Selasa, 17 September 2013

Sabda Nabi Besar Muhammad Saw. tentang Para Pemuka Agama Islam di Akhir Zaman & Politik "Devide et Impera" yang Dilakukan Fir'aun




ۡ  بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 22

  Sabda Nabi Besar Muhammad saw. tentang
Para Pemuka Agama Islam  di Akhir Zaman  dan  Politik “Devide et Impera” yang Dilakukan Fir’aun

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan mengenai  kesedihan Rasul Akhir Zaman yang dibangkitkan di kalangan umat Islam,  ketika melihat keadaan kaumnya, firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan.”   Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi  dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Tuhan engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32).

Sabda Nabi Besar Muhammad Saw. tentang
Keadaan Umumnya Umat Islam di Akhir Zaman

   Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
       Ada sebuah hadits  Nabi Besar Muhammad saw.    yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu. Terjemahan Hadits tersebut selengkapnya berbunyi:
Akan datang pada manusia suatu zaman, ketika itu Islam tidak tinggal kecuali namanya, Al-Qur’an tidak tinggal kecuali tulisannya, masjid-masjid megah namun kosong dari petunjuk, ulama mereka (‘ulama-uhum) termasuk orang paling jelek (syarrun) yang berada di bawah langit , karena dari meraka timbul bebrapa fitnah dan akan kembali pada dirinya“ (H.R. Baihaqi dari Ali R.A).
        Menurut Wali Allah besar, Muhyiddin Ibnu ‘Arabi bahwa  ‘ulama-uhum (ulama mereka) itulah    -- yakni para fuqaha (ahli fiqih) -- yang paling memusuhi Imam Mahdi a.s.  atau Al-Masih Mau’ud a.s. ketika beliau muncul  di Akhir Zaman ini untuk melakukan tugas sebagai “Hakim yang adil” berdasarkan petunjuk Al-Quran dan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw.  yang sebenarnya.
      Sebenarnya dari  pernyataan  Nabi Besar Muhammad saw. dalam hadits tersebut mengenai mereka: ‘ulama-uhum syarrun  merupakan pernyataan yang jelas mengenai penolakan Nabi Besar Muhammad saw.. mengenai keilmuan  mereka yang dinisbahkan kepada beliau saw.
       Kenapa demikian? Sebab mengenai ulama Islam yang hakiki (QS.35:28-29),  Nabi Besar Muhammad saw. menyebut mereka  sebagai ‘ulama ummati  (ulama umatku) kal-anbiyaa-i bani Israil (seperti nabi-nabi Bani Israil), yaitu para wali Allah besar dan para mujaddid Islam, yang pada zamannya orang-orang suci tersebut  telah dijatuhi fatwa kafir dan sesat oleh   ulama-uhum (ulama mereka) di zamannya masing-masing, contohnya  Imam Syafi’i r.a., Imam Ghazali r.a.,    Syaikh  ‘Abdul Qadir al-Jailani r.a., dan lain-lain,  seperti halnya para nabi Allah di kalangan Bani Israil  telah diperlakukan sangat buruk  oleh para pemuka agama Yahudi (Ahli Taurat dan orang-orang Farisi) bahkan di antara mereka ada yang dibunuh, contohnya Nabi Zakaria a.s. dan Nabi Yahya a.s. (QS.2:88-89; Matius 23:29-39).
      Demikian pula halnya dengan penolakan keras  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap   orang-orang yang menganggap  telah melakukan “jasa besar” kepada beliau dengan melakukan berbagai hal atas nama beliau sebagai “tuhan”:
7:21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan!  akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga,   melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku   yang di sorga.  7:22 Pada hari terakhir  banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat   demi nama-Mu juga? 7:23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan! " (Matius 7:21-23).
       Dalam makna yang sama, Nabi Besar Muhammad saw. pun telah bersabda tentang orang-orang yang mengaku sebagai “umat beliau saw.”, tetapi beliau saw. dengan tegas menyatakan, “Aku bukan dari mereka, dan mereka itu bukan dariku!”. Terjemahan hadits tersebut adalah:
Jabir Ibnu ‘Abdillah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, kepada Ka’ab Ibnu Ujrah:  “Wahai Ka’ab Ibnu Ujrah, aku mencari lindungan Allah untuk engkau daripada kepimpinan orang bodoh. Akan ada penguasa, siapa saja yang datang kepada mereka kemudian membantu mereka dalam kezaliman dan membenarkan pembohongan mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan tidak membantu mereka dalam kezaliman mereka, tidak juga membenarkan kebohongan mereka, maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya, dia akan diizinkan menuju ke Haud (Telaga Rasulullah saw. di surga).” (Dikoleksi oleh Ahmad, Al-Bazzar, Ibnu Hibban; Al-Bany dalam “Shahih At-Targhib wat Tarhib”, Hadits No 2243)..

Penyesalan  (Kesadaran Ruhani) yang
Senantiasa Terlambat Seperti Fir’aun

       Berikut adalah gambaran – dan juga nubuatan (kabar gaib) – mengenai nasib buruk orang-orang yang mendustakan dan menentang Rasul Akhir Zaman  pada saat   missi suci Rasul  Akhir Zaman  -- mewujudkan  kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10) --  memperoleh kesuksesan, firman-Nya:
وَ یَوۡمَ تَشَقَّقُ السَّمَآءُ بِالۡغَمَامِ وَ نُزِّلَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  تَنۡزِیۡلًا ﴿﴾  اَلۡمُلۡکُ یَوۡمَئِذِۣ الۡحَقُّ لِلرَّحۡمٰنِ ؕ وَ کَانَ یَوۡمًا عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ عَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ  یَوۡمَ یَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰی  یَدَیۡہِ یَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِی اتَّخَذۡتُ مَعَ الرَّسُوۡلِ سَبِیۡلًا ﴿﴾  یٰوَیۡلَتٰی لَیۡتَنِیۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیۡلًا ﴿﴾   لَقَدۡ اَضَلَّنِیۡ عَنِ الذِّکۡرِ  بَعۡدَ  اِذۡ جَآءَنِیۡ ؕ وَ کَانَ الشَّیۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلًا ﴿﴾
 Kerajaan yang haq pada hari itu  milik Yang Maha Pemurah, dan azab pada  hari itu atas orang-orang kafir  sangat keras.  Dan pada hari itu orang zalim akan menggigit-gigit kedua tangannya lalu berkata:  Wahai alangkah baiknya jika aku mengambil jalan bersama dengan Rasul itu. Wahai celakalah aku, alangkah baiknya seandainya aku tidak  menjadikan si fulan itu sahabat. Sungguh  ia benar-benar telah melalaikanku dari mengingat kepada Allah sesudah ia datang kepa-daku.” Dan syaitan selalu menelantarkan manusia. (Al-Furqān [25]:27-30).
        Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai Rasul Akhir Zaman  yang didustakan tersebut:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan.”   Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi  dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah Tuhan engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32).
     Menyesalnya orang-orang yang mendustakan Rasul Akhir Zaman tersebut sebenarnya merupakan penyesalan yang terlambat karena kesadaran mereka dari kesalahannya  sama dengan kesadaran Fir’aun yang baru beriman kepada “Tuhannya Bani Israil  ketika akan tenggelam di lautan,  dalam rangka melakukan tindakan terakhir untuk menghabisi Nabi Musa a.s. dan Bani Israil yang sedang menyebrang  lautan menuju “Tanah yang dijanjikan”, firman-Nya:
وَ قَالَ مُوۡسٰی رَبَّنَاۤ اِنَّکَ اٰتَیۡتَ فِرۡعَوۡنَ وَ مَلَاَہٗ  زِیۡنَۃً  وَّ اَمۡوَالًا فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۙ رَبَّنَا لِیُضِلُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِکَ ۚ رَبَّنَا اطۡمِسۡ عَلٰۤی اَمۡوَالِہِمۡ وَ اشۡدُدۡ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ فَلَا یُؤۡمِنُوۡا حَتّٰی  یَرَوُا  الۡعَذَابَ  الۡاَلِیۡمَ ﴿﴾  قَالَ قَدۡ اُجِیۡبَتۡ دَّعۡوَتُکُمَا فَاسۡتَقِیۡمَا وَ لَا تَتَّبِعٰٓنِّ سَبِیۡلَ  الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ جٰوَزۡنَا بِبَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ الۡبَحۡرَ فَاَتۡبَعَہُمۡ فِرۡعَوۡنُ وَ جُنُوۡدُہٗ  بَغۡیًا وَّ عَدۡوًا ؕ حَتّٰۤی اِذَاۤ  اَدۡرَکَہُ الۡغَرَقُ ۙ قَالَ اٰمَنۡتُ اَنَّہٗ  لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا الَّذِیۡۤ اٰمَنَتۡ بِہٖ بَنُوۡۤا اِسۡرَآءِیۡلَ وَ اَنَا مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿۹۰﴾ آٰلۡـٰٔنَ وَ قَدۡ عَصَیۡتَ قَبۡلُ وَ کُنۡتَ مِنَ الۡمُفۡسِدِیۡنَ﴿﴾  فَالۡیَوۡمَ نُنَجِّیۡکَ بِبَدَنِکَ  لِتَکُوۡنَ لِمَنۡ خَلۡفَکَ اٰیَۃً ؕ وَ اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنَ النَّاسِ عَنۡ  اٰیٰتِنَا  لَغٰفِلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan Musa berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberikan kepada Fir’aun dan para pembesarnya perhiasan dan kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, dengan akibat bahwa mereka menyesatkan orang dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, musnahkanlah kekayaan mereka dan keraskanlah hati mereka maka  mereka tidak akan beriman  hingga mereka melihat azab yang pedih.” Dia berfirman: “Sungguh doa kamu berdua telah dikabulkan, maka bersikap teguhlah kamu berdua dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.”   Dan  Kami telah membuat Bani Israil menyeberangi laut, lalu Fir’aun dan lasykar-lasykarnya me-ngejar mereka secara durhaka dan aniaya, sehingga apabila ia menjelang tenggelam ia berkata: “Aku percaya, sesungguhnya Dia tidak ada Tuhan kecuali yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.”  Apa, sekarang baru beriman? Padahal engkau  telah membangkang sebelum ini, dan  engkau  termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.   Maka pada hari ini Kami akan menyelamatkan engkau hanya  badan engkau, supaya engkau menjadi suatu Tanda bagi orang-orang  sesudah engkau, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia benar-benar lengah terhadap Tanda-tanda Kami.” (Yunus [10]:89-93).

Fir’aun Mencari “Tuhan Musa di Langit” tetapi
Menemukan-Nya di Lautan

      Berbagai Tanda (mukjizat) telah diperlihatkan oleh Nabi Musa a.s.  di hadapan Fair’aun dan para pembesarnya (QS.17:102-105; QS.27:8-15), tetapi raja yang takabur tersebut tetap tidak mempercayai  Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. sebagai Rasul Allah dan dan menganggap keduanya  sebagai sihir (QS.10:77; QS.20:64), dan menganggap dirinya sebagai “tuhan yang tinggi” bagi kaumnya, berikut firman Allah SWt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai hal terebut:
ہَلۡ  اَتٰىکَ حَدِیۡثُ  مُوۡسٰی ﴿ۘ﴾  اِذۡ  نَادٰىہُ  رَبُّہٗ  بِالۡوَادِ  الۡمُقَدَّسِ طُوًی  ﴿ۚ﴾ اِذۡہَبۡ  اِلٰی فِرۡعَوۡنَ  اِنَّہٗ  طَغٰی  ﴿۫ۖ﴾ فَقُلۡ ہَلۡ  لَّکَ  اِلٰۤی  اَنۡ  تَزَکّٰی ﴿ۙ﴾  وَ  اَہۡدِیَکَ  اِلٰی  رَبِّکَ  فَتَخۡشٰی  ﴿ۚ﴾ فَاَرٰىہُ  الۡاٰیَۃَ  الۡکُبۡرٰی  ﴿۫ۖ﴾ فَکَذَّبَ وَ  عَصٰی ﴿۫ۖ﴾  ثُمَّ  اَدۡبَرَ  یَسۡعٰی  ﴿۫ۖ﴾ فَحَشَرَ  فَنَادٰی ﴿۫ۖ﴾ فَقَالَ  اَنَا  رَبُّکُمُ   الۡاَعۡلٰی ﴿۫ۖ﴾  فَاَخَذَہُ  اللّٰہُ  نَکَالَ الۡاٰخِرَۃِ  وَ الۡاُوۡلٰی ﴿ؕ﴾  اِنَّ  فِیۡ ذٰلِکَ لَعِبۡرَۃً  لِّمَنۡ  یَّخۡشٰی ﴿ؕ٪﴾
Apakah sudah sampai kepada engkau kisah Musa?   Ketika Tuhan-nya memanggil dia  di lembah suci Thuwā, Allah berfirman: “Pergilah engkau kepada Fir’aun  sesungguhnya ia telah melampaui batas, maka katakanlah: “Adakah pada diri engkau keinginan untuk mensucikan diri? Dan aku akan menunjuki engkau kepada Tuhan engkau supaya engkau takut.”   Maka dia (Musa)  memperlihatkan kepadanya Tanda yang besar,  tetapi ia mendustakan dan mendurhakai, kemudian ia berpaling seraya berusaha menantang, maka ia menghimpunkan kaumnya dan berseru,  lalu berkata: “Akulah  tuhan kamu yang paling tinggi.”   Maka Allah menyergapnya de-ngan siksaan di akhirat dan di dunia.   Sesungguhnya dalam hal itu benar-benar ada pelajaran bagi orang yang takut. (An-Nāzi’āt [79]:16-27).
   Terhadap seruan Nabi Musa a.s. yang dikemukakan oleh salah seorang dari keluarga Fir’aun yang telah beriman kepada Nabi Musa a.s. tersebut (QS.40:24-36), Fir’aun menanggapinya dengan sikap takabbur, firman-Nya:
وَ قَالَ فِرۡعَوۡنُ یٰہَامٰنُ ابۡنِ  لِیۡ صَرۡحًا لَّعَلِّیۡۤ  اَبۡلُغُ  الۡاَسۡبَابَ ﴿ۙ﴾ اَسۡبَابَ السَّمٰوٰتِ فَاَطَّلِعَ  اِلٰۤی  اِلٰہِ مُوۡسٰی وَ اِنِّیۡ لَاَظُنُّہٗ کَاذِبًا ؕ وَ کَذٰلِکَ زُیِّنَ  لِفِرۡعَوۡنَ سُوۡٓءُ عَمَلِہٖ وَ صُدَّ عَنِ السَّبِیۡلِ ؕ وَ مَا کَیۡدُ فِرۡعَوۡنَ  اِلَّا فِیۡ  تَبَابٍ  ﴿٪﴾
Dan Fir’aun berkata:”Hai Haman, dirikanlah bagiku suatu bangun-an tinggi supaya aku dapat mencapai sarana untuk naik,    sarana untuk mencapai  langit, supaya aku dapat memandang Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku menganggap dia benar-benar seorang pendusta!” Dan demikianlah ditampakkan indah bagi Fir’aun kebu-rukan amalnya dan ia dihalangi dari jalan yang benar. Dan sekali-kali tidaklah tipu-daya Fir’aun melainkan mengakibatkan kerugian. (Al-Mu’mīn [40]:37-38).
       Fir’aun berkata dengan nada mencemooh bahwa ia ingin naik ke langit supaya dapat mengintip Tuhan Musa, namun Allah Swt. membuatnya melihat penampakan kekuasaan-Nya di dasar laut, sebagaimana firman-Nya mengenai raja  yang sangat takabbur tersebut:
 حَتّٰۤی اِذَاۤ  اَدۡرَکَہُ الۡغَرَقُ ۙ قَالَ اٰمَنۡتُ اَنَّہٗ  لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا الَّذِیۡۤ اٰمَنَتۡ بِہٖ بَنُوۡۤا اِسۡرَآءِیۡلَ وَ اَنَا مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾  آٰلۡـٰٔنَ وَ قَدۡ عَصَیۡتَ قَبۡلُ وَ کُنۡتَ مِنَ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“…sehingga apabila ia menjelang tenggelam ia berkata: “Aku percaya, sesungguhnya Dia tidak ada Tuhan kecuali yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.” Apa, sekarang baru beriman? Padahal engkau  telah membangkang sebelum ini, dan  engkau  termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.  (Yunus [10]:91-92).

Fir’aun dan Politik “Devide et Impera

        Salah satu resep kesuksesan dinasti Fir’aun menguasai wilayah kerajaaan  Mesir selama ratusan tahun   -- sampai diutusnya Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. untuk membebaskan Bani Israil    yang berada di Mesir selama 400 tahun sejak zaman Nabi Yusuf a.s. menjadi salah seorang penjabat tinggi di kerajaan Mesir (QS.12:55-102; Kejadian 15:12-16)  dari cengkraman  kezaliman Fir’aun  -- adalah karena mereka melakukan politik “devide et impera” (memecah-belah dan menjajah), sebagaimana yang dilakukan lagi sekitar 3500 tahun kemudian oleh   kerajaan-kerajaan Kristen dari Barat di berbagai wilayah jajahan mereka di berbagai benua, termasuk di Nusantara oleh VOC (Belanda), firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  طٰسٓمّٓ ﴿﴾  تِلۡکَ اٰیٰتُ  الۡکِتٰبِ  الۡمُبِیۡنِ ﴿﴾  نَتۡلُوۡا عَلَیۡکَ مِنۡ نَّبَاِ مُوۡسٰی وَ فِرۡعَوۡنَ بِالۡحَقِّ  لِقَوۡمٍ  یُّؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾   اِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِی الۡاَرۡضِ وَ جَعَلَ اَہۡلَہَا شِیَعًا یَّسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَۃً  مِّنۡہُمۡ یُذَبِّحُ اَبۡنَآءَہُمۡ وَ یَسۡتَحۡیٖ نِسَآءَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ مِنَ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾ وَ نُرِیۡدُ اَنۡ نَّمُنَّ عَلَی الَّذِیۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ نَجۡعَلَہُمۡ اَئِمَّۃً  وَّ  نَجۡعَلَہُمُ  الۡوٰرِثِیۡنَ ۙ﴿﴾  وَ نُمَکِّنَ لَہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ وَ نُرِیَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ وَ جُنُوۡدَہُمَا مِنۡہُمۡ مَّا  کَانُوۡا  یَحۡذَرُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama  Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  طٰسٓمّٓ    (Maha Suci, Maha Mendengar, Maha Mulia). Inilah ayat-ayat Kitab yang jelas. Kami membacakan kepada engkau berita mengenai  Musa dan Fir’aun dengan  benar untuk kaum yang beriman.   Sesungguhnya Fir’aun berlaku sombong di bumi  dan ia menjadikan penduduknya  bergolongan-golongan, ia berusaha melemahkan segolongan dari mereka  dengan  menyembelih anak-anak laki-laki mereka, dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.   Dan Kami   hendak memberikan karunia kepada orang-orang yang dianggap lemah di bumi  dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dan menjadikan mereka ahli waris karunia-karunia Kami.   Dan Kami  mapankan mereka di bumi dan Kami  perlihatkan kepada Fir’aun serta Haman  dan  lasykar keduanya  apa yang mereka khawatirkan dari mereka itu. (Al-Qashash [28]:1-7).
    Politik divide et impera (memecah-belah dan menjajah) dengan akibatnya yang sangat mematikan -- seperti dijalankan kekuatan-kekuatan kaum kolonial barat di abad kedua puluh ini -- agaknya di zaman Fir’aun telah dijalankan juga olehnya dengan sukses besar. Ia telah memecah-belah rakyat Mesir ke dalam beberapa partai dan golongan serta dengan busuk hati telah membuat perbedaan kelas di antara mereka. Beberapa di antara mereka dianak-emaskannya dan yang lain diperas dan ditindas.
      Kaum Nabi Musa a.s. yakni Bani Israil     termasuk kelas (golongan) yang tidak beruntung. Kata-kata  menyembelih anak-anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, kecuali mengandung pengertian yang jelas, bahwa agar supaya orang-orang Bani Israil selamanya tunduk di bawah kekuasaannya, Fir’aun membinasakan kaum pria mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, dapat juga diartikan bahwa dengan politik menjajah dan menindas tanpa belas kasihan itu ia berikhtiar membunuh sifat-sifat kejantanan mereka dan dengan demikian membuat mereka jadi pengalah seperti perempuan.

Kezaliman Menghasilkan Nemesis-nya (Pembalasannya)
      Makna firman-Nya:
وَ نُرِیۡدُ اَنۡ نَّمُنَّ عَلَی الَّذِیۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ نَجۡعَلَہُمۡ اَئِمَّۃً  وَّ  نَجۡعَلَہُمُ  الۡوٰرِثِیۡنَ ۙ﴿﴾ وَ نُمَکِّنَ لَہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ
“Dan Kami   hendak memberikan karunia kepada orang-orang yang dianggap lemah di bumi  dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dan menjadikan mereka ahli waris karunia-karunia Kami.   Dan Kami  mapankan mereka di bumi” (QS.28:6-7).
       Ketika upaya merendahkan derajat orang-orang Bani Israil di Mesir itu mencapai titik yang serendah-rendahnya, dan kezaliman Fir’aun dan bangsanya kian meluap-luap, dan Allah Swt., sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak mungkin keliru memutuskan bahwa penindas-penindas itu harus dihukum dan mereka yang diperbudak dibebaskan, maka Dia mengutus Nabi Musa a.s. Gejala yang terjadi di masa tiap-tiap utusan Allah, menampakkan perwujudan sepenuhnya dan seindah-indahnya di masa kenabian Rasulullah saw..  Selanjutnya berfirman:
وَ نُرِیَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ وَ جُنُوۡدَہُمَا مِنۡہُمۡ مَّا  کَانُوۡا  یَحۡذَرُوۡنَ
“…. dan Kami  perlihatkan kepada Fir’aun serta Haman  dan  lasykar keduanya  apa yang mereka khawatirkan dari mereka itu.” (Al-Qashash [28]:7).
      Haman adalah gelar pendeta agung dewa Amon; “ham” di dalam bahasa Mesir berarti, pendeta agung. Dewa Amon menguasai semua dewa Mesir lainnya. Haman adalah kepala khazanah dan lumbung negeri, dan juga yang mengepalai lasykar-lasykar dan semua ahli pertukangan di Thebes. Namanya adalah Nubunnef, dan ia pendeta agung di bawah Rameses II dan putranya yang bernama Merenptah.
Karena menjadi kepala organisasi kependetaan yang sangat kaya, merangkum semua pendeta di seluruh negeri, kekuasaannya dan wibawanya telah meningkat sedemikian rupa, sehingga ia menguasai suatu partai politik yang sangat berpengaruh, dan bahkan mempunyai suatu pasukan pribadi (“A story of Egypt” oleh James Henry Breasted, Ph.D).
     Haman juga dikatakan sebagai nama seorang menteri dari Ahasuerus, seorang raja Persia, yang hidup pada beberapa abad sesudah zaman Nabi Musa a.s.. Tidak ada sesuatu yang patut diherankan atau menjadi keberatan adanya dua orang yang masing-masing hidup di zaman yang berlainan memakai nama yang sama.
      Jadi makna ayat وَ نُمَکِّنَ لَہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ وَ نُرِیَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ وَ جُنُوۡدَہُمَا مِنۡہُمۡ مَّا  کَانُوۡا  یَحۡذَرُوۡنَ     --  “Dan Kami  mapankan mereka di bumi dan Kami  perlihatkan kepada Fir’aun serta Haman  dan  lasykar keduanya  apa yang mereka khawatirkan dari mereka itu”, yaitu  bahwa perbudakan dan kezaliman menghasilkan nemesis-nya (pembalasan keadilannya) sendiri; dan kaum penjajah dan penindas tak pernah merasa aman terhadap kemungkinan munculnya pemberontakan terhadap mereka oleh orang-orang yang terjajah, tertindas atau tertekan. Lebih hebat penindasan dari seseorang yang zalim, lebih besar pula ketakutannya akan pemberontakan dari mereka yang dijajah. Fir’aun pun dicekam oleh rasa takut semacam itu.


    (Bersambung)

     Rujukan: The Holy Quran
     Editor: Malik Ghulam Farid

***

    Pajajaran Anyar,  15  September   2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar