ۡ بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 32
Dialog Pembelaan
Seorang Laki-laki Beriman dengan Fir’aun
dan Kaumnya Mengenai Da'wah Nabi Musa a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai berbagai rahasia Sifat-sifat sempurna Allah Swt. (al-Asmā-ul husna) yang diajarkan langsung Allah Swt. kepada Adam (QS.3:180; QS.72:27-29), sehingga
dengan penuh ketaatan para malaikat
pun “sujud” (patuh taat sepenuhnya) kepada Adam, ketika diperintahkan
Allah Swt. kepada mereka, kecuali iblis yang berlaku takabbur karena merasa lebih mulia dan lebih unggul
dalam segala seginya daripada Adam
(Khalifah Allah - QS.2:32-35; QS.7:12-19), sebagaimana halnya
ketakaburan Fir’aun dan para
pembesarnya terhadap pengutusan Nabi
Musa a.s. – sebagai Khalifah Allah pada zaman itu. Berikut reaksi
keras dan provokasi Fir’aun:
وَ قَالَ فِرۡعَوۡنُ
ذَرُوۡنِیۡۤ اَقۡتُلۡ مُوۡسٰی وَ
لۡیَدۡعُ رَبَّہٗ ۚ اِنِّیۡۤ
اَخَافُ اَنۡ یُّبَدِّلَ دِیۡنَکُمۡ اَوۡ اَنۡ یُّظۡہِرَ فِی الۡاَرۡضِ
الۡفَسَادَ ﴿﴾ وَ قَالَ مُوۡسٰۤی
اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ
بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun berkata: “Biarkanlah aku membunuh Musa dan supaya dia menyeru Tuhan-nya, sesungguhnya aku takut bahwa ia akan mengubah agama kamu atau menimbulkan kerusakan di bumi.” Dan
Musa berkata: “Aku berlindung kepada
Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang
yang sombong yang tidak beriman
kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min
[40]:27-28).
Terhadap
makar buruk yang akan dilakukan oleh Fir’aun dan para pembesarnya tersebut Nabi Musa a.s. berkata:
وَ قَالَ مُوۡسٰۤی اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ
مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Musa
berkata: “Aku berlindung kepada
Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang
yang sombong yang tidak beriman
kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min
[40]:28).
Allah Swt. itu
tempat berlindung terakhir bagi para nabi Allah dan para pilihan Tuhan. Mereka menutup pintu-Nya bila mereka melihat kegelapan di sekitar mereka dan bila kekuatan-kekuatan kejahatan bertekad melenyapkan kebenaran yang dianjurkan dan disebarkan
mereka.
Fitnah dan Provokasi yang
Senantiasa Berulang
Dengan demikian jelaslah mengenai
berbagai fitnah dan provokasi yang
dilontarkan Fir’aun dan para pembesarnya terhadap kebenaran (haq) dari Allah SWt. yang
dibawa oleh Nabi Musa a.s., yakni
mengapa para penentang Rasul Allah tersebut di setiap
zaman menyebut haq (kebenaran) dari Allah Swt. tersebut “sihir
yang nyata” (QS.5:111; QS.6:8; QS.19:77-78; QS.11:8; QS.27:14; QS.34:44;
QS.37:16; QS,46:8; QS.61:7), firman-Nya:
ثُمَّ بَعَثۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ مُّوۡسٰی وَ ہٰرُوۡنَ اِلٰی فِرۡعَوۡنَ وَ
مَلَا۠ئِہٖ بِاٰیٰتِنَا فَاسۡتَکۡبَرُوۡا وَ کَانُوۡا قَوۡمًا مُّجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ مِنۡ عِنۡدِنَا قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰذَا لَسِحۡرٌ
مُّبِیۡنٌ ﴿۷۶﴾ قَالَ مُوۡسٰۤی اَتَقُوۡلُوۡنَ لِلۡحَقِّ لَمَّا
جَآءَکُمۡ ؕ اَسِحۡرٌ ہٰذَا ؕ وَ لَا یُفۡلِحُ السّٰحِرُوۡنَ ﴿﴾
Kemudian
sesudah mereka, Kami mengutus Musa
dan Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya dengan Tanda-tanda
Kami tetapi mereka berlaku sombong, dan mereka itu kaum yang berdosa. Maka tatkala
datang kepada mereka haq (kebenaran) dari sisi Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata.” Musa berkata: “Apakah kamu berkata demikian mengenai haq (kebenaran) ketika ia
benar-benar telah datang kepadamu? Sihirkah
ini? Padahal para penyihir itu tidak akan mendapat kemenangan.”
(Yunus [10]:76-78).
Dalam dua patah kata sihr dan
mubin yang sederhana itu yang
dilontarkan Fir’aun – dan juga orang-orang yang sejenis dengan dia di setiap zaman -- berkenaan dengan haq
(kebenaran) yang dibawa Rasul Allah, tersembunyi hampir semua tipu-daya dan siasat licik
yang dipergunakan oleh musuh-musuh
untuk mengalahkan dan melumpuhkan kekuatan
para nabi Allah melalui fitnah dan provokasi keji.
Orang-orang dengan alam pikiran yang cenderung kepada keagamaan dihasut oleh musuh-musuh
kebenaran, bahwa ajaran baru yang
dibawah Rasul Allah itu bukan haq (kebenaran) melainkan sihr atau tipu muslihat yang dapat merusak
agama negeri itu.
Sedang para nasionalis yang mengaku sangat menaruh perhatian kepada kesejahteraan mengenai kebendaan dari negeri mereka, dibuat takut dan menjauhi agama itu karena diberitakan bahwa dengan menerima ajaran baru itu akan timbul perpecahan dan kekacauan di antara berbagai
golongan dalam negeri, dan dengan demikian akan memberikan pukulan maut kepada persatuan dan kesatuan
nasional; mubin berarti pula sesuatu yang merusak persatuan atau mencerai-beraikan
(Lexicon Lane).
Peristiwa “Ledakan Besar”
di Alam Jasmani dan Alam
Ruhani
Sebagaimana halnya proses penciptaan tatanan alam semesta yang penuh
kesempurnaan ini dimulai dengan pemecahan sesuatu “gumpalan” -- yang dalam Al-Quran disebut ratqan, lalu melalui peristiwa yang disebut
fataq atau
“big bang” (ledakan besar – QS.21:35), demikian pula halnya dalam
dunia kerohanian apabila Allah Swt. akan menciptakan tatanan “langit garu dan
bumi baru” juga melalui proses yang
sama berupa pengutusan seorang Rasul
Allah.
Mengenai kedua peristiwa yang terjadi di alam jasmani dan di alam ruhani tersebut Allah Swt. berfirman:
اَوَ لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang
yang kafir melihat bahwa seluruh
langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air.
Tidakkah mereka mau
beriman? (Al-Anbiyā [21]:31).
Ayat ini mengisyaratkan landasan agung kepada
satu kebenaran ilmiah. Agaknya ayat
itu menunjuk kepada alam semesta,
ketika masih belum mempunyai bentuk benda, dan ayat itu bermaksud menyatakan
bahwa seluruh alam semesta khususnya tata
surya, telah berkembang dari gumpalan yang belum mempunyai bentuk atau
segumpal kabut.
Selaras dengan asas yang Allah Swt.
lancarkan Dia memecahkan gumpalan zat itu dan pecahan-pecahan yang cerai-berai menjadi kesatuan-kesatuan wujud tata-surya (“The Universe Surveyed” oleh Harold Richards dan “The Nature of the Universe” oleh Fred Hoyle). Sesudah itu
Allah Swt. menciptakan
seluruh kehidupan itu dari air.
Ayat ini nampaknya mengandung
arti bahwa seperti alam kebendaan,
demikian pula alam keruhanian pun
berkembang dari gumpalan yang belum
mempunyai bentuk, yang terdiri dari alam pikiran yang kacau-balau dan kepercayaan-kepercayaan
yang bukan-bukan.
Kemudian sebagaimana Allah Swt. dengan hikmah-Nya yang tidak pernah meleset dan sesuai dengan rencana agung, Dia telah memecahkan gumpalan zat itu, dan pecahan-pecahan yang bertebaran menjadi kesatuan wujud berbagai tata surya, maka persis seperti itu pula
Dia mewujudkan suatu tertib ruhani yang
baru dalam suatu alam yang berguling-gantang di dalam paya-paya cita-cita yang kacau-balau.
Bila umat manusia tenggelam ke
dalam kegelapan akhlak yang keruh serta angkasa keruhanian menjadi tersaput oleh awan yang padat dan sesak
(QS.30:42) maka Allah Swt. menyebabkan munculnya suatu cahaya berupa seorang utusan Ilahi
(rasul Allah) yang mengusir kegelapan
ruhani yang telah menyebar luas itu, dan dari gumpalan yang tidak berbentuk dan tanpa kehidupan -- yang berupa kerendahan
akhlak dan ruhani -- lahirlah suatu alam semesta ruhani yang mulai meluas dari pusatnya dan akhirnya melingkupi seluruh bumi, menerima kehidupan dan pengarahan dari tenaga penggerak yang berada di
belakangnya.
Mengisyaratkan kepada adanya
proses “pembelahan gumpalan” itulah pernyataan Allah Swt. berikut ini mengenai tujuan pengutusan para Rasul
Allah kepada kaumnya masing-masing – khususnya pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw. Rasul Allah untuk seluruh umat manusia – firman-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ
عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ
مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ
لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ
تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di
dalamnya hingga Dia
memi-sahkan yang buruk dari yang
baik. Dan Allah sekali-kali tidak
akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki, karena itu berimanlah
ka-mu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Āli
‘Imran [3]:180).
Ayat ini maksudnya adalah bahwa percobaan
dan kemalangan di jalan Allah Swt. yang
telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih
banyak lagi percobaan atau ujian-ujian keimanan yang tersedia bagi
mereka, dan percobaan-percobaan itu
akan terus-menerus datang, hingga orang-orang
beriman sejati, akan benar-benar
dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman.
Sesuai dengan Sunnatullah itulah maka di setiap masa kenabian, manusia bukan saja menjadi dua golongan – yakni (1) yang beriman kepada Rasul Allah
yang diutus kepada mereka dan (2) mereka
yang mendustakan dan menentang Rasul Allah, tetapi ada juga 2
golongan lainnya, yakni (1) golongan orang-orang munafik yang pura-pura beriman demi keselamatan dan
keuntungan duniawi (QS.2:9-21), (2) orang yang menyembunyikan keimanan mereka, contohnya adalah
seorang laki-laki dari keluarga Fir’aun yang beriman kepada Nabi Musa a.s.
Pembelaan Seorang Laki-laki
Beriman Mengenai
Kebenaran Pendakwaan Nabi Musa a.s.
Sebelum Nabi Musa a.s. diutus
sebagai Rasul Allah pun laki-laki
tersebut telah menampakan rasa simpatinya
kepada Nabi Musa a.s., sebagaimana
firman-Nya berikut ini:
وَ جَآءَ رَجُلٌ مِّنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ یَسۡعٰی ۫ قَالَ
یٰمُوۡسٰۤی اِنَّ الۡمَلَاَ
یَاۡتَمِرُوۡنَ بِکَ لِیَقۡتُلُوۡکَ فَاخۡرُجۡ
اِنِّیۡ لَکَ مِنَ النّٰصِحِیۡنَ ﴿﴾ فَخَرَجَ مِنۡہَا خَآئِفًا یَّتَرَقَّبُ ۫ قَالَ رَبِّ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan seorang laki-laki datang dari bagian yang jauh kota itu dengan
berlari-lari, ia berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pemuka-pemuka sedang berunding mengenai diri engkau untuk membunuh engkau maka keluarlah engkau, sesungguhnya aku bagi eng-kau termasuk orang-orang yang memberi nasihat yang
tulus.” Maka ia (Musa) keluar darinya dalam keadaan takut sambil waspada. Ia berkata: “Ya Tuhan-ku, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (Al-Qashash [28]:21-22).
Peristiwa itu sehubungan dengan terbunuhnya
seorang bangsa Mesir oleh Nabi Musa a.s. tanpa
sengaja, ketika beliau membela seorang Bani Israil yang dianiaya oleh seorang bangsa Mesir yang merupakan kaum Fir’aun
(QS.28:15-21).
Demikian
pula ketika Nabi Musa a.s telah diutus sebagai Rasul Allah tetapi mendapat penentangan dari Fir’aun dan para
pembesarnya, laki-laki yang beriman
kepada Nabi Musa a.s. itu pun tampil membela Nabi Musa a.s. ketika mendengar ancaman Fir’aun kepada Nabi Musa a.s. -- padahal ia mengetahui bagaimana zalimnya
tindakan Fir’aun terhadap
orang-orang yang berani menentangnya (QS.7:118-127; QS.20:72-73; QS.26:46-52) –
firman-Nya:
وَ قَالَ فِرۡعَوۡنُ
ذَرُوۡنِیۡۤ اَقۡتُلۡ مُوۡسٰی وَ
لۡیَدۡعُ رَبَّہٗ ۚ اِنِّیۡۤ
اَخَافُ اَنۡ یُّبَدِّلَ دِیۡنَکُمۡ اَوۡ اَنۡ یُّظۡہِرَ فِی الۡاَرۡضِ
الۡفَسَادَ ﴿﴾ وَ قَالَ مُوۡسٰۤی
اِنِّیۡ عُذۡتُ بِرَبِّیۡ وَ رَبِّکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مُتَکَبِّرٍ لَّا یُؤۡمِنُ
بِیَوۡمِ الۡحِسَابِ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun berkata: “Biarkanlah aku membunuh Musa dan supaya dia menyeru Tuhan-nya, sesungguhnya aku takut bahwa ia akan mengubah agama kamu atau menimbulkan kerusakan di bumi.” Dan
Musa berkata: “Aku berlindung kepada
Tuhan-ku dan Tuhan kamu dari setiap orang-orang
yang sombong yang tidak beriman
kepada Hari Perhitungan.” (Al-Mu’min
[40]:27-28).
Sehubungan dengan ancaman
Fir’aun yang sangat takabur terhadap Nabi Musa
a.s. tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai seorang laki-laki yang beriman
kepada Nabi Musa a.s. itu:
وَ قَالَ رَجُلٌ مُّؤۡمِنٌ ٭ۖ مِّنۡ اٰلِ فِرۡعَوۡنَ
یَکۡتُمُ اِیۡمَانَہٗۤ اَتَقۡتُلُوۡنَ رَجُلًا اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ وَ قَدۡ
جَآءَکُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ
رَّبِّکُمۡ ؕ وَ اِنۡ یَّکُ کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ
صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ بَعۡضُ الَّذِیۡ یَعِدُکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یَہۡدِیۡ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ کَذَّابٌ ﴿﴾
Dan berkata seorang laki-laki yang beriman dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan imannya, “Apakah kamu akan
membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan: “Tuhan-ku adalah Allah,” padahal ia telah datang kepada kamu dengan Tanda-tanda nyata dari Tuhan
kamu? Dan jika ia seorang pendusta maka atas
dialah kedustaannya, dan jika ia
benar maka akan menimpa kamu
sebagian dari apa yang diancamkannya kepada
kamu. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada siapa yang
melampaui batas dan pembohong
besar.” (Al-Mu’min [40]:29).
Orang yang beriman telah menyembunyikan imannya untuk menampakkannya pada kesempatan yang
cocok, cara yang tegas dan berani dalam menyatakan imannya dan berbicara kepada kaum Fir’aun menunjukkan bahwa penyembunyian imannya itu tidaklah disebabkan oleh perasaan takut.
Dalil-dalil Telak yang Dikemukakan “Laki-laki Beriman”:
Misi Utama Rasul Allah
adalah Mengajarkan Tauhid
Dari
berbagai argumentasi yang dikemukakan
laki-laki beriman tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang beriman
tersebut memiliki pengetahuan yang luas mengenai masalah Ketuhanan
(Tauhid) dan dan sejarah kenabian, ia
berkata:
اَتَقۡتُلُوۡنَ
رَجُلًا اَنۡ یَّقُوۡلَ رَبِّیَ اللّٰہُ
وَ قَدۡ جَآءَکُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ مِنۡ
رَّبِّکُمۡ
“Apakah kamu akan
membunuh seorang laki-laki karena ia mengatakan: “Tuhan-ku adalah Allah,” padahal ia
telah datang kepada kamu dengan Tanda-tanda
nyata dari Tuhan kamu?”
Sebagaimana dikemukakan Allah Swt. dalam
Al-Quran, bahwa untuk mendukung kebenaran
pendakwaannya Nabi Musa a.s. telah
memperlihatkan 9 macam Tanda
(mukjizat) kepada Fir’aun (QS.17:102; QS.27:13) tetapi semua mukjizat Nabi Musa a.s. tersebut
didustakan oleh Fir’aun dan
para pembesarnya dengan menyebutnya sebagai perbuatan sihir (Qs.7:104-127).
Selanjutnya laki-laki yang beriman tersebut mengemukakan Sunnatullah
mengenai hukuman yang pasti akan menimpa orang-orang yang mengada-adakan pendakwaan dusta atas nama Allah
dan orang-orang yang mendustakan
pendakwaan Rasul Allah, sekali pun mereka itu telah menyaksikan
berbagai mukjizat yang mendukung kebenaran pendakwaan Rasul Allah tersebut:
وَ اِنۡ یَّکُ کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ
صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ بَعۡضُ الَّذِیۡ یَعِدُکُمۡ
“Dan jika ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang diancamkannya kepada kamu.”
Perkataan orang beriman mengenai Sunnatullah tersebut sesuai dengan firman Allah Swt.
berikut ini mengenai kesinambungan
pengutusan para Rasul Allah dari
kalangan Bani (keturunan) Adam:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ
فَاِذَا جَآءَ اَجَلُہُمۡ
لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً وَّ
لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ
ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ
﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan bagi tiap-tiap umat ada batas waktu,
maka apabila telah datang batas waktunya,
mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya. Wahai Bani
Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul
dari antara kamu yang menceritakan Ayat-ayat-Ku kepada kamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula
mereka akan bersedih hati. Dan orang-orang
yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan
takabur berpaling darinya, mereka
itu penghuni Api, mereka kekal di dalam-nya. (Al-A’rāf
[7]:35-37).
Hal ini patut mendapat perhatian istimewa.
Seperti pada beberapa ayat sebelumnya (yakni QS.7:27, 28 & 32), seruan
dengan kata-kata Hai anak-cucu Adam, ditujukan kepada umat di zaman Nabi
Besar Muhammad saw. dan
kepada generasi-generasi yang akan lahir, bukan kepada umat yang hidup di masa
jauh silam dan yang datang tak lama sesudah masa Nabi Adam a.s., dengan
demikian firman Allah Swt. menolak
itikad sesat lā nabiyya ba’dahu –
tidak ada lagi nabi sesudahnya” (QS.40:35-36; QS.72:8)
Pertengkaran Para penentang Rasul
Allah di Alam Akhirat
Lebih lanjut Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang yang dengan takabbur mendustakan
Ayat-ayat (Tanda-tanda)
Allah -- yakni mendustakan Rasul Allah serta berbagai mukjizat yang diperlihatkannya –
tersebut dan mengenai pertengkaran mereka di alam akhirat:
فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اُولٰٓئِکَ
یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا
اَیۡنَ مَا کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ اَنَّہُمۡ
کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ ادۡخُلُوۡا فِیۡۤ اُمَمٍ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ مِّنَ
الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ فِی النَّارِ ؕ کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا ؕ حَتّٰۤی اِذَا
ادَّارَکُوۡا فِیۡہَا جَمِیۡعًا ۙ قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ
اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ ۬ؕ قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ
وَّ لٰکِنۡ لَّا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
وَ قَالَتۡ
اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ ﴿٪﴾
Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah atau mendustakan Ayat-ayat-Nya? Mereka akan memperoleh bagian mereka sebagaimana telah
ditetapkan, hingga
apabila datang kepada mereka utusan-utusan
Kami untuk mencabut nyawanya seraya
berkata: ”Di manakah apa yang biasa kamu
seru selain Allah?” Mereka
berkata: “Mereka telah lenyap dari kami.”
Dan mereka memberi
kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya mereka
adalah orang-orang kafir. Dia berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Api bersama umat-umat jin dan ins (manusia)
yang telah berlalu sebelum kamu!” Setiap kali suatu umat masuk, umat itu akan mengutuk saudara-saudaranya dari umat lain, hingga
apabila mereka semua telah tiba
berturut-turut di dalamnya, maka mereka yang terakhir berkata mengenai mereka yang terdahulu: “Ya Tuhan kami, mereka ini telah menyesatkan kami, karena itu berilah mereka azab
Api berlipat-ganda.” Dia berfirman: “Bagi
masing-masing mendapat azab berlipat
ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.” Dan mereka yang terdahulu berkata kepada mereka yang terakhir: “Tidak ada bagi
kamu suatu kelebihan atas kami, maka rasakanlah azab itu disebabkan oleh apa yang senantiasa kamu
lakukan.” (Al-A’rāf [7]:38-40).
Pendek
kata, betapa benarnya perkataan laki-laki beriman
tersebut mengenai orang-orang
yang berdusta dan yang mendustakan
Ayat-ayat Allah:
وَ اِنۡ یَّکُ کَاذِبًا فَعَلَیۡہِ کَذِبُہٗ ۚ وَ اِنۡ یَّکُ
صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ بَعۡضُ الَّذِیۡ یَعِدُکُمۡ
“Dan jika ia seorang pendusta maka atas dialah kedustaannya, dan jika ia benar maka akan menimpa kamu sebagian dari apa yang diancamkannya kepada kamu.” (Al-Mu’min [40]:29).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25 September
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar