ۡ بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 34
Peringatan
Allah Swt. Kepada Umat Islam &
Pembelaan Allah Swt. dalam Al-Quran Mengenai
Berbagai Fitnah Terhadap Nabi Daud
a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai itikad sesat lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi
sesudahnya) dan cara-cara pendustaan
serta penzaliman terhadap para Rasul Allah serta para pengikutnya
tersebut, seakan-akan telah saling mewasiyatkan
di antara mereka, sekali pun mereka itu dipisahkan oleh jarak waktu yang lama –
termasuk di Akhir Zaman ini -- firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ اَتَی الَّذِیۡنَ
مِنۡ قَبۡلِہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا
قَالُوۡا سَاحِرٌ اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾ اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah
sekali-kali tidak pernah datang kepada
orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!” Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai
itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum
pendurhaka (Adz-Dzāriyāt [51]:53-54).
Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan dan berbagai fitnah yang dilancarkan terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani (rasul-rasul Allah) lainnya
oleh lawan-lawan mereka sepanjang
masa, sehingga nampaknya orang-orang
kafir dari abad tertentu menurunkan tuduhan-tuduhan
itu kepada keturunan mereka, supaya
terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan
itu, termasuk di Akhir Zaman ini
kepada Rasul Akhir Zaman, firman-Nya:
وَّ اَنَّہُمۡ ظَنُّوۡا کَمَا
ظَنَنۡتُمۡ اَنۡ لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ اَحَدًا ۙ﴿﴾
Dan sesungguhnya mereka
menyangka sebagaimana kamu juga
menyangka bahwa Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul. (Al-Jin [71]:8).
Itikad Sesat
lā nabiya ba’dahu (tidak ada lagi
sesudahnya)
Yang
Diwariskan Para Penentang Rasul Allah
dari Zaman ke Zaman
Jadi, sejak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak mempercayai lagi kedatangan rasul mana pun sesudah beliau (QS.40:35),
namun dalam kenyataannya Allah Swt. telah mengutus rangkaian kedatangan para Rasul Allah di kalangan Bani Israil mulai dari Nabi Musa a.s. sampai dengan pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا
مُوۡسَی الۡکِتٰبَ وَ قَفَّیۡنَا مِنۡۢ بَعۡدِہٖ بِالرُّسُلِ ۫ وَ اٰتَیۡنَا
عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ
اَفَکُلَّمَا جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌۢ بِمَا لَا تَہۡوٰۤی اَنۡفُسُکُمُ
اسۡتَکۡبَرۡتُمۡ ۚ فَفَرِیۡقًا
کَذَّبۡتُمۡ ۫ وَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ
﴿﴾ وَ قَالُوۡا قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ ؕ بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah berikan Alkitab kepada Musa dan Kami mengikutkan rasul-rasul di
belakangnya, Kami berikan kepada Isa Ibnu Maryam Tanda-tanda
yang nyata, dan juga Kami
memperkuatnya dengan Ruhulqudus.Maka apakah patut setiap datang kepada kamu seorang rasul
dengan membawa apa yang tidak disukai oleh dirimu kamu
berlaku takabur, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian lainnya kamu bunuh? Dan
mereka berkata: ”Hati kami tertutup.” Tidak, bahkan Allah
telah mengutuk mereka karena kekafiran
mereka maka sedikit sekali apa yang mereka imani. (Al-Baqarah [2]:88-89).
Pemahaman sesat
yang sama -- lā nabiya ba’dahu (tidak
ada lagi sesudahnya) -- terjadi pula di
kalangan umumnya umat Islam (Bani
Ismail) – yang merupakan “saudara Bani
Israil” -- karena itu kemudaratan besar akibat mempercayai
pemahaman sesat Lā nabiyya ba’dahu (tidak ada lagi nabi sesudahnya)
berupa “kutukan Allah Swt.” yang dialami oleh orang-orang kafir dari
kalangan Bani Israil, kini sedang menimpa
umat Islam di berbagai wilayah
dunia, terutama di kawasan Timur Tengah.
Ketika di Akhir Zaman ini haq
(kebenaran) disampaikan Allah Swt.
kepada mereka melalui Rasul Akhir Zaman
yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., maka alasan
mereka itu sama dengan perkataan para pemuka kaum Yahudi: قُلُوۡبُنَا غُلۡفٌ -- ”Hati kami tertutup!” -- yaitu tertutup dengan dengan faham sesat Lā nabiyya
ba’dahu (tidak ada lagi nabi sesudahnya)
– dan jawaban Allah Swt. adalah sama juga:
بَلۡ لَّعَنَہُمُ اللّٰہُ بِکُفۡرِہِمۡ
فَقَلِیۡلًا مَّا یُؤۡمِنُوۡنَ
“Tidak, bahkan Allah
telah mengutuk mereka karena kekafiran
mereka maka sedikit sekali apa yang mereka imani” (Al-Baqarah [2]:88-89).
Peringatan Allah Swt. kepada Umat Islam
Dalam firman-Nya berikut ini -- yang secara khusus ditujukan kepada umat Islam sebagai peringatan -- dikatakan
mengenai penyebab orang-orang akan “berwajah hitam”, adalah karena
mereka itu kafir setelah beriman,
yakni mereka beriman (percaya)
mengenai kedatangan Rasul Akhir Zaman,
tetapi ketika Rasul Allah yang ditunggu-tunggu kedatangannya tersebut benar-benar datang tiba-tiba
mereka mendustakan dan menentangnya karena tidak sesuai dengan persepsi dan keinginan hawa-nafsu mereka, sebagaimana
dikemukakan firman-Nya dalam QS.2:88-89
sebelum ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ
اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا
تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ
اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ
عَلَیۡکُمۡ اِذۡ
کُنۡتُمۡ
اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ
بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ
بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ
النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ
لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ
تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی
الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ﴿۱۰۴﴾ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ
تَفَرَّقُوۡا وَ
اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا
جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ
عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ
اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ
بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ
فَذُوۡقُوا
الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ
ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لِلّٰہِ مَا فِی
السَّمٰوٰتِ وَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ تُرۡجَعُ
الۡاُمُوۡرُ ﴿﴾٪
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang
sebenar-benarnya, dan janganlah
sekali-kali kamu mati kecuali kamu
dalam keadaan berserah diri. Dan berpegangteguhlah
ka-mu sekalian pada tali Allah,
janganlah kamu berpecah-belah, dan ingatlah
akan nikmat Allah atasmu ketika kamu
dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia
menyatukan hatimu dengan kecintaan antara satu sama lain
maka dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api lalu Dia
menyelamatkanmu darinya. Demikianlah Allah
menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada segolongan di antara kamu
yang
senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan, menyuruh
kepada yang makruf, melarang dari berbuat munkar, dan mereka itulah orang-orang yang berhasil.
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sesudah bukti-bukti
yang jelas datang kepada mereka, dan mereka itulah orang-orang yang baginya ada azab yang besar. Pada hari ketika wajah-wajah
menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya menjadi
hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam,
dikatakan kepada mereka: “Apakah kamu kafir
sesudah beriman? Karena itu rasakanlah
azab ini disebabkan kekafiran kamu." Dan ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal
di dalamnya. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq, dan Allah
sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman
atas seluruh alam. Dan milik
Allah-lah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan.
(Āli
‘Imran [3]:103-110).
Bahwa firman Allah Swt.
tersebut merupakan peringatan khusus terhadap umat Islam –
khususnya di Akhir Zaman ini – dibuktikan oleh ayat selanjutnya mengenai tujuan Allah
Swt. membangkitkan umat Islam melalui pengutusan Nabi Besar Muhammad
saw., firman-Nya:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ
لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ وَ
تُؤۡمِنُوۡنَ
بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia, kamu menyuruh ber-buat makruf, melarang
dari berbuat munkar, dan beriman
kepada Allah. Dan seandainya Ahlul
Kitab beriman, niscaya akan lebih
baik bagi mereka. Di antara mereka ada
yang beriman tetapi kebanyakan
mereka orang-orang fasik. (Āli ‘Imran [3]:103-110).
Ayat ini bukan saja mencanangkan bahwa kaum Muslimin itu kaum yang terbaik
— sungguh suatu proklamasi besar — melainkan menyebutkan pula sebab-sebabnya:
(1) Mereka telah dibangkitkan untuk kepentingan umat manusia seluruhnya; (2)
telah menjadi kewajiban mereka menganjurkan berbuat kebaikan dan melarang
berbuat keburukan serta beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Kemuliaan kaum Muslimin bergantung pada dan ditentukan
oleh kedua syarat itu.
Kesedihan Hati Rasul Akhir Zaman
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. dalam Surah Shād
ayat 30 yang menjadi pokok pembahasan mengenai berbagai keberkatan Kitab suci Al-Quran, berikut firman-Nya kepada Nabi
Besar Muhammad saw.:
کِتٰبٌ
اَنۡزَلۡنٰہُ اِلَیۡکَ
مُبٰرَکٌ لِّیَدَّبَّرُوۡۤا اٰیٰتِہٖ
وَ لِیَتَذَکَّرَ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿ ﴾
Al-Quran ini
Kitab penuh
berkat yang Kami
telah menurunkannya kepada engkau, supaya mereka dapat merenungkan ayat-ayatnya, dan supaya orang-orang yang berakal mendapat nasihat. (Ash-Shād [38]:30).
Tetapi benar jugalah firman Allah Swt. mengenai kesedihan yang dirasakan oleh Rasul Akhir Zaman – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. – ketika
menyaksikan keadaan umumnya umat Islam
di Akhir Zaman ini telah memperlakukan Al-Quran sebagai
sesuatu yang telah ditinggalkan, firman-Nya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Tuhan-ku,
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan.” Dan
demikianlah Kami telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah
Tuhan engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32).
Ayat 31
dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan
diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali
belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan
dan dilupakan oleh orang-orang Muslim
seperti dewasa ini.
Ada sebuah hadits Nabi Besar
Muhammad saw. yang
mengatakan: “Satu saat akan datang kepada
kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam
melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya” (Baihaqi,
Syu’ab-ul-iman). Sungguh di Akhir
Zaman
sekarang inilah saat yang
dimaksudkan dalam firman Allah Swt. yang
diwahyukan lebih 14 abad yang lalu
tersebut, sebab firman Allah Swt.
itu tidak bisa dinisbahkan kepada masa Nabi
Besar Muhammad saw. yang penuh berkat
atau pun kepada masa pada masa Khulafatur
Rasyidin.
Dalam beberapa ayat sebelum Surah Shād ayat 30, mulai
ayat 22 sampai ayat 27 Allah Swt. menerangkan pengalaman
Nabi Daud a.s. menghadapi dua orang yang bermaksud membunuh beliau dengan cara memanjat dinding mihrab
beliau, namun ketika maksud buruk
kedua orang tersebut diketahui Nabi Daud a.s., maka keduanya segera berpura-pura seakan-akan sebagai dua orang yang bermaksud meminta pertimbangan hukum atas kasus persengketaan
dusta yang mereka alami mengenai domba betina, padahal
maksudnya adalah menyindir bahwa Nabi Daud a.s. adalah
seorang penguasa yang zalim dan rakus akan kekuasaan. Bandingkan kisah
dalam Al-Quran tersebut dengan kisah
dalam Bible (II Samuel 12:1-25) tentang Natan, yang lebih diagung-agungkan Bible daripada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s..
Pembelaan Allah Swt. dalam Al-Quran Mengenai
Kesucian Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.
Kisah tentang Nabi Daud a.s.
tersebut dalam Surah Shād ayat 31 dilanjutkan
lagi, sebagai pembelaan Allah Swt.
kepada Nabi Daud a.s. mengenai ketidak-benaran tuduhan kedua orang yang bermaksud membunuh beliau tersebut, firman-Nya:
وَ وَہَبۡنَا لِدَاوٗدَ سُلَیۡمٰنَ
ؕ نِعۡمَ الۡعَبۡدُ ؕ اِنَّہٗۤ اَوَّابٌ ﴿ؕ﴾ اِذۡ عُرِضَ عَلَیۡہِ بِالۡعَشِیِّ الصّٰفِنٰتُ
الۡجِیَادُ ﴿ۙ﴾ فَقَالَ اِنِّیۡۤ
اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ
رَبِّیۡ ۚ حَتّٰی تَوَارَتۡ بِالۡحِجَابِ ﴿ٝ﴾ رُدُّوۡہَا عَلَیَّ ؕ فَطَفِقَ مَسۡحًۢا بِالسُّوۡقِ
وَ الۡاَعۡنَاقِ ﴿﴾
Dan kepada Daud Kami menganugerahkan Sulaiman,
seorang hamba yang sangat baik,
sesungguhnya ia selalu kembali kepada
Kami. Ketika dihadapkan kepadanya kuda-kuda
yang terbaik pada petang hari maka ia berkata: “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan barang yang baik karena
mengingatkan kepada
Tuhan-ku.” Hingga ketika kuda-kuda itu tersembunyi di
belakang tabir, ia berkata: “Bawalah
kembali kuda-kuda itu
kepadaku,” Kemudian ia mulai mengusap-usap
kaki dan leher kuda-kuda itu.
(Ash-Shād [38]:31-34).
Shāfināt (kuda-kuda yang terbaik) ialah
jamak dari shafinah, bentuk muannats dari shafin, yang berarti
seekor kuda yang berdiri atas tiga kaki dan pada ujung kuku kaki keempatnya.
Berdiri dengan sikap demikian dianggap ciri khas kuda Arab yang dipandang sebagai keturunan kuda terbaik. Jiyād
(kuda-kuda yang larinya cepat) itu jamak dari jawād, dan ungkapan farasun
jawādun berarti seekor kuda yang larinya kencang (Lexicon Lane).
Pasukan Angkatan Perang
Nabi Sulaiman a.s.
Allah
Swt. menganugerahkan kepada Nabi Sulaiman a.s. kekuasaan
dan keka-yaan. Beliau memerintah
kerajaan Bani Israil yang luas, yang
beliau warisi dari Nabi Daud a.s., dan oleh karena itu beliau terpaksa harus
mempunyai angkatan perang yang kuat.
Tentu saja beliau mempunyai kesukaan yang sangat akan kuda keturunan yang baik, sebab pasukan
berkuda (pasukan kavaleri) merupakan satu
sayap yang kuat bagi angkatan perang
beliau.
Kegemaran Nabi Sulaiman a.s. akan kuda, bukan seperti kesukaan seorang
pencandu berpacu kuda atau seorang
peternak kuda profesional. Kegemaran itu timbul hanya karena kecintaan beliau kepada Khaliq-nya, karena kuda-kuda dipakai beliau untuk
berperang di jalan Allah.
Itulah makna ucapan Nabi Sulaiman a.s. اِنِّیۡۤ
اَحۡبَبۡتُ حُبَّ الۡخَیۡرِ عَنۡ ذِکۡرِ
رَبِّیۡ – “Sesungguhnya aku mencintai kesenangan akan
barang yang baik karena meng-ingatkan
kepada Tuhan-ku.” Nampaknya Nabi Sulaiman a.s. sedang menyaksikan suatu pawai berkuda dan guna memperlihatkan kekaguman akan kuda-kuda beliau, maka
beliau mengusap-usap leher dan kaki kuda-kuda itu.
Dalam Surah Sabā dijelaskan mengenai perjalanan Nabi Sulaiman a.s. bersama pasukan perangnya menuju perbatasan dengan
wilayah kerajaan Ratu Saba, untuk menghentikan tindakan-tindakan infiltrasi (penyusupan) yang dilakukan tentara kerajaan Saba ke
wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman a.s., yang diumpamaakan
sebagai “kambing suatu kaum yang
memasuki kebun”, firman-Nya:
وَ دَاوٗدَ وَ سُلَیۡمٰنَ اِذۡ یَحۡکُمٰنِ فِی الۡحَرۡثِ اِذۡ
نَفَشَتۡ فِیۡہِ غَنَمُ الۡقَوۡمِ
ۚ وَ کُنَّا لِحُکۡمِہِمۡ شٰہِدِیۡنَ﴿٭ۙ﴾
Dan ingatlah
Daud dan Sulaiman ketika mereka
berdua memberikan keputusan mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing suatu kaum merusak di
dalamnya, dan Kami menjadi saksi
atas benarnya keputusan mereka.
(Al-Anbiya
[21]:79).
Sebelum membahas masalah ayat-ayat ini,
terlebih dulu perlu diketahui bahwa walau pun Bible dan Al-Quran
sama-sama membahas masalah kenabian
mulai dari Nabi Adam a.s. sampai dengan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – termasuk di dalamnya kisah Nabi Daud a.s. dan Nabi
Sulaiman a.s. – tetapi nampak dengan
jelas bahwa kesan yang timbul setelah
membaca kisah-kisah para Rasul Allah dalam kedua Kitab suci tersebut sangat berbeda.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 September 2013