Kamis, 11 September 2014

Makna "Jihad di Jalan Allah" yang Hakiki & Pentingnya Melakukan "Jihad" dengan "Senjata Al-Quran"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   315

Makna “Jihad di Jalan Allah” yang Hakiki &
Pentingnya  Melakukan Jihad dengan “Senjata Al-Quran

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai orang-orang yang  menjadi “pewaris”   hakiki Al-Quran:
وَ الَّذِیۡۤ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ  مِنَ الۡکِتٰبِ ہُوَ الۡحَقُّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِعِبَادِہٖ  لَخَبِیۡرٌۢ  بَصِیۡرٌ ﴿﴾  ثُمَّ  اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَا ۚ فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَضۡلُ  الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾
Dan Kitab yang Kami wahyukan kepada engkau adalah  kebenaran untuk menggenapi apa yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah terhadap hamba-hambanya benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat.  ثُمَّ  اَوۡرَثۡنَا الۡکِتٰبَ الَّذِیۡنَ اصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَا   -- Kemudian Kitab itu Kami   wariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari antara hamba-hamba Kami,  فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ   -- maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya,  وَ مِنۡہُمۡ مُّقۡتَصِدٌ  -- dari antara mereka ada yang mengambil jalan te-ngah, وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ  -- dan dari antara mereka ada yang    unggul dalam kebaikan  dengan izin Allah, itu adalah  karunia yang sangat besar. (Al-Fāthir [35]:32-33).

Tiga Tingkatan Keadaan Nafs (Jiwa) Manusia & “Manunggal” Dalam Sifat dan Perbuatan Allah Swt.

     Menurut Allah Swt. dalam ayat tersebut seorang beriman melampaui berbagai tingkat disiplin keruhanian yang ketat. Pada tingkat pertama ia melancarkan peperangan yang sungguh-sungguh terhadap keinginan dan nafsu rendahnya serta mengamalkan peniadaan diri (fana) secara mutlak, yakni melawan  gejolak nafs Ammarah (jiwa yang memerintah kepada keburukan QS.12:54). Itulah makna kalimat: فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ   -- maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya.”  
         Pada tingkat selanjutnya, kemajuan ke arah tujuannya  hanya sebagian saja, yaitu pada derajat nafs Lawwamah (jiwa yang mencela diri sendiri   -- QS.75:3), yakni فَمِنۡہُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِہٖ   -- maka dari antara mereka sangat zalim terhadap dirinya”,   dan pada tingkat terakhir ia mencapai taraf akhlak sempurna, dan kemajuan ke arah tujuannya yang agung itu berlangsung cepat sekali dan merata: وَ مِنۡہُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَیۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰہِ  -- dan dari antara mereka ada yang    unggul dalam kebaikan  dengan izin Allah.”      Yaitu ketika mereka mencapai derajat nafs Muthmainnah (jiwa yang tentram), firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾  ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾  فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram!   Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau.   Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku,   dan masuklah ke dalam surga-Ku.  (Al-Fajr [89]:28-31).
     Derajat nafs-al-Muthmainnah   merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus.
     Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dalam kehidupan dunia inilah dan bukan sesudah mati  perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah  dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.
    Mengisyaratkan   kemanunggalan” dengan Allah Swt. dalam Sifat-sifat-Nya  itulah firman Allah Swt. berikut ini mengenai Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ  اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ  فَوۡقَ  اَیۡدِیۡہِمۡ ۚ فَمَنۡ  نَّکَثَ فَاِنَّمَا یَنۡکُثُ عَلٰی نَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ  اَوۡفٰی بِمَا عٰہَدَ عَلَیۡہُ اللّٰہَ  فَسَیُؤۡتِیۡہِ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang baiat kepada engkau, اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ  sebenarnya mereka baiat kepada  Allah,  یَدُ اللّٰہِ  فَوۡقَ  اَیۡدِیۡہِمۡ  --  Tangan Allah ada di atas tangan mereka. Maka barangsiapa melanggar janjinya maka ia melanggar janji atas dirinya sendiri, dan barangsiapa memenuhi apa yang telah  dia  janjikan kepada Allah maka Dia segera akan memberinya ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:11).

Melibatkan Orang-orang Beriman Secara Umum & Keburukan Keadaan Nafs Ammarah

    Bahkan dalam mukjizat-mukjizat tersebut Allah Swt. meliputi juga orang-orang beriman yang  berjihad di jalan Allah bersama Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya: 
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ لِیُبۡلِیَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  مِنۡہُ  بَلَآءً  حَسَنًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿﴾
Maka bukan  kamu yang membunuh mereka  وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُم  -- melainkan Allah yang telah membunuh mereka,  وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی   -- dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar, melainkan Allāh-lah yang telah melempar,  وَ لِیُبۡلِیَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  مِنۡہُ  بَلَآءً  حَسَنًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ --   dan supaya Dia menganugerahi  orang-orang yang beriman  anugerah yang baik dari-Nya, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-Anfāl [8]:18).
        Ayat   فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ  --   maka bukan  kamu yang membunuh mereka  وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُم  -- melainkan Allah yang telah membunuh mereka,” merupakan peringatan bahwa mereka yang berperang atas nama agama yang disertai dengan kebencian  dan kezaliman  yang melampaui batas -- karena mereka pada hakikatnya masih berada pada tingkatan nafs Ammarah (QS.12:54) --  tidak termasuk dalam pernyataan Allah Swt., bahwa ketika mereka melakukan pembunuhan    bukanlah mereka yang membunuh    وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُم  -- melainkan Allah yang telah membunuh mereka.”
        Mengapa demikian? Sebab mukjizat atau pertolongan khusus Allah Swt. seperti itu tidak pernah diberikan kepada orang-orang yang masih berada dalam tingkatan nafs Ammarah. Berikut perkataan Nabi Yusuf a.s. mengenai keburukan  keadaan nafs Ammarah:
وَ مَاۤ  اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ  النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ  اِلَّا مَا رَحِمَ  رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
“Dan aku sama sekali tidak menganggap diriku bebas dari kelemahan, sesungguhnya nafsu ammarah itu senantiasa menyuruh kepada keburukan, اِلَّا مَا رَحِمَ  رَبِّیۡ   -- kecuali orang yang dikasihani oleh Rabb-ku (Tuhan-ku), اِنَّ رَبِّیۡ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ  --  sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Yusuf  [12]:54).
        Anak kalimat illa mā  rahima rabbi (kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhan-ku) dapat mempunyai tiga tafsiran yang berlainan:
       (a) Kecuali nafs (jiwa) yang kepadanya Tuhan-ku berkasih sayang, huruf  di sini menggantikan kata nafs.
       (b) Kecuali dia, yang kepadanya Tuhan-ku berkasih sayang,  di sini berarti man (siapa).
        (c) Memang begitu, tetapi kasih-sayang Tuhan-lah yang menyelamatkan siapa yang dipilih-Nya.
      Ketiga arti tersebut menunjuk kepada ketiga taraf perkembangan ruhani manusia.  Arti pertama menunjuk kepada taraf ketika manusia telah mencapai tingkat kesempurnaan ruhani — tingkat nafs Muthmainnah (jiwa yang tenteram — QS.89:28-31). Arti kedua dikenakan kepada orang yang masih pada tingkat nafs Lawwamah (jiwa yang menyesali diri sendiri — QS.75:3), ketika ia berjuang melawan dosa dan kecenderungan-kecenderungan buruknya, kadang-kadang ia mengalahkannya dan kadang-kadang ia dikalahkan olehnya. Arti ketiga dikenakan kepada orang, ketika nafsu kebinatangannya bersimaharajalela dalam dirinya. Tingkatan ini disebut nafs Ammarah (jiwa yang cenderung kepada keburukan).

Makna “Jihad” yang Hakiki

          Jihad pengamalan Al-Quran  dalam kehidupan  sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. seperti itulah  yang dimaksud beliau saw. dengan “jihad  besar”, sedangkan “jihad” dengan senjata melawan musuh adalah “jihad kecil   -- sekali pun  sampai  terbunuh di dalam peperangan     -- sebab tujuan utama dari pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  bukanlah agar umat Islam membunuh atau terbunuh di jalan Allah Swt., melainkan agar mereka mengamalkan   ajaran Al-Quran   agar umat Islam  menjadi   umat terbaik (QS.2:144; QS.3:111)  yang menjadi “rahmat bagi seluruh alam”, seperti halnya  misi kerasulan Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108). , firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنٰہُ بَیۡنَہُمۡ  لِیَذَّکَّرُوۡا ۫ۖ فَاَبٰۤی  اَکۡثَرُ  النَّاسِ   اِلَّا کُفُوۡرًا  ﴿﴾ وَ لَوۡ شِئۡنَا لَبَعَثۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ نَّذِیۡرًا ﴿۫ۖ﴾  فَلَا  تُطِعِ الۡکٰفِرِیۡنَ وَ جَاہِدۡہُمۡ بِہٖ جِہَادًا کَبِیۡرًا ﴿﴾  
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah menjelaskan Al-Quran ini dengan berbagai cara di antara mereka supaya mereka mendapat pelajaran, tetapi kebanyakan manusia menolak kecuali kekafiran.  وَ لَوۡ شِئۡنَا لَبَعَثۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ نَّذِیۡرًا  --  dan seandainya Kami menghendaki  niscaya Kami membangkitkan di tiap-tiap negeri seorang pem-beri ingat.  فَلَا  تُطِعِ الۡکٰفِرِیۡنَ وَ جَاہِدۡہُمۡ بِہٖ جِہَادًا کَبِیۡرًا  --  Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran ini, jihad yang besar.   (Al-Furqān [25]:51-53).
        Jihad besar dan jihad yang sesungguhnya menurut ayat ini adalah menablighkan amanat Al-Quran. Oleh karena itu berjuang (jihad) untuk menyiarkan Islam dan menyebarkan serta menaburkan ajaran-ajarannya yang sempurna adalah jihad, yang orang-orang Islam selalu dianjurkan supaya melaksanakannya dengan semangat pantang mundur.
   Jihad jenis inilah yang diisyaratkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.   ketika kembali dari suatu gerakan militer   -- yakni perang Badar --  menurut riwayat beliau saw. pernah bersabda:  “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar (Radd al-Muhtar), firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat  ihsan (kebajikan). (Al-Ankabūt [29]:70).
        Jadi, jihad sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan   -- sebagaimana yang telah disalah-tafsirkan -- melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi di dalam kehidupan di dunia ini juga,  sebab kata fīnā berarti “untuk menjumpai Kami.”

Tidak Ada Paksaan Dalam Masalah Agama Islam

        Mengisyaratkan kepada pentingnya  memerangi hawa nafsu  dan memperoleh kemenangan atasnya  itu pulalah maksud firman Allah Swt. berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَقَدۡ نَعۡلَمُ اَنَّکَ یَضِیۡقُ صَدۡرُکَ بِمَا یَقُوۡلُوۡنَ ﴿ۙ﴾  فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ کُنۡ مِّنَ السّٰجِدِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ اعۡبُدۡ رَبَّکَ حَتّٰی یَاۡتِیَکَ الۡیَقِیۡنُ ﴿٪﴾
Dan sungguh  Kami benar-benar mengetahui  dada engkau menjadi sempit, disebabkan apa yang mereka katakan.  فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ کُنۡ مِّنَ السّٰجِدِیۡنَ  --  Maka bertasbihlah dengan memuji  Rabb (Tuhan) engkau,  -- وَ کُنۡ مِّنَ السّٰجِدِیۡنَ dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersujud kepada-Nya.   وَ اعۡبُدۡ رَبَّکَ  --  Dan teruslah menyembah kepada Rabb (Tuhan) engkau, حَتّٰی یَاۡتِیَکَ الۡیَقِیۡنُ -- hingga  keyakinan  yakni kematian datang  kepada engkau.  (Hijr [15]:98-100).
   Nabi Besar Muhammad saw.  tidak bersedih-hati karena orang-orang kafir memperolok-olokkan beliau saw.; akan tetapi sebab mereka mempersekutukan Allah Swt. dengan tuhan-tuhan lain. Kesedihan beliau ialah karena ghairat beliau terhadap Allah Swt. di satu pihak, dan karena kekhawatiran yang tulus ikhlas mengenai kaum beliau saw. di pihak lain (QS.6:36-37; QS.18: 7; QS.26:4-5). 
       Ayat 99  bermaksud mengatakan, bahwa oleh karena tujuan utama misi (tugas kenabian) Nabi Besar Muhammad saw. adalah  menegakkan tauhid Ilahi, tidak lama lagi akan terpenuhi, maka dalam bersyukur yang penuh kegembiraan itu beliau harus memanjatkan puji-pujian kepada  Allah Swt.  dan bersujud ke hadirat-Nya dengan penuh penyerahan diri.
      Itulah makna perintah Allah Swt. ayat فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ کُنۡ مِّنَ السّٰجِدِیۡنَ  --  Maka bertasbihlah dengan memuji  Rabb (Tuhan) engkau,  -- وَ کُنۡ مِّنَ السّٰجِدِیۡنَ dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersujud kepada-Nya.”  Allah Swt. sama sekali tidak memerintahkan:  Bunuh mereka semuanya   karena  orang-orang kafir itu  telah memperolok-olok engkau!” atau “karena mereka itu orang-orang musyrik!” Sebab tidak boleh ada paksaan atau tidak kekerasan dalam masalah agama dan  keimanan (QS.257; QS.10:100; QS.11:119; QS.18:30;  QS.76:4).
    Perintah Allah Swt. dalam ayat selanjutnya  menolak segala bentuk tindak kekerasan   atau pembunuhan terhadap mereka itu, firman-Nya:   وَ اعۡبُدۡ رَبَّکَ  --  Dan teruslah menyembah kepada Rabb (Tuhan) engkau, حَتّٰی یَاۡتِیَکَ الۡیَقِیۡنُ -- hingga  keyakinan  yakni kematian datang  kepada engkau.”  

Jangan  Selalu Memaknai Sabda-sabda Nabi Besar Muhammad Saw.  Secara Harfiah

        Karena itu hendaklah berhati-hati memaknai sabda Nabi Besar Muhammad saw. berikut ini, jangan sampai bertentangan dengan perintah Allah Swt. dalam Al-Quran:
Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan; 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah', apabila mereka mengucapkannya, maka mereka telah menghalangiku (untuk menumpahkan) darah & (merampas) harta mereka, kecuali dgn haknya, sedangkan (apabila mereka menyembunyikan kekafiran & kemaksiatan) maka Allah-lah yg menghisab mereka.” [HR. Tirmidzi No.2531].
Kemudian lagi:
Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan; 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah'. Dan barangsiapa yg mengucapan, 'Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah' maka dia telah terlindungi harta & jiwanya dariku, kecuali dgn haknya, sedangkan (apabila mereka menyembunyikan kekafiran & kemaksiatan) maka Allah-lah yg menghisab mereka. Maka Abu Bakar menjawab; 'Demi Allah, saya akan memerangi orang yg membedakan antara zakat & shalat, karena zakat adl hak harta. Demi Allah, jika mereka menolakku untuk membayar seikat tali unta yg dulu mereka membayarkannya kepada Rasulullah, niscaya Aku akan memerangi mereka atas pembangkangannya.' Maka Umar bin al Khaththab berkata, 'Demi Allah, tidaklah kebijakannya yg demikian itu melainkan karena Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka. Maka saya mengetahui bahwa dia benar”.     [HR. Tirmidzi No.2532].
    Demikianlah contoh lainnya pengembalian “kiblat” pemahaman yang  hakiki  mengenai masalah jihad  yang banyak disalah-tafsirkan, terutama di Akhir Zaman ini.

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  22 Agustus     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar