بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah
Ruhani Surah Shād
Bab 323
Perempuan (Istri) Termasuk
Golongan “Maal” (Harta Kekayaan) Suami &
Pentingnya Mewaspadai “Musuh” Dalam Keluarga
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai pentingnya adanya kesamaan
iman atau agama pada pasangan suami istri sangat mutlak
diperlukan bagi terkabulnya doa ‘ibādu- rahmān (hamba-hamba Tuhan Yang
Maha Pemurah - QS.25:64-74) berikut ini,
firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ
ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb
(Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami
istri-istri kami dan keturunan kami
menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān
[25]:75).
Mengenai
‘ibādu- rahmān (hamba-hamba
Tuhan Yang Maha Pemurah selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اُولٰٓئِکَ
یُجۡزَوۡنَ الۡغُرۡفَۃَ بِمَا صَبَرُوۡا
وَ یُلَقَّوۡنَ فِیۡہَا تَحِیَّۃً
وَّ سَلٰمًا ﴿ۙ﴾ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ حَسُنَتۡ مُسۡتَقَرًّا وَّ
مُقَامًا ﴿﴾ قُلۡ مَا
یَعۡبَؤُا بِکُمۡ رَبِّیۡ لَوۡ لَا دُعَآؤُکُمۡ ۚ فَقَدۡ
کَذَّبۡتُمۡ فَسَوۡفَ یَکُوۡنُ
لِزَامًا﴿٪﴾
Mereka
itulah yang akan dianugerahi kamar-kamar tinggi di surga karena
mereka bersabar, dan mereka akan disambut di dalamnya denggan penghormatan dan doa selamat. Mereka akan
kekal di dalamnya, itulah sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. قُلۡ مَا یَعۡبَؤُا بِکُمۡ رَبِّیۡ
لَوۡ لَا دُعَآؤُکُمۡ ۚ فَقَدۡ کَذَّبۡتُمۡ فَسَوۡفَ
یَکُوۡنُ لِزَامًا -- Katakanlah: “Rabb-ku (Tuhan-ku) tidak akan mempedulikan kamu jika tidak karena doa kamu, maka sungguh kamu telah mendustakan maka segera
azab menimpa kamu.” (Al-Furqān [25]:75).
Mā ‘aba ‘ubihi berarti: aku tidak peduli, pikirkan, hiraukan atau
pandangan baik akan dia, atau aku tidak menganggap dia berarti atau berharga
apa pun; atau aku tidak menghargainya (Lexicon
Lane & Al-Mufradat).
Jadi, Allah Swt. di setiap
zaman -- termasuk di Akhir Zaman ini -- tidak pernah mempedulikan para penentang rasul Allah, bagaimana pun banyaknya jumlah mereka, kaya-rayanya mereka, serta bagaimana pun
hebatnya kekuasaan mereka, jika dalam kenyataannya mereka berlaku khianat terhadap rasul
Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.7:35-37), seperti nasib buruk yang menimpa
istri-istri durhaka Nabi Nuh
a.s. dan Nabi Luth a.s..
Tetapi sebaliknya, orang-orang yang beriman
kepada Rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan kepada mereka -- sekali pun
mereka akan mengalami perlakukan zalim dari para penentang
Rasul Allah – akan tetapi pada
akhirnya mereka akan menikmati kebenaran janji Allah Swt. yang dikemukakan Bibel sebelum ini dalam Wahyu
Yohanes 21:1-4:
1. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi
yang baru, sebab langit yang pertama
dan bumi yang pertama telah berlalu,
dan lautpun tidak ada lagi. 2. Dan
aku melihat kota yang kudus, Yerusalem
yang baru, turun dari sorga, dari Allah,
yang berhias bagaikan pengantin
perempuan yang berdandan untuk suaminya. 3. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata:
"Lihatlah, kemah Allah ada di
tengah-tengah manusia dan Ia akan
diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia
akan menjadi Allah mereka. 4. Dan Ia
akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak
akan ada lagi perkabungan, atau ratap
tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."
Kedurhakaan Bani Israil Sebagai “Istri
Ruhani” Nabi Musa a.s.
Kembali kepada firman Allah
Swt. mengenai pentingnya ketakwaan dan berkata yang jujur
(benar), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی
فَبَرَّاَہُ اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ
کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ﴾ یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ قُوۡلُوۡا قَوۡلًا
سَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ یُّصۡلِحۡ
لَکُمۡ اَعۡمَالَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ
لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ
وَ رَسُوۡلَہٗ فَقَدۡ فَازَ
فَوۡزًا عَظِیۡمًا ﴿﴾ اِنَّا عَرَضۡنَا
الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ
یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ
ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ﴾ لِّیُعَذِّبَ
اللّٰہُ الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ الۡمُنٰفِقٰتِ
وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ وَ الۡمُشۡرِکٰتِ وَ یَتُوۡبَ اللّٰہُ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ
وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا
رَّحِیۡمًا ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu seperti orang-orang yang telah menyusahkan Musa, tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka
katakan. Dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang jujur. Dia akan memperbaiki bagi kamu amal-amalmu dan akan meng-ampuni bagimu dosa-dosa kamu.
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya
maka sesungguhnya ia akan meraih
kemenangan besar. اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا
الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا --- Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat syariat
kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan memikulnya dan mereka takut terhadapnya, akan sedangkan insan memikulnya,
sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan abai terhadap dirinya. لِّیُعَذِّبَ
اللّٰہُ الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ الۡمُنٰفِقٰتِ
وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ وَ الۡمُشۡرِکٰتِ وَ یَتُوۡبَ اللّٰہُ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ
وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا -- supaya Allah akan menghukum orang-orang munafik lelaki dan orang-orang munafik perempuan, dan orang-orang
musyrik lelaki dan orang-orang
musyrik perempuan, dan
Allah senantiasa kembali dengan kasih sayang
kepada orang-orang lelaki dan perempuan-perempuan yang beriman, dan Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Ahzāb [33]:70-74).
Baik dari Bible mau pun dari Al-Quran
diketahui, bahwa Bani Israil -- dalam kedudukannya sebagai “istri” Nabi Musa a.s. – bagaikan seorang istri yang tidak setia terhadap “suaminya”,
mereka bukan saja sering berkata tidak
jujur, misalnya mereka berkata “Kami
dengar, tetapi kami durhakai”
(QS.4:47) -- tetapi juga berkali-kali
“berselingkuh” yakni melakukan kemusyrikan.
Contohnya, ketika Nabi Musa a.s. meninggalkan Bani Israil untuk “bertemu dengan Allah Swt.” selama 40
malam, mereka mengikuti perbuatan syirik
menyembah patung anak sapi yang
dibuat oleh Samiri, padahal bersama mereka ada Nabi Harun a.s.
yang berusaha keras mencegah
mereka melakukan pengkhianatan ruhani
tersebut (QS.7:143-152;
QS.20:84-99).
Makna Keluarga yang Sakinah, Mawaddah
dan Rahmah
Sehubungan dengan
hal tersebut, dalam hubungan suami-istri pun ketakwaan kepada Allah Swt. dan kejujuran sangat penting
bagi terbinanya suatu rumah-tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Dalam bahasa Arab, kata sakinah
di dalamnya terkandung arti: tenang,
terhormat, aman, merasa dilindungi, penuh kasih-sayang, mantap dan memperoleh pembelaan.
Namun, penggunaan nama sakinah itu diambil dari Al-Quran Surah
30:22, ayat litaskunu ilaiha, yang
artinya bahwa Allah Swt. telah menciptakan perjodohan
bagi manusia agar yang satu merasa tenteram
terhadap yang lain. Jadi keluarga sakinah
itu adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta-kasih, keamanan, ketentraman,
perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah Swt.
Di dalam keluarga sakinah itu pasti akan muncul mawaddah
dan rahmah (QS.30:22). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih
sayang pada lawan jenisnya (bisa dikatakan mawaddah
ini adalah cinta yang didorong oleh
kekuatan nafsu seseorang pada lawan jenisnya).
Karena itu setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai
manusia. Mawaddah adalah cinta yang
lebih condong pada material seperti cinta karena kecantikan, ketampanan,
bodi (tubuh) yang menggoda, cinta pada harta benda, dan lain sebagainya. Mawaddah itu sinonimnya adalah mahabbah yang artinya cinta dan kasih-sayang.
Ada pun makna rahmah yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, rejeki. Jadi, rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi
dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai.
Rahmah
lebih condong pada sifat qolbiyah
atau suasana batin yang terimplementasikan pada wujud kasih-sayang, seperti cinta tulus, kasih-sayang, rasa memiliki,
membantu, menghargai, rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya iman. Sifat rahmah ini akan muncul manakala niatan
pertama saat melangsungkan pernikahan
adalah karena mengikuti perintah Allah Swt.
dan sunnah Nabi Besar Muhammad saw. serta
bertujuan hanya untuk mendapatkan ridha
Allah Swt.
Makna “Perempuan Dijadikan dari Tulang Rusuk”
Sehubungan dengan hal tersebut, ada satu hal penting yang perlu mendapat perhatian suami (kepala keluarga)
mengenai istrinya, yaitu sabda Nabi
Besar Muhammad saw. yang mengandung falsafah
dan hikmah yang sangat dalam,
yaitu bahwa “perempuan (Hawa) diciptakan
dari tulang rusuk laki-laki (Adam)”,
yang erat dengan ayat Al-Quran lainnya yang sering disampaikan Nabi Besar
Muhammad saw. dalam khutbah nikah, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ
اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ
الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَ بَثَّ
مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّ نِسَآءً ۚ وَ
اتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَ الۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ رَقِیۡبًا ﴿﴾
Hai manusia, bertakwalah
kepada Allah Rabb (Tuhan) kamu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya sebagai pasangan serta mengembang-biakkan
dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan bertakwalah mengenai hubungan kekerabatan, sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisā [4]:2).
“Satu jiwa” dapat diartikan: (1) Adam, (2)
laki-laki dan perempuan bersama-sama, sebab bila dua wujud melakukan satu
pekerjaan bersama-sama, mereka dapat dianggap sebagai satu; (3) laki-laki atau
perempuan secara mandiri sebab umat manusia dapat dikatakan telah diciptakan
dari “satu jiwa” dalam arti kata
bahwa tiap-tiap dan masing-masing perseorangan (individu) diciptakan dari benih laki-laki yang merupakan “satu jiwa” dan juga dilahirkan oleh perempuan
yang merupakan pula “satu jiwa.”
Kata-kata
وَّ خَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا
-- “dan darinya Dia menciptakan
jodohnya ” itu tidak berarti bahwa perempuan diciptakan dari bagian
tubuh laki-laki, tetapi bahwa perempuan
termasuk jenis yang sama dengan laki-laki yaitu mempunyai pembawaan-pembawaan alami dan kecenderungan-kecenderungan yang serupa.
Anggapan bahwa Siti Hawa
telah diciptakan dari tulang rusuk Adam
nampaknya timbul dari sabda Nabi Besar Muhammad saw. yakni: “Kaum perempuan telah diciptakan dari tulang rusuk, dan tentu
saja bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk itu bagian yang paling atas.
Jika kamu memaksa meluruskannya, kamu akan membuatnya patah” (Bukhari, Kitab-un-Nikah).
Sabda beliau saw. tersebut sebenarnya merupakan
satu dalil yang bertentangan dengan
anggapan keliru di atas, dan bukan mendukungnya, sebab di sini sekali-kali
tidak disebut nama Siti Hawa,
melainkan hanya menerangkan ihwal keadaan
umum perempuan. Jelas bagi siapa pun bahwa setiap perempuan tidak diciptakan dari tulang
rusuk. Kata dhil’ yang digunakan dalam hadits Nabi Besar Muhammad saw. di atas, menunjuk kepada suatu pembawaan bengkok, kata itu sendiri
berarti kebengkokan (Bihar-al-Anwar & Al-Bahrul-Muhith).
Sebenarnya kata itu menunjuk
kepada satu sifat khas perempuan, yaitu mempunyai kebiasaan berbuat pura-pura
tidak senang dan bertingkah manja
demi menarik hati orang. “Kebengkokan” itu disebut dalam hadits
ini sebagai sifat khas yang paling tinggi atau paling baik di dalam wataknya
sebagai perempuan.
Barangsiapa menganggap marah-semu
(pura-pura marah) perempuan sebagai kemarahan
yang sungguh-sungguh, lalu suami berlaku kasar terhadapnya karena alasan itu -- sehingga terjadi tindakan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) --sebenarnya
laki-laki (suami) yang “jahil” tersebut telah memusnahkan segi paling menarik dan menawan
hati dalam kepribadiannya sebagai
perempuan.
Perempuan Termasuk Golongan “Maal”
(Kekayaan)
Itulah sebabnya Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. telah memasukkan
perempuan ke dalam golongan “maal” (kekayaan), yaitu sesuatu yang manusia – terutama
laki-laki – condong (cenderung)
kepadanya, firman-Nya:
زُیِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ
الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ
الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini
yaitu: مِنَ النِّسَآءِ -- perempuan-perempuan, anak-anak,
kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah sebaik-baik tempat kembali. (Ali-Imran [3]:15).
Dari Abu Hurairah, Nabi Besar
Muhammad saw. bersabda, “Perempuan dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dan agamanya. Maka, ambillah
perempuan yang memiliki agama
(perempuan shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim).
Nabi Besar Muhammad saw. selanjutnya menegaskan,
“Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan
dunia yang paling baik adalah perempuan
yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).
Jadi, kembali menyinggung pro-kontra masalah pernikahan
dengan Non-Muslim, bahwa hanya
orang-orang yang tidak memahami sakralnya pernikahan menurut ajaran Islam (Al-Quran) sajalah yang akan
mencari pasangan hidup yang tidak seiman atau tidak seagama.
Mengapa demikian? Sebab dengan langkah awal yang keliru tersebut pada hakikatnya suami
atau istri yang melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah Swt.
tersebut (QS.2:222) dengan sengaja telah menyimpan “bara api” yang sewaktu-waktu akan berubah menjadi “kobaran api” yang akan menghanguskan tatanan rumahtangga mereka, sebab keridhaan Allah Swt. tidak bersama
mereka.
Mengisyaratkan
kepadanya kenyataan itulah Allah Swt.
dalam firman-Nya berikut ini telah memperingatkan
para suami mengenai keberadaan “musuh” dalam lingkungan keluarganya (rumahtangganya), sekali pun sama-sama sebagai “orang-orang yang beriman”, Dia
berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ وَ
اِنۡ تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ
تَغۡفِرُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿۱۴﴾ اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ فَاتَّقُوا اللّٰہَ
مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا
وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا
لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنۡ
تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا
حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ
لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ حَلِیۡمٌ ﴿ۙ۱۷﴾ عٰلِمُ
الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾
Hai, orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anak
kamu adalah musuh bagimu, maka waspadalah terhadap mereka, وَ اِنۡ
تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ
-- dan jika kamu memaafkan
dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. اِنَّمَاۤ اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗۤ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ -- Sesungguhnya
harta kamu dan anak-anakmu
adalah fitnah (ujian), dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar. فَاتَّقُوا
اللّٰہَ مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ
اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا لِّاَنۡفُسِکُمۡ -- maka
bertakwalah kepada Allah sejauh
kesanggupan kamu, dan dengarlah
serta taatlah, dan belanjakanlah harta kamu di
jalan-Nya, hal itu baik bagi diri kamu. وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berhasil.
اِنۡ تُقۡرِضُوا اللّٰہَ قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ شَکُوۡرٌ
حَلِیۡمٌ -- Jika kamu meminjamkan kepada Allah suatu pinjaman
yang baik, niscaya Dia
akan melipat-gandakan bagimu dan akan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha
Menghargai, Maha Penyantun, عٰلِمُ الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Dia Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taghābun
[64]:15-19).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 September
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar