak menjadi kabur bagimu, kemudian laksanakanlah rencanamu
terhadapku dan janganlah aku diberi
tangguh.” (Yunus [10]:72).
Jika
kita mengikuti dengan teliti riwayat ketiga nabi Allah — Nuh a.s.,
Musa a.s., dan Yunus a.s — yang disebut dalam ayat-ayat Surah Yunus,
maka akan nampak, bahwa riwayat hidup ketika Rasul Allah tersebut mereka telah menjelma dalam bentuk kecil pada kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.
Nabi Besar Muhammad saw. memainkan peranan Nabi Nuh a.s. di Mekkah, peranan Nabi Musa a.s.. di Medinah, dan peranan Nabi
Yunus a.s. . pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. kembali ke Mekkah
sebagai penakluk agung. Hal ini sudah
cukup menjelaskan, bahwa riwayat nabi-nabi
Allah yang disebut dalam Al-Quran bukan hanya sekedar ceritera belaka, melainkan merupakan nubuatan-nubuatan agung tentang peristiwa-peristiwa penting yang
akan terjadi dalam kehidupan Nabi Besar
Muhammad saw..
Setelah Nabi Nuh a.s.
mengemukakan tantangan kepada para
penentangnya untuk melakukan makar buruk
apa pun terhadap beliau, selanjutnya Nabi Nuh a.s. berkata:
فَاِنۡ تَوَلَّیۡتُمۡ فَمَا سَاَلۡتُکُمۡ مِّنۡ اَجۡرٍ ؕ اِنۡ اَجۡرِیَ
اِلَّا عَلَی اللّٰہِ ۙوَ اُمِرۡتُ اَنۡ اَکُوۡنَ
مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ فَکَذَّبُوۡہُ فَنَجَّیۡنٰہُ وَ
مَنۡ مَّعَہٗ فِی الۡفُلۡکِ وَ جَعَلۡنٰہُمۡ خَلٰٓئِفَ وَ اَغۡرَقۡنَا الَّذِیۡنَ
کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ فَانۡظُرۡ کَیۡفَ کَانَ
عَاقِبَۃُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ ﴿﴾
“Dan jika kamu berpaling, maka
aku tidak meminta kepada kamu ganjaran
apa pun, ganjaranku hanyalah pada Allah dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Tetapi mereka telah mendustakannya, lalu Kami menyelamatkan dia dan orang-orang yang besertanya dalam bahtera,
dan Kami menjadikan mereka sebagai
pengganti-pengganti dan Kami
menenggelamkan orang-orang yang mendustakan Tanda-tanda Kami, maka lihatlah
betapa buruk ke-sudahan
orang-orang yang diberi peringatan. (Yunus [10]:73-74).
Makna ayat فَمَا سَاَلۡتُکُمۡ
مِّنۡ اَجۡرٍ ؕ اِنۡ اَجۡرِیَ اِلَّا عَلَی اللّٰہِ -- “aku
tidak meminta kepada kamu ganjaran apa pun, ganjaranku
hanyalah pada Allah,” adalah
merupakan satu tuduhan umum yang
biasa dilancarkan orang terhadap nabi-nabi
Allah, bahwa beliau-beliau berusaha untuk memperoleh keunggulan terhadap kaumnya
dengan membangkitkan pemberontakan
terhadap tertib yang berlaku dengan
tujuan menegakkan tertib baru di
bawah pimpinan mereka sendiri.
Makna Kalimat “Sihir yang
Nyata”
Tuduhan yang tidak beralasan
itulah yang dibantah dalam ayat ini. Nabi-nabi Allah tidak pernah berusaha
untuk memperoleh kebesaran bagi diri mereka sendiri, kebalikannya mereka
itu memilih jalan penderitaan dan darma bakti, sebagaimana dijelaskan oleh
beliau selanjutnya اَنۡ اَکُوۡنَ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ -- “aku diperintahkan supaya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri.”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kaum-kaum lainnya yang dibangkitkan sebagai penerus kaum Nabi Nuh a.s., namun
kemudian mereka pun mendustakan dan menentang keras para rasul
Allah yang diutus kepada mereka, akibat mempercayai itikad sesat Lā
nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya), yang mereka warisi dari para penentang Nabi Nuh a.s.:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ رُسُلًا اِلٰی قَوۡمِہِمۡ فَجَآءُوۡہُمۡ
بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا بِہٖ مِنۡ
قَبۡلُ ؕ کَذٰلِکَ نَطۡبَعُ عَلٰی قُلُوۡبِ الۡمُعۡتَدِیۡنَ ﴿﴾
Kemudian
Kami mengutus sesudah dia rasul-rasul kepada kaum mereka masing-masing, maka mereka datang dengan bukti-bukti nyata, tetapi mereka sama sekali tidak mau beriman kepadanya disebabkan mereka telah mendustakannya sebelum itu.
Demikianlah Kami mencap hati
orang-orang yang melampaui batas. (Yunus [10]:75).
Allah
Swt. tidak semau-maunya menyegel
(mencap) hati orang-orang kafir
melainkan orang-orang kafir itu sendirilah yang dengan penolakan yang degil untuk mendengarkan Kalāmullāh (wahyu Ilahi) itu, telah meluputkan diri mereka dari
kemampuan melihat dan menerima kebenaran. Mereka sendirilah pencipta nasibnya yang buruk itu.
Dengan meninggalkan kisah Nabi Hud a.s., Nabi Shalih a.s., Nabi Ibrahim
a.s. dan Nabi Syu’aib a.a., selanjutnya
setelah mengemukakan kisah Nabi nuha a.s. Allah Swt. mengemukakan kisah
Nabi Musa a.s. – yang merupakan rekan sejawat Nabi Besar Muhammad
saw. sebagai misal Nabi Musa a.s. (Ulangan
18:18; QS.46:11) -- firman-Nya:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ مُّوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ
مَلَا۠ئِہٖ بِاٰیٰتِنَا فَاسۡتَکۡبَرُوۡا وَ کَانُوۡا قَوۡمًا مُّجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰذَا لَسِحۡرٌ
مُّبِیۡنٌ ﴿۷۶﴾ قَالَ مُوۡسٰۤی اَتَقُوۡلُوۡنَ لِلۡحَقِّ لَمَّا
جَآءَکُمۡ ؕ اَسِحۡرٌ ہٰذَا ؕ وَ لَا یُفۡلِحُ السّٰحِرُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian
sesudah mereka, Kami mengutus Musa
dan Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya dengan Tanda-tanda
Kami tetapi mereka berlaku sombong, dan mereka itu kaum yang berdosa. Maka tatkala
datang kepada mereka haq (kebenaran) dari sisi Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata.” Musa berkata: “Apakah kamu berkata demikian mengenai haq (kebenaran) ketika ia
benar-benar telah datang kepadamu? Sihirkah
ini? Padahal para penyihir itu tidak akan mendapat kemenangan.”
(Yunus [10]:76-78).
Dalam dua patah kata sihr dan
mubin yang sederhana itu yang dilontarkan Fir’aun – dan juga orang-orang yang sejenis dengan dia di setiap zaman -- berkenaan dengan haq (kebenaran) yang dibawa Rasul
Allah, tersembunyi hampir semua tipu-daya dan siasat licik yang dipergunakan oleh musuh-musuh untuk mengalahkan dan melumpuhkan kekuatan para nabi Allah.
Orang-orang dengan alam pikiran yang cenderung kepada keagamaan dihasut oleh musuh-musuh
kebenaran, bahwa ajaran baru yang
dibawah Rasul Allah itu bukan haq (kebenaran) melainkan sihr atau tipu muslihat yang dapat merusak
agama negeri itu.
Sedang para nasionalis yang mengaku sangat menaruh perhatian kepada kesejahteraan mengenai kebendaan dari negeri mereka, dibuat takut dan menjauhi agama itu karena diberitakan bahwa dengan menerima ajaran baru itu akan timbul perpecahan dan kekacauan di antara berbagai
golongan dalam negeri, dan dengan demikian akan memberikan pukulan maut kepada persatuan dan kesatuan
nasional; mubin berarti pula sesuatu yang merusak persatuan atau mencerai-beraikan
(Lexicon Lane).
Mereka yang Cenderung Kepada “Bisikan-bisikan
Syaitan”
Dengan demikian benarlah
firman-Nya sebelum ini mengenai “syaitan-syaitan”
dari kalangan jin dan ins (manusia) yang menjadi
musuh-musuh para rasul Allah, bahwa mereka itu bukan golongan makhluk halus melainkan orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang keras para Rasul Allah:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ
الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ
اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ
﴿﴾ وَ
کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ
عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ
وَ الۡجِنِّ یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ
الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ
وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ
﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun Kami
benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpulkan segala sesuatu
berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka berlaku jahil. Dan dengan
cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui,
dan jika Tuhan engkau menghendaki
mereka tidak akan mengerjakannya,
maka biarkanlah mereka dengan apa-apa
yang mereka ada-adakan, dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada
bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām
[6]:112-114).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 23 September
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar