بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 246
Pencabutan Sementara “Ruh” Manusia Ketika Tidur dan “Ruh”
Al-Quran & Pengulangan Kisah
Monumental “Adam – Malaikat – Iblis”
di Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai pertanyaan masalah ruh, firman-Nya:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas
perintah Rabb-ku (Tuhan-ku), dan kamu
sama sekali tidak diberi ilmu mengenai itu melainkan sedikit.” (Bani
Israil [17]:86).
Dalam ayat tersebut ruh
disebut مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ -- “atas
perintah Rabb-ku”, yakni sesuatu yang diciptakan
atas perintah langsung dari Tuhan. Menurut Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis:
(1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan sebelumnya.
(2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
Kejadian macam pertama termasuk
jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah),
yaitu “kun, fayakun” (“Jadilah,
maka terjadilah” -- QS.2:118), dan
yang terakhir disebut khalq arti harfiahnya ialah menciptakan QS.95:5. Menurut
Allah Swt. ruh manusia termasuk jenis penciptaan pertama.
Kata ruh
itu berarti pula wahyu Ilahi (Lexicon Lane). Letaknya kata ini di sini agaknya mendukung
arti demikian, sebagaimana firman Allah Swt. selanjutnya mengenai Al-Quran:
وَ لَئِنۡ
شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا
رَحۡمَۃً مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ فَضۡلَہٗ
کَانَ عَلَیۡکَ کَبِیۡرًا ﴿﴾
Dan jika Kami benar-benar menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali apa yang telah Kami wahyukan kepada
engkau kemudian engkau tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam
hal itu. Kecuali karena rahmat
dari Rabb (Tuhan) engkau, sesungguhnya
karunia-Nya sangat besar kepada
engkau. (Bani Israil [17]:87-88).
Pencabutan Sementara “Ruh” Al-Quran
Ayat-ayat
ini nampaknya mengandung nubuatan
bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu
atau ruh
Al-Quran akan lenyap dari bumi atau
dari kalangan umat Islam (QS.32:6;
QS.57:17-18). Nubuatan Nabi Besar Muhammad saw. serupa itu telah diriwayatkan oleh
Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh
dan jiwa ajaran Al-Quran akan hilang lenyap dari bumi, dan semua orang yang dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan para sufi yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula
diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi
dahulu kala yang sifatnya serupa dengan mereka — tidak akan berhasil mengembalikan jiwa ajaran Al-Quran dengan usaha mereka bersama-sama, sebagaimana dijelaskan ayat selanjutnya,
firman-Nya:
قُلۡ
لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا
الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ ظَہِیۡرًا ﴿﴾
Katakanlah:
“Jika ins (manusia) dan jin benar-benar berhimpun untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini,
mereka tidak akan sanggup men-datangkan
yang sama seperti ini, walaupun
sebagian mereka membantu sebagian
yang lain.” (Bani Israil [17]:89).
Tantangan ini pertama-tama diajukan kepada
mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan
klenik atau kebathinan, supaya mereka
meminta pertolongan ruh-ruh gaib,
yang darinya orang-orang ahli kebatinan
itu — menurut pengakuannya sendiri —
menerima ilmu ruhani.
Tantangan ini berlaku pula untuk semua
orang yang menolak bahwa Al-Quran bersumber
pada Allah
Swt., Tuhan seluruh alam, dan tantangan
ini untuk sepanjang masa (QS.2:24-25; QS.10:39; QS.11:14; QS.52;34-35), karena
berdasarkan QS.62:3-4 yang akan membawa kembali “ruh Al-Quran” yang telah terbang ke bintang Tsurayya (QS.32:6) adalah Rasul Akhir Zaman yang sekali gus akan mengunggulkan agama Islam yang kedua kali atas semua agama, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaf [61]:10).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa
ayat ini kena untuk Al-Masih yang
dijanjikan (Al-Masih Mau’ud) di Akhir
Zaman ini, sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama
akan menjadi kepastian.
Pencabutan Sementara “Ruh”
Manusia & Jaminan Pemeliharaan
Allah Swt.
Pencabutan sementara “ruh”
Al-Quran tersebut memiliki persamaan dengan pencabutan sementara
“ruh” manusia ketika tidur, yang berbeda dengan pencabutan ruh secara kekal ketika manusia mengalami kematian, sebagaimana yang dialami oleh agama-agama yang diwahyukan sebelum agama
Islam (Al-Quran), firman-Nya:
اَللّٰہُ یَتَوَفَّی الۡاَنۡفُسَ حِیۡنَ مَوۡتِہَا وَ
الَّتِیۡ لَمۡ تَمُتۡ فِیۡ مَنَامِہَا ۚ فَیُمۡسِکُ الَّتِیۡ قَضٰی عَلَیۡہَا
الۡمَوۡتَ وَ یُرۡسِلُ الۡاُخۡرٰۤی اِلٰۤی
اَجَلٍ مُّسَمًّی ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ
لِّقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ﴿﴾
Allah mencabut jiwa manusia
pada waktu matinya, dan yang belum mati di dalam tidurnya. Maka
Dia menahan jiwa yang Dia menetapkan
kematian atasnya dan mengirimkan
yang lain sampai masa yang telah ditetapkan. Sesungguhnya dalam yang demikian itu benar-benar ada Tanda-tanda bagi kaum yang merenungkan.
(Az-Zumār [39]:43).
Dengan kematiannya
jiwa (ruh) manusia tidak mati atau hancur seperti tubuh jasmaninya, melainkan dicabut dari jasad kasarnya dan disimpan
di alam lain untuk mempertanggungjawabkan
semua amal perbuatannya pada
waktunya. Sedangkan pencabutan “ruh”
manusia ketika tidur hanya bersifat
sementara, sebab jenis pencabutan ruh
tersebut tidak bersifat total seperti
pada peristiwa kematian, itulah
sebabnya seluruh bagian tubuh jasmani
manusia yang mengalami pencabutan “ruh” ketika tidur tetap berfungsi
seperti biasa.
Demikian pula halnya dengan agama Islam (Al-Quran) -- berbeda dengan agama-agama yang diturunkan sebelumnya -- pada masa pencabutan
sementara “ruhnya” Al-Quran tidak mengalami kerusakan, keadaannya tetap terpelihara
sebagaimana janji Allah Swt. dalam
firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
”Kami-lah Yang menurunkan
peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah
pemeliharanya. (Al-Hijr
[15]:10).
Janji
mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan dalam
ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga sekalipun
andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya sudah cukup
membuktikan bahwa Al-Quran itu berasal
dari Allah Swt..
Surah ini diturunkan di Mekkah
(Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. beserta para pengikut beliau sangat
morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama
yang baru itu. Ketika itulah orang-orang
kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya
mereka sebab Dia sendirilah Penjaganya.
Pengakuan Para Penentang Non-Muslim
Tantangan itu terbuka dan tidak
samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan
serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan
yang sempurna.
Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab
lainnya yang diwahyukan sebelumnya yang
telah mengalami “pencabutan ruh” secara total, sehingga secara fisik pun keadaan Kitab-kitab suci tersebut mengalami berbagai
bentuk kerusakan seperti keadaan tubuh jasmani manusia yang
mengalami kematian.
Sir William Muir, sarjana ahli
kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan
yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan
gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ......................
Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran maupun dari luar, bahwa kita
memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan ......................
Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami perubahan itu dengan
berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah membandingkan hal-hal yang
antaranya tidak ada persamaan (Introduction
to “The Life of Mohammad”).
Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar
yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya
sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia Britannica).
Kebalikannya, kegagalan mutlak
dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kemurnian
teks Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran
da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab
suci yang diwahyukan, hanya Al-Quran sajalah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan manusia.
Mungkin timbul pertanyaan: Kalau keadaaan agama Islam (Al-Quran) seperti keadaan orang yang tidur karena “ruhnya” dicabut sementara oleh Allah Swt., lalu bagaimana mungkin agama Islam (Al-Quran) atau umat
Islam akan mengalami kejayaan
yang kedua
kali di Akhir Zaman ini melalui pengutusan Rasul Allah? Firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaf [61]:10).
Pengulangan Kisah Monumental
“Adam – Malaikat – Iblis”
Dari Al-Quran diketahui bahwa apabila Allah
Swt. akan menciptakan “bumi baru” dan
“langit baru” untuk menggantikan “bumi
lama” dan “langit lama”
yang telah penuh dengan berbagai jenis kerusakan (QS.30:42), selalu dengan
perantaraan pengutusan Rasul Allah
(QS.14:49-53), yang digambarkan sebagai penciptaan Adam sebagai “Khalifah Allah”
(QS.2:31-35; QS.7:12; QS.17:62; QS.18:51; QS.20:117; QS.38:73-75).
Perlu diketahui, bahwa kisah Nabi Adam a.s. yang dikemukakan dalam Al-Quran mau pun dalam Bible,
pada hakikatnya sama sekali tidak
ada hubungannya dengan penciptaan manusia pertama di permukaan bumi ini, sebagaimana yang keliru
difahami, melainkan menggambarkan “manusia pertama” atau “Muslim
pertama” pada setiap penciptaan “bumi
baru” dan “langit baru” untuk menggantikan “bumi lama” dan “langit lama” di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37), sebab
menurut Allah Swt. dalam Al-Quran bahwa sejak awal pun agama yang
hakiki di sisi Allah Swt. adalah Islam (QS.3:20) dan penganutnya disebut Muslim
(QS.22:78-79).
Begitu
juga ketika di Akhir Zaman ini Allah Swt. berkehendak
untuk menciptakan “bumi baru” dan “langit baru” di kalangan umat Islam yang tengah mengalami “tidur pulas” selama 1000 tahun (QS.32:6) sejak kejayaan
umat Islam yang pertama selama 3 abad
(300 tahun) maka kisah monumental “Adam- Malaikat – Iblis” kembali berulang kejadiannya dengan para pemeran
yang berbeda, tetapi tetap memerankan “Adam”
sebagai “Khalifah Allah”, “para Malaikat” yang “sujud” (patuh-taat) kepada “Adam”, dan “iblis” dengan para pengikutnya yang -- karena bersikap takabbur
berkenaan dengan “Adam” (Khalifah
Allah) -- melakukan pembangkangan terhadap perintah
Allah Swt. ketika diperintahkan untuk “sujud”
kepada “Adam” (Khalifah Allah)
bersama para malaikat, sehingga
akibatnya ia diusir dari “surga keridhaan”
Allah Swt..
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar