Kamis, 12 September 2013

Cara Allah Swt. Memisahkan "yang Buruk" dari "yang Baik" Keimanannya & "Hizbullaah" Hakiki di Akhir Zaman




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 18

Cara Allah Swt. Memisahkan “yang Buruk” dari “yang Baik” Keimanannya &
"Hizbullāh" Hakiki   di Akhir Zaman

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan   persaudaraan ruhani” yang tercipta di kalangan bangsa Arab jahiliyah  ketika mereka beriman dan patuh-taat sepenuhnya kepada Allah Swt. dan kepada Nabi Besar Muhammad saw., padahal  keadaan mereka sebelumnya adalah bagaikan “tulang-belulang yang berserakan” (QS.17:50-53), tiba-tiba saja mereka menjadi “satu tubuh yang hidup” dalam “persaudaraan Muslim” yang hakiki, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah berlimpah-ruahnya harta kekayaan duniawi, sebagaimana firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).  

Kekeliruan Dugaan Buruk ‘Abdullah bin Ubay bin Salul

       Oleh karena itu sangat keliru dugaan Abdullah bin Ubay bin Salul – pemimpin orang-orang munafik Madinah – ketika ia berkata kepada para pengikutnya:
ہُمُ  الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ  لَا تُنۡفِقُوۡا عَلٰی مَنۡ عِنۡدَ  رَسُوۡلِ اللّٰہِ  حَتّٰی  یَنۡفَضُّوۡا ؕ وَ لِلّٰہِ خَزَآئِنُ  السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لٰکِنَّ  الۡمُنٰفِقِیۡنَ  لَا  یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾  یَقُوۡلُوۡنَ  لَئِنۡ  رَّجَعۡنَاۤ  اِلَی  الۡمَدِیۡنَۃِ لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ  مِنۡہَا الۡاَذَلَّ ؕ وَ لِلّٰہِ الۡعِزَّۃُ  وَ لِرَسُوۡلِہٖ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ لٰکِنَّ  الۡمُنٰفِقِیۡنَ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Merekalah orang-orang yang berkata: “Janganlah kamu membelanjakan harta bagi orang yang bersama Rasul Allah, supaya mereka lari karena kelaparan. Padahal kepunyaan Allah khazanah-khazanah seluruh langit dan bumi,  tetapi orang-orang munafik itu tidak mengerti. Mereka berkata: “Jika kita kembali ke Medinah, niscaya orang yang paling mulia akan mengeluarkan orang yang paling hina darinya.” Padahal kemuliaan hakiki itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui. (Al-Munafiqūn [63]:8-9).
     Karena tidak ada ketulusan dan kejujuran dalam dirinya, seorang orang munafik memandang orang-orang lain seperti dirinya sendiri. Kaum munafikin Medinah membuat pikiran totol dan keliru sama sekali mengenai ketulusan tujuan para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw., sebab mereka menyangka para Sahabah beliau saw.  telah berkumpul di sekitar beliau saw. karena pertimbangan kepentingan duniawi, dan mereka menyangka apabila mereka (para sahabat) itu menyadari bahwa harapan mereka itu tidak terlaksana, mereka itu akan meninggalkan Nabi Besar Muhammad saw.. Tetapi perjalanan masa membatalkan sama sekali segala harapan mereka yang sia-sia itu.
   Dalam suatu gerakan pasukan (mungkin gerakan pasukan menggempur Banu Musthaliq), ‘Abdullah bin Ubayy – pemimpin kaum munafik Medinah, yang harapan besarnya menjadi pemimpin kaum Medinah telah hancur berantakan dengan kedatangan Nabi Besar Muhammad saw.  pada peristiwa itu – diriwayatkan pernah mengatakan bahwa sekembali ke Medinah  لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ  مِنۡہَا الۡاَذَلَّ --  niscaya yang paling mulia dari antara penduduknya” – maksudnya ia sendiri – “akan mengusir dia yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya,  Nabi Besar Muhammad saw..
   Abdullah, anak laki-laki ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, ketika  mendengar kecongkakan kotor ayahnya; lalu  ketika rombongan mereka sampai ke Medinah, ia menghunus pedangnya dan menghalangi ayahnya masuk kota, sebelum ayahnya mau mengakui dan menyatakan bahwa ayahnya sendirilah yang paling hina di antara penduduk kota Medinah, dan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.  adalah yang paling mulia di antara mereka. Dengan demikian keangkuhannya telah berbalik menimpa kepalanya sendiri.
   Bahkan ‘Abdullah sebelumnya meminta izin kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk membunuh ayahnya yang takabur tersebut, tetapi beliau saw. tidak mengizinkannya. Diriwayatkan ketika pemimpin orang-orang munafik Madinah tersebut mati,  beliau saw. berkenan  memberikan jubah beliau saw. sebagai kain kafannya  bahkan menyalatkan jenazahnya yang seakan-akan  bertentangan dengan ayat  QS.9:84 mengenai larangan melakukan shalat jenazah bagi mereka.  Peristiwa  tersebut membuktikan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw. benar-benar merupakan “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108).

Cara Allah Swt. Memisahkan “Yang Buruk” dari “Yang Baik

   Dengan demikian benarlah firman Allah  Swt. Sebelum ini mengenai wewenang untuk mempersatukan hati manusia  berdasarkan   keimanan yang hakiki kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ  اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ  مِنَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan  Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau  sekali-kali tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Hai Nabi,   Allah mencukupi bagi engkau dan bagi  orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
        Ironisnya,  kalau 1400 tahun  yang lalu  bangsa Arab jahiliyah  yang terdiri dari berbagai qabilah (suku) yang saling memerangi sehingga keadaan mereka bagaikan “tulang-belulang berserakan”, tetapi ketika mereka beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan berpegang teguh kepada “Tali Allah tiba-tiba saja hanya dalam waktu 23 tahun   mereka berubah menjadi “satu tubuh yang utuh dan hidup”, yang mampu mengalahkan  dua kerajaan besar pada saat itu yaitu kerajaan Romawi dan kerajaan Iran.
        Sebaliknya, di Akhir Zaman ini keadaan umat Islam  -- yang sebelumnya bagaikan “satu tubuh yang utuh” --  tetapi  dicabutnya “ruh” Al-Quran secara berangsur-angsur (QS.32:6),  sehingga akibatnya terjadi  perselisihan dan  pertentangan di kalangan mereka maka  mereka telah pecah-belah bagaikan “tulang belulang” yang berserakan (QS.3:103-106),  sehingga menghadapi “negara Israel” yang kecil pun negara-negara Islam di Timur Tengah  tidak mampu,   padahal negara-negara Muslim tersebut memiliki sumber-sumber “emas hitam” (minyak bumi) yang berlimpah-ruah, namun terbukti “kekayaan duniawi” tidak mampu “mempersatukan  hati  negara-negara Arab, sebagaimana pernyataan Allah Swt. dalam Surah Al-Anfāl 64-65 sebelum ini.
      Kenapa demikian? Sebab Allah Swt. tidak akan pernah mengubah Sunnah-Nya mengenai “cara mempersatukan hati manusia” dengan kecintaan yang hakiki (QS.8:64-65),  yaitu melalui pengutusan Rasul Allah – yakni “Tali Allah” yang terulur dari langit -- yang kedatangannya telah dijanjikan (QS.7:35-37), sekali gus  Sunnatullah tersebut sebagai cara Allah Swt. untuk   memisahkan “yang buruk” dari “yang baik” keimanannya, firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya    hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Āli ‘Imran [3]:180). 
       Ayat ini maksudnya adalah  bahwa percobaan dan kemalangan yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman  sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman (QS.3:143; Qs.9:16; QS.20:3-4; QS,27:3).

Rasul Akhir Zaman dan “Hizbullah” Hakiki

      Kata-kata   وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ  -- “tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki,” itu tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt.   sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu, yaitu di zaman rasul Allah  itu dibangkitkan, termasuk di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10). 
       Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian melalui perjuangan suci Rasul Akhir Zaman tersebut.
      Mengapa demikian? Sebab sebagaimana yang terjadi pada masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.,  melalui keimanan kepada beliau saw. Allah Swt. telah  mempersatukan hati” umat manusia menjadi satu “jama’ah  Muslim” yang hakiki, padahal  sebelumnya mereka itu berasal dari orang-orang Arab Jahiliyah yang saling bertentangan.
     Demikian pula Sunnatullah terbentuknya “Hizbullah” hakiki  tersebut (QS.5:55-57; QS.58:21-23) kembali terulang di Akhir Zaman ini melalui pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. yang kedua kali (QS.63:3-4) dalam wujud  Rasul Akhir Zaman   -- yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. Pendiri  Jemaat Ahmadiyah – firman-Nya: 
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَنۡ یَّرۡتَدَّ مِنۡکُمۡ عَنۡ دِیۡنِہٖ فَسَوۡفَ یَاۡتِی اللّٰہُ بِقَوۡمٍ یُّحِبُّہُمۡ وَ یُحِبُّوۡنَہٗۤ ۙ اَذِلَّۃٍ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اَعِزَّۃٍ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ۫ یُجَاہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ لَا  یَخَافُوۡنَ لَوۡمَۃَ لَآئِمٍ ؕ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ  یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿﴾  اِنَّمَا وَلِیُّکُمُ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا الَّذِیۡنَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ یُؤۡتُوۡنَ  الزَّکٰوۃَ  وَ ہُمۡ  رٰکِعُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّتَوَلَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَاِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu  murtad dari agamanya maka Allah segera akan mendatangkan suatu kaum, Dia akan mencintai mereka dan mereka pun akan mencintai-Nya, mereka akan bersikap lemah-lembut terhadap  orang-orang beriman  dan keras terhadap orang-orang kafir. Mereka akan berjuang di jalan Allah dan tidak takut akan celaan seorang pencela. Itulah karunia Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui.  Sesungguhnya pelindung kamu adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman yang senantiasa mendirikan shalat dan membayar zakat dan mereka taat kepada Allah.    Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan mereka yang beriman sebagai pelindung, maka sesungguhnya  Hizbullah (golongan Allah) pasti me-nang. (Al-Māidah [55]:55-57).
Firman-Nya lagi:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾  کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾  لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.   Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir namun demikian  mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya.  Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Itulah golongan Allah. Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allāh  itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Mujadilah [58]:21-23).
   
Bukti   Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai
Rahmat Untuk Seluruh Alam

 Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang terhadap kepalsuan, itulah makna   ayat  کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ   --  “Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.””
 Ada pun makna ayat یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ   --  “namun demikian  mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,”   bahwa sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman  dengan  orang-orang kafir   -- siapa pun mereka itu – sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain, dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada, maka orang-orang beriman  diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir.
Ikatan agama (keimanan) harus mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ  --  “dan walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Ayat ini nampaknya merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim.
  Salah satu contoh   kebenaran mengenai ayat 23  tersebut   adalah  sikap keras  ‘Abdullah yang dengan pedang terhunus telah mengancam ayahnya, Abdullah bin Ubay bin Salul – pemimpin kaum munafik Madinah – karena ia telah berkata dengan takabbur tentang Nabi Besar Muhammad saw.     لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ  مِنۡہَا الۡاَذَلَّ --  niscaya yang paling mulia dari antara penduduknya” – maksudnya ia sendiri – “akan mengusir dia yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya,  Nabi Besar Muhammad saw..
        Pendek kata, itulah “persaudaraan hakiki” yang diikat oleh  kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya di Akhir Zaman ini di kalangan Hizbullah hakiki yakni Jemaat Ahmadiyah  guna mewujudkan Kemenangan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini melalui cara-cara yang “penuh damai” --  LOVE FOR ALL HATRED FOR NONE  (Cinta untuk semuanya, Tiada kebencian kepada siapa pun), sebagai realisasi misi kerasullan Nabi Besar Muhammad saw. “rahmat bagi seluruh alam”, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ کَتَبۡنَا فِی الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ بَعۡدِ الذِّکۡرِ اَنَّ الۡاَرۡضَ یَرِثُہَا عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ہٰذَا لَبَلٰغًا لِّقَوۡمٍ  عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ؕ   وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh Kami benar-benar telah menuliskan dalam  Kitab Zabur sesudah pemberi peringatan itu, bahwa negeri itu akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.   Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu amanat bagi kaum yang beribadah.  Dan  Kami sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.   (Al-Anbiya [21]:106-108).
Firman-Nya lagi:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُلۡ حَسۡبِیَ اللّٰہُ ۫٭ۖ لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ عَلَیۡہِ  تَوَکَّلۡتُ وَ ہُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ  الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾٪
Sungguh benar-benar  telah datang kepada kamu seorang Rasul dari antara kamu sendiri, berat terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagi kamu dan  terhadap orang-orang beriman  ia sangat berbelas-kasih lagi penyayang.  Tetapi jika  mereka berpaling  maka katakanlah: “Cukuplah   Allah bagiku, tidak ada Tuhan kecuali Dia, kepada-Nya-lah aku bertawakkal, dan Dia-lah Pemilik 'Arasy yang agung.   (At-Taubah [9]:128-129).
  Ayat ini boleh dikenakan kepada orang-orang beriman  maupun kepada orang-orang kafir, tetapi terutama kepada orang-orang beriman, bagian permulaannya mengenai orang-orang kafir dan bagian terakhir mengenai orang-orang beriman. 

“Love For All, Hatred For None”

  Kepada orang-orang kafir nampaknya ayat ini mengatakan: “Rasulullah saw. merasa sedih melihat kamu mendapat kesusahan, yaitu sekalipun kamu mendatangkan kepadanya segala macam keaniayaan dan kesusahan, namun hatinya begitu sarat dengan rasa kasih-sayang kepada umat manusia, sehingga tidak ada tindakan yang datang dari pihak kamu dapat mem-buatnya menjadi keras hati terhadap kamu dan membuat ia menginginkan keburukan bagi kamu. Ia begitu penuh kasih-sayang dan belas kasihan terhadap kamu, sehingga ia tidak tega hati melihat kamu menyimpang dari jalan kebenaran hingga mendatangkan kesusahan kepada kamu.”
      Kepada orang-orang beriman  ayat ini berkata: “Rasulullah saw. penuh dengan kecintaan, kasih-sayang, dan rahmat bagi kamu, yaitu ia dengan riang dan gembira ikut dengan kamu dalam menanggung kesedihan dan kesengsaraan kamu. Lagi pula, seperti seorang ayah yang penuh dengan kecintaan ia memperlakukan kamu, dengan sangat murah hati dan kasih-sayang.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  10  September   2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar