Rabu, 25 September 2013

Makna Tuduhan "Sihir yang Nyata" Terhadap Haq (Kebenaran) yang Dibawa Para Rasul Allah




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 30

  Makna  Tuduhan “Sihir yang Nyata  Terhadap Haq (Kebenaran) yang Dibawa Para Rasul Allah

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai    hukuman kedua yang telah ditakdirkan akan menimpa umat Islam di Akhir Zaman dengan perantaraan merajalelanya kembali Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog)  -- yakni bangsa-bangsa Kristen dari barat yang bermata biru (QS.20:103-105; QS.21:96-98; Wahyu 20:1-10) --   karena sudah merupakan Sunatullah   bahwa apabila Allah menghukum  orang-orang beriman yang melakukan kedurhakaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya  dengan parantaraan “orang-orang kafir”, namun demikian Allah Swt. menyebut mereka sebagai “hamba-hamba Kami” yang memiliki kekuatan tempur yang dahsyat (QS.17:5-9).  Contoh   adalah:
   (1) balatentara raja Nebukadnezar dari Babilonia, yang digunakan Allah Swt. sebagai sarana  penghukuman yang pertama kepada orang-orang Yahudi akibat kedurhakaan mereka kepada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s..
      (2) balatentara Rumawi pimpinan Titus, sebagai sarana penghukuman yang kedua kepada orang-orang Yahudi akibat upaya membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyalibab.
     (3)  balatentara  Mongol dan Tartar pimpinan  Hulaku Khan  -- Cucu Jenghis Khan    --  yang digunakan Allah Swt. sebagai sarana penghukuman yang pertama kepada umat Islam akibat kedurhakaan membunuh 3 orang Khalifatur-Rasyidah, para wali  Allah dan mujaddid, termasuk pembunuhan Imam Hussein r.a.  --  cucu Nabi Besar Muhammad saw.  -- atas perintah Yazid bin Muawiyah.
     (4)  Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog)  -- yakni bangsa-bangsa Kristen dari barat yang bermata biru  -- sebagai sarana penghukuman yang kedua kepada orang-orang Islam  akibat   kedurhakaan mereka  terhadap   Al-Quran dan  Sunnah Nabi Besar Muhammad saw. (QS.25:31).

Empat   Maqam (Martabat) Ruhani yang Dijanjikan
Allah Swt. bagi Para Pengikut Sejati Nabi Besar Muhammad Saw.

    Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai Sunnatullah yang telah  ditetapkan-Nya dalam Al-Quran:
عَسٰی رَبُّکُمۡ اَنۡ یَّرۡحَمَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ عُدۡتُّمۡ عُدۡنَا ۘ وَ جَعَلۡنَا جَہَنَّمَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ  حَصِیۡرًا ﴿﴾  اِنَّ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  یَہۡدِیۡ  لِلَّتِیۡ ہِیَ اَقۡوَمُ وَ یُبَشِّرُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ اَجۡرًا کَبِیۡرًا ۙ﴿﴾  وَّ اَنَّ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ اَعۡتَدۡنَا  لَہُمۡ  عَذَابًا  اَلِیۡمًا ﴿٪﴾   
Boleh jadi kini Tuhan  kamu akan menaruh kasihan kepadamu, tetapi jika kamu kembali kepada perbuatan buruk, Kami pun akan kembali menimpakan hukuman dan ingatlah, Kami telah jadikan Jahannam, penjara bagi orang-orang kafir.  Sesungguhnya Al-Quran ini membimbing kepada apa yang paling benar, dan memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang beramal saleh, sesungguhnya bagi mereka ada ganjaran yang besar.  Dan   sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat  Kami telah menyediakan bagi mereka azab yang sangat pedih. (Bani Israil [17]:9-11).
       Ada pun makna   firman Allah Swt. berikut ini:
اِنَّ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  یَہۡدِیۡ  لِلَّتِیۡ ہِیَ اَقۡوَمُ وَ یُبَشِّرُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ اَجۡرًا کَبِیۡرًا ۙ﴿﴾
Sesungguhnya Al-Quran ini membimbing kepada apa yang paling benar, dan memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang beramal saleh, sesungguhnya bagi mereka ada ganjaran yang besar (Bani Israil [17]:10).
       Tujuan yang Al-Quran kemukakan kepada para pengikutnya adalah lebih mulia dan lebih agung dari tujuan umat-umat terdahulu – yakni sebagai umat terbaik yang diciptakan bagi seluruh  umat manusia (QS.2:144; QS.3:111) -- dan menjanjikan kepada para pengikutnya yang sejati berkat-berkat ruhani maupun jasmani (QS.5:70-71), karena itu umat Islam hendaknya berusaha keras untuk memperolehnya dan harus tetap waspada agar jangan terjerumus ke dalam kehidupan malas dan tidak teratur, serta dalam segala hal harus membuktikan diri mereka sendiri layak menerima nikmat-nikmat Ilahi yang dijanjikan Allah Swt. tersebut, firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾  
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
        Jika umat Islam menolak   keempat tingkatan maqam (martabat) dan nikmat-nikmat  ruhani  yang dijanjikan Allah Swt. bagi para pengikut hakiki Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32)  -- dengan alasan  Lā nabiyya ba’dahu -- yakni “tidak   ada lagi nabi dan wahyu Ilahi macam  apa pun setelah Nabi Besar Muhammad saw. -- maka yang pasti terjadi adalah mereka akan menjadi  orang yang dimurkai” Allah Swt. dan “yang sesat” dari Tauhid Ilahi, firman-Nya: 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾  اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ۙ﴿۱﴾   الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ۙ﴿۲﴾  مٰلِکِ یَوۡمِ الدِّیۡنِ ؕ﴿۳﴾  اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿۴﴾  اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿۵﴾   صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬  غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿۷﴾                                      
Aku baca dengan  nama Allah , Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Segala  puji hanya bagi  Allah, Tuhan  seluruh alam,  Maha Pemurah,  Maha PenyayangPemilik Hari  Pembalasan.  Hanya Engkau-lah Yang kami sembah dan  hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.  Tunjukilah kami   jalan yang lurus,  yaitu jalan  orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka  yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka  yang sesat.   (Al-Fatihah [1]:1-7).

Lā nabiya ba’dahu (Tidak Ada Lagi Nabi Sesudahnya)
Penyebab Utama Pengingkaran Terhadap Para Rasul Allah

       Dari Al-Quran diketahui bahwa pada hakikatnya    itikad   Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya) merupakan itikad sesat, yang karena mempercayai hal itulah terjadinya pendustaan dan penentangan terhadap para Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada Bani (keturunan) Adam (QS.7:35-37). 
      Mengenai hal tersebut berikut adalah firman Allah Swt. mengenai  pendustaan para pemuka  kaum Nabi Nuh a.s. terhadap Nabi Nuh a.s. dan terhadap para Rasul Allah yang diutus setelah beliau  sampai  Nabi Yusuf a.s. adalah akibat kepercayaan sesat  Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya – QS.40:35-36;  QS.72:8):
اَوَ لَمۡ  یَہۡدِ  لِلَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ  بَعۡدِ  اَہۡلِہَاۤ  اَنۡ  لَّوۡ نَشَآءُ  اَصَبۡنٰہُمۡ بِذُنُوۡبِہِمۡ ۚ وَ نَطۡبَعُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ  فَہُمۡ  لَا  یَسۡمَعُوۡنَ ﴿﴾  تِلۡکَ الۡقُرٰی نَقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآئِہَا ۚ  وَ لَقَدۡ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ ۚ فَمَا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِ  الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Apakah tidak pernah  menjadi petunjuk bagi orang-orang yang mewarisi bumi sebagai penerus sesudah penduduknya dibinasakan, bahwa seandainya Kami menghendaki  Kami siksa pula mereka karena dosa-dosanya, dan Kami  memeterai hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar petunjuk yang benar?  Itulah negeri-negeri yang Kami ceriterakan  kepada engkau sebagian dari berita-beritanya. Dan  sungguh  benar-benar  telah datang kepada mereka  rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya, demikianlah Allah mencap hati orang-orang kafir. (Al-A’rāf [7]:101-102).
 Al-Quran tidak mengemukakan seluruh sejarah umat-umat dari masa-masa yang silam, tetapi hanya bagian-bagian yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan saja. Itulah makna kalimat  تِلۡکَ الۡقُرٰی نَقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآئِہَا  -- “Itulah negeri-negeri yang Kami ceriterakan  kepada engkau sebagian dari berita-beritanya.”
 Meskipun demikian, tidak ada buku sejarah yang mengandung keterangan yang lebih dapat dipercaya mengenai suku-suku bangsa ‘Ād dan Tsamūd  dan kaum-kaum purbakala lainnya daripada Al-Quran, dan para sejarawan telah mengakui bahwa apa yang diterangkan Al-Quran kepada kita merupakan satu-satunya keterangan otentik dan dapat dipercaya yang kita miliki mengenai bangsa-bangsa purbakala ini, dan segala kisah lainnya yang beredar mengenai mereka kebanyakannya hanyalah hikayat-hikayat belaka.
   Makna kalimat selanjutnya    “Dan  sungguh  benar-benar  telah datang kepada mereka  rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya“, makna ayat  فَمَا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا مِنۡ قَبۡلُ  --  “tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya”, yaitu bahwa  mereka mempercayai itikad sesat Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya),  sehingga bila mereka menolak untuk memanfaatkan kemampuan-kemampuan akal dan penalaran yang dianugerahkan kepada mereka oleh Allah Swt. maka  hati orang-orang kafir  akan dimeterai oleh-Nya.

Menyebabkan Lumpuhnya Semua  Kemampuan Ruhani

Kenapa demikian? Sebab bagaimana pun hebatnya berbagai tanda atau mukjizat yang terjadi di alam semesta ini,  yang mendukung kebenaran pendakwaan seorang Rasul Allah tetapi  karena mereka telah meyakini itikad sesat Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya),  mereka tetap akan menolak semua tanda dan mukjizat tersebut, firman-Nya:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ  یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang yang telah mati  berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka  berlaku jahil. Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui, dan jika Tuhan engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan,   dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām [6]:112-114).
  Salah satu tugas malaikat-malaikat  adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak mereka kepada kebenaran (QS.41:32-33). Kadangkala mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi dan kasyaf-kasyaf.  Itulah makna kalimat وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ -- “Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan   malaikat-malaikat kepada mereka.
 Ada pun  makna  وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی  -- “orang-orang yang telah mati  berbicara dengan mereka”, yaitu bahwa orang-orang bertakwa  yang sudah meninggal dunia nampak kepada manusia dalam mimpi untuk membenarkan pendakwaan nabi-nabi. Ada satu cara lain yaitu orang-orang yang sudah mati bercakap-cakap kepada manusia, yaitu jika suatu umat yang secara ruhani sudah mati,  mereka dihidupkan kembali untuk memperoleh kehidupan ruhani baru oleh ajaran nabi mereka, kelahiran  ruhani baru mereka itu seakan-akan berbicara kepada orang-orang kafir dan memberikan persaksian terhadap kebenaran pendakwaan  rasul Allah tersebut.
Ada pun kalimat   وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا  -- “dan Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan   di depan mereka   menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda alam yang memberi kesaksian terhadap kebenaran pendakwaan seorang nabi Allah  dalam bentuk gempa, wabah, kelaparan, peperangan, dan azab-azab Ilahi  lainnya. Dengan demikian alam sendiri nampaknya gusar terhadap orang-orang yang ingkar tersebut, dan  unsur-unsur alam itu sendiri memerangi mereka.
Kata-kata manusia dan jin yang terdapat pada banyak tempat dalam ayat-ayat Al-Quran   -- sebagaimana telah dijelaskan mengenai Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. --  bukan berarti ada dua jenis makhluk Allah yang berlainan – yakni dua macam makhluk gaib -- melainkan dua golongan makhluk manusia, yakni  ins (manusia)  mengisyaratkan kepada orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan  jin  dikatakan kepada orang-orang besar (para pemuka kaum) yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata (ins) dan tidak berbaur dengan mereka, boleh dikatakan tinggal tersembunyi dari penglihatan umum.

Mewarisi Ketakaburan Iblis

 Ada pun makna ayat:  
وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
jika Tuhan engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan,   dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām [6]:112-114).
Yakni mereka itu akan terus bertahan dalam jalan kejahatan dan kesesatan mereka. Kata-kata  supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan” itu berarti pula bahwa mereka mengalami akibat-akibat dari apa yang dikerjakan mereka.
    Jadi, betapa mengerikannya   akibat yang ditimbulkan itikad sesat  Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya) yang diwariskan  dan diancamkan iblis (QS.7:12-31) secara berkesinambungan dari zaman ke zaman – yang diwujudkan pelaksanaannya oleh  para penentang Rasul Allah yang menjadi pengikutnya --  sebagaimana   prediksi para malaikat  mengenai kemunculan orang-orang  yang akan berbuat kerusakan di muka bumi  dan menumpahkan darah terhadap AdamKhalifah Allah dan para pengikutnya (QS.2:31-35).
Berikut firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai sikap buruk kaum-kaum purbakala kepada para Rasul Allah yang diutus kepada mereka, yang juga akan terjadi pada diri beliau saw.,  firman-Nya:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ نَبَاَ نُوۡحٍ ۘ اِذۡ قَالَ لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ  اِنۡ کَانَ کَبُرَ عَلَیۡکُمۡ مَّقَامِیۡ وَ تَذۡکِیۡرِیۡ بِاٰیٰتِ اللّٰہِ  فَعَلَی  اللّٰہِ تَوَکَّلۡتُ فَاَجۡمِعُوۡۤا اَمۡرَکُمۡ وَ شُرَکَآءَکُمۡ ثُمَّ لَا یَکُنۡ اَمۡرُکُمۡ عَلَیۡکُمۡ غُمَّۃً ثُمَّ اقۡضُوۡۤا اِلَیَّ وَ لَا تُنۡظِرُوۡنِ ﴿﴾
Dan bacakanlah kepada mereka kisah Nuh, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku,  jika kamu keberatan terhadap kedudukanku dan peringatanku melalui Tanda-tanda Allah, maka hanya kepada Allah aku bertawakkal, maka himpunlah semua rencana kamu dan sekutu-sekutu kamu, sehingga urusanmu  tidak menjadi kabur bagimu, kemudian laksanakanlah rencanamu terhadapku dan janganlah aku diberi tangguh.”  (Yunus [10]:72).
     Jika kita mengikuti dengan teliti riwayat ketiga nabi Allah — Nuh a.s., Musa a.s., dan Yunus a.s   — yang disebut dalam ayat-ayat  Surah Yunus, maka akan nampak, bahwa riwayat hidup ketika Rasul Allah tersebut mereka telah menjelma dalam bentuk kecil pada kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw.
      Nabi Besar Muhammad saw.  memainkan peranan Nabi Nuh a.s.  di Mekkah, peranan Nabi Musa  a.s.. di Medinah, dan peranan Nabi Yunus a.s. .  pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. kembali ke Mekkah sebagai penakluk agung. Hal ini sudah cukup menjelaskan, bahwa riwayat nabi-nabi Allah yang disebut dalam Al-Quran bukan hanya sekedar ceritera belaka, melainkan merupakan nubuatan-nubuatan agung tentang peristiwa-peristiwa penting yang akan terjadi dalam kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw..
      Setelah Nabi Nuh a.s. mengemukakan tantangan kepada para penentangnya untuk melakukan makar buruk apa pun terhadap beliau, selanjutnya Nabi Nuh a.s. berkata:
فَاِنۡ تَوَلَّیۡتُمۡ فَمَا سَاَلۡتُکُمۡ مِّنۡ اَجۡرٍ ؕ اِنۡ اَجۡرِیَ اِلَّا عَلَی اللّٰہِ ۙوَ اُمِرۡتُ اَنۡ اَکُوۡنَ  مِنَ  الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ فَکَذَّبُوۡہُ  فَنَجَّیۡنٰہُ وَ مَنۡ مَّعَہٗ فِی الۡفُلۡکِ وَ جَعَلۡنٰہُمۡ خَلٰٓئِفَ وَ اَغۡرَقۡنَا الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ فَانۡظُرۡ کَیۡفَ کَانَ  عَاقِبَۃُ  الۡمُنۡذَرِیۡنَ ﴿﴾
“Dan jika kamu berpaling,   maka aku tidak meminta kepada kamu ganjaran apa pun,  ganjaranku hanyalah pada Allah dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah  diri.”   Tetapi mereka telah mendustakannya, lalu  Kami menyelamatkan dia dan orang-orang yang besertanya dalam bahtera, dan Kami menjadikan mereka sebagai pengganti-pengganti dan Kami menenggelamkan orang-orang yang mendustakan Tanda-tanda Kami, maka lihatlah  betapa buruk ke-sudahan orang-orang yang diberi peringatan. (Yunus [10]:73-74).
Makna ayat فَمَا سَاَلۡتُکُمۡ مِّنۡ اَجۡرٍ ؕ اِنۡ اَجۡرِیَ اِلَّا عَلَی اللّٰہِ  -- “aku tidak meminta kepada kamu ganjaran apa pun,  ganjaranku hanyalah pada Allah, adalah merupakan satu tuduhan umum yang biasa dilancarkan orang terhadap nabi-nabi Allah, bahwa beliau-beliau berusaha untuk memperoleh keunggulan terhadap kaumnya dengan membangkitkan pemberontakan terhadap tertib yang berlaku dengan tujuan menegakkan tertib baru di bawah pimpinan mereka sendiri.

Makna Kalimat “Sihir yang Nyata

Tuduhan yang tidak beralasan itulah yang dibantah dalam ayat ini. Nabi-nabi Allah tidak pernah berusaha untuk memperoleh kebesaran bagi diri mereka sendiri, kebalikannya mereka itu memilih jalan penderitaan dan darma bakti, sebagaimana dijelaskan oleh beliau selanjutnya اَنۡ اَکُوۡنَ  مِنَ  الۡمُسۡلِمِیۡنَ -- “aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah  diri.”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kaum-kaum  lainnya yang dibangkitkan sebagai penerus kaum Nabi Nuh a.s., namun kemudian mereka pun mendustakan dan menentang keras para  rasul Allah yang diutus kepada mereka, akibat mempercayai itikad sesat  Lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi sesudahnya),  yang mereka warisi dari para penentang Nabi Nuh a.s.:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ رُسُلًا اِلٰی قَوۡمِہِمۡ فَجَآءُوۡہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا بِہٖ  مِنۡ  قَبۡلُ ؕ کَذٰلِکَ نَطۡبَعُ عَلٰی قُلُوۡبِ الۡمُعۡتَدِیۡنَ ﴿﴾
Kemudian Kami mengutus sesudah dia rasul-rasul kepada kaum mereka masing-masing,  maka mereka datang dengan bukti-bukti nyata, tetapi mereka sama sekali tidak mau beriman kepadanya disebabkan mereka telah mendustakannya sebelum itu. Demikianlah Kami mencap hati orang-orang yang melampaui batas. (Yunus [10]:75).
  Allah Swt. tidak semau-maunya menyegel (mencap) hati orang-orang kafir melainkan  orang-orang kafir itu sendirilah yang dengan penolakan yang degil untuk mendengarkan Kalāmullāh (wahyu Ilahi) itu, telah meluputkan diri  mereka dari kemampuan melihat dan menerima kebenaran. Mereka sendirilah pencipta nasibnya yang buruk itu.
      Dengan meninggalkan   kisah  Nabi Hud a.s., Nabi Shalih a.s., Nabi Ibrahim a.s. dan  Nabi Syu’aib a.a., selanjutnya  setelah mengemukakan kisah Nabi nuha a.s. Allah Swt.  mengemukakan kisah    Nabi Musa a.s. – yang merupakan rekan sejawat   Nabi Besar Muhammad saw. sebagai misal Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:18; QS.46:11) --  firman-Nya:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ مُّوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ مَلَا۠ئِہٖ بِاٰیٰتِنَا فَاسۡتَکۡبَرُوۡا وَ کَانُوۡا قَوۡمًا مُّجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰذَا  لَسِحۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿۷۶﴾ قَالَ مُوۡسٰۤی اَتَقُوۡلُوۡنَ لِلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَکُمۡ ؕ اَسِحۡرٌ ہٰذَا ؕ وَ لَا یُفۡلِحُ السّٰحِرُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian sesudah mereka, Kami mengutus Musa dan Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya dengan Tanda-tanda Kami  tetapi mereka berlaku sombong, dan mereka itu kaum yang berdosa. Maka  tatkala datang kepada mereka haq (kebenaran) dari sisi Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata.”  Musa berkata: “Apakah kamu berkata demikian mengenai haq (kebenaran)  ketika ia benar-benar telah datang kepadamu? Sihirkah ini? Padahal  para penyihir itu tidak akan mendapat kemenangan.”  (Yunus [10]:76-78). 
     Dalam dua patah kata sihr dan mubin yang sederhana  itu yang dilontarkan  Fir’aun – dan juga orang-orang yang sejenis dengan dia di setiap zaman --  berkenaan dengan  haq (kebenaran) yang dibawa Rasul Allah,  tersembunyi hampir semua tipu-daya dan siasat licik yang dipergunakan oleh musuh-musuh untuk mengalahkan dan melumpuhkan kekuatan para nabi Allah.
     Orang-orang dengan alam pikiran yang cenderung kepada keagamaan dihasut oleh musuh-musuh kebenaran, bahwa ajaran baru yang dibawah Rasul Allah itu bukan haq (kebenaran) melainkan  sihr atau tipu muslihat yang dapat merusak agama negeri itu.
   Sedang para nasionalis yang mengaku sangat menaruh perhatian kepada kesejahteraan mengenai kebendaan dari negeri mereka, dibuat takut dan menjauhi agama itu karena diberitakan bahwa dengan menerima ajaran baru itu akan timbul perpecahan dan kekacauan di antara berbagai golongan dalam negeri, dan dengan demikian akan memberikan pukulan maut kepada persatuan dan kesatuan nasional; mubin berarti pula sesuatu yang merusak persatuan atau mencerai-beraikan (Lexicon Lane).

Mereka yang Cenderung Kepada “Bisikan-bisikan Syaitan

      Dengan demikian benarlah firman-Nya sebelum ini mengenai “syaitan-syaitan” dari kalangan jin dan ins (manusia) yang menjadi musuh-musuh  para rasul Allah, bahwa mereka itu bukan golongan makhluk halus melainkan  orang-orang kafir yang mendustakan dan menentang  keras para Rasul Allah:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ  یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾

Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang yang telah mati  berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka  berlaku jahil. Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui, dan jika Tuhan engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan,   dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām [6]:112-114).


(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  23 September   2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar