بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 306
Hakikat dan Hikmah Perpindahan Kiblat dan Hubungannya dengan Beriman
kepada Rasul Allah yang
Kedatangannya Dijanjikan
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai pentingnya bagi Nabi Besar Muhammad saw. untuk mengamalkan semua petunjuk Al-Quran. Sebab jika tidak
maka beliau saw. tidak mungkin akan menjadi “suri teladan terbaik”
(QS.33:22; QS.3:32), dan akan terkena peringatan keras Allah Swt. berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الرَّسُوۡلُ
بَلِّغۡ مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ ؕ وَ اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ
رِسَالَتَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai Rasul, sampaikanlah
apa yang diturunkan kepada engkau dari Rabb (Tuhan) engkau, dan jika engkau tidak melakukan hal itu maka engkau sekali-kali tidak menyampaikan
amanat-Nya. Dan Allah akan melindungi engkau dari manusia, sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada
kaum kafir. (Al-Māidah [5]:68).
Kata-kata وَ اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ
رِسَالَتَہٗ -- “dan jika engkau tidak melakukan hal itu maka engkau sekali-kali tidak
menyampaikan amanat-Nya,” tidak
menunjukkan suatu kelalaian dari
pihak Nabi Besar Muhammad saw. dalam menyampaikan amanat Ilahi. Kata-kata itu hanya menyatakan satu kaidah umum bahwa seseorang yang tidak menyampaikan sebagian amanat yang
dipercayakan kepadanya sebenarnya ia
tidak menyampaikannya sama sekali.
Ungkapan وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ
النَّاسِ
-- “Dan Allah akan melindungi
engkau dari manusia,” itu berarti bahwa Allah Swt. tidak akan membiarkan orang-orang kafir mengambil nyawa Nabi Besar Muhammad saw. atau melumpuhkan beliau saw. untuk selama-lamanya, sehingga beliau saw. tidak mampu lagi melakukan tugas kerasulan beliau saw..
Perlu diketahui,
bahwa salah satu dari sekian penyebab
mengapa kedatangan para rasul Allah
senantiasa mendapat perlawanan hebat
dan zalim dari para pemuka kaumnya adalah karena beliau datang sebagai hakim
yang memutuskan berbagai bentuk perselisihan faham atau
kepercayaaan kaumnya, yang justru
dari adanya berbagai perselisihan kaum itulah para pemuka kaum tersebut memperoleh keuntungan duniawi (QS.30:31-33), sehingga kedatangan rasul Allah mereka anggap sebagai ancaman besar bagi kepentingan
duniawi mereka dan mereka berusaha menggagalkan misi suci para rasul Allah
dengan segala cara (QS. 6:112-114 n& 124-125; QS.22:53-55; QS.25:26-32),
kalau perlu membunuh mereka, itulah makna dari jaminan
pemeliharaan Allah Swt. dalam ayat
sebelum ini terhadap Nabi Besar Muhammad saw.
وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ -- “Dan Allah
akan melindungi engkau
dari manusia,” firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الرَّسُوۡلُ
بَلِّغۡ مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ ؕ وَ اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ
رِسَالَتَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai Rasul, sampaikanlah
apa yang diturunkan kepada engkau dari Rabb (Tuhan) engkau, dan jika engkau tidak melakukan hal itu maka engkau sekali-kali tidak menyampaikan
amanat-Nya. Dan Allah akan melindungi engkau dari manusia, sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada
kaum kafir. (Al-Māidah [5]:68).
“Keberatan” Para Malaikat Mengisyarattkan “Sunnatullah” Munculnya Para Penentang Rasul Allah yang Menumpahkan
Darah
Mengisyaratkan
kepada upaya pembunuhan itu pulalah
ucapan para malaikat ketika menanggapi rencana Allah Swt. akan menjadikan seorang Khalifah di muka bumi, firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ
وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman kepada para
malaikat: اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً – “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”, mereka
berkata: اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ -- “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni
di bumi orang yang akan membuat
kerusakan di dalamnya dan akan menumpahkan darah, وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ
وَ نُقَدِّسُ لَکَ -- padahal kami senantiasa bertasbih dengan pujian Engkau dan kami
senantiasa mensucikan Engkau?” قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ -- Dia berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah [2]:31).
Para malaikat tidak mengemukakan keberatan terhadap rencana Ilahi atau mengaku diri mereka lebih unggul daripada Khalifah Allah yakni Nabi Adam a.s.. Pertanyaan mereka didorong oleh pengumuman
Allah Swt. mengenai rencana-Nya untuk mengangkat seorang khalifah.
Wujud khalifah
diperlukan bila tertib harus ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan. Keberatan
semu para malaikat menyiratkan
kepada suatu Sunnatullah yang
berlaku pada masa pengutusan Rasul Allah,
bahwa akan ada orang-orang di bumi
yang karena merasa posisi
duniawinya terancam oleh kedatangan rasul
Allah dan missi sucinya maka
mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan
darah.
Karena manusia
dianugerahi kekuatan-kekuatan besar
untuk berbuat baik dan jahat, dan para malaikat menyebut segi gelap tabiat manusia, tetapi Allah
Swt. mengetahui bahwa
manusia dapat mencapai tingkat akhlak
yang sangat tinggi, sehingga ia dapat
menjadi cermin (bayangan) Sifat-sifat Ilahi. Jadi, kalimat: اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ -- "sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" menyebutkan segi terang tabiat manusia.
Tugas Utama “Umat Terbaik” Menjadi “Penjaga Umat Manusia”
Jadi, pertanyaan para malaikat tersebut bukan sebagai
celaan terhadap perbuatan Allah Swt.,
melainkan sekedar mencari ilmu
yang lebih tinggi mengenai sifat dan hikmah penciptaan khalifah Allah tersebut, sebab justru dengan keberadaan khalifah Allah dan keberadaan para penentangnya yang zalim
maka nilai-nilai akhlak terpuji
manusia dari rasul Allah dan
orang-orang yang beriman kepadanya akan tumbuh, sebagaimana yang terjadi di kalangan bangsa Arab jahiliyah ketika mereka beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw.
dan mereka menjadi “umat terbaik” yang pernah ada di dunia ini, firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ
اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ
الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ
عَلَیۡہَاۤ اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ
الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ
لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ
ہَدَی اللّٰہُ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ
لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah Kami menjadikan kamu اُمَّۃً وَّسَطًا -- satu umat yang mulia, لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی
النَّاسِ --
supaya kamu senantiasa menjadi penjaga
manusia, وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ
عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا -- dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ
الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا
لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ -- Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat
yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan
supaya Kami mengetahui orang yang
mengikuti Rasul dari orang yang
berpaling di atas kedua tumitnya. وَ اِنۡ کَانَتۡ
لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ
ہَدَی اللّٰہُ -- dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ
اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ -- dan Allah sekali-kali tidak akan pernah
menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah
[2]:144).
Al-wasath berarti: menempati
kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab-al-Mawarid). Kata itu dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum Muslimin
disebut Khayra ummah (umat
terbaik).
Dalam ayat لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی
النَّاسِ --
supaya kamu senantiasa menjadi penjaga
manusia,” kaum Muslimin
diperingatkan di sini bahwa tiap-tiap keturunan
mereka harus menjaga dan mengawasi keturunan berikutnya. Karena
mereka اُمَّۃً وَّسَطًا (kaum terbaik) maka
mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang diharapkan dari mereka, dan berusaha
agar setiap keturunan berikutnya pun mengikuti jalan yang ditempuh oleh
mereka yang telah menikmati pergaulan
suci dengan Nabi Besar Muhammad
saw..
Pentingnya Keberadaan Rasul Allah Sebagai Syahīd (Penjaga)
Jadi, Nabi Besar Muhammad saw. itu harus menjadi penjaga para pengikut
beliau saw. yang terdekat -- terutama para sahabah beliau saw. -- sedang mereka pada gilirannya harus menjadi penjaga penerus-penerus mereka dan demikian
seterusnya. Itulah makna ayat وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ
عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا -- dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu.”
Kata-kata itu dapat pula berarti bahwa seperti
telah ditakdirkan, kaum Muslimin akan menjadi “wasit”
(al-wasath) atau pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Allah
Swt., dengan demikian kaum-kaum lain
akan terpaksa mengambil kesimpulan
bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar, dan dengan demikian
kaum Muslimin akan menjadi saksi
atas kebenaran Islam bagi orang-orang lain seperti halnya Nabi
Besar Muhammad saw. telah
menjadi saksi atas kebenaran
Islam bagi mereka (kaum Muslimin).
Ada
pun hakikat
dan hikmah terjadinya “perpindahan kiblat” dalam ayat وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ
الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا
لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ -- “dan Kami sekali-kali
tidak menjadikan kiblat
yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan
supaya Kami mengetahui orang yang
mengikuti Rasul dari orang yang
berpaling di atas kedua tumitnya,” merupakan bagian ujian keimanan bagi semua pihak.
Dari kata-kata
itu tampak bahwa Nabi Besar Muhammad
saw. di awal kerasulannya telah mengambil Baitulmuqadas di Yerusalem (Palestina) sebagai kiblat beliau dalam melakukan shalat adalah atas perintah
Ilahi, tetapi karena Baitulmuqadas
itu dimaksudkan oleh Allah Swt. hanya
untuk menjadi kiblat sementara, dan kelak akan digantikan Ka’bah (Baitullah) di Makkah yang akan menjadi kiblat untuk seluruh umat manusia sepanjang masa, maka perintah bertalian dengan kiblat sementara itu tidak termasuk
dalam Al-Quran.
Hal itu
menunjukkan bahwa semua perintah yang
sifatnya sementara semacam itu tidak
dimasukkan dalam Al-Quran, hanya perintah-perintah
yang bersifat kekal saja yang
dimasukkan di dalamnya. Anggapan bahwa ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang sekarang tidak berlaku lagi (mansukh
– QS.2:107) sama sekali tidak berdasar.
Makna
ayat لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ
الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ -- supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya”, bahwa orang-orang
Arab itu sangat besar keterikatan
mereka kepada Ka’bah (QS. 106:1-5), rumah ibadah tertua di Makkah (Bakkah - QS.3:97).
Perpindahan “Kiblat” Merupakan Ujian Besar Bagi Semua Pihak
Ka’bah adalah tempat peribadatan nasional mereka (bangsa Arab) yang turun temurun
semenjak zaman Nabi Ibrahim a.s.. Karena itu merupakan cobaan
berat bagi umat Islam ketika pada zaman permulaan Islam mereka diperintahkan meninggalkan Ka’bah
(Baitullah) sebagai kiblat dan
digantikannya dengan Baitulmuqadas di
Yerusalem yang merupakan kiblat para Ahlulkitab (Bukhari dan Tafsir Ibnu Jarir).
Demikian
pula ketika umat Islam telah hijrah ke Madinah, perubahan kiblat
umat Islam dari Baitulmuqadas ke Ka’bah (Baitullah)
merupakan ujian berat bagi kaum Yahudi dan Kristen. Jadi, perubahan
kiblat itu ternyata merupakan ujian
bagi para Ahlulkitab dan kaum Muslimin
begitu pula bagi kaum musyrikin
Mekkah.
Salah
satu hikmah mengapa di masa awal Islam Allah Swt. telah memerintahkan Nabi Besar
Muhammad saw. untuk berkiblat ke Baitulmuqadas di Yerusalem adalah karena saat itu di Ka’bah (Baitullah) terdapat 360 berkala sembahan bangsa Arab
jahiliyah, sehingga kalau umat Islam ketika shalat menghadap ke Ka’bah
(Baitullah) maka dapat timbul anggapan bahwa umat Islam pun menyembah berhala-berhala yang terdapat
di Ka’bah.
Jadi, betapa
benarya pernyataan Allah Swt. dalam ayat وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ
الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا
لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ -- “dan Kami sekali-kali
tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul
dari orang yang berpaling di atas kedua
tumitnya.”
Dengan demikian pengutusan rasul Allah pada hakikatnya adalah untuk memisahkan atau membedakan antara orang-orang
baik daripada orang-orang yang buruk
ketika semua golongan di kalangan umat manusia atau umat beragama menyatakan
diri mereka yang benar sedangkan golongan-golongan
lainnya adalah sesat, firman-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی
مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی
یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ
وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ
وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا
فَلَکُمۡ اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan
membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada
di dalamnya hingga Dia
memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki, karena itu berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali
‘Imran [3]:180).
Ayat مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی
مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی
یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ -- “Allah sekali-kali tidak akan
membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga Dia memisahkan yang buruk dari yang baik.”
Ayat ini maksudnya adalah bahwa percobaan dan kemalangan yang telah dialami kaum
Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir.
Masih banyak
lagi cobaan
yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan
terus-menerus datang, hingga orang-orang
beriman sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah
iman, sebagaimana firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا
اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ
اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ
مُّصِیۡبَۃٌ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ
وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ
ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, mohonlah
pertolongan dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar. وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- dan janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan
Allah bahwa mereka itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ
مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ
الثَّمَرٰتِ -- dan Kami
niscaya akan menguji kamu dengan sesuatu berupa
ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam harta, jiwa
dan buah-buahan, وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ -- yaitu orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ -- mereka berkata: ”Sesungguhnya kami milik Allah
dan sesungguhnya kepada-Nya-lah
kami kembali.” اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ
ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ -- mereka itulah orang-orang
yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat
dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah
[2]:154-158).
Pembukaan “Rahasia Gaib” Allah Swt. kepada Rasul-Nya
Kemudian
makna ayat وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- “Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki” (QS.3:180). Kata-kata
itu tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul
Allah terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari
orang-orang yang ditetapkan Allah
Swt. sebagai rasul-rasul-Nya,
Allah Swt. memilih yang paling sesuai
untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan guna memberitahukan hal-hal gaib-Nya yang perlu dibukakan
(diberitahukan) pada zaman pengutusan
rasul Allah atau Khalifah Allah yang
kedatangannya dijanjikan tersebut
(QS.72:27-29; QS.2:31-35), termasuk di Akhir
Zaman ini sehingga keunggulan agama Islam atas semua
agama benar-benar akan terwujud
sepenuhnya (QS.61:10; QS.62:3-5), firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ
عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ
یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ
اَنۡ قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ
عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui
yang gaib, فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ
اَحَدًا
-- maka Dia tidak menzahirkan
rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,
اِلَّا مَنِ
ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ --
kecuali kepada Rasul yang Dia
ridhai, فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا -- maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ -- supaya Dia mengetahui bahwa sungguh
mereka (rasul-rasul) telah
menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ
اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ عَدَدًا -- dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jinn
[72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti:
diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan
mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting. Ayat 27
merupakan ukuran yang tiada
tara bandingannya guna membedakan
antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia
gaib yang dibukakan kepada seorang rasul
Allah dengan rahasia-rahasia gaib
yang dibukakan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati
kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu yang
dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah,
karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi,
keadaannya aman dari pemutar-balikkan
atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat (QS.15:19;
QS.37:11), sedang rahasia-rahasia
yang dibukakan kepada orang-orang
bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
Wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat
Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 11 Agustus
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar