Sabtu, 28 September 2013

Dialog Pembelaan Seorang Laki-laki Beriman dengan Fir'aun dan Kuamnya Mengenai Da'wah Nabi Musa a.s.




ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab 32

  Dialog Pembelaan  Seorang Laki-laki Beriman dengan Fir’aun dan Kaumnya Mengenai Da'wah  Nabi Musa a.s.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  berbagai rahasia Sifat-sifat sempurna Allah Swt. (al-Asmā-ul husna) yang diajarkan langsung Allah Swt. kepada Adam (QS.3:180; QS.72:27-29), sehingga dengan penuh ketaatan para malaikat  pun “sujud” (patuh taat sepenuhnya) kepada Adam, ketika diperintahkan Allah Swt.  kepada mereka, kecuali iblis yang  berlaku takabbur  karena merasa lebih mulia dan lebih unggul dalam segala seginya daripada Adam (Khalifah Allah - QS.2:32-35; QS.7:12-19), sebagaimana  halnya  ketakaburan Fir’aun dan para pembesarnya  terhadap pengutusan Nabi Musa a.s.  – sebagai Khalifah Allah pada zaman itu. Berikut   reaksi keras dan provokasi Fir’aun: 
وَ قَالَ فِرۡعَوۡنُ  ذَرُوۡنِیۡۤ  اَقۡتُلۡ مُوۡسٰی وَ لۡیَدۡعُ  رَبَّہٗ ۚ  اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اَنۡ یُّبَدِّلَ دِیۡنَکُمۡ اَوۡ اَنۡ یُّظۡہِرَ فِی الۡاَرۡضِ الۡفَسَادَ ﴿﴾  وَ قَالَ مُوۡسٰۤی اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun berkata: “Biarkanlah aku membunuh Musa dan supaya dia menyeru Tuhan-nya,  sesungguhnya aku takut bahwa ia akan mengubah agama kamu atau menimbulkan kerusakan di  bumi.”   Dan Musa berkata:   Aku berlindung  kepada Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang yang sombong yang tidak beriman kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min [40]:27-28).
  Terhadap makar buruk  yang akan dilakukan oleh Fir’aun dan para pembesarnya tersebut Nabi Musa a.s.  berkata:
وَ قَالَ مُوۡسٰۤی اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Musa berkata:   Aku berlindung  kepada Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang yang sombong yang tidak beriman kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min [40]:28).
  Allah Swt. itu tempat berlindung terakhir bagi para nabi Allah dan para pilihan Tuhan. Mereka menutup pintu-Nya  bila mereka melihat kegelapan di sekitar mereka dan bila kekuatan-kekuatan kejahatan bertekad melenyapkan kebenaran yang dianjurkan dan disebarkan mereka.

Fitnah dan Provokasi yang Senantiasa Berulang

  Dengan demikian jelaslah mengenai berbagai  fitnah dan provokasi yang dilontarkan Fir’aun dan para pembesarnya terhadap kebenaran (haq) dari Allah SWt. yang dibawa oleh Nabi Musa a.s.,   yakni mengapa  para penentang Rasul Allah tersebut di setiap zaman  menyebut haq (kebenaran) dari Allah Swt. tersebut   sihir yang nyata” (QS.5:111; QS.6:8; QS.19:77-78; QS.11:8; QS.27:14; QS.34:44; QS.37:16; QS,46:8; QS.61:7),  firman-Nya:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ مُّوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ مَلَا۠ئِہٖ بِاٰیٰتِنَا فَاسۡتَکۡبَرُوۡا وَ کَانُوۡا قَوۡمًا مُّجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰذَا  لَسِحۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿۷۶﴾ قَالَ مُوۡسٰۤی اَتَقُوۡلُوۡنَ لِلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَکُمۡ ؕ اَسِحۡرٌ ہٰذَا ؕ وَ لَا یُفۡلِحُ السّٰحِرُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian sesudah mereka, Kami mengutus Musa dan Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya dengan Tanda-tanda Kami  tetapi mereka berlaku sombong, dan mereka itu kaum yang berdosa. Maka  tatkala datang kepada mereka haq (kebenaran) dari sisi Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata.”  Musa berkata: “Apakah kamu berkata demikian mengenai haq (kebenaran) ketika ia benar-benar telah datang kepadamu? Sihirkah ini? Padahal  para penyihir itu tidak akan mendapat kemenangan.”  (Yunus [10]:76-78). 
      Dalam dua patah kata sihr dan mubin yang sederhana  itu yang dilontarkan  Fir’aun – dan juga orang-orang yang sejenis dengan dia di setiap zaman --  berkenaan dengan  haq (kebenaran) yang dibawa Rasul Allah,  tersembunyi hampir semua tipu-daya dan siasat licik yang dipergunakan oleh musuh-musuh untuk mengalahkan dan melumpuhkan kekuatan para nabi Allah melalui fitnah dan provokasi keji.
      Orang-orang dengan alam pikiran yang cenderung kepada keagamaan dihasut oleh musuh-musuh kebenaran, bahwa ajaran baru yang dibawah Rasul Allah itu  bukan haq (kebenaran) melainkan  sihr atau tipu muslihat yang dapat merusak agama negeri itu.
    Sedang para nasionalis yang mengaku sangat menaruh perhatian kepada kesejahteraan mengenai kebendaan dari negeri mereka, dibuat takut dan menjauhi agama itu karena diberitakan bahwa dengan menerima ajaran baru itu akan timbul perpecahan dan kekacauan di antara berbagai golongan dalam negeri, dan dengan demikian akan memberikan pukulan maut kepada persatuan dan kesatuan nasional; mubin berarti pula sesuatu yang merusak persatuan atau mencerai-beraikan (Lexicon Lane).

Peristiwa “Ledakan Besar” di Alam Jasmani dan  Alam Ruhani  

     Sebagaimana halnya proses penciptaan tatanan alam semesta yang penuh kesempurnaan ini   dimulai dengan pemecahan  sesuatu “gumpalan” --  yang dalam Al-Quran disebut ratqan,   lalu melalui peristiwa  yang disebut  fataq  atau  “big bang”  (ledakan  besar – QS.21:35), demikian pula halnya dalam dunia kerohanian apabila Allah Swt. akan menciptakan tatanan “langit garu dan bumi baru” juga melalui proses yang sama berupa pengutusan seorang Rasul Allah.
    Mengenai kedua peristiwa yang terjadi di alam jasmani dan di alam ruhani tersebut Allah Swt. berfirman:
اَوَ لَمۡ  یَرَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا  اَنَّ  السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ  شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾  
Tidakkah orang-orang  yang kafir melihat bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu  lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami   jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Tidakkah  mereka   mau beriman? (Al-Anbiyā [21]:31). 
       Ayat ini mengisyaratkan landasan agung kepada satu kebenaran ilmiah. Agaknya ayat itu menunjuk kepada alam semesta, ketika masih belum mempunyai bentuk benda, dan ayat itu bermaksud menyatakan bahwa seluruh alam semesta khususnya tata surya, telah berkembang dari gumpalan yang belum mempunyai bentuk atau segumpal kabut.
      Selaras dengan asas yang Allah Swt.  lancarkan Dia memecahkan gumpalan zat itu dan pecahan-pecahan yang cerai-berai menjadi kesatuan-kesatuan wujud tata-surya (“The Universe Surveyed” oleh Harold   Richards dan “The Nature of the Universe” oleh Fred Hoyle). Sesudah itu Allah Swt.  menciptakan seluruh kehidupan itu dari air.
       Ayat ini nampaknya mengandung arti bahwa seperti alam kebendaan, demikian pula alam keruhanian pun berkembang dari gumpalan yang belum mempunyai bentuk, yang terdiri dari alam pikiran yang kacau-balau dan kepercayaan-kepercayaan yang bukan-bukan.
     Kemudian sebagaimana Allah Swt.  dengan hikmah-Nya yang tidak pernah meleset dan sesuai dengan rencana agung, Dia telah memecahkan gumpalan zat itu, dan pecahan-pecahan yang bertebaran menjadi kesatuan wujud berbagai tata surya, maka persis seperti itu pula Dia mewujudkan suatu tertib ruhani yang baru dalam suatu alam yang berguling-gantang di dalam paya-paya cita-cita yang kacau-balau.
     Bila umat manusia tenggelam ke dalam kegelapan akhlak yang keruh  serta angkasa keruhanian menjadi tersaput oleh awan yang padat dan sesak (QS.30:42) maka Allah Swt.   menyebabkan munculnya suatu cahaya berupa seorang utusan Ilahi (rasul Allah) yang mengusir kegelapan ruhani yang telah menyebar luas itu, dan dari gumpalan yang tidak berbentuk dan tanpa kehidupan -- yang berupa kerendahan akhlak dan ruhani --  lahirlah suatu alam semesta ruhani yang mulai meluas dari pusatnya dan akhirnya melingkupi seluruh bumi, menerima kehidupan dan pengarahan dari tenaga penggerak yang berada di belakangnya.
      Mengisyaratkan kepada adanya proses “pembelahan gumpalan” itulah pernyataan Allah Swt. berikut ini mengenai tujuan pengutusan para  Rasul Allah kepada kaumnya masing-masing – khususnya pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. Rasul Allah untuk seluruh umat manusia – firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya    hingga  Dia memi-sahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah ka-mu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Āli ‘Imran [3]:180).
        Ayat ini maksudnya adalah  bahwa percobaan dan kemalangan di jalan Allah Swt. yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan atau ujian-ujian keimanan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman  sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman.
       Sesuai dengan Sunnatullah itulah    maka di setiap masa kenabian,   manusia bukan saja menjadi dua golongan  – yakni (1) yang beriman kepada Rasul Allah yang diutus kepada mereka dan  (2) mereka yang mendustakan dan menentang Rasul Allah, tetapi ada juga 2 golongan lainnya, yakni  (1) golongan orang-orang munafik yang pura-pura beriman  demi keselamatan dan keuntungan duniawi (QS.2:9-21), (2) orang yang menyembunyikan keimanan mereka, contohnya adalah seorang laki-laki dari keluarga Fir’aun yang beriman kepada Nabi Musa a.s.

Pembelaan Seorang Laki-laki Beriman  Mengenai
Kebenaran Pendakwaan  Nabi Musa a.s.

      Sebelum Nabi Musa a.s. diutus sebagai Rasul Allah pun laki-laki tersebut telah menampakan rasa simpatinya kepada  Nabi Musa a.s., sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَ جَآءَ رَجُلٌ مِّنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ یَسۡعٰی ۫ قَالَ یٰمُوۡسٰۤی  اِنَّ الۡمَلَاَ یَاۡتَمِرُوۡنَ بِکَ لِیَقۡتُلُوۡکَ فَاخۡرُجۡ  اِنِّیۡ لَکَ  مِنَ  النّٰصِحِیۡنَ ﴿﴾  فَخَرَجَ مِنۡہَا خَآئِفًا یَّتَرَقَّبُ ۫ قَالَ  رَبِّ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan seorang laki-laki datang dari bagian yang jauh kota itu dengan berlari-lari, ia berkata:  “Hai Musa, sesungguhnya pemuka-pemuka sedang berunding mengenai diri engkau untuk membunuh engkau maka keluarlah engkau,  sesungguhnya aku bagi eng-kau termasuk orang-orang yang memberi nasihat yang tulus.”    Maka ia (Musa) keluar darinya dalam keadaan takut sambil waspada. Ia berkata: “Ya Tuhan-ku, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (Al-Qashash [28]:21-22).
       Peristiwa itu sehubungan dengan terbunuhnya seorang bangsa Mesir oleh Nabi Musa a.s. tanpa sengaja,  ketika beliau membela seorang Bani Israil yang dianiaya oleh seorang bangsa Mesir yang merupakan kaum Fir’aun (QS.28:15-21).
     Demikian pula ketika  Nabi Musa a.s  telah diutus sebagai Rasul Allah  tetapi mendapat penentangan dari Fir’aun dan para pembesarnya, laki-laki   yang beriman kepada Nabi Musa a.s. itu pun  tampil membela Nabi Musa a.s. ketika mendengar ancaman Fir’aun kepada Nabi Musa a.s.  --  padahal ia mengetahui bagaimana zalimnya  tindakan Fir’aun terhadap orang-orang yang berani menentangnya (QS.7:118-127; QS.20:72-73; QS.26:46-52) – firman-Nya:
وَ قَالَ فِرۡعَوۡنُ  ذَرُوۡنِیۡۤ  اَقۡتُلۡ مُوۡسٰی وَ لۡیَدۡعُ  رَبَّہٗ ۚ  اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اَنۡ یُّبَدِّلَ دِیۡنَکُمۡ اَوۡ اَنۡ یُّظۡہِرَ فِی الۡاَرۡضِ الۡفَسَادَ ﴿﴾  وَ قَالَ مُوۡسٰۤی اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun berkata: “Biarkanlah aku membunuh Musa dan supaya dia menyeru Tuhan-nya,  sesungguhnya aku takut bahwa ia akan mengubah agama kamu atau menimbulkan kerusakan di  bumi.”   Dan Musa berkata:   Aku berlindung  kepada Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang yang sombong yang tidak beriman kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min [40]:27-28).
      Sehubungan dengan ancaman Fir’aun yang  sangat takabur   terhadap Nabi Musa a.s. tersebut,  selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai seorang laki-laki yang beriman kepada Nabi Musa  a.s. itu:
 وَ قَالَ رَجُلٌ  مُّؤۡمِنٌ ٭ۖ مِّنۡ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ یَکۡتُمُ  اِیۡمَانَہٗۤ  اَتَقۡتُلُوۡنَ رَجُلًا  اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ وَ قَدۡ جَآءَکُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ رَّبِّکُمۡ ؕ وَ  اِنۡ یَّکُ  کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ  بَعۡضُ الَّذِیۡ  یَعِدُکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یَہۡدِیۡ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ  کَذَّابٌ ﴿﴾  
Dan berkata seorang laki-laki yang beriman dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan imannya,  “Apakah  kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan: “Tuhan-ku adalah Allah,”  padahal   ia telah datang kepada kamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan  kamu?   Dan jika ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang diancamkannya  kepada kamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada siapa yang melampaui batas dan pembohong besar.” (Al-Mu’min [40]:29).
   Orang yang beriman telah menyembunyikan imannya untuk menampakkannya pada kesempatan yang cocok, cara yang tegas dan berani dalam menyatakan imannya dan berbicara kepada kaum Fir’aun menunjukkan bahwa penyembunyian imannya  itu tidaklah disebabkan oleh perasaan takut.

Dalil-dalil Telak yang Dikemukakan  “Laki-laki Beriman”:
Misi Utama Rasul Allah adalah Mengajarkan Tauhid

Dari berbagai argumentasi yang dikemukakan laki-laki beriman tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang beriman tersebut memiliki pengetahuan yang luas mengenai masalah  Ketuhanan (Tauhid) dan dan sejarah kenabian, ia berkata:
اَتَقۡتُلُوۡنَ رَجُلًا  اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ وَ قَدۡ جَآءَکُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ رَّبِّکُمۡ
“Apakah  kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan: “Tuhan-ku adalah Allah,”  padahal   ia telah datang kepada kamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan  kamu?”
      Sebagaimana dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran,  bahwa untuk mendukung kebenaran pendakwaannya Nabi Musa a.s. telah memperlihatkan 9 macam Tanda (mukjizat) kepada Fir’aun (QS.17:102; QS.27:13) tetapi semua mukjizat Nabi Musa  a.s. tersebut  didustakan oleh Fir’aun dan para pembesarnya dengan menyebutnya sebagai perbuatan sihir  (Qs.7:104-127).
   Selanjutnya laki-laki yang beriman  tersebut mengemukakan  Sunnatullah  mengenai hukuman yang pasti akan menimpa orang-orang yang mengada-adakan pendakwaan dusta  atas nama Allah dan orang-orang yang mendustakan pendakwaan Rasul Allah,  sekali pun mereka itu telah menyaksikan berbagai mukjizat yang mendukung kebenaran pendakwaan Rasul Allah tersebut:
وَ  اِنۡ یَّکُ  کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ  بَعۡضُ الَّذِیۡ  یَعِدُکُمۡ
“Dan jika ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang diancamkannya  kepada kamu.”
        Perkataan orang beriman mengenai Sunnatullah  tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini mengenai kesinambungan pengutusan para Rasul Allah dari kalangan Bani (keturunan)  Adam:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.  Wahai Bani Adam, jika datang kepada kamu  rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepada kamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. Dan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalam-nya. (Al-A’rāf [7]:35-37).
Hal ini patut mendapat perhatian istimewa. Seperti pada beberapa ayat sebelumnya (yakni QS.7:27, 28 & 32), seruan dengan kata-kata Hai anak-cucu Adam, ditujukan kepada umat di zaman Nabi Besar Muhammad saw.  dan kepada generasi-generasi yang akan lahir, bukan kepada umat yang hidup di masa jauh silam dan yang datang tak lama sesudah masa Nabi Adam a.s., dengan demikian firman Allah Swt.  menolak itikad sesat lā nabiyya ba’dahu – tidak ada lagi nabi sesudahnya” (QS.40:35-36; QS.72:8)

Pertengkaran Para penentang Rasul Allah  di Alam Akhirat 

 Lebih lanjut Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang yang  dengan takabbur mendustakan   Ayat-ayat (Tanda-tanda) Allah  -- yakni mendustakan Rasul Allah serta berbagai mukjizat yang diperlihatkannya – tersebut dan  mengenai pertengkaran  mereka di alam akhirat:  
فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا اَیۡنَ مَا  کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  اَنَّہُمۡ  کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ ادۡخُلُوۡا فِیۡۤ  اُمَمٍ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ فِی النَّارِ ؕ کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ  لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا ؕ حَتّٰۤی اِذَا ادَّارَکُوۡا فِیۡہَا جَمِیۡعًا ۙ قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ  لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ ۬ؕ قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ لٰکِنۡ  لَّا  تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالَتۡ اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ ﴿٪﴾
Maka   siapakah yang lebih zalim daripada  orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap  Allah atau mendustakan Ayat-ayat-Nya? Mereka  akan memperoleh bagian mereka sebagaimana telah ditetapkan,  hingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami untuk mencabut nyawanya seraya berkata: ”Di manakah apa yang biasa kamu seru selain Allah?” Mereka berkata: “Mereka telah lenyap dari kami.” Dan mereka   memberi kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya  mereka adalah  orang-orang kafir.  Dia berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Api bersama umat-umat jin dan ins (manusia) yang telah berlalu sebelum kamu!” Setiap kali suatu umat masuk, umat itu akan mengutuk saudara-saudaranya dari umat lain, hingga apabila mereka semua telah tiba berturut-turut di dalamnya, maka  mereka yang terakhir  berkata mengenai mereka yang terdahulu: “Ya Tuhan kami, mereka ini telah menyesatkan kami, karena itu berilah mereka  azab Api berlipat-ganda.” Dia berfirman: “Bagi masing-masing mendapat azab berlipat ganda,  akan tetapi kamu tidak mengetahui.”   Dan mereka yang terdahulu berkata kepada mereka yang terakhir: “Tidak ada bagi kamu suatu kelebihan  atas kami, maka rasakanlah azab itu disebabkan oleh apa yang senantiasa  kamu lakukan. (Al-A’rāf [7]:38-40).
       Pendek kata, betapa benarnya perkataan laki-laki  beriman  tersebut mengenai  orang-orang yang berdusta  dan yang mendustakan Ayat-ayat Allah: 
وَ  اِنۡ یَّکُ  کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ  بَعۡضُ الَّذِیۡ  یَعِدُکُمۡ
“Dan jika ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang diancamkannya  kepada kamu.” (Al-Mu’min [40]:29).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar,  25 September   2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar