ۡ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 27
Makna
“Syaitan-syaitan Pengajar Sihir” di Zaman
Nabi Sulaiman a.s. dan Dua "Malaikat” Harut
dan Marut di Babilonia
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai keledai
Nabi Yehezkiel a.s. atau Nabi Dzulkifli a.s., yang
sama sekali tidak ada hubungannya dengan
“tulang belulang” yang tertata
kembali dan disaluti daging,
firman-Nya:
اَوۡ کَالَّذِیۡ مَرَّ عَلٰی قَرۡیَۃٍ وَّ ہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا
ۚ قَالَ اَنّٰی یُحۡیٖ ہٰذِہِ اللّٰہُ
بَعۡدَ مَوۡتِہَا ۚ فَاَمَاتَہُ اللّٰہُ مِائَۃَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَہٗ ؕ قَالَ
کَمۡ لَبِثۡتَ ؕ قَالَ لَبِثۡتُ یَوۡمًا اَوۡ بَعۡضَ یَوۡمٍ ؕ قَالَ بَلۡ
لَّبِثۡتَ مِائَۃَ عَامٍ فَانۡظُرۡ اِلٰی
طَعَامِکَ وَ شَرَابِکَ لَمۡ یَتَسَنَّہۡ ۚ وَ انۡظُرۡ اِلٰی حِمَارِکَ وَ
لِنَجۡعَلَکَ اٰیَۃً لِّلنَّاسِ وَ انۡظُرۡ اِلَی الۡعِظَامِ کَیۡفَ نُنۡشِزُہَا
ثُمَّ نَکۡسُوۡہَا لَحۡمًا ؕ فَلَمَّا تَبَیَّنَ لَہٗ ۙ قَالَ اَعۡلَمُ اَنَّ اللّٰہَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ﴿﴾
Atau seperti
perumpamaan orang yang melalui
suatu kota yang dinding-dindingnya telah runtuh atas atap-atapnya, kemudian ia
berkata: “Kapankah Allah akan
menghidupkan kembali kota ini sesudah
kematian yakni kehancurannya?”
Lalu Allah mematikannya seratus tahun
lamanya,
kemudian Dia membangkitkan-nya lagi
dan berfirman: “Berapa lamakah engkau
tinggal dalam keadaan seperti ini?” Ia berkata: “Aku tinggal sehari atau sebagian hari. Dia ber-firman: “Tidak, bahkan engkau telah tinggal seratus tahun lamanya. Tetapi
lihatlah makanan engkau dan minuman engkau, itu sekali-kali tidak membusuk, dan lihat pulalah
keledai engkau, dan Kami melakukan demikian itu supaya Kami menjadikan eng-kau sebagai
Tanda bagi manusia. Dan lihatlah tulang-belulang itu bagaimana Kami menatanya kembali,
kemudian Kami membalutnya dengan daging.”
Maka tatkala kenyataan ini menjadi jelas baginya ia berkata: “Aku mengetahui bahwa sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
(Al-Baqarah [2]:260).
Sebagai Pengabulan Doa Nabi Yehezkiel a.s.
Oleh karena itu kekanak-kanakan
sekali jika ayat tersebut dimaknai bahwa Allah Swt. sungguh-sungguh mematikan dan membiarkan Nabi Yehezkel a.s. mati selama 100 tahun kemudian menghidupkan beliau kembali, sebab
hal itu niscaya tidak akan merupakan jawaban
atas doanya, yang bukan mengenai kematian dan kebangkitan
kembali seseorang tertentu, melainkan mengenai sebuah kota yang menampilkan suatu kaum
(Bani Israil) seutuhnya, yaitu kota Yerusalem.
Mengisyaratkan kepada kenyataan itu
pulalah Allah Swt. melalui lidah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah mengumpamakan orang-orang Yahudi - yang selalu mendurhakai Allah Swt dan para Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan
mereka (QS.2:88-94) – dengan sebutan Yerusalem pula:
“Yerusalem, Yerusalem,
engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari
dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu,
sama seperti induk ayam mengumpulkan
anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi
kamu tidak mau. Lihatlah rumahmu ini
akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarng kamu tidak akan melihat Aku
lagi, hingga kamu berkata: “Diberkatilah
Dia yang datang dalam nama Tuhan!”
(Matius 23:37-39).
Begitu juga Yahya (Yohanes)
pun menyebut hal yang sama mengenai “kaum lain” yang akan menggantikan kedudukan “orang-orang
Yahudi” -- yang senantiasa mendurhakai Allah Swt. dan para rasul
Allah di kalangan mereka – dengan sebutan “Yerusalem yang baru” yang “turun dari surge”:
Lalu aku melihat langit
yang baru dan bumi yang baru,
sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan
laut pun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota
yang kudus, Yerusalem yang baru,
turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari tahta itu itu berkata: “Lihatlah kemah Allah ada di tengah-tengah manusia
dan Ia akan diam bersama-sama dengan
mereka. Mereka akan menjadi umatNya
dan Ia akan menjadi Allah mereka.
Dan Ia akan menghapus segala air mata
dari mata mereka , dan maut tidak
akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan,
atau ratap tangis, atau duka cita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” (Wahyu 21:1-4).
Jadi, kembali kepada pertanyaan Allah Swt. kepada Nabi Yehezkiel
a.s. mengenai pengalaman “kematian” yang beliau alami dalam mimpi beliau
setelah memanjatkan doa kepada Allah Swt mengenai kapan “kota Yerusalem” atau Bani
Israil akan pulih lagi dari kehancurannya
akibat kedurhakaan mereka قَالَ کَمۡ لَبِثۡتَ -- ““Berapa
lamakah engkau tinggal dalam keadaan seperti ini?” Dijawab oleh Nabi Yehezkiel a.s. لَبِثۡتُ یَوۡمًا اَوۡ بَعۡضَ یَوۡمٍ -- “Aku
tinggal sehari atau sebagian hari”, kata yaum (hari) itu dimaksudkan untuk
menyatakan keadaan waktu yang tidak terbatas (QS.18:20 dan QS.23:114),
dan menurut kebiasaan Al-Quran berarti
bahwa Nabi Yehezkiel a.s. tidak
tahu berapa lamanya beliau tinggal
dalam keadaan itu. Yaum di sini bukan berarti satu hari yang terdiri atas 24 jam, melainkan hanya menunjukkan
suatu waktu tertentu (lihat QS.1:4).
Kata-kata "Aku tinggal sehari atau sebagian hari,"
dapat pula menunjuk kepada waktu Nabi Yehezkiel a.s. tidur
atau waktu beliau melihat kasyaf itu
ketika bekerja di ladang, bersama
orang-orang Yahudi buangan lainnya di Babil. Rupa-rupanya Nabi Yehezkiel a.s.
menyangka bahwa beliau ditanya
mengenai lama berlangsungnya waktu melihat kasyaf
itu.
Penegasan
Allah Swt. menggunakan kata bal, kata tersebut itu merupakan kata penyimpangan
yang artinya: (a) pembatalan apa-apa yang terdahulu, seperti pada QS.21:27, atau (b) peralihan dari satu pokok pembicaraan
kepada yang lain, seperti dalam QS.87:17.
Di sini bal telah dipakai dalam
arti terakhir. Dengan demikian anak kalimat: Tidak, bahkan engkau pun telah tinggal 100 tahun lamanya
dalam keadaan seperti ini, menunjukkan bahwa meskipun dalam satu pengertian
Nabi Yehezkiel a.s. telah
tinggal dalam keadaan seperti itu 100
tahun -- sebab beliau mimpi bahwa
beliau mati selama 100 tahun -- tetapi
pernyataan bahwa beliau tinggal sehari
atau sebagian hari pun tepat; sebab
waktu yang sebenarnya berlangsung dalam melihat
kasyaf itu sangat singkat.
Untuk
membuat kenyataan ini jelas kepada pikiran Nabi Yehezkiel a.s., Allah
Swt. mengarahkan perhatian
beliau kepada makanan dan minuman dan keledainya, bahwa makanan
dan minuman beliau pada hari itu tidak menjadi busuk demikian juga dengan keledai beliau pun masih hidup,
menunjukkan bahwa beliau sebenarnya hanya tinggal sehari atau sebagian hari.
Kata-kata “lihatlah keledai
engkau“ pun menunjukkan bahwa Nabi Yehezkiel a.s. melihat kasyaf ketika tidur (tertidur) di ladang dengan keledai beliau ada di sisinya,
sebab selama itu orang Bani Israil di babilonia dipekerjakan di ladang sebagai
buruh tani. Jadi, Nabi Yehezkiel a.s. dalam mimpi (kasyaf) tersebut seakan-akan menampilkan dalam diri beliau seluruh bangsa Yahudi.
Wafat beliau secara simbolis
100 tahun dalam mimpi beliau melukiskan keruntuhan
nasional mereka dan kesedihan
selama dalam tawanan, sebab itulah
masa yang sesudahnya mereka bangkit
kembali. Itulah sebabnya, mengapa Nabi Yehezkiel a.s. disebut “menjadi suatu Tanda” وَ لِنَجۡعَلَکَ
اٰیَۃً لِّلنَّاسِ -- “dan Kami melakukan demikian itu supaya Kami menjadikan engkau sebagai
Tanda bagi manusia.” Lihat pula Kitab Yehezkiel,
fasal 37.
Makna “Syaitan-syaitan” yang Mengajar “Sihir” &
Dua “Malaikat” Harut dan
Marut
Perlu diketahui, bahwa selain
Nabi Yehezkiel a.s., yang berada dalam dalam
peristiwa pembuangan bersama orang-orang
Yahudi lainnya di Babilonia, setelah Nabi Yehezkiel a.s. wafat di Babilonia, Allah
Swt. pun guna membimbing orang-orang
Yahudi di Babilonia, telah membangkitkan dua orang suci di masa pembuangan
tersebut, yaitu Nabi Hijai a.s. dan Zakaria
bin Ido – yang dalam QS.2:103 Allah
Swt. menyebutnya disebut “dua malaikat”, yakni Harut dan Marut –
yang dengan bimbingan kedua orang suci
tersebut orang-orang Yahudi mendirikan
sebuah “perkumpulan rahasia” yang
anggotanya hanya khusus “kaum laki-laki.”
“Perkumpulan rahasia” yang
dipimpin oleh “dua orang suci” atau “dua malaikat” Harut dan Marut inilah yang mengadakan kerjasama rahasia dengan Cyrus (Koresy
atau Dzulqarnain)
-- raja
Media dan Persia – sehingga kerajaan Babilonia
akhirnya dapat dikalahkan, dan orang-orang
Yahudi buangan pun akhirnya dapat pulang
lagi ke Palestina, firman-Nya:
وَ لَمَّا جَآءَہُمۡ رَسُوۡلٌ
مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَہُمۡ نَبَذَ فَرِیۡقٌ مِّنَ الَّذِیۡنَ
اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ ٭ۙ کِتٰبَ اللّٰہِ وَرَآءَ
ظُہُوۡرِہِمۡ کَاَنَّہُمۡ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾۫وَ اتَّبَعُوۡا مَا تَتۡلُوا الشَّیٰطِیۡنُ عَلٰی مُلۡکِ سُلَیۡمٰنَ ۚ وَ مَا کَفَرَ
سُلَیۡمٰنُ وَ لٰکِنَّ الشَّیٰطِیۡنَ کَفَرُوۡا یُعَلِّمُوۡنَ النَّاسَ السِّحۡرَ
٭ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ عَلَی الۡمَلَکَیۡنِ بِبَابِلَ ہَارُوۡتَ وَ مَارُوۡتَ ؕ وَ مَا یُعَلِّمٰنِ مِنۡ اَحَدٍ
حَتّٰی یَقُوۡلَاۤ اِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَۃٌ فَلَا تَکۡفُرۡ ؕ فَیَتَعَلَّمُوۡنَ
مِنۡہُمَا مَا یُفَرِّقُوۡنَ بِہٖ بَیۡنَ الۡمَرۡءِ وَ زَوۡجِہٖ ؕ وَ مَا ہُمۡ بِضَآرِّیۡنَ بِہٖ مِنۡ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ وَ یَتَعَلَّمُوۡنَ
مَا یَضُرُّہُمۡ وَ لَا یَنۡفَعُہُمۡ ؕ وَ لَقَدۡ عَلِمُوۡا لَمَنِ اشۡتَرٰىہُ مَا
لَہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنۡ خَلَاقٍ ۟ؕ وَ لَبِئۡسَ مَا شَرَوۡا بِہٖۤ اَنۡفُسَہُمۡ
ؕ لَوۡ کَانُوۡا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan tatkala
datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah, menggenapi
apa yang ada pada mereka, segolongan dari orang-orang yang diberi Alkitab membuang Kitab Allah ke belakang
punggungnya, seolah-olah mereka tidak
mengetahui. Dan mereka
mengikuti apa yang diikuti oleh syaithan-syaitan yakni para
pemberontak di masa kerajaan Sulaiman, dan bukan Sulaiman yang kafir melainkan syaitan-syaitan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia. Tetapi mereka itu
mengaku mengikuti apa yang telah diturunkan kepada dua malaikat, Harut dan Marut, di Babil.
Dan keduanya tidaklah mengajar seorang
pun hingga mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan dari
Tuhan, karena itu janganlah kamu kafir.” Lalu orang-orang belajar dari keduanya hal yang
dengan itu mereka membuat pemisahan di antara laki-laki dan istrinya, dan mereka sekali-kali tidak mendatangkan mudarat kepada seorang
pun dengan itu kecuali dengan seizin Allah,
sedangkan mereka ini belajar hal
yang mendatangkan mudarat kepada diri mereka dan tidak bermanfaat baginya.
Dan sungguh mereka benar-benar mengetahui bahwa barangsiapa berniaga dengan cara ini niscaya tidak ada baginya
suatu bagian keuntungan di akhirat, dan benar-benar sangat buruk hal yang untuk itu mereka
menjual dirinya, sean-dainya mereka mengetahui. (Al-Baqarah [2]:102-103).
Ayat 103 merupakan penjelasan dari perumpamaan mengenai para pemberontak (pendurhaka) di zaman pemerintahan Nabi Daud a.s. yang selalu merongsong
pemerintahan beliau, bahkan berusaha untuk membunuh beliau (QS.38:22-27). Upaya
para pemberontak tersebut terus berlanjut pada masa pemerintahan Nabi Sulaiman a.s. dan mereka pun selain terus menerus menyebar
berbagai fitnah keji mengenai beliau,
juga mereka itu selalu merongsong pemerintahan
Nabi Sulaiman a.s., dan Allah Swt.
menyebut para perusuh tersebut sebagai “rayap
yang memakan tongkat” Nabi Sulaiman a.s.
(QS.34:15).
Dalam QS.2:103 tersebut Allah Swt. telah
menyebut para “pemberontak” pada
masa pemerintahan Nabi Sulaiman a.s. sebagai “syaitan”,
yang berarti juga “orang-orang kafir”
(QS.2:15; QS.22:53), dan makar-makar buruk yang dilakukan mereka disebut sihir.
Sihr berarti: akal licik, dursila; sihir;
mengadakan apa-apa yang palsu dalam
bentuk kebenaran; setiap kejadian
yang sebab-sebabnya tersembunyi, dan
disangka lain dari kenyataannya (Lexicon Lane). Jadi setiap kepalsuan,
penipuan atau akal licik yang dimaksudkan untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya yang buruk dari penglihatan orang, adalah termasuk sihir juga.
Ada pun
berbeda dengan makna “syaitan” dalam ayat tersebut maksudnya adalah "orang-orang kafir" (QS.2:15; QS.6:112-114; QS.22:53) yaitu para pemberontak di zaman Nabi Sulaiman a.s., sedangkan makna "dua malaikat" adalah dua
orang suci, sebagaimana halnya Nabi Yusuf a.s pun telah disebut malaikat pula (QS.12:32), sebab kedua malaikat itu di sini diterangkan sebagai
mengajar sesuatu kepada orang banyak, padahal malaikat itu tidak pernah tinggal
bersama manusia dan tidak bergaul
bebas dengan mereka (QS.17:95; QS.21:8).
Harūt dan Marūt itu keduanya
nama sifat, yang pertama berasal dari
harata (yakni merobek — Aqrab) berarti “orang merobek”, dan yang kedua berasal dari marata
(artinya: ia memecahkan) berarti orang
yang memecahkan. Nama-nama itu
mengandung arti bahwa tujuan munculnya orang-orang
suci itu di Babilonia adalah untuk
“merobek” dan “memecahkan” kemegahan
dan kekuasaan kerajaan musuh-musuh kaum Bani Israil, yakni kerajaan Babilonia pimpinan raja Nebukadnezar yang telah menghancur-luluhkan kota Yerusalem
(QS.2:260).
Dua “Perkumpulan Rahasia”
yang Berbeda Tujuannya & “Makar Buruk”
Orang-orang Yahudi Madinah Terhadap Nabi
Besar Muhammad Saw.
Dua orang suci (dua malaikat) tersebut
pada waktu upacara pelantikan anggota “organisasi rahasia” yang dipimpinnya, menerangkan kepada anggota-anggota baru bahwa mereka itu semacam percobaan dari Allah Swt. untuk maksud memisahkan antara yang baik dan yang buruk.
Mereka membatasi keanggotaan perkumpulan
mereka hanya pada kaum pria. inilah makna kalimat “mereka membuat pemisahan di
antara laki-laki dan istrinya”, sebab kaum wanita pada umumnya tidak dapat memegang
rahasia dan bersifat lemah. Jadi sungguh sangat keliru orang-orang yang
menafsirkan ayat QS. 2:103, bahwa malaikat Harut
dan Marut itulah yang telah mengajarkan sihir kepada para
muridnya yang membuat pasangan suami-istri menjadi bercerai, padahal yang dimaksud ayat tersebut yang mengajarkan sihir adalah syaitan-syaitan itulah.
Pendek kata, maksud firman Allah Swt dalam QS.2:103 tersebut berarti, bahwa orang-orang
Yahudi pada masa Nabi Besar Muhammad
saw. ikut-ikutan dalam rencana
dan perbuatan jahat yang sama kepada
beliau saw., seperti halnya yang menjadi
ciri nenek-moyang mereka di zaman
Nabi Sulaiman a.s. yang disebut “syaitan
yang mengajarkan sihir,” atau “rayap bumi” yang “memakan tongkat” Nabi Sulaimana a.s.” (QS.34:15) yang juga telah ditafsirkan secara harfiah oleh orang-orang
yang berhati
bengkok, yang tidak memahami makna
ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat (QS.3:8-10).
Dikatakan selanjutnya dalam ayat
tersebut bahwa perusuh-perusuh (syaitan) di
zaman Nabi Sulaiman a.s. adalah pemberontak-pemberontak
yang menuduh beliau sebagai orang kafir.
Ayat ini membersihkan Nabi Sulaiman
a.s. dari tuduhan kafir, melainkan “syaitan-syaitan”
itulah yang kafir kepada Allah Swt.
dan Rasul-Nya.
Ditambahkannya bahwa pemberontak-pemberontak di zaman Nabi
Sulaiman a.s. itu mengajarkan
kepada rekan-rekan mereka sandi-sandi
(lambang-lambang rahasia) yang mengandung
arti yang sama sekali berbeda dari arti yang umumnya dipahami,
dengan tujuan menipu orang dan
menyembunyikan maksud sebenarnya,
seperti halnya sandi-sandi rahasia
golongan Fremansory kaum Yahudi di Akhir Zaman ini.
Jadi, ayat 2:103 ini mengisyaratkan kepada sekongkol rahasia yang dilancarkan para penentang Nabi Sulaiman a.s. terhadap beliau. Dengan jalan itu
mereka berusaha menghancurkan kerajaannya.
Hal itu mengandung arti bahwa orang-orang
Yahudi Medinah pun mempergunakan pula siasat
kotor yang sama terhadap Nabi Besar
Muhammad saw., tetapi mereka tidak
akan berhasil dalam rencana-rencana
jahatnya itu sebagaimana kegagalan makar
buruk para pendahulu mereka terhadap
Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s., bahkan kemudian
mereka itulah yang menjdi “orang-orang
yang diusir” oleh Allah Swt. secara hina
dari negeri mereka (QS.59:3-5;
QS.5:33-35).
Ketika orang-orang Yahudi menyaksikan kekuasaan Islam terus-menerus meluas dan
perlawanan terhadap Islam di tanah
Arab telah dihancurkan sepenuhnya,
lagi mereka tidak dapat menghentikan atau memperlambat kemajuannya, oranhg-orang
Yahudi mulai menghasut orang-orang
luar melawan Islam. Dan karena
ditindas dan dizalimi oleh penguasa-penguasa kerajaan Kristen,
mereka mencari perlindungan di Persia
serta memindahkan pusat agama mereka dari Yehuda
ke Babil (Hutchison’s of Nation’s, halaman 550). Berangsur-angsur
mereka mulai memasukkan pengaruh besarnya
ke dalam istana raja-raja Persia dan
mulai membuat komplotan terhadap
Islam.
Ketika Khusru II menerima surat dakwah Islam dari Nabi Besar Muhammad saw. mengajaknya agar menerima Islam, mereka berhasil menghasutnya
supaya mengirimkan perintah kepada
Badhan, Gubernur Yaman, yang pada masa itu merupakan propinsi Persia, agar menangkap dan mengirimkan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai tawanan dengan dirantai ke istana
Persia. Kepada komplotan-komplotan
dan sekongkol orang-orang Yahudi di
zaman Nabi Besar Muhammad saw. itulah ayat ini menunjuk.
Kerjasama dengan Raja Cyrus (Koresy)
Mengalahkan kerajaan Babilonia
Jadi, kembali kepada QS.2:260, perhatian
mereka ditarik kepada kenyataan bahwa pertama nenek-moyang mereka pun
telah melancarkan komplotan terhadap Nabi Sulaiman a.s. ketika beberapa anggota masyarakatnya
telah mendirikan perkumpulan-perkumpulan
rahasia melawan beliau. Di dalam perkumpulan-perkumpulan
rahasia itu diajarkan lambang-lambang
dan sandi-sandi (I Raja-raja
11:29-32; I Raja-raja 11:14, 23, 26; II Tawarikh 10:2-4).
Kejadian kedua, ketika mereka
menghidupkan kembali perkumpulan-perkumpulan
rahasia ialah pada waktu mereka masih dalam tawanan di Babil pada zaman Raja Nebukadnezar. Di bawah pimpinan dua orang
suci (dua malaikat) -- Harut dan Marut.
Orang-orang suci yang disinggung
dalam ayat ini ialah Nabi Hijai, dan Zakaria bin Ido (Ezra 5:1). Orang-orang suci itu membatasi keanggotaan perkumpulan rahasia tersebut
pada kaum pria, dan menerangkan
kepada para anggota baru pada waktu upacara pelantikan bahwa mereka itu semacam
cobaan dari Tuhan, dan bahwa oleh
karena itu kaum Bani Israil di Babilonia
hendaknya jangan mengingkari apa-apa
yang dikatakan mereka.
Ketika kekuasaan Cyrus — raja Media dan Persia — bangkit,
orang-orang Bani Israil mengadakan perjanjian rahasia dengan beliau. Hal
demikian sangat mempermudah untuk mengalahkan Babil. Sebagai imbalan
atas jasa itu, Cyrus bukan saja
mengizinkan mereka kembali ke Yeruzalem,
tetapi membantu mereka pula dalam
pembangunan kembali Rumah Peribadatan
Nabi Sulaiman a.s. (Historians’
History of the World, ii 126).
Ayat 103 ini mengisyaratkan bahwa
upaya-upaya kaum Yahudi pada dua peristiwa yang telah lewat itu telah
membawa hasil-hasil berlainan. Pada
peristiwa pertama, komplotan mereka -- yakni “syaitan-syaitan”
-- bertujuan untuk melawan Nabi
Sulaiman a.s. dan disudahi dengan kehilangan seluruh kewibawaan
dan akhirnya mereka dibuang ke Babil, sebagai akibat dari kutukan
Nabi Daud a.s. (QS.5:79-81).
Pada peristiwa kedua, mereka
mengambil cara-cara yang sama, di
bawah pimpinan dua wujud suci (Harut
dan Marut) yang mendapat bimbingan wahyu
Ilahi, dan mereka berhasil gilang-gemilang, berupa kembalinya suku-suku Yahudi dari tempat pembuangan mereka di Babilonia ke Palestina atas bantuan Cyrus (Dzulqarnain).
Untuk menegaskan bahwa apakah kegiatan kaum Yahudi terhadap Nabi
Besar Muhammad saw. akan menemui kegagalan
seperti dialami mereka di masa Nabi Sulaiman a.s. ataukah akan berhasil seperti di Babil, maka Al-Quran menyatakan: Mereka ini (musuh-musuh
Rasulullah saw..) belajar hal yang mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak bermanfaat bagi mereka, mengisyaratkan bahwa mereka yang
belajar “sihir” dari “syaitan-syaitan”
(para perusuh) tidak akan berhasil seperti keberhasilan nenek-moyang mereka di Babil,
yang belajar dari “dua malaikat” (dua orang suci) -- Harut
dan Marut -- yang mendapat bimbingan wahyu Ilahi.
Hukuman Ilahi yang Kedua
Namun nampaknya orang-orang Yahudi kembali melakukan kedurhakaan besar kepada Allah Swt. dan para rasul Allah yang
dibangkitkan di kalangan mereka, terutama ketika mereka berusaha melakukan
pembunuhan terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. melalui penyaliban,
maka janji hukuman Allah Swt. yang kedua pun kembali mempa mereka, firman-Nya:
فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ الۡاٰخِرَۃِ لِیَسُوۡٓءٗا وُجُوۡہَکُمۡ وَ لِیَدۡخُلُوا
الۡمَسۡجِدَ کَمَا دَخَلُوۡہُ اَوَّلَ مَرَّۃٍ وَّ لِیُتَبِّرُوۡا مَا
عَلَوۡا تَتۡبِیۡرًا ﴿﴾
Lalu bila
datang saat sempurnanya janji yang kedua itu Kami membangkitkan lagi
hamba-hamba Kami yang lain supaya mereka mendatangkan kesusahan kepada
pe-mimpin-pemimpin kamu dan supaya mereka memasuki masjid seperti
pernah mereka memasukinya pada kali pertama, dan supaya mereka
meng-hancurluluhkan segala yang telah mereka kuasai. (Bani
Israil [17]:8).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 19
September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar