Senin, 01 September 2014

Hakikat dan Hikmah "Perpindahan Kiblat" dan Hubungannya dengan Beriman kepada Rasul Allah yang Kedatangannya Dijanjikan



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   306

   Hakikat dan Hikmah Perpindahan Kiblat  dan Hubungannya dengan   Beriman kepada Rasul Allah yang Kedatangannya  Dijanjikan
    

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai pentingnya   bagi  Nabi Besar Muhammad saw. untuk mengamalkan  semua petunjuk Al-Quran. Sebab jika tidak maka beliau saw. tidak mungkin akan menjadi “suri teladan terbaik  (QS.33:22; QS.3:32), dan akan terkena peringatan keras Allah Swt. berikut ini:
یٰۤاَیُّہَا الرَّسُوۡلُ بَلِّغۡ  مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ  مِنۡ رَّبِّکَ ؕ وَ  اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai Rasul,  sampaikanlah apa yang diturunkan kepada engkau dari Rabb (Tuhan) engkau, dan jika engkau tidak melakukan hal itu maka engkau sekali-kali tidak menyampaikan amanat-Nya.  Dan Allah akan melindungi  engkau dari  manusia, sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum kafir. (Al-Māidah  [5]:68).
         Kata-kata  وَ  اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَہٗ   --  dan jika engkau tidak melakukan hal itu maka engkau sekali-kali tidak menyampaikan amanat-Nya,”  tidak menunjukkan suatu kelalaian dari pihak  Nabi Besar Muhammad saw.  dalam menyampaikan amanat Ilahi. Kata-kata itu hanya menyatakan satu kaidah umum bahwa seseorang yang tidak menyampaikan sebagian amanat yang dipercayakan kepadanya sebenarnya ia tidak menyampaikannya sama sekali.
    Ungkapan  وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ  -- “Dan Allah akan melindungi  engkau dari manusia,” itu berarti bahwa Allah Swt.   tidak akan membiarkan orang-orang kafir mengambil nyawa  Nabi Besar Muhammad saw.   atau melumpuhkan beliau saw. untuk selama-lamanya, sehingga beliau  saw. tidak mampu lagi melakukan tugas kerasulan beliau saw..
       Perlu diketahui, bahwa salah satu dari sekian penyebab mengapa kedatangan para rasul Allah senantiasa mendapat perlawanan hebat dan zalim dari para pemuka kaumnya  adalah karena beliau datang sebagai hakim yang memutuskan berbagai bentuk perselisihan faham  atau kepercayaaan  kaumnya, yang justru dari adanya  berbagai perselisihan kaum itulah para pemuka kaum tersebut memperoleh keuntungan duniawi (QS.30:31-33), sehingga kedatangan rasul Allah mereka anggap sebagai ancaman besar bagi kepentingan duniawi mereka dan mereka berusaha menggagalkan misi suci para rasul Allah dengan segala cara (QS. 6:112-114 n& 124-125; QS.22:53-55; QS.25:26-32), kalau perlu membunuh mereka,  itulah makna dari  jaminan pemeliharaan  Allah Swt. dalam ayat sebelum ini terhadap Nabi Besar Muhammad saw.  وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ  -- “Dan Allah akan melindungi  engkau dari manusia,” firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الرَّسُوۡلُ بَلِّغۡ  مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ  مِنۡ رَّبِّکَ ؕ وَ  اِنۡ لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡصِمُکَ مِنَ النَّاسِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai Rasul,  sampaikanlah apa yang diturunkan kepada engkau dari Rabb (Tuhan) engkau, dan jika engkau tidak melakukan hal itu maka engkau sekali-kali tidak menyampaikan amanat-Nya.  Dan Allah akan melindungi  engkau dari  manusia, sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum kafir. (Al-Māidah  [5]:68).

Keberatan” Para Malaikat Mengisyarattkan  “Sunnatullah” Munculnya Para Penentang Rasul Allah yang Menumpahkan Darah

      Mengisyaratkan kepada upaya pembunuhan itu pulalah ucapan para malaikat  ketika menanggapi rencana Allah Swt. akan menjadikan seorang Khalifah di muka bumi, firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ  اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau berfirman  kepada para  malaikat: اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً  – “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang  khalifah di bumi”, mereka berkata: اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ   -- “Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan  di dalamnya dan akan menumpahkan darah,    وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ -- padahal kami senantiasa  bertasbih dengan pujian Engkau dan kami senantiasa mensucikan  Engkau?”  قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ  -- Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”  (Al-Baqarah [2]:31).
       Para malaikat tidak mengemukakan keberatan terhadap rencana Ilahi atau mengaku diri mereka lebih unggul daripada  Khalifah Allah yakni Nabi Adam a.s.. Pertanyaan mereka didorong oleh     pengumuman Allah Swt.    mengenai rencana-Nya untuk mengangkat seorang khalifah.
     Wujud khalifah diperlukan bila tertib harus ditegakkan dan hukum harus dilaksanakan. Keberatan semu para malaikat menyiratkan  kepada suatu Sunnatullah yang berlaku pada masa pengutusan Rasul Allah, bahwa akan ada orang-orang di bumi yang   karena merasa  posisi duniawinya terancam oleh kedatangan rasul Allah dan missi sucinya maka mereka akan membuat kerusakan  dan menumpahkan darah.
        Karena manusia dianugerahi kekuatan-kekuatan besar untuk berbuat baik dan jahat, dan para malaikat menyebut segi gelap tabiat manusia, tetapi Allah Swt. mengetahui bahwa manusia dapat mencapai tingkat akhlak yang sangat tinggi, sehingga ia dapat menjadi cermin (bayangan) Sifat-sifat Ilahi. Jadi, kalimat:  اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ  -- "sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"  menyebutkan segi terang tabiat manusia.

Tugas Utama “Umat Terbaik” Menjadi “Penjaga Umat Manusia

       Jadi, pertanyaan para malaikat  tersebut bukan sebagai celaan terhadap perbuatan Allah Swt.,  melainkan sekedar mencari ilmu yang lebih tinggi mengenai sifat dan hikmah  penciptaan   khalifah Allah  tersebut, sebab justru dengan keberadaan khalifah Allah  dan keberadaan para penentangnya yang zalim maka nilai-nilai akhlak terpuji manusia dari rasul Allah dan orang-orang  yang   beriman kepadanya akan  tumbuh,  sebagaimana yang terjadi di kalangan bangsa Arab jahiliyah ketika mereka beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan  mereka menjadi “umat terbaik” yang pernah ada di dunia ini, firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah  Kami menjadikan kamu  اُمَّۃً وَّسَطًا  -- satu umat yang mulia,  لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ    -- supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia,  وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا   -- dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga  kamu. وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ  -- Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan  kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ    --   dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah.  وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ  -- dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).
      Al-wasath berarti: menempati kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab-al-Mawarid). Kata itu dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum Muslimin disebut Khayra ummah  (umat  terbaik).
          Dalam ayat  لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ    -- supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia,     kaum Muslimin diperingatkan di sini bahwa tiap-tiap keturunan mereka harus menjaga dan mengawasi keturunan berikutnya. Karena mereka  اُمَّۃً وَّسَطًا  (kaum terbaik) maka mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang diharapkan dari mereka,  dan berusaha agar setiap keturunan berikutnya pun mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka yang telah menikmati pergaulan suci dengan  Nabi Besar Muhammad saw..

Pentingnya Keberadaan Rasul Allah Sebagai Syahīd (Penjaga)

          Jadi, Nabi Besar Muhammad saw.   itu harus menjadi penjaga para pengikut beliau  saw. yang terdekat   -- terutama para sahabah beliau saw.  --   sedang mereka pada gilirannya harus menjadi penjaga penerus-penerus mereka dan demikian seterusnya. Itulah makna ayat   وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا   -- dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga  kamu.”
         Kata-kata itu dapat pula berarti bahwa seperti  telah ditakdirkan, kaum Muslimin akan menjadi  wasit” (al-wasath) atau   pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Allah Swt., dengan demikian kaum-kaum lain akan terpaksa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar, dan dengan demikian kaum Muslimin akan menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi orang-orang lain seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw.   telah menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi mereka (kaum Muslimin).
        Ada pun  hakikat dan hikmah terjadinya “perpindahan kiblat” dalam ayat  وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ  -- “dan Kami sekali-kali tidak menjadikan  kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya,”  merupakan bagian ujian keimanan  bagi semua pihak.
   Dari kata-kata itu tampak bahwa  Nabi Besar Muhammad saw. di awal kerasulannya  telah mengambil Baitulmuqadas  di Yerusalem (Palestina) sebagai kiblat beliau  dalam melakukan shalat adalah atas perintah Ilahi, tetapi karena Baitulmuqadas itu dimaksudkan oleh Allah Swt.   hanya untuk menjadi kiblat sementara,  dan kelak akan digantikan Ka’bah (Baitullah) di Makkah yang akan menjadi kiblat untuk seluruh umat manusia sepanjang masa, maka perintah bertalian dengan kiblat sementara itu tidak termasuk dalam Al-Quran.
         Hal itu menunjukkan bahwa semua perintah yang sifatnya sementara semacam itu tidak dimasukkan dalam Al-Quran, hanya perintah-perintah yang bersifat kekal saja yang dimasukkan di dalamnya. Anggapan bahwa ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang sekarang tidak berlaku lagi  (mansukh – QS.2:107)  sama sekali tidak berdasar.
        Makna ayat   لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ   -- supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya”,  bahwa orang-orang Arab itu sangat besar keterikatan mereka kepada Ka’bah (QS. 106:1-5), rumah ibadah tertua di Makkah (Bakkah - QS.3:97).

Perpindahan “Kiblat” Merupakan Ujian Besar Bagi Semua Pihak

        Ka’bah adalah tempat peribadatan nasional mereka (bangsa Arab) yang turun temurun semenjak zaman Nabi Ibrahim a.s.. Karena itu merupakan  cobaan berat bagi umat Islam  ketika pada zaman permulaan Islam mereka diperintahkan meninggalkan Ka’bah (Baitullah) sebagai kiblat dan digantikannya dengan Baitulmuqadas di Yerusalem yang merupakan kiblat para Ahlulkitab (Bukhari dan Tafsir Ibnu Jarir).
        Demikian pula  ketika umat Islam  telah hijrah ke Madinah,  perubahan kiblat umat Islam dari Baitulmuqadas ke Ka’bah (Baitullah) merupakan ujian berat bagi kaum Yahudi dan Kristen. Jadi, perubahan kiblat itu ternyata merupakan ujian bagi para Ahlulkitab dan kaum Muslimin  begitu pula bagi kaum musyrikin Mekkah.
        Salah satu hikmah mengapa di masa awal Islam  Allah Swt. telah memerintahkan Nabi Besar Muhammad saw. untuk berkiblat ke Baitulmuqadas  di Yerusalem adalah karena saat itu di Ka’bah (Baitullah) terdapat 360 berkala sembahan bangsa Arab jahiliyah,  sehingga kalau umat Islam ketika shalat menghadap ke Ka’bah (Baitullah) maka dapat timbul anggapan bahwa umat Islam pun menyembah berhala-berhala yang terdapat di Ka’bah.
       Jadi, betapa benarya pernyataan Allah Swt. dalam ayat وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ  -- “dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya.”
    Dengan demikian  pengutusan rasul Allah pada hakikatnya adalah untuk memisahkan  atau membedakan  antara orang-orang baik daripada orang-orang yang buruk ketika semua golongan di kalangan umat manusia atau umat beragama  menyatakan diri mereka yang benar sedangkan  golongan-golongan lainnya  adalah sesat, firman-Nya:
  مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya   hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
          Ayat   مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ  -- “Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya    hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik.” Ayat ini maksudnya adalah  bahwa percobaan dan kemalangan yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir.
        Masih banyak lagi  cobaan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman  sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman, sebagaimana  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ   الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ   اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  mohonlah pertolongan dengan sabar  dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ  -- dan   janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa  mereka itu mati, بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ  --  dan  Kami niscaya  akan  menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan,  kekurangan dalam harta,  jiwa dan buah-buahan, وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah kabar gembira kepada  orang-orang yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  --  yaitu orang-orang yang  apabila  suatu musibah menimpa mereka, ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  -- mereka berkata:  Sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami  kembali.  اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ  -- mereka itulah  orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah  yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:154-158).

Pembukaan “Rahasia Gaib” Allah Swt. kepada Rasul-Nya

         Kemudian makna ayat وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ  -- “Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki  (QS.3:180). Kata-kata itu tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul Allah terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt. sebagai rasul-rasul-Nya, Allah Swt.  memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan guna memberitahukan hal-hal gaib-Nya  yang perlu dibukakan (diberitahukan) pada zaman pengutusan rasul Allah atau Khalifah Allah  yang kedatangannya dijanjikan tersebut (QS.72:27-29; QS.2:31-35), termasuk di Akhir Zaman ini  sehingga keunggulan agama Islam  atas semua agama benar-benar akan terwujud  sepenuhnya (QS.61:10; QS.62:3-5), firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾ 
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا  -- maka Dia tidak menzahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ  --  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai,  فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا  -- maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ --     supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka (rasul-rasul) telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا  --    dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jinn [72]:27-29).
    Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.  Ayat 27    merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah dengan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang   beriman  yang bertakwa lainnya.
  Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
   Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat (QS.15:19; QS.37:11), sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
 Wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah  itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka.

 (Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  11 Agustus     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar