ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 18
Cara Allah Swt. Memisahkan “yang Buruk” dari “yang
Baik” Keimanannya &
"Hizbullāh" Hakiki
di Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan “persaudaraan
ruhani” yang tercipta di kalangan bangsa
Arab jahiliyah ketika mereka beriman dan patuh-taat sepenuhnya kepada Allah Swt. dan kepada Nabi Besar
Muhammad saw., padahal keadaan mereka
sebelumnya adalah bagaikan “tulang-belulang
yang berserakan” (QS.17:50-53), tiba-tiba saja mereka menjadi “satu tubuh yang hidup” dalam “persaudaraan Muslim” yang hakiki, yang
sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah berlimpah-ruahnya harta kekayaan duniawi, sebagaimana firman-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿﴾
Dan Dia telah menanamkan kecintaan di antara
hati mereka, seandainya engkau
membelanjakan yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau sekali-kali
tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara
mereka, sesungguhnya Dia Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi, Allah
mencukupi bagi engkau dan bagi orang-orang
yang mengikuti engkau di antara orang-orang
beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Kekeliruan Dugaan Buruk ‘Abdullah bin Ubay bin
Salul
Oleh
karena itu sangat keliru dugaan
Abdullah bin Ubay bin Salul – pemimpin
orang-orang munafik Madinah – ketika
ia berkata kepada para pengikutnya:
ہُمُ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ لَا تُنۡفِقُوۡا عَلٰی مَنۡ عِنۡدَ رَسُوۡلِ اللّٰہِ حَتّٰی
یَنۡفَضُّوۡا ؕ وَ لِلّٰہِ خَزَآئِنُ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لٰکِنَّ
الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾ یَقُوۡلُوۡنَ
لَئِنۡ رَّجَعۡنَاۤ اِلَی
الۡمَدِیۡنَۃِ لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ
مِنۡہَا الۡاَذَلَّ ؕ وَ لِلّٰہِ الۡعِزَّۃُ وَ لِرَسُوۡلِہٖ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ
لٰکِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Merekalah orang-orang yang berkata: “Janganlah kamu membelanjakan harta bagi orang yang bersama Rasul
Allah, supaya mereka lari karena
kelaparan. Padahal kepunyaan
Allah khazanah-khazanah seluruh langit dan bumi, tetapi orang-orang
munafik itu tidak mengerti. Mereka
berkata: “Jika kita kembali ke Medinah,
niscaya orang yang paling mulia akan mengeluarkan orang yang paling hina
darinya.” Padahal kemuliaan hakiki
itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.
(Al-Munafiqūn
[63]:8-9).
Karena tidak ada ketulusan
dan kejujuran dalam dirinya, seorang
orang munafik memandang orang-orang
lain seperti dirinya sendiri. Kaum munafikin
Medinah membuat pikiran totol dan keliru sama sekali mengenai ketulusan tujuan para Sahabah Nabi Besar Muhammad saw., sebab
mereka menyangka para Sahabah beliau saw. telah berkumpul
di sekitar beliau saw. karena pertimbangan kepentingan
duniawi, dan mereka menyangka apabila mereka (para sahabat) itu menyadari
bahwa harapan mereka itu tidak
terlaksana, mereka itu akan meninggalkan
Nabi Besar Muhammad saw.. Tetapi perjalanan masa membatalkan sama sekali segala harapan
mereka yang sia-sia itu.
Dalam suatu gerakan pasukan
(mungkin gerakan pasukan menggempur Banu Musthaliq), ‘Abdullah bin Ubayy –
pemimpin kaum munafik Medinah, yang harapan besarnya menjadi pemimpin kaum Medinah telah hancur
berantakan dengan kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. pada peristiwa itu – diriwayatkan pernah
mengatakan bahwa sekembali ke Medinah لَیُخۡرِجَنَّ
الۡاَعَزُّ مِنۡہَا الۡاَذَلَّ -- “niscaya yang paling mulia
dari antara penduduknya” – maksudnya ia sendiri – “akan mengusir dia yang paling hina dari antara mereka,”
maksudnya, Nabi Besar Muhammad saw..
‘Abdullah, anak
laki-laki ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, ketika mendengar kecongkakan
kotor ayahnya; lalu ketika rombongan
mereka sampai ke Medinah, ia menghunus pedangnya dan menghalangi ayahnya masuk
kota, sebelum ayahnya mau mengakui
dan menyatakan bahwa ayahnya
sendirilah yang paling hina di antara
penduduk kota Medinah, dan bahwa Nabi
Besar Muhammad saw. adalah yang paling mulia di antara mereka.
Dengan demikian keangkuhannya telah
berbalik menimpa kepalanya sendiri.
Bahkan ‘Abdullah sebelumnya meminta izin
kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk membunuh
ayahnya yang takabur tersebut, tetapi
beliau saw. tidak mengizinkannya.
Diriwayatkan ketika pemimpin orang-orang
munafik Madinah tersebut mati,
beliau saw. berkenan memberikan jubah beliau saw. sebagai kain kafannya bahkan menyalatkan
jenazahnya yang seakan-akan
bertentangan dengan ayat QS.9:84
mengenai larangan melakukan shalat jenazah bagi mereka. Peristiwa
tersebut membuktikan bahwa Nabi
Besar Muhammad saw. benar-benar
merupakan “rahmat bagi seluruh alam”
(QS.21:108).
Cara Allah
Swt. Memisahkan “Yang Buruk” dari “Yang Baik”
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. Sebelum ini mengenai wewenang untuk mempersatukan
hati manusia berdasarkan keimanan
yang hakiki kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya:
وَ اَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ ؕ لَوۡ اَنۡفَقۡتَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا مَّاۤ اَلَّفۡتَ بَیۡنَ قُلُوۡبِہِمۡ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ اَلَّفَ بَیۡنَہُمۡ ؕ اِنَّہٗ عَزِیۡزٌ
حَکِیۡمٌ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ حَسۡبُکَ
اللّٰہُ وَ مَنِ اتَّبَعَکَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ﴿٪﴾
Dan Dia
telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka, seandainya engkau membelanjakan yang ada di bumi ini
seluruhnya, engkau sekali-kali tidak akan dapat menanamkan
kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai Nabi,
Allah mencukupi bagi engkau dan bagi
orang-orang
yang mengikuti engkau di antara orang-orang
beriman. (Al-Anfāl [8]:64-65).
Ironisnya, kalau 1400 tahun yang lalu bangsa
Arab jahiliyah yang terdiri dari
berbagai qabilah (suku) yang saling memerangi sehingga keadaan mereka
bagaikan “tulang-belulang berserakan”,
tetapi ketika mereka beriman kepada
Nabi Besar Muhammad saw. dan berpegang teguh kepada “Tali Allah” tiba-tiba saja
hanya dalam waktu 23 tahun mereka berubah menjadi “satu tubuh yang utuh dan hidup”, yang mampu mengalahkan dua kerajaan besar pada saat itu yaitu
kerajaan Romawi dan kerajaan Iran.
Sebaliknya, di Akhir Zaman ini keadaan umat
Islam -- yang sebelumnya bagaikan “satu tubuh yang utuh” -- tetapi dicabutnya
“ruh” Al-Quran secara berangsur-angsur (QS.32:6), sehingga akibatnya terjadi perselisihan
dan pertentangan
di kalangan mereka maka mereka telah pecah-belah bagaikan “tulang belulang” yang berserakan (QS.3:103-106), sehingga menghadapi “negara Israel” yang kecil pun negara-negara
Islam di Timur Tengah tidak mampu, padahal
negara-negara Muslim tersebut
memiliki sumber-sumber “emas hitam” (minyak bumi) yang berlimpah-ruah, namun terbukti “kekayaan duniawi” tidak mampu “mempersatukan hati” negara-negara Arab, sebagaimana pernyataan
Allah Swt. dalam Surah Al-Anfāl 64-65
sebelum ini.
Kenapa demikian? Sebab Allah Swt. tidak
akan pernah mengubah Sunnah-Nya
mengenai “cara mempersatukan hati manusia”
dengan kecintaan yang hakiki
(QS.8:64-65), yaitu melalui pengutusan Rasul Allah – yakni “Tali Allah” yang terulur dari langit --
yang kedatangannya telah dijanjikan
(QS.7:35-37), sekali gus Sunnatullah tersebut sebagai cara Allah Swt. untuk memisahkan “yang buruk” dari “yang baik”
keimanannya, firman-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ
عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ
مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ
لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ
تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak
akan membiarkan orang-orang yang beriman
di dalam keadaan kamu berada di
dalamnya hingga Dia
memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki, karena itu berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Āli
‘Imran [3]:180).
Ayat
ini maksudnya adalah bahwa percobaan dan kemalangan yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak
akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan
yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan
itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman sejati, akan
benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman (QS.3:143; Qs.9:16;
QS.20:3-4; QS,27:3).
Rasul Akhir
Zaman dan “Hizbullah” Hakiki
Kata-kata وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ
رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- “tetapi Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki,” itu tidaklah berarti bahwa
sebagian rasul-rasul terpilih dan sebagian lagi tidak.
Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt. sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih
yang paling sesuai untuk zaman tertentu, yaitu di zaman rasul Allah itu dibangkitkan, termasuk di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaf
[61]:10).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat
bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang
dijanjikan sebab di zaman beliau semua
agama muncul dan keunggulan Islam
di atas semua agama akan menjadi kepastian melalui perjuangan suci Rasul Akhir Zaman tersebut.
Mengapa demikian? Sebab sebagaimana yang
terjadi pada masa pengutusan Nabi
Besar Muhammad saw., melalui keimanan kepada beliau saw. Allah Swt.
telah “mempersatukan
hati” umat manusia menjadi satu “jama’ah Muslim”
yang hakiki, padahal sebelumnya mereka
itu berasal dari orang-orang Arab
Jahiliyah yang saling bertentangan.
Demikian pula Sunnatullah terbentuknya “Hizbullah”
hakiki tersebut (QS.5:55-57;
QS.58:21-23) kembali terulang di Akhir
Zaman ini melalui pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. yang kedua
kali (QS.63:3-4) dalam wujud Rasul Akhir Zaman
-- yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Pendiri Jemaat Ahmadiyah –
firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَنۡ یَّرۡتَدَّ مِنۡکُمۡ عَنۡ دِیۡنِہٖ
فَسَوۡفَ یَاۡتِی اللّٰہُ بِقَوۡمٍ یُّحِبُّہُمۡ وَ یُحِبُّوۡنَہٗۤ ۙ اَذِلَّۃٍ
عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اَعِزَّۃٍ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ۫ یُجَاہِدُوۡنَ فِیۡ
سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ لَا یَخَافُوۡنَ
لَوۡمَۃَ لَآئِمٍ ؕ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ
عَلِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّمَا
وَلِیُّکُمُ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا الَّذِیۡنَ
یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ یُؤۡتُوۡنَ
الزَّکٰوۃَ وَ ہُمۡ رٰکِعُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَاِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di
antara kamu murtad
dari agamanya maka Allah segera akan
mendatangkan suatu kaum, Dia akan mencintai mereka dan mereka pun akan mencintai-Nya, mereka akan bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang beriman dan keras
terhadap orang-orang kafir. Mereka akan
berjuang di jalan Allah dan tidak
takut akan celaan seorang pencela. Itulah karunia Allah, Dia memberikannya
kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah
Maha Luas karunia-Nya, Maha
Mengetahui. Sesungguhnya pelindung kamu adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman yang senantiasa mendirikan shalat dan membayar
zakat dan mereka taat kepada
Allah. Dan barangsiapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan mereka yang beriman sebagai pelindung,
maka sesungguhnya Hizbullah
(golongan Allah) pasti me-nang. (Al-Māidah
[55]:55-57).
Firman-Nya
lagi:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ
اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی
الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ
اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ لَا تَجِدُ قَوۡمًا
یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ
یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ
اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ اِخۡوَانَہُمۡ
اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ
کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ
فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ
وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: “Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti
akan menang.” Sesungguhnya Allah
Maha Kuat, Maha Perkasa. Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan
beriman kepada Allah dan Hari Akhir namun demikian mereka
mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka itu bapak-bapak
mereka atau anak-anak mereka
atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia
telah menanamkan iman dan Dia
telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam
kebun-kebun yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha kepada mereka dan mereka ridha
kepada-Nya. Itulah golongan Allah.
Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allāh itulah orang-orang
yang berhasil. (Al-Mujadilah [58]:21-23).
Bukti Nabi Besar Muhammad
Saw. Sebagai
“Rahmat Untuk Seluruh Alam”
Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang terhadap kepalsuan, itulah makna
ayat کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ
اَنَا وَ رُسُلِیۡ -- “Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti akan menang.””
Ada pun makna ayat یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ
حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ -- “namun demikian mereka
mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,” bahwa sudah nyata
bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan
atau perhubungan cinta sejati atau
sungguh-sungguh di antara orang-orang
beriman dengan orang-orang
kafir -- siapa pun mereka itu –
sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan
agama dari kedua golongan itu bertentangan
satu sama lain, dan karena kesamaan
dan perhubungan kepentingan itu
merupakan syarat mutlak bagi
perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada, maka orang-orang beriman
diminta jangan mempunyai persahabatan
yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir.
Ikatan agama (keimanan)
harus mengatasi segala perhubungan
lainnya, malahan mengatasi pertalian
darah yang amat dekat sekalipun وَ لَوۡ کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ
اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ اِخۡوَانَہُمۡ
اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ -- “dan
walau pun mereka itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka.” Ayat ini nampaknya merupakan seruan umum.
Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim.
Salah satu contoh kebenaran mengenai ayat 23 tersebut adalah sikap keras ‘Abdullah yang dengan pedang terhunus telah mengancam ayahnya, Abdullah bin Ubay bin
Salul – pemimpin kaum munafik Madinah – karena ia telah berkata dengan takabbur tentang Nabi Besar Muhammad
saw. لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ مِنۡہَا الۡاَذَلَّ -- “niscaya
yang paling mulia dari antara penduduknya”
– maksudnya ia sendiri – “akan mengusir
dia yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya, Nabi Besar Muhammad saw..
Pendek kata, itulah “persaudaraan hakiki” yang diikat oleh
kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
di Akhir Zaman ini di kalangan Hizbullah hakiki yakni Jemaat Ahmadiyah guna mewujudkan Kemenangan Islam yang kedua
kali di Akhir Zaman ini melalui cara-cara yang “penuh damai” -- LOVE
FOR ALL HATRED FOR NONE” (Cinta
untuk semuanya, Tiada kebencian kepada siapa pun), sebagai realisasi misi kerasullan Nabi Besar Muhammad saw.
“rahmat bagi seluruh alam”, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
کَتَبۡنَا فِی الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ بَعۡدِ
الذِّکۡرِ اَنَّ الۡاَرۡضَ یَرِثُہَا عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ہٰذَا لَبَلٰغًا
لِّقَوۡمٍ عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ؕ وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا
رَحۡمَۃً لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah menuliskan dalam Kitab
Zabur sesudah pemberi peringatan
itu, bahwa negeri itu akan
diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih. Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu amanat bagi kaum yang beribadah. Dan
Kami sekali-kali tidak mengutus
engkau melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh alam. (Al-Anbiya
[21]:106-108).
Firman-Nya lagi:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا
عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا
فَقُلۡ حَسۡبِیَ اللّٰہُ ۫٭ۖ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ عَلَیۡہِ تَوَکَّلۡتُ وَ ہُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾٪
Sungguh benar-benar
telah datang kepada kamu seorang
Rasul dari antara kamu sendiri, berat
terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagi kamu dan terhadap
orang-orang beriman ia sangat berbelas-kasih lagi
penyayang. Tetapi jika mereka berpaling maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan
kecuali Dia, kepada-Nya-lah aku bertawakkal, dan Dia-lah Pemilik 'Arasy yang agung. (At-Taubah [9]:128-129).
Ayat
ini boleh dikenakan kepada orang-orang
beriman maupun kepada orang-orang kafir, tetapi terutama
kepada orang-orang beriman, bagian
permulaannya mengenai orang-orang kafir
dan bagian terakhir mengenai orang-orang
beriman.
“Love For All, Hatred For None”
Kepada orang-orang kafir
nampaknya ayat ini mengatakan: “Rasulullah saw. merasa sedih melihat kamu mendapat
kesusahan, yaitu sekalipun kamu mendatangkan kepadanya segala macam keaniayaan dan kesusahan, namun hatinya begitu sarat dengan rasa kasih-sayang kepada umat manusia, sehingga tidak ada tindakan
yang datang dari pihak kamu dapat mem-buatnya menjadi keras hati terhadap kamu dan membuat ia menginginkan keburukan bagi kamu. Ia begitu penuh kasih-sayang dan belas kasihan terhadap kamu, sehingga ia tidak tega hati melihat kamu menyimpang
dari jalan kebenaran hingga
mendatangkan kesusahan kepada kamu.”
Kepada orang-orang beriman ayat ini
berkata: “Rasulullah saw. penuh dengan kecintaan,
kasih-sayang, dan rahmat bagi kamu, yaitu ia dengan riang dan gembira ikut dengan kamu dalam menanggung
kesedihan dan kesengsaraan kamu.
Lagi pula, seperti seorang ayah yang
penuh dengan kecintaan ia
memperlakukan kamu, dengan sangat murah
hati dan kasih-sayang.”
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 10
September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar