Sabtu, 27 September 2014

"Kemusyrikan" Dalam Keluarga Berupa Berlebihan Mencintai Anak-Keturunan dan Istri



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

  
Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   326

  Kemusyrikan” Dalam Keluarga Berupa Berlebihan    Mencintai Anak-Keturunan dan Istri

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai   hubungan antara “pisah ranjang” (pisah sementara) Nabi Besar Muhammad saw. dengan para istri mulia beliau saw. (QS.4:35), dalam hubungannya dengan  permintaan “perbaikan ekonomi keluarga” yang disampaikan oleh istri-istri mulia beliau saw. melalui Siti‘Aisyah r.a. dan Siti Hafsah r.a., serta hubungannya dengan perintah Allah Swt. agar  orang-orang beriman berusaha  menyelamatkan diri  dan keluarga mereka dari “api  neraka” (QS.66:7).
        Permintaan “perbaikan ekonomi keluarga” itulah    yang tidak disukai oleh Nabi Besar Muhammad saw.,  -- sebab  para istri mulia beliau saw. merupakan Ummahatul- mukminin (ibu-ibu orang-orang beriman – QS.33:7)   -- sehingga dalam memperlihatkan ketidak-sukaan  tersebut Nabi Besar Muhammad saw. telah  bersumpah bahwa untuk sementara waktu akan  “menjauhi” semua istri beliau saw.   dari “tempat tidur” mereka, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  لِمَ  تُحَرِّمُ مَاۤ  اَحَلَّ اللّٰہُ  لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ  مَرۡضَاتَ  اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾   قَدۡ  فَرَضَ اللّٰہُ  لَکُمۡ تَحِلَّۃَ  اَیۡمَانِکُمۡ ۚ وَ اللّٰہُ  مَوۡلٰىکُمۡ ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیۡمُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   وَ اِذۡ  اَسَرَّ النَّبِیُّ  اِلٰی  بَعۡضِ  اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ  اللّٰہُ عَلَیۡہِ  عَرَّفَ بَعۡضَہٗ  وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ ۚ فَلَمَّا نَبَّاَہَا بِہٖ  قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَکَ ہٰذَا ؕ  ﴿﴾  اِنۡ تَتُوۡبَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا ۚ وَ اِنۡ  تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ  فَاِنَّ اللّٰہَ  ہُوَ مَوۡلٰىہُ  وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  بَعۡدَ  ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ ﴿﴾ عَسٰی رَبُّہٗۤ  اِنۡ  طَلَّقَکُنَّ  اَنۡ  یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا  خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ  مُسۡلِمٰتٍ مُّؤۡمِنٰتٍ قٰنِتٰتٍ تٰٓئِبٰتٍ عٰبِدٰتٍ سٰٓئِحٰتٍ ثَیِّبٰتٍ وَّ  اَبۡکَارًا ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا قُوۡۤا  اَنۡفُسَکُمۡ  وَ اَہۡلِیۡکُمۡ  نَارًا وَّ قُوۡدُہَا  النَّاسُ وَ الۡحِجَارَۃُ  عَلَیۡہَا مَلٰٓئِکَۃٌ  غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعۡصُوۡنَ اللّٰہَ مَاۤ  اَمَرَہُمۡ وَ یَفۡعَلُوۡنَ مَا  یُؤۡمَرُوۡنَ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.     یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  لِمَ  تُحَرِّمُ مَاۤ  اَحَلَّ اللّٰہُ  لَکَ ۚ تَبۡتَغِیۡ  مَرۡضَاتَ  اَزۡوَاجِکَ ؕ وَ اللّٰہُ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ  -- Hai Nabi, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allāh telah menghalalkannya bagi engkau karena engkau mencari kesenangan istri-istri engkau?  Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Sungguh Allah telah mewajibkan kepada kamu membebaskan diri dari sumpah-sumpah kamu, dan Allah adalah Pelindung kamu, dan Dia Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.     وَ اِذۡ  اَسَرَّ النَّبِیُّ  اِلٰی  بَعۡضِ  اَزۡوَاجِہٖ حَدِیۡثًا ۚ فَلَمَّا نَبَّاَتۡ بِہٖ وَ اَظۡہَرَہُ  اللّٰہُ عَلَیۡہِ  عَرَّفَ بَعۡضَہٗ  وَ اَعۡرَضَ عَنۡۢ بَعۡضٍ  --  dan ketika Nabi menceritakan  secara rahasia kepada salah seorang istri-istrinya, lalu  tatkala istrinya itu memberitahukannya kepada istri yang lain dan Allah menzahirkan hal itu  kepadanya, dia, Rasulullah,  memberi-tahukan sebagian darinya kepada istrinya itu dan menyembunyikan sebagiannya. فَلَمَّا نَبَّاَہَا بِہٖ  قَالَتۡ مَنۡ اَنۡۢبَاَکَ ہٰذَا -- maka tatkala  dia memberitahukan hal itu kepada istrinya, istrinya berkata: “Siapakah memberitahukan kepada engkau perihal itu?” قَالَ  نَبَّاَنِیَ الۡعَلِیۡمُ الۡخَبِیۡرُ -- Nabi berkata: “Tuhan Yang Maha Mengetahui, Maha Mengenal telah memberitahukannya kepadaku.”    اِنۡ تَتُوۡبَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  فَقَدۡ صَغَتۡ قُلُوۡبُکُمَا  -- Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah cenderung kepada-Nya,  وَ اِنۡ  تَظٰہَرَا عَلَیۡہِ  فَاِنَّ اللّٰہَ  ہُوَ مَوۡلٰىہُ  وَ جِبۡرِیۡلُ وَ صَالِحُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  بَعۡدَ  ذٰلِکَ ظَہِیۡرٌ -- tetapi jika kamu berdua saling mendukung terhadapnya maka se-sungguhnya Allah adalah Pelindung-nya, dan juga Jibril, orang-orang  beriman yang saleh, dan sesudah itu malaikat  adalah pendukungnya.   عَسٰی رَبُّہٗۤ  اِنۡ  طَلَّقَکُنَّ  اَنۡ  یُّبۡدِلَہٗۤ اَزۡوَاجًا  خَیۡرًا مِّنۡکُنَّ       --  boleh jadi Rabb-nya (Tuhan-nya) jika Nabi menceraikan kamu maka Dia akan menggantikan baginya istri-istri  yang lebih baik daripada kamu,  مُسۡلِمٰتٍ  -- yang berserah  diri, مُّؤۡمِنٰتٍ --  yang beriman,  قٰنِتٰتٍ -- yang taat,  تٰٓئِبٰتٍ -- yang bertaubat, عٰبِدٰتٍ  --  yang  beribadah, سٰٓئِحٰتٍ  -- yang berpuasa,  ثَیِّبٰتٍ وَّ  اَبۡکَارًا  --  yang janda  dan yang perawan.”  (At-Tahrīm [66]:1-8).

Penafsiran Keliru  Tentang “Pisah Ranjang 

     Jadi,  firman Allah Swt. tersebut merupakan penjelasaan dari firman-Nya sebelumnya mengenai hukuman yang kedua  yang dapat dilakukan suami kepada istrinya yang “bersalah” yaitu  berupa “pisah ranjang”: فَعِظُوۡہُنَّ وَ اہۡجُرُوۡہُنَّ فِی الۡمَضَاجِعِ وَ اضۡرِبُوۡہُنَّ   -- “maka nasihatilah mereka,  jauhilah mereka di tempat tidur, dan pukullah  mereka.”   (QS.4:35).
         Surah At-Tahrīm ayat 2  sama sekali tidak ada hubungannya dengan  cerita fiktif yang dibuat-buat orang-orang yang berhati bengkok, bahwa   -- guna menyenangkan istri-istri beliau maka Nabi Besar Muhammad saw. bersumpah untuk tidak lagi minum madu, sebagaimana penafsiran yang keliru mengenai ayat-ayat awal Surah At Tahrīm tersebut, sebab bagaimana mungkin  hanya karena “ulah” salah seorang istrinya kemudian Nabi Besar Muhammad saw. telah bersumpah untuk tidak lagi minum madu? Padahal  dengan jelas Allah Swt. telah menyatakan bahwa  madu itu bukan saja merupakan minuman yang halal dan lezat tetapi juga dalam  madu  terkandung penyembuh bagi berbagai penyakit manusia (QS.16:70).
       Mengenai hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat Surah At –Tahrim tersebut  telah dijelaskan secara terinci dalam Bab  87 dan beberapa Bab selanjutnya.   
       Jadi, kembali kepada peringatan Allah Swt.  kepada para kepala keluarga (suami) dalam firman-Nya berikut ini mengenai pentingnya mewaspadai keberadaan  “musuh” dalam keluarganya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا  لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ ۚ  وَ  اِنۡ  تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا  فَاِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  اِنَّمَاۤ  اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ  فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عِنۡدَہٗۤ   اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾  فَاتَّقُوا اللّٰہَ  مَا  اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا  لِّاَنۡفُسِکُمۡ ؕ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ  تُقۡرِضُوا اللّٰہَ  قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ  وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  شَکُوۡرٌ  حَلِیۡمٌ ﴿ۙ۱۷﴾  عٰلِمُ  الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ  الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿٪﴾  
Hai, orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anak kamu adalah musuh bagimu, maka waspadalah terhadap mereka, وَ  اِنۡ  تَعۡفُوۡا وَ تَصۡفَحُوۡا وَ تَغۡفِرُوۡا  فَاِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ  -- dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi dan mengampuni, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.  اِنَّمَاۤ  اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ  فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عِنۡدَہٗۤ   اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ --  Sesungguhnya  harta kamu dan  anak-anakmu adalah fitnah (ujian), dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar. فَاتَّقُوا اللّٰہَ  مَا  اسۡتَطَعۡتُمۡ وَ اسۡمَعُوۡا وَ اَطِیۡعُوۡا وَ اَنۡفِقُوۡا خَیۡرًا  لِّاَنۡفُسِکُمۡ   --  maka bertakwalah kepada Allah sejauh kesanggupan kamu, dan dengarlah serta taatlah, dan belanjakanlah harta kamu di jalan-Nya, hal itu baik bagi diri kamu.  وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ --   Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang berhasil. اِنۡ  تُقۡرِضُوا اللّٰہَ  قَرۡضًا حَسَنًا یُّضٰعِفۡہُ لَکُمۡ  وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  شَکُوۡرٌ  حَلِیۡمٌ  --  Jika kamu meminjamkan kepada Allah suatu pinjaman yang baik, niscaya Dia akan melipat-gandakan bagimu dan akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Menghargai, Maha Penyantun,   عٰلِمُ  الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ  الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Dia Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (At-Taghābun [64]:15-19).
        Sehubungan keberadaan “musuh” di lingkungan keluarga – berupa kecintaan berlebihan kepada istri dan anak keturunan -- selanjutnya Allah Swt. memperingatkan kepala keluarga (suami) , firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ  ذٰلِکَ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ اَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا  رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ  قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ  اَحَدَکُمُ  الۡمَوۡتُ فَیَقُوۡلَ  رَبِّ لَوۡ لَاۤ  اَخَّرۡتَنِیۡۤ  اِلٰۤی  اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ۙ فَاَصَّدَّقَ وَ  اَکُنۡ  مِّنَ  الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَنۡ  یُّؤَخِّرَ اللّٰہُ  نَفۡسًا  اِذَا جَآءَ اَجَلُہَا ؕ وَ اللّٰہُ  خَبِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ  -- janganlah  harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah, ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ  ذٰلِکَ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ  -- dan barangsiapa  berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.  وَ اَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا  رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ  قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ  اَحَدَکُمُ  الۡمَوۡتُ  --      dan belanjakanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum kematian menimpa sese-orang dari antara kamuفَیَقُوۡلَ  رَبِّ لَوۡ لَاۤ  اَخَّرۡتَنِیۡۤ  اِلٰۤی  اَجَلٍ قَرِیۡبٍ ۙ   -- lalu ia berkata:  Hai Rabb-ku (Tuhan-ku), seandainya Engkau  menangguhkan sebentar batas waktuku,  فَاَصَّدَّقَ اَکُنۡ  مِّنَ  الصّٰلِحِیۡنَ      وَ  -- dan   tentu aku akan bersedekah dan menjadi termasuk orang-orang yang saleh.”  وَ لَنۡ  یُّؤَخِّرَ اللّٰہُ  نَفۡسًا  اِذَا جَآءَ اَجَلُہَا ؕ وَ اللّٰہُ  خَبِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ  -- dan Allah  tidak pernah   menangguhkan suatu jiwa  apabila batas waktunya  telah tiba, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (Al-Munafiquūn [10]:10-12).

Kecintaan kepada Keluarga Jangan Melalaikan Dzikir Ilahi

       Allah Swt. berfirman  dalam Surah At-Taghābun ayat 15 sebelumnya  mengenai keberadaan “musuh” dalam keluarga yang harus diwaspadai yaitu “istri dan anak-keturunan”:   یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِنَّ مِنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ وَ اَوۡلَادِکُمۡ عَدُوًّا  لَّکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُمۡ    --  “Hai, orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kamu dan anak-anak kamu adalah musuh bagimu, maka waspadalah terhadap mereka.
        Tetapi dalam ayat selanjutnya,   sebutan istri-istri (azwāj) telah diganti dengan kata amwal (harta), sedang sebutan awlād (anak-anak), hal tersebut mengisyaratkan bahwa    -- sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw.   – kedudukan istri bagi suami pun merupakan harta:   اِنَّمَاۤ  اَمۡوَالُکُمۡ وَ اَوۡلَادُکُمۡ  فِتۡنَۃٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عِنۡدَہٗۤ   اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ  -- “Sesungguhnya  harta kamu dan  anak-anakmu adalah fitnah (ujian), dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar.”
        Dengan demikian yang dimaksud dengan amwāl (harta kekayaan) yang  dalam  firman-Nya:   لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ  -- janganlah  harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah” (QS.63:10) termasuk di dalamnya istri, sebagaimana firman-Nya berikut ini: 
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini yaitu:  مِنَ النِّسَآءِ -- perempuan-perempuan,  anak-anak, kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak,  kuda pilihan,  binatang ternak dan sawah ladang.  Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup  di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah  sebaik-baik tempat kembali.  (Ali-Imran [3]:15). 
     Begitu juga seperti halnya dalam  Surah Al-Taghābun  ayat  15, setelah menyinggung istri dan anak keturunan  selanjutnya Allah Swt. berfirman وَ اللّٰہُ  عِنۡدَہٗۤ   اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ    -- “dan Allah di sisi-Nya ganjaran yang besar,” demikian pula dalam Surah Ali ‘Imran ayat 15, setelah menyinggung masalah kecintaan terhadap perempuan (istri),  anak keturunan dan harta kekayaan, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
   قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ  بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Katakanlah: “Maukah kamu aku beri tahu sesuatu  yang lebih baik daripada yang demikian itu?” لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا  -- bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi  Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ  --  jodoh-jodoh suci,  وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ --  dan  keridhaan dari Allah,  وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ  بِالۡعِبَادِ  -- dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.  (Ali ‘Imran [3]:16).
     Jadi, kembali kepada firman-Nya dalam Surah Al-Munāfiqūn  ayat  10:  “Hai orang-orang yang beriman, لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ  -- janganlah  harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah, ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ  ذٰلِکَ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ  -- dan barangsiapa  berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi,”   jelaslah bahwa yang dimaksud dengan peringatan Allah Swt. tersebut tertuju kepada setiap kepala keluarga (suami) agar kecintaan mereka terhadap keluarga (anak-istri) jangan melampaui batas,  sehingga mereka melupakan  kewajiban melaksanakan  syariat  (hukum-hukum agama), yang dalam ayat tersebut dikatakan  sebagai “lalai dari mengingat Allah Swt.”: لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ  -- “janganlah  harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
      Selanjutnya Allah Swt. menasihati  para kepala keluarga (suami) tersebut:    وَ اَنۡفِقُوۡا مِنۡ مَّا  رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ  قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ  اَحَدَکُمُ  الۡمَوۡتُ  --      dan belanjakanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum kematian menimpa seseorang dari antara kamu, (Al-Munafiquūn [10]:11).

Perbuatan Syirik Karena Berlebihan  Mencintai Keluarga

     Walau pun benar bahwa memenuhi kebutuhan keluarga (anak-istri) pun merupakan bagian dari kewajiban syariat orang-orang yang beriman, tetapi hal tersebut jangan sampai menghalangi para suami (kepala keluarga) untuk memenuhi kewajiban pengorbanan harta lainnya di jalan Allah Swt. seperti zakat, shadaqah dan  lain-lain, termasuk berbuat  ihsan terhadap kedua orang tua, saudara-saudara  serta karib-kerabat  dan sebagainya.
       Kenapa demikian? Sebab kecintaan berlebihan terhadap keluarga (anak-istri)   -- sehingga melupakan dzikr Ilahi (mengingat Allah)   --  termasuk ke dalam  perbuatan syirik (kemusyrikan) pula, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ جَعَلَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا لِیَسۡکُنَ اِلَیۡہَا ۚ فَلَمَّا تَغَشّٰہَا حَمَلَتۡ حَمۡلًا خَفِیۡفًا فَمَرَّتۡ بِہٖ ۚ فَلَمَّاۤ  اَثۡقَلَتۡ دَّعَوَا اللّٰہَ رَبَّہُمَا لَئِنۡ اٰتَیۡتَنَا صَالِحًا  لَّنَکُوۡنَنَّ  مِنَ  الشّٰکِرِیۡنَ ﴿﴾  فَلَمَّاۤ  اٰتٰہُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَہٗ  شُرَکَآءَ فِیۡمَاۤ  اٰتٰہُمَا ۚ فَتَعٰلَی اللّٰہُ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾  اَیُشۡرِکُوۡنَ مَا لَا یَخۡلُقُ شَیۡئًا وَّ ہُمۡ یُخۡلَقُوۡنَ ﴿﴾۫ۖ  وَ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ لَہُمۡ نَصۡرًا وَّ لَاۤ اَنۡفُسَہُمۡ  یَنۡصُرُوۡنَ  ﴿﴾
Dia-lah Yang telah menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menjadikan pasangannya  supaya ia mendapat ketenteraman  padanya, maka tatkala digaulinya ia me-ngandung  suatu kandungan yang ringan, lalu ia berjalan kian kemari dengan kandungan itu, maka tatkala kandungannya berat  keduanya  ber-doa kepada Allah, Rabb (Tuhan)  mereka berdua:  لَئِنۡ اٰتَیۡتَنَا صَالِحًا  لَّنَکُوۡنَنَّ  مِنَ  الشّٰکِرِیۡنَ  --  seandainya Engkau benar-benar  memberi kami seorang anak yang shalih yakni sempurna niscaya  kami  akan menjadi di antara orang-orang yang bersyukur.فَلَمَّاۤ  اٰتٰہُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَہٗ  شُرَکَآءَ فِیۡمَاۤ  اٰتٰہُمَا  --   tetapi tatkala Dia meng-anugerahkan kepada kedua mereka itu seorang anak  yang sehat lalu keduanya menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya berkenaan dengan apa yang telah dianugerahkan-Nya kepada kedua mereka itu. فَتَعٰلَی اللّٰہُ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ  --  Mahaluhur Allah jauh di atas apa yang mereka persekutukan. اَیُشۡرِکُوۡنَ مَا لَا یَخۡلُقُ شَیۡئًا وَّ ہُمۡ یُخۡلَقُوۡنَ  --   apakah  mereka mempersekutukan Allah dengan apa yang tidak menciptakan sesuatu pun dan bahkan mereka itulah yang diciptakan?  (Al-A’rāf [7]:190-192).
      Makna kata “anak yang shalih” dalam ayat     لَئِنۡ اٰتَیۡتَنَا صَالِحًا  لَّنَکُوۡنَنَّ  مِنَ  الشّٰکِرِیۡنَ  -- “seandainya Engkau benar-benar  memberi kami seorang anak yang shalih yakni sempurna niscaya  kami  akan menjadi di antara orang-orang yang bersyukur,” arti shalih  tersebut adalah  bayi yang sempurna keadaan   pisiknya ketika dilahirkan.

Berbagai Jenis Perbuatan  Syirik” Dalam Keluarga & Pentingnya Berbuat Ihsan Teehadap Kedua Orang Tua

       Tetapi ketika doa pasangan suami-istri tersebut dikabulkan Allah Swt. kemudian mereka melakukan “kemusyrikan” terhadap Allah Swt. berkenaan anak mereka itu, firman-Nya: فَلَمَّاۤ  اٰتٰہُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَہٗ  شُرَکَآءَ فِیۡمَاۤ  اٰتٰہُمَا  --   tetapi tatkala Dia menganugerahkan kepada kedua mereka itu seorang anak  yang sehat lalu keduanya menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya berkenaan dengan apa yang telah dianugerahkan-Nya kepada kedua mereka itu.”
    Ada pun makna “menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya” antara lain maksudnya adalah:
1.   Kedua orangtuanya  berlebih-lebihan dalam mencintai anak mereka, sehingga membuat si anak menjadi lepas kontrol dalam pertumbuhan jiwanya karena terlalu dimanja.
2.   Keduanya bukannya bersyukur kepada Allah Swt., tetapi melakukan berbagai bentuk “kemusyrikan” berkenaan dengan anak-kesayangannya tersebut, antara lain melupakan pendidikan akhlak dan ruhaninya dengan ajaran agama yang benar, tetapi hanya mempersiapkannya dengan berbagai pendidikan duniawi supaya dapart meraih berbagai keberhasilan duniawi.
       Dalam Surah lain Allah Swt.  kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai larangan melakukan syirik (kemusyrikan) dan berbagai hal yang dilarang serta yang diperintahkan Allah Swt. dalam agama Islam (Al-Quran):
قُلۡ تَعَالَوۡا اَتۡلُ مَا حَرَّمَ  رَبُّکُمۡ عَلَیۡکُمۡ  اَلَّا تُشۡرِکُوۡا بِہٖ شَیۡئًا وَّ بِالۡوَالِدَیۡنِ اِحۡسَانًا ۚ وَ لَا تَقۡتُلُوۡۤا اَوۡلَادَکُمۡ   مِّنۡ  اِمۡلَاقٍ ؕ نَحۡنُ  نَرۡزُقُکُمۡ وَ اِیَّاہُمۡ ۚ وَ لَا تَقۡرَبُوا الۡفَوَاحِشَ مَا ظَہَرَ  مِنۡہَا وَ مَا بَطَنَ ۚ وَ لَا تَقۡتُلُوا النَّفۡسَ الَّتِیۡ حَرَّمَ اللّٰہُ  اِلَّا بِالۡحَقِّ ؕ ذٰلِکُمۡ وَصّٰکُمۡ بِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَا تَقۡرَبُوۡا مَالَ الۡیَتِیۡمِ  اِلَّا بِالَّتِیۡ  ہِیَ اَحۡسَنُ حَتّٰی یَبۡلُغَ اَشُدَّہٗ ۚ وَ اَوۡفُوا الۡکَیۡلَ وَ الۡمِیۡزَانَ بِالۡقِسۡطِ ۚ لَا نُکَلِّفُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَہَا ۚ وَ اِذَا قُلۡتُمۡ فَاعۡدِلُوۡا وَ لَوۡ کَانَ ذَا قُرۡبٰی ۚ وَ بِعَہۡدِ اللّٰہِ اَوۡفُوۡا ؕ ذٰلِکُمۡ  وَصّٰکُمۡ بِہٖ لَعَلَّکُمۡ  تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ۙ  وَ  اَنَّ  ہٰذَا صِرَاطِیۡ مُسۡتَقِیۡمًا فَاتَّبِعُوۡہُ ۚ وَ لَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ  فَتَفَرَّقَ  بِکُمۡ عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ؕ ذٰلِکُمۡ  وَصّٰکُمۡ بِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَتَّقُوۡنَ ﴿﴾   
Katakan: “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Rabb (Tuhan) kamu atasmu yaitu: اَلَّا تُشۡرِکُوۡا بِہٖ شَیۡئًا وَّ بِالۡوَالِدَیۡنِ اِحۡسَانًا -- Janganlah kamu  mempersekutukan sesuatu  pun dengan-Nya, dan  berbuat ihsanlah  terhadap kedua orang-tua  janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin, Kami-lah Yang memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka, dan  jangan kamu mendekati perbuatan keji, baik itu yang zahir ataupun yang tersembunyi, وَ لَا تَقۡتُلُوا النَّفۡسَ الَّتِیۡ حَرَّمَ اللّٰہُ  اِلَّا بِالۡحَقِّ  --  janganlah kamu membunuh suatu jiwa yang Allah mengharamkan untuk membunuhnya kecuali dengan haq. Demikianlah Dia telah memerintahkan kepada kamu mengenai hal itu supaya kamu mengerti. وَ لَا تَقۡرَبُوۡا مَالَ الۡیَتِیۡمِ  اِلَّا بِالَّتِیۡ  ہِیَ اَحۡسَنُ حَتّٰی یَبۡلُغَ اَشُدَّہٗ    -- dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang paling baik hingga ia mencapai kedewasaannya. Dan  penuhilah sukatan dan timbangan dengan adil, لَا نُکَلِّفُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَہَا  -- Kami tidak membebani  suatu jiwa melainkan menurut kemampuannya. Dan apabila kamu berkata  maka hendaklah berlaku adil walau pun itu terhadap   kerabat, وَ بِعَہۡدِ اللّٰہِ اَوۡفُوۡا  -- dan  sempurnakanlah janji dengan Allah. Demikianlah Dia telah memerintahkan mengenai hal itu kepada kamu supaya kamu ingat.”  وَ  اَنَّ  ہٰذَا صِرَاطِیۡ مُسۡتَقِیۡمًا فَاتَّبِعُوۡہُ  --   dan katakanlah:   Inilah jalan-Ku yang lurus maka  ikutilah jalan ini,  وَ لَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ  فَتَفَرَّقَ  بِکُمۡ عَنۡ سَبِیۡلِہٖ   -- dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia telah memerintahkan  mengenai hal itu kepada kamu  supaya kamu bertakwa.” (Al-An’ām [6]:152-154). Lihat pula QS.17:24-40.

Kedudukan Mulia Kedua Orang Tua Setelah Allah Swt.

    Dalam berbagai tempat Allah Swt. selalu menempatkan urutan larangan melakukan syirik (kemusyrikan) dengan perintah berlaku baik terhadap kedua orang tua, sebab dari antara seluruh manusia – kecuali para Rasul Allah – orang-orang yang secara alami memperagakan Sifat-sifat Allah Swt. dalam memelihara makhluknya adalah sikap kedua orang tua terhadap anak-anak mereka (QS.31:13-16).
       Oleh karena  itu alangkah malangnya nasib   kepala keluarga (suami) yang karena terlalu mencintai istri dan anak-anaknya, sehingga  membuat mereka   lalai dari  dzikr Ilahi dan melalaikan kewajiban mereka pengkhidmatan mereka terhadap kedua orangtuanya (QS.17:24-25).
     Jadi, kembali kepada firman-Nya dalam Surah Al-Munafiqūn  ayat  10:  “Hai orang-orang yang beriman, لَا تُلۡہِکُمۡ اَمۡوَالُکُمۡ  وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ  -- janganlah  harta kamu dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingat Allah, ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ  ذٰلِکَ  فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ  -- dan barangsiapa  berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi,”   jelaslah bahwa yang dimaksud dengan peringatan Allah Swt. tersebut tertuju kepada setiap kepala keluarga (suami) agar kecintaan mereka terhadap keluarga (anak-istri) jangan melampaui batas sehingga mereka melupakan  kewajiban melaksanakan  syariat  (hukum-hukum agama), yang dalam ayat tersebut dikatakan  sebagai “lalai dari mengingat Allah Swt.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  4 September     2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar