بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 324
Pentingnya Kepala
Keluarga (Suami) Memiliki Hubungan
Ruhani yang Hakiki dengan Anggota Keluarganya (Anak dan Istri)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai pro-kontra masalah pernikahan dengan Non-Muslim, bahwa hanya orang-orang
yang tidak memahami sakralnya pernikahan menurut ajaran
Islam (Al-Quran) sajalah yang akan mencari pasangan hidup yang tidak
seiman atau tidak seagama.
Mengapa demikian? Sebab dengan langkah awal yang keliru tersebut pada hakikatnya suami
atau istri yang melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah Swt. dalam QS.2:222
dengan sengaja telah menyimpan “bara
api” yang sewaktu-waktu akan berubah menjadi “kobaran api” yang akan menghanguskan
tatanan rumahtangga mereka, sebab keridhaan Allah Swt. tidak bersama mereka, firman-Nya:
وَ لَا
تَنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکٰتِ حَتّٰی یُؤۡمِنَّ ؕ وَ لَاَمَۃٌ مُّؤۡمِنَۃٌ خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکَۃٍ وَّ لَوۡ اَعۡجَبَتۡکُمۡ
ۚ وَ لَا تُنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکِیۡنَ حَتّٰی یُؤۡمِنُوۡا ؕ وَ لَعَبۡدٌ مُّؤۡمِنٌ
خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکٍ وَّ لَوۡ اَعۡجَبَکُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ اِلَی النَّارِ ۚۖ وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ
الۡمَغۡفِرَۃِ بِاِذۡنِہٖ ۚ وَ
یُبَیِّنُ اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ
لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan
janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik حَتّٰی یُؤۡمِنَّ -- hingga
mereka terlebih dulu beriman, لَوۡ اَعۡجَبَتۡکُمۡ
وَ لَاَمَۃٌ
مُّؤۡمِنَۃٌ خَیۡرٌ مِّنۡ
مُّشۡرِکَۃٍ وَّ -- dan niscaya
hamba-sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia mempesona hati kamu. Dan janganlah kamu menikahkan perempuan
yang beriman dengan laki-laki
musyrik حَتّٰی یُؤۡمِنُوۡا -- hingga
mereka terlebih dulu beriman,
وَ لَعَبۡدٌ مُّؤۡمِنٌ خَیۡرٌ مِّنۡ
مُّشۡرِکٍ وَّ لَوۡ اَعۡجَبَکُمۡ
-- dan niscaya hamba-sahaya laki-laki yang beriman lebih
baik daripada laki-laki musyrik,
meskipun ia mempesona hati kamu. اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ اِلَی النَّارِ
-- mereka mengajak
ke dalam Api, وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ
الۡمَغۡفِرَۃِ بِاِذۡنِہٖ -- sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. وَ یُبَیِّنُ اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ
لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ -- Dan Dia menjelaskan Tanda-tanda-Nya kepada manusia supaya mereka mendapat nasihat. (Al-Baqarah
[2]:222).
Pentingnya Mewaspadai “Musuh” Dalam Keluarga
Mengisyaratkan kepadanya kenyataan
itulah Allah Swt. dalam firman-Nya
berikut ini telah memperingatkan para
suami mengenai keberadaan “musuh” dalam lingkungan keluarganya (rumahtangganya), sekali pun sama-sama sebagai “orang-orang yang beriman”, Dia
berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ
اِنۡ تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ
تَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿۱۴﴾ اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ فَاتَّقُوا اللّٰہَ
مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا
وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا
لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنۡ
تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا
حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ
لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ حَلِیۡمٌ ﴿ۙ۱۷﴾ عٰلِمُ
الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Hai, orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anak
kamu adalah musuh bagimu, maka waspadalah terhadap mereka, وَ اِنۡ
تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ
-- dan jika kamu memaafkan
dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ -- Sesungguhnya
harta kamu dan anak-anakmu
adalah fitnah (ujian), dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar. فَاتَّقُوا
اللّٰہَ مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ
اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا لِّاَنۡفُسِکُمۡ -- maka
bertakwalah kepada Allah sejauh
kesanggupan kamu, dan dengarlah
serta taatlah, dan belanjakanlah harta kamu di
jalan-Nya, hal itu baik bagi diri
kamu. وَ مَنۡ یُّوۡقَ
شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berhasil.
اِنۡ تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ
حَلِیۡمٌ -- Jika kamu meminjamkan kepada Allah suatu pinjaman
yang baik, niscaya Dia
akan melipat-gandakan bagimu dan akan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha
Menghargai, Maha Penyantun, عٰلِمُ الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Dia Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taghābun
[64]:15-19).
Dalam ayat 15 Allah Swt. memperingatkan
mengenai keberadaan “musuh” dalam keluarga bagi para kepala keluarga (suami), yaitu istri-istri
mereka dan anak-anak mereka, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ -- Hai, orang-orang
yang beriman, sesungguhnya di antara
istri-istri kamu dan anak-anak kamu adalah
musuh bagimu, maka waspadalah terhadap mereka.”
Contoh yang paling nyata yang dikemukakan
Al-Quran mengenai hal tersebut adalah istri-istri
durhaka dan anak durhaka Nabi Nuh
a.s. dan Nabi Luth a.s., sebab mereka hanya merupakan “istri jasmani” yang
melahirkan anak-keturunan jasmani,
tetapi kedua istri durhaka tersebut bukan merupakan istri-istri ruhani kedua rasul Allah tersebut.
Pentingnya Memiliki Hubungan
Ruhani
Itulah sebabnya ketika Nabi Nuh a.s. mengatakan kepada Allah Swt. bahwa anaknya
yang tenggelam dalam banjir dahsyat – karena ia menolak ajakan Nabi Nuh a.s. ikut bersama beliau naik perahu yang dibuat atas perintah dan petunjuk Allah
Swt. – bahwa ia (anaknya) adalah keluarga
beliau, lalu Allah Swt. menjawab dengan
tegas bahwa anak durhaka tersebut tidak termasuk keluarga Nabi Nuh a.s.,
firman-Nya:
حَتّٰۤی
اِذَا جَآءَ اَمۡرُنَا وَ فَارَ التَّنُّوۡرُ ۙ قُلۡنَا احۡمِلۡ فِیۡہَا مِنۡ
کُلٍّ زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ وَ اَہۡلَکَ اِلَّا مَنۡ سَبَقَ عَلَیۡہِ الۡقَوۡلُ وَ
مَنۡ اٰمَنَ ؕ وَ مَاۤ اٰمَنَ مَعَہٗۤ
اِلَّا قَلِیۡلٌ ﴿﴾ وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا
فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَجۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ
کَالۡجِبَالِ ۟ وَ نَادٰی نُوۡحُۨ ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ مَعۡزِلٍ یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ لَا
تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ
سَاٰوِیۡۤ اِلٰی جَبَلٍ
یَّعۡصِمُنِیۡ مِنَ الۡمَآءِ ؕ قَالَ لَا
عَاصِمَ الۡیَوۡمَ مِنۡ
اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ
رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ
فَکَانَ مِنَ الۡمُغۡرَقِیۡنَ ﴿﴾ وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ
ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ وَ قُضِیَ
الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ
وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ
الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ نَادٰی نُوۡحٌ
رَّبَّہٗ فَقَالَ رَبِّ اِنَّ ابۡنِیۡ
مِنۡ اَہۡلِیۡ وَ اِنَّ وَعۡدَکَ الۡحَقُّ وَ اَنۡتَ اَحۡکَمُ الۡحٰکِمِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ یٰنُوۡحُ اِنَّہٗ
لَیۡسَ مِنۡ اَہۡلِکَ ۚ اِنَّہٗ عَمَلٌ غَیۡرُ صَالِحٍ ٭۫ۖ فَلَا تَسۡـَٔلۡنِ مَا لَـیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ
ؕ اِنِّیۡۤ اَعِظُکَ اَنۡ تَکُوۡنَ مِنَ
الۡجٰہِلِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ
اِنِّیۡۤ اَعُوۡذُ بِکَ اَنۡ اَسۡـَٔلَکَ
مَا لَـیۡسَ لِیۡ بِہٖ عِلۡمٌ ؕ وَ اِلَّا تَغۡفِرۡ لِیۡ وَ تَرۡحَمۡنِیۡۤ اَکُنۡ
مِّنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Hingga apabila datang perintah Kami dan
sumber mata air telah menyembur Kami berfirman: ”Naikkanlah ke atas bahtera itu sepasang dari setiap jenis jantan dan betina, dan keluarga engkau,
kecuali orang yang telah terdahulu
ditetapkan keputusan terhadapnya, dan mereka yang telah beriman.
Dan sama sekali tidak ada yang beriman
kepadanya kecuali sedikit jumlahnya. وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا
فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَجۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ -- dan ia
(Nuh) berkata: “Naiklah ke atasnya,
dengan nama Allah berlayarnya dan berlabuhnya, sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku)
Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Dan bahtera
itu melaju dengan membawa mereka
di tengah gelombang seperti gunung, یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ
مَّعَنَا وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ -- dan Nuh
berseru kepada anaknya yang
senantiasa berada di tempat terpisah:
“Hai anakku, naiklah beserta kami
dan janganlah engkau termasuk
orang-orang kafir.” Ia menjawab: “Aku segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang
akan menjaga-ku dari air itu.” قَالَ لَا عَاصِمَ الۡیَوۡمَ مِنۡ
اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ
رَّحِمَ -- Ia
(Nuh) berkata: “Tidak ada tempat berlindung
pada hari ini bagi seorang pun dari perintah Allah, kecuali bagi orang
yang Dia kasihani.” وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ
فَکَانَ مِنَ الۡمُغۡرَقِیۡنَ -- Lalu gelombang menjadi penghalang di antara
keduanya maka jadilah ia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Dan
difirmankan: “Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit, hentikanlah hujan.”
Maka air pun surut
dan perintah itu selesai, dan bahtera
itu pun berlabuh di atas Al-Judi. dan dikatakan: “Kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim!”
وَ نَادٰی نُوۡحٌ رَّبَّہٗ فَقَالَ رَبِّ اِنَّ ابۡنِیۡ مِنۡ اَہۡلِیۡ وَ
اِنَّ وَعۡدَکَ الۡحَقُّ وَ اَنۡتَ اَحۡکَمُ
الۡحٰکِمِیۡنَ -- Dan
Nuh berseru kepada Rabb-nya (Tuhan-nya) dan berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau benar, dan Engkau
adalah Hakim Yang paling adil di antara semua
hakim.” قَالَ یٰنُوۡحُ اِنَّہٗ
لَیۡسَ مِنۡ اَہۡلِکَ ۚ اِنَّہٗ عَمَلٌ غَیۡرُ صَالِحٍ -- Allah
berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya ia
tidak termasuk keluarga engkau,
sesungguhnya ia seorang yang amalnya tidak baik, فَلَا تَسۡـَٔلۡنِ مَا لَـیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ -- karena itu janganlah
meminta kepada-Ku sesuatu yang engkau
tidak mengetahuinya. اِنِّیۡۤ اَعِظُکَ اَنۡ
تَکُوۡنَ مِنَ الۡجٰہِلِیۡنَ -- Aku memberikan nasihat engkau supaya engkau jangan termasuk orang-orang yang jahil (tuna pengetahuan).” قَالَ رَبِّ اِنِّیۡۤ اَعُوۡذُ بِکَ
اَنۡ اَسۡـَٔلَکَ مَا لَـیۡسَ لِیۡ بِہٖ عِلۡمٌ -- Ia, Nuh, berkata: “Ya Rabb
(Tuhan), sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau
sesuatu yang aku tidak mengetahuinya, وَ اِلَّا تَغۡفِرۡ لِیۡ وَ تَرۡحَمۡنِیۡۤ
اَکُنۡ مِّنَ الۡخٰسِرِیۡنَ -- dan jika Engkau tidak mengampuniku dan tidak mengasihaniku, tentu aku akan
termasuk orang-orang yang merugi.” (Hūd [11]:43-48).
“Bapak Ruhani” dan “Ibu Ruhani”
Jadi, berdasarkan jawaban Allah Swt.: قَالَ
یٰنُوۡحُ اِنَّہٗ لَیۡسَ مِنۡ اَہۡلِکَ ۚ اِنَّہٗ عَمَلٌ غَیۡرُ
صَالِحٍ -- Allah
berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya ia
tidak termasuk keluarga engkau, sesungguhnya
ia
seorang yang amalnya
tidak baik,” bahwa yang disebut dengan keluarga yang hakiki atau anak yang hakiki bukan
hanya sekedar memiliki hubungan darah, tetapi juga si anak memiliki hubungan ruhani dengan
ajahnya. Demikian pula halnya dengan istri yang hakiki, adalah yang memiliki
hubungan ruhani dengan suaminya.
Itulah sebabnya Allah Swt. dalam
masalah pernikahan di kalangan umat Islam sangat menekankan adanya persamaan
iman (keimanan) atau agama antara
calon pasangan suami-istri (QS.2:222).
Dan itu pula sebabnya Allah Swt. telah menyebut istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Ummul-mukminin (ibu orang-orang beriman), firman-Nya:
اَلنَّبِیُّ اَوۡلٰی بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ
وَ اَزۡوَاجُہٗۤ اُمَّہٰتُہُمۡ ؕ وَ
اُولُوا الۡاَرۡحَامِ بَعۡضُہُمۡ اَوۡلٰی بِبَعۡضٍ فِیۡ کِتٰبِ اللّٰہِ مِنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُہٰجِرِیۡنَ
اِلَّاۤ اَنۡ تَفۡعَلُوۡۤا اِلٰۤی
اَوۡلِیٰٓئِکُمۡ مَّعۡرُوۡفًا ؕ کَانَ ذٰلِکَ فِی الۡکِتٰبِ مَسۡطُوۡرًا
﴿۶﴾
Nabi itu lebih
dekat kepada orang-orang beriman daripada kepada diri mereka sendiri, وَ اَزۡوَاجُہٗۤ اُمَّہٰتُہُمۡ -- dan istri-istrinya
adalah ibu-ibu mereka. وَ اُولُوا الۡاَرۡحَامِ بَعۡضُہُمۡ
اَوۡلٰی بِبَعۡضٍ فِیۡ کِتٰبِ اللّٰہِ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ
الۡمُہٰجِرِیۡنَ -- Tetapi menurut Kitab Allah keluarga yang sedarah lebih dekat satu sama lain daripada orang-orang beriman dan orang-orang
yang berhijrah, اِلَّاۤ اَنۡ تَفۡعَلُوۡۤا اِلٰۤی
اَوۡلِیٰٓئِکُمۡ مَّعۡرُوۡفًا ؕ کَانَ ذٰلِکَ فِی الۡکِتٰبِ مَسۡطُوۡرًا -- kecuali jika kamu berbuat kebaikan terhadap
sahabatmu, yang demikian itu telah
tertulis di dalam Kitab Al-Quran. (Al-Ahzāb [33]:7).
Ayat ini menghindarkan
kemungkinan timbulnya dua macam tanggapan dari penyalahartian perintah yang terkandung dalam ayat ke-6 sebelumnya,
yakni sementara dalam ayat itu orang-orang beriman dianjurkan supaya memanggil
mereka (anak angkat) dengan nama bapak mereka, maka dalam ayat 7
ini Nabi Besar Muhammad saw. dengan
sendirinya telah disebut bapak
orang-orang beriman. Jadi, ayyat sebelumnya membicarakan hubungan darah, tetapi ayat yang sedang
dibahas ini, membicarakan hubungan ruhani
yang ada antara Nabi Besar Muhammad saw.
dengan orang-orang
beriman.
Aturan Warisan Dalam Islam Tidak Berkaitan dengan Hubungan Ruhani
Makna ayat وَ اُولُوا
الۡاَرۡحَامِ بَعۡضُہُمۡ اَوۡلٰی بِبَعۡضٍ فِیۡ کِتٰبِ اللّٰہِ مِنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُہٰجِرِیۡنَ -- Tetapi menurut
Kitab Allah keluarga yang sedarah lebih dekat satu sama lain daripada orang-orang beriman dan orang-orang
yang berhijrah”, bahwa ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan dalam Islam yang telah menjelma melalui kebapak-ruhanian Nabi Besar Muhammad
saw. mungkin telah
menjuruskan orang-orang kepada salah
pengertian, bahwa orang-orang Islam
dapat saling mewarisi harta kekayaan
masing-masing.
Ayat ini berikhtiar menghilangkan salah pengertian itu dengan menetapkan, bahwa hanya keluarga yang ada hubungan darah sajalah
yang dapat mewarisi satu sama lain,
dan bahwa dari keluarga sedarah pun
hanya yang mukmin (orang beriman) saja
yang dapat mewarisi satu sama lain,
sedang orang-orang yang kafir telah
dicegah dari mewarisi harta keluarga
mereka yang beriman.
Ayat ini pun melenyapkan bentuk persaudaraan yang diadakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, waktu kaum Muhajirin sampai di Medinah, yang menurut perjanjian persaudaraan itu bahkan
seorang Muhajir akan mewarisi juga harta yang ditinggalkan seorang Anshar.
Persaudaraan
yang tadinya hanya merupakan tindakan
sementara dan diambil guna memulihkan
kembali keadaan ekonomi kaum
Muhajirin itu, sekarang ditiadakan dan hanya hubungan darah — dan bukan hubungan
atas dasar keimanan semata — menjadi faktor penentu dalam menetapkan pembagian warisan dan dalam
urusan-urusan kekeluargaan lainnya.
Akan tetapi Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
Islam) yang lebih luas berlanjut
terus, dan orang-orang Muslim
diharapkan memperlakukan satu sama lain seperti saudara, itulah makna: اِلَّاۤ
اَنۡ تَفۡعَلُوۡۤا اِلٰۤی اَوۡلِیٰٓئِکُمۡ مَّعۡرُوۡفًا ؕ کَانَ ذٰلِکَ
فِی الۡکِتٰبِ مَسۡطُوۡرًا
-- kecuali jika kamu berbuat kebaikan terhadap sahabatmu, yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab Al-Quran”.
Jadi, kembali kepada peringatan Allah Swt. agar para kepala
keluarga (suami) mewaspadai keberadaan “musuh”
dalam keluarganya, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ
اِنۡ تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ
تَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿۱۴﴾ اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ فَاتَّقُوا اللّٰہَ
مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا
وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا لِّاَنۡفُسِکُمۡ
ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنۡ
تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا
حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ
لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ حَلِیۡمٌ ﴿ۙ۱۷﴾ عٰلِمُ
الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Hai, orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anak
kamu adalah musuh bagimu, maka waspadalah terhadap mereka, وَ اِنۡ
تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ
-- dan jika kamu memaafkan
dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ -- Sesungguhnya
harta kamu dan anak-anakmu
adalah fitnah (ujian), dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar. فَاتَّقُوا
اللّٰہَ مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ
اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا لِّاَنۡفُسِکُمۡ -- maka
bertakwalah kepada Allah sejauh
kesanggupan kamu, dan dengarlah
serta taatlah, dan belanjakanlah harta kamu di
jalan-Nya, hal itu baik bagi diri
kamu. وَ مَنۡ یُّوۡقَ
شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berhasil.
اِنۡ تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ
حَلِیۡمٌ -- Jika kamu meminjamkan kepada Allah suatu pinjaman
yang baik, niscaya Dia
akan melipat-gandakan bagimu dan akan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha Menghargai,
Maha Penyantun, عٰلِمُ الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Dia Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taghābun
[64]:15-19).
Makna ayat وَ
اِنۡ تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ
تَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ -- “dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang”, bukan berarti bahwa kepala keluarga (suami)
membiarkan apa pun kelakuan
istri dan anak-anaknya, melainkan
mereka harus melakukan upaya penyelamatan
keluarga mereka dari kobaran “api neraka”, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ وَ اَہۡلِیۡکُمۡ نَارًا وَّ قُوۡدُہَا النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ
مَاۤ اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لَا
تَعۡتَذِرُوا الۡیَوۡمَ ؕ اِنَّمَا
تُجۡزَوۡنَ مَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ٪﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah diri kamu dan keluargamu
dari Api, yang bahan bakar-nya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
tidak mendurhakai Allah apa yang Dia
perintahkan kepada mereka dan mere-ka
mengerjakan apa yang diperintahkan. Hai orang-orang kafir, kamu pada
hari ini jangan mengemukakan dalih,
sesungguhnya kamu dibalas menurut apa
yang kamu kerjakan. (At-Tahrīm [66]:7-8).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 September
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar