Sabtu, 06 September 2014

"Taqlid Buta" kepada Para Pemuka Agama dan Hubungannya dengan "Perpecahan Umat Beragama"




  بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


 Khazanah Ruhani Surah  Shād

309

    Taqlid Buta” kepada Para  Pemuka Agama dan Hubungannya dengan Perpecahan Umat Beragama  
    
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai dua pendapat yang berbeda tersebar di tengah-tengah orang-orang Yahudi mengenai dugaan wafat  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.     karena penyaliban. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa beliau pertama-tama dibunuh, kemudian badan beliau digantung pada tiang salib, sedang yang lainnya berpendapat bahwa beliau dibunuh dengan dipakukan pada tiang salib. Pendapat yang pertama tercermin dalam Kisah Rasul-rasul 5:50, kita baca: "Yang sudah kamu ini bunuh dan menggantungkan Dia pada kayu itu."
    Al-Quran membantah kedua pendapat ini dengan mengatakan: وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ    --  "mereka tidak membunuhnya, dan tidak pula mematikannya di atas salib, akan ia disamarkan kepada mereka" (QS.4:158). Pertama Al-Quran menolak pembunuhan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.    dalam bentuk apapun, dan selanjutnya menyangkal cara pembunuhan yang khas dengan jalan menggantungkan pada salib. Al-Quran  tidak menolak ide bahwa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.    digantung pada tiang salib, Al-Quran hanya menyangkal wafatnya di atas tiang salib.

Makna Kata Rafa’a (Mengangkat)

    Orang-orang Yahudi dengan gembira mengumandangkan telah membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di atas tiang salib, sehingga dengan demikian telah membuktikan bahwa pendakwaan beliau sebagai nabi Allah tidak benar. Ayat itu bersama-sama ayat sebelumnya mengandung sangkalan yang keras  terhadap tuduhan dusta tersebut serta membersihkan beliau dari noda yang didesas-desuskan, lalu mengutarakan keluhuran derajat ruhani beliau dan bahwa beliau telah mendapat kehormatan di hadirat Allah, firman-Nya:
وَّ قَوۡلِہِمۡ اِنَّا قَتَلۡنَا الۡمَسِیۡحَ عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ رَسُوۡلَ اللّٰہِ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ ؕ وَ  اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ شَکٍّ مِّنۡہُ ؕ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ  اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ  یَقِیۡنًۢا ﴿﴾ۙ   بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا ﴿﴾
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ -- padahal mereka tidak membunuhnya secara biasa dan tidak pula mematikannya melalui penyaliban, وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُم    --      akan tetapi ia disamarkan  kepada mereka seperti telah mati di atas salib. Dan sesungguhnya  orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan mengenai ini,  مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ    --  mereka tidak memiliki  pengetahuan yang pasti mengenai ini, اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ --  melainkan menuruti dugaan belaka وَ مَا قَتَلُوۡہُ  یَقِیۡنًۢا  -- dan mereka tidak  yakin telah membunuhnya.  بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا   --   Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya  dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (An-Nisā [4]: 158-159).
     Jadi, dalam   ayat    بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا   --   Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya  dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana (QS.4:159)   itu sama sekali tidak ada sebutan  mengenai kenaikan atau pengangkatan beliau ke langit dengan tubuh jasmani. Ayat itu hanya mengatakan bahwa Allah Swt. menaikkan beliau ke haribaan-Nya Sendiri, hal demikian menunjukkan dengan jelas suatu kenaikan ruhani, sebab tidak ada tempat kediaman tertentu dapat ditunjukkan bagi Allah Swt..
  Demikianlah “rahasia gaib” yang dibukakan Allah Swt. di Akhir Zaman ini kepada Rasul Akhir Zaman mengenai  peristiwa penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang bukan saja sangat misterius  tetapi juga telah menggelincirkan  berbagai fihak yang berhati bengkok, sehingga  di Akhir Zaman ini "kiblat" pemahaman yang benar mengenai peristiwa  yang sangat mesterius tersebut telah kembali kepada kedudukannya yang sebenarnya.

Taqlid  Buta kepada Kepercayaan Warisan Para “Leluhur”

    Menurut Allah Swt. bahwa sebagaimana  halnya  “perpindahan kiblat”  yang dialami pada zaman Nabi Besar Muhammad saw. dirasakan oleh semua pihak yang terlibat dirasakan sangat berat melakukannya, demikian pula halnya “perpindahan kiblat”   dalam bidang pemahaman dan pengamalan  agama tersebut sangat berat, sebab dengan cara itulah Allah Swt. memisahkan orang-orang yang keimanannya  kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya benar  dari mereka yang pengakuan imannya tidak benar,  firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah  Kami menjadikan kamu  اُمَّۃً وَّسَطًا  -- satu umat yang mulia,  لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ    -- supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia,  وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا   -- dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga  kamu. وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ  -- Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan  kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ    --   dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah.  وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ  -- dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).
  Ada pun salah satu alasan mengapa “perpindahan kiblat” dalam bidang apa pun dirasakan sangat berat, sebab pada umumnya manusia  lebih suka mengikuti apa pun yang telah mereka warisi dari  para leluhur mereka  -- termasuk berbagai pemahanan keliru mengenai agama mereka. Bahkan mereka beralasan bawa  kemusyrikan yang mereka lakukan mereka  nisbahkan atas kehendak  Allah Swt., firman-Nya:
سَیَقُوۡلُ الَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا لَوۡ شَآءَ  اللّٰہُ مَاۤ اَشۡرَکۡنَا وَ لَاۤ  اٰبَآؤُنَا وَ لَا حَرَّمۡنَا مِنۡ شَیۡءٍ ؕ  کَذٰلِکَ  کَذَّبَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ حَتّٰی ذَاقُوۡا بَاۡسَنَا ؕ قُلۡ ہَلۡ عِنۡدَکُمۡ مِّنۡ عِلۡمٍ فَتُخۡرِجُوۡہُ  لَنَا ؕ اِنۡ  تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا الظَّنَّ وَ  اِنۡ  اَنۡتُمۡ   اِلَّا  تَخۡرُصُوۡنَ ﴿﴾
Segera akan berkata  orang-orang yang berbuat syirik: “Seandainya  Allah menghendaki  kami sekali-kali tidak akan berbuat syirik dan tidak pula bapak-bapak kami, dan kami tidak akan mengharamkan  sesuatu pun.”  کَذٰلِکَ  کَذَّبَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ حَتّٰی ذَاقُوۡا بَاۡسَنَا ؕ  -- Demikian  pula  orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan nabi-nabi Allah hingga mereka merasakan siksaan Kami.  قُلۡ ہَلۡ عِنۡدَکُمۡ مِّنۡ عِلۡمٍ فَتُخۡرِجُوۡہُ  لَنَا  -- Katakanlah: “Apakah pada kamu ada pengetahuan lalu kamu dapat mengemukakannya  kepada kami? اِنۡ  تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا الظَّنَّ وَ  اِنۡ  اَنۡتُمۡ   اِلَّا  تَخۡرُصُوۡنَ  -- Tidak lain yang kamu ikuti kecuali   sangkaan belaka, dan tidak lain kamu  kecuali hanya  menduga-duga. (Al-An’ām [6]:149).

Bertentangan Dengan   Kesaksian Jiwa” Mengenai Tauhid Ilahi

          Pernyataan Allah Swt.  mengenai kesaksian setiap jiwa (ruh)  mengenai  Tauhid Ilahi  justru untuk membantah  pengakuan orang-orang musyrik tersebut, firman-Nya:
وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّکَ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اٰدَمَ مِنۡ ظُہُوۡرِہِمۡ ذُرِّیَّتَہُمۡ وَ اَشۡہَدَہُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ ۚ اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا ۚۛ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ  الۡقِیٰمَۃِ  اِنَّا کُنَّا عَنۡ  ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ ﴿﴾ۙ  اَوۡ تَقُوۡلُوۡۤا  اِنَّمَاۤ  اَشۡرَکَ  اٰبَآؤُنَا مِنۡ  قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ۚ اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ وَ لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau mengambil  kesaksian dari  bani Adam  yakni   dari sulbi  keturunan  mereka serta menjadikan mereka saksi atas dirinya sendiri  sambil berfirman: اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ    --   ”Bukankah Aku Rabb (Tuhan) kamu?” Mereka berkata:  بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا  -- “Ya benar, kami menjadi saksi.” Hal  itu supaya  kamu tidak berkata pada Hari Kiamat:   اِنَّا کُنَّا عَنۡ  ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ  -- “Sesungguhnya kami  benar-benar lengah dari hal ini.”   Atau kamu mengatakan:  اِنَّمَاۤ  اَشۡرَکَ  اٰبَآؤُنَا مِنۡ  قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ   --  ”Sesungguhnya bapak-bapak kami dahulu yang berbuat syirik, sedangkan kami hanyalah keturunan sesudah mereka.  اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ  -- Apakah Engkau akan membinasakan kami karena apa yang telah  dikerja-kan oleh orang-orang yang  berbuat batil itu?”   Dan demikianlah Kami men-jelaskan Tanda-tanda itu  dan supa-ya mereka kembali kepada yang haq.  (Al-A’rāf [7]:173-175).
    Ayat 173   menunjukkan kepada kesaksian yang tertanam dalam fitrat manusia sendiri mengenai adanya Dzat Mahatinggi yang telah menciptakan seluruh alam  serta mengendalikannya  (QS.30:31). Atau ayat itu dapat merujuk kepada kemunculan para nabi Allah yang menunjuki jalan menuju Allah Swt. (QS.7:35-37).; dan ungkapan “dari sulbi  bani Adam” maksudnya umat dari setiap zaman yang kepada mereka rasul Allah diutus (QS.7:35-37), firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat mema-jukannya.  ٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ --   Wahai Bani Adam,  jika datang kepada kamu  rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepadamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  --  dan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’rāf [7]:35-37). 

Misi Utama Para Rasul Allah adalah Memurnikan  Kembali “Tauhid Ilahi” dari Kekotoran Kemusyrikan

   Jadi, pada hakikatnya keadaan tiap-tiap rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan tersebut   itulah yang mendorong timbulnya  pertanyaan  Ilahi:  اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ   -- “Bukankah  Aku Tuhan kamu?” Mereka berkata:  شَہِدۡنَا    --  “Ya benar, kami menjadi saksi.”  اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ  الۡقِیٰمَۃِ  اِنَّا کُنَّا عَنۡ  ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ --  Hal  itu supaya  kamu tidak berkata pada Hari Kiamat: “Sesungguhnya kami  benar-benar lengah dari hal ini.”
    “Pertanyaan” itu berarti bahwa jika Allah Swt.    telah menyediakan perbekalan untuk keperluan jasmani manusia dan demikian  pula untuk kemajuan akhlak dan keruhanian betapa ia (jiwa/manusia) dapat mengingkari Ketuhanan-Nya. Sesungguhnya karena menolak nabi mereka  maka manusia menjadi saksi terhadap diri  mereka sendiri, sehingga  dengan  demikian mereka tidak dapat berlindung di balik dalih bahwa  mereka tidak mengetahui Allah atau syariat-Nya atau Hari Pembalasan.
  Ayat 175 lebih jauh menjekaskan bahwa kemunculan seorang nabi Allah  yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37) juga menghambat kaumnya dari mengemukakan dalih seperti dalam ayat 173 di atas, sebab pada saat itulah  haq   (kebenaran) dibuat nyata berbeda dari kepalsuan, dan kemusyrikan dengan  terang benderang dicela.
         Itulah sebabnya  di setiap zaman kenabian,   para pelaku kemusyrikan tersebut  telah berdiri paling depan dalam melakukan penentangan terhadap para rasul Allah  yang mengajak mereka  untuk meninggalkan kemusyrikan dan  kembali kepada Tauhid Ilahi  yang kebenarannya sesuai dengan kesaksian jiwa mereka (QS.7:173-175).
        Mengenai  pendustaan dan penentangan   yang senantiasa berulang tersebut,  berikut  firman-Nya ketika Allah Swt. membangkitkan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah yang  kedatangannya dijanjikan kepada bangsa Arab jahiliyah (QS.2:128-130) dan kepada para pemeluk agama-agama sebelum Islam  (QS.7:35-37 & 156-159):
وَ عَجِبُوۡۤا اَنۡ جَآءَہُمۡ مُّنۡذِرٌ مِّنۡہُمۡ ۫ وَ قَالَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ہٰذَا سٰحِرٌ کَذَّابٌ ۖ﴿ۚ﴾  اَجَعَلَ  الۡاٰلِہَۃَ  اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚۖ اِنَّ ہٰذَا  لَشَیۡءٌ  عُجَابٌ ﴿﴾  وَ انۡطَلَقَ الۡمَلَاُ مِنۡہُمۡ  اَنِ امۡشُوۡا وَ اصۡبِرُوۡا عَلٰۤی  اٰلِہَتِکُمۡ ۚۖ اِنَّ ہٰذَا لَشَیۡءٌ  یُّرَادُ ۖ﴿ۚ﴾  مَا سَمِعۡنَا بِہٰذَا فِی الۡمِلَّۃِ  الۡاٰخِرَۃِ ۚۖ اِنۡ ہٰذَاۤ   اِلَّا  اخۡتِلَاقٌ ۖ﴿ۚ﴾  ءَ اُنۡزِلَ عَلَیۡہِ الذِّکۡرُ مِنۡۢ بَیۡنِنَا ؕ بَلۡ ہُمۡ فِیۡ شَکٍّ مِّنۡ ذِکۡرِیۡ ۚ بَلۡ  لَّمَّا یَذُوۡقُوۡا عَذَابِ ؕ﴿﴾
Dan mereka heran bahwa  kepada mereka datang seorang pemberi peringatan dari antara mereka,  dan  orang-orang kafir itu berkata:  ہٰذَا سٰحِرٌ کَذَّابٌ  --  “Ini seorang tukang sihir dan seorang pendusta besar.  اَجَعَلَ  الۡاٰلِہَۃَ  اِلٰـہًا وَّاحِدًا  --  “Apakah ia telah membuat  tuhan-tuhan itu satu Tuhan saja? اِنَّ ہٰذَا  لَشَیۡءٌ  عُجَابٌ   -- Sesungguhnya ini benar-benar suatu  yang  ajaib.”   وَ انۡطَلَقَ الۡمَلَاُ مِنۡہُمۡ            --  dan para pemimpin mereka berjalan sambil berkata:  اَنِ امۡشُوۡا وَ اصۡبِرُوۡا عَلٰۤی  اٰلِہَتِکُمۡ  -- “Pergilah dan  tetaplah bersama  tuhan-tuhan kamu,  اِنَّ ہٰذَا لَشَیۡءٌ  یُّرَادُ   -- sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang dikehendaki. مَا سَمِعۡنَا بِہٰذَا فِی الۡمِلَّۃِ  الۡاٰخِرَۃِ --  ”Kami sekali-kali tidak pernah  mendengar hal ini dalam agama terdahulu. اِنۡ ہٰذَاۤ   اِلَّا  اخۡتِلَاقٌ  --  Ini tidak lain melainkan   penipuan belaka.  ءَ اُنۡزِلَ عَلَیۡہِ الذِّکۡرُ مِنۡۢ بَیۡنِنَا  --    Apakah dari antara kita hanya kepadanya peringatan itu diturunkan?”  بَلۡ ہُمۡ فِیۡ شَکٍّ مِّنۡ ذِکۡرِیۡ ۚ بَلۡ  لَّمَّا یَذُوۡقُوۡا عَذَابِ  -- Bahkan mereka dalam keraguan mengenai peringatan-Ku. Tidak, bahkan mereka benar-benar belum merasakan azab-Ku. (Shād [38]:5-9).
         “Agama terdahulu” dapat ditujukan kepada agama Kristen atau kepercayaan kaum musyrik Mekkah, atau dapat mengisyaratkan kepada semua agama sebelum Islam, sebab tidak ada agama sebelum Islam mempunyai kepercayaan mengenai  ke-Esa-an Tuhan yang tetap murni dan utuh.

Jenis Kemusyrikan   Berupa “Perpecahan Umat Beragama”

        Dari Al-Quran diketahui bahwa yang dimaksud dengan syirik (kemusyrikan) tidak hanya berarti menyembah patung-patung, kuburan dan menyembah segala sesuatu yang dianggap keramat,  tetapi  juga bersikap taqlid secara membuta kepada para pemuka agama yang kemudian membuat umat beragama menjadi terpecah-belah pun  termasuk  kemusyrikan (syirk) pula, firman-Nya:
فَاَقِمۡ  وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾   مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah,  yang atas dasar itu  Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah,  ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ  --   itulah agama yang lurus, وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ   -- tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ   --   Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ  -- dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik,    مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ  --  yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan,  کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ --  tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33). 

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  14 Agustus     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar