Senin, 23 Juni 2014

Mereka yang Berada Dalam "Cahaya di atas Cahaya" & Orang-orang yang Berada Dalam "Kegelapan di atas Kegelapan"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   245

    Mereka yang Berada Dalam “Cahaya di atas Cahaya” &   Orang-orang yang Berada Dalam “Kegelapan di atas Kegelapan 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan    mengenai keistimewaan yang ditampilkan oleh Maryam binti ‘Imran  dalam tekadnya (niatnya) untuk menikah   demi mencari keridhaan Ilahi  adalah  memelihara   kesucian akhlak dan ruhani berupa upaya menutup semua “aurat” (panca indera) dari berbagai hal yang menodai kesucian jiwanya (ruhnya) وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا    --  “Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang  memelihara kesuciannya.
  Mengisyaratkan kepada upaya keras menjaga kesucian jiwa (ruh)  itu pulalah pernyataan keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) berkenaan dengan masalah  zina berikut ini:
5:27 Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah.  5:28 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.   5:29 Maka jika matamu yang kanan menyesatkan   engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka . 5:30 Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan  engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.  (Matius 5:27-20).
      Ajaran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kritus) yang sangat keras tersebut pada masa itu sangat tepat, sebab tujuan pengutusan beliau adalah untuk memberantas berbagai macam bentuk “perzinahan   -- baik perzinahan secara jasmani mau pun perzinahan secara ruhani  atau kemusyrikan --  yang  dilakukan di kalangan umumnya golongan Ahli Kitab  atau kaum Yahudi (Matius 23:1-39), sebagaimana digambarkan secara kiasan   dalam Bible  oleh Nabi Yermia a.s. dan Nabi Yehezkiel a.s.  (Yer 2:1-37 & 3:1-5;   Yeh 16:1-63 &  23:1-49) yang  memisalkan Bani Israil sebagai istri yang tidak setia terhadap suaminya atau sebagai “perempuan-perempuan  sundal, yakni selalu berbuat durhaka kepada Allah Swt.   yaitu  melakukan kemusyrikan dan menentang  para nabi Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:98-99):
(1) Firman-Nya: "Jika seseorang menceraikan isterinya, lalu perempuan itu pergi dari padanya dan menjadi isteri orang lain, akan kembalikah laki-laki yang pertama kepada perempuan itu? Bukankah negeri itu sudah tetap cemar? Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih, dan mau kembali kepada-Ku? demikianlah firman Tuhan. (2) Layangkanlah matamu ke bukit-bukit gundul dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun. Engkau telah mencemarkan negeri dengan zinahmu dan dengan kejahatanmu (Yermia:3:1-2).

Allah Swt. adalah “Wali” (Pelindung) Orang-orang yang Beriman & “Cahaya di atas Cahaya”

         Mengisyaratkan kepada   pengkhianatan berulang kali yang dilakukan Bani Israil  terhadap “suami-suami ruhani” mereka yang hakiki --  yakni para nabi Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka --   itu pulalah kecaman keras  dan nubuatan  dari Allah Swt. melalui ucapan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) berikut ini:
23:37 "Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu!  Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya,   tetapi kamu tidak mau. 23:38 Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.   23:39 Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga   kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" (Matius 23:37-30).
        Sunatullāh yang berlaku apabila suatu kaum mendustakan dan menentang keras  Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka  -- yang bukan saja merupakan dokter ruhani tetapi juga merupakan “suami ruhani” kaum tersebut – maka sebagaimana halnya penyakit akhlak dan ruhani mereka akan semakin parah, demikian juga dalam diri kaum yang durhaka tersebut tidak akan pernah  terjadi kelahiran akhlak dan ruhani yang baik, melainkan  yang keluar dari “rahim hati” mereka adalah “darah kotor  berupa pemahaman  dan pengamalan mengenai Tauhid Ilahi dan agama yang semakin melantur   jauh dari hakikat  yang sebenarnya, firman-Nya:
اَللّٰہُ وَلِیُّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۙ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ۬ؕ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اَوۡلِیٰٓـُٔہُمُ الطَّاغُوۡتُ ۙ یُخۡرِجُوۡنَہُمۡ مِّنَ النُّوۡرِ اِلَی الظُّلُمٰتِ ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ﴿﴾٪
Allah adalah Pelindung orang-orang beriman,  Dia mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya, dan orang-orang kafir  pelindung mereka adalah thāghūt,  yang   mengeluarkan mereka dari cahaya kepada berbagai kege-lapan, mereka itu  penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]:258).
         Dalam Al-Quran orang-orang yang beriman  kepada Allah Swt. dan baiat kepada  Nabi Besar Muhammad  saw.  digambarkan sebagai “Nur di atas nur” (Cahaya di atas cahaya), sebaliknya orang-orang yang mendustakan dan menentang Nabi Besar Muhammad  saw. digambarkan berada dalam lapisan-lapisan kegelapan yang pekat, firman-Nya:
  اَللّٰہُ  نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ  فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya   seperti sebuah relung  yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam semprong kaca.  Semprong kaca itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya walau pun api tidak menyentuhnya. Nur di atas nur. Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia, dan Allah Maha  Mengetahui segala sesuatu.  (An-Nūr [24]:37-39).

Mereka yang Berada  dalam “Kegelapan di atas Kegelapan”

    Berbagai kemajuan  ruhani yang dialami oleh orang-orang yang  baiat kepada “Nur di atas nur” – yakni Nabi Besar Muhammad saw. --  tersebut diterangkan dalam  firman Allah selanjutnya:
فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾  لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ﴿﴾
Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya,  bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang. Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, dan mendirikan shalat dan membayar zakat,dan mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata berubah-ubahSupaya  Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya atas apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (An-Nūr [24]:37-39).
   Sebaliknya,  mengenai keadaan  orang-orang  yang mendustakan dan menentang  نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ  -- “Nur di atas nur   -- yakni Nabi Besar Muhammad  saw.    – Allah Swt. selanjutnya berfirman:
وَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اَعۡمَالُہُمۡ کَسَرَابٍۭ بِقِیۡعَۃٍ یَّحۡسَبُہُ الظَّمۡاٰنُ مَآءً ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَہٗ  لَمۡ  یَجِدۡہُ شَیۡئًا وَّ وَجَدَ  اللّٰہَ عِنۡدَہٗ  فَوَفّٰىہُ حِسَابَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ ﴿ۙ﴾  اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ  بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ؕ اِذَاۤ اَخۡرَجَ یَدَہٗ  لَمۡ  یَکَدۡ یَرٰىہَا ؕ وَ مَنۡ  لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ   لَہٗ   نُوۡرًا  فَمَا  لَہٗ  مِنۡ  نُّوۡرٍ ﴿٪﴾
Dan orang-orang kafir,  amal-amal mereka bagaikan fatamorgana di padang pasir, orang-orang  yang haus menyangkanya air,  hingga apabila ia mendatanginya  ia tidak mendapati sesuatu pun, dan ia mendapati Allah di sisinya lalu Dia membayar penuh perhitungannya, dan Allah sangat cepat dalam perhitungan. Atau seperti kegelapan di lautan yang dalam, di atasnya gelom-bang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain. Apabila ia mengulurkan tangannya ia hampir-hampir tidak dapat melihatnya,  dan barangsiapa baginya  Allah tidak menjadikan nur maka baginya tidak ada nur. (An-Nūr [24]:40-41).
      Mengapa demikian? Sebab  yang diikuti oleh kaum yang durhaka kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya seperti itu bukanlah para pemimpin yang mendapat petunjuk atau mendapat nur (cahaya) dari Allah Swt. dan yang mengalami kelahiran akhlak dan ruhani yang baik, melainkan thāghūt,  yakni  mereka yang terjebak dalam pendalaman agama yang bersifat “kulit” -- berupa pelaksanaan kegiatan ritual secara jasmani saja  -- serta     disibukkan  oleh  pertentangan masalah   fatwa  halal dan haram  dan kafir mengkafirkan;  atau mereka  yang terjebak dalam pencarian  berbagai bentuk aksesoris kebathinan  berupa wirid  dan  kegiatan bid’ah-bidah lainnya yang   telah menggelincirkan mereka dari Tauhid Ilahi yang hakiki serta meninggalkan kewajiban syariat karena menganggap diri mereka sebagai pemilik hakikat,  sebagaimana pengakuan golongan Wihdatul- Wujud   yang merasa diri mereka telah manunggal  dengan Allah Swt. dalam Zat. Na’ūdzubillāhi min dzālika.

Hakikat Ruh dan Cara Menumbuh-kembangkannya

        Menurut Allah Swt. dalam Al-Quran, bahwa   tidak ada seorang pun selain para rasul Allah – terutama Nabi Besar Muhammad saw. -- yang diberi pengetahuan tentang masalah ruh, sebab  merupakan  Sunnatullah bahwa dengan perantaraan  pengutusan para Rasul Allah itulah cara Allah Swt. menghidupkan   kembali manusia  yang  secara  ruhani mengalami kematian (QS.7:35-37; QS.57:17-18), bukan melalui berbagai bentuk “olah batin” -- baik berupa aktivitas melakukan    berbagai bentuk wirid  mau pun amalan bid’ah-bid’ah  lainnya    yang telah  diada-adakan  oleh  para pengikut berbagai thariqah   yang muncul di  berbagai  agama -- yang pada hakikatnya mereka itu  telah terjebak di dalam pencarian berbagai  bentuk aksesoris kebatinan   yang muncul sebagai akibat pangamalan  berbagai bentuk “olah bathin”,  yang mereka anggap sebagai “karamah” dan “tanda kesucian  padahal bukan, firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ  اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا  قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh,  katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Rabb-ku (Tuhan-ku), dan kamu sama sekali  tidak  diberi ilmu mengenai itu melainkan sedikit.” (Bani Israil [17]:86).
     Dalam masa kemunduran dan kejatuhan ruhani mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu klenik (occult), seperti halnya banyak ahli kebatinan modern, para pengikut gerakan teosofi dan yogi-yogi Hindu.
        Nampaknya di masa Nabi Besar Muhammad saw.  pun beberapa orang Yahudi di Medinah telah menempuh cara-cara kebiasaan semacam itu. Itulah sebabnya mengapa ketika orang-orang musyrik Mekkah mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk membungkam Nabi Besar Muhammad saw.,  mereka memberi saran supaya orang-orang musyrik Mekkah itu menanyakan kepada beliau saw.   hakikat ruh manusia.
     Dalam ayat yang sedang dibahas ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan,  bahwa ruh memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipu-daya dan omong-kosong belaka.
    Menurut riwayat, pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat ruh manusia pertama-tama diajukan kepada  Nabi Besar Muhammad saw. di kota Mekkah oleh orang-orang Quraisy,  dan kemudian menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a.  oleh orang-orang Yahudi di Medinah.
        Dalam ayat tersebut  ruh disebut  مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ   -- “atas perintah Rabb-ku”, yakni sesuatu yang diciptakan atas perintah langsung dari Tuhan. Menurut Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis:
      (1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan sebelumnya.
        (2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
        Kejadian macam pertama termasuk jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah), yaitu “kun, fayakun (“Jadilah, maka terjadilah” -- QS.2:118), dan yang terakhir disebut khalq arti harfiahnya ialah menciptakan QS.95:5.

Pencabutan  Sementara “Ruh” Al-Quran dan Pengembaliannya

        Ruh manusia termasuk jenis penciptaan pertama. Kata ruh itu berarti pula wahyu Ilahi (Lexicon Lane). Letaknya kata ini di sini agaknya mendukung arti demikian, sebagaimana firman Allah Swt. selanjutnya mengenai Al-Quran: 
وَ لَئِنۡ شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ  اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا  وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا رَحۡمَۃً  مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ  فَضۡلَہٗ  کَانَ عَلَیۡکَ  کَبِیۡرًا﴿﴾
Dan jika Kami benar-benar  menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau   kemudian engkau tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu. Kecuali karena rahmat dari Rabb (Tuhan) engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau. (Bani Israil [17]:87-88).
        Ayat-ayat ini nampaknya mengandung nubuatan bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu  atau ruh Al-Quran akan lenyap dari bumi atau dari kalangan umat Islam (QS.32:6; QS.57:17-18). Nubuatan  Nabi Besar Muhammad saw.  serupa itu telah diriwayatkan oleh Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh dan jiwa ajaran Al-Quran akan hilang lenyap dari bumi, dan semua  orang yang dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan para sufi yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi dahulu kala yang sifatnya serupa dengan mereka — tidak akan berhasil mengembalikan jiwa ajaran Al-Quran dengan usaha mereka bersama-sama, sebagaimana dijelaskan ayat selanjutnya, firman-Nya:
قُلۡ لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ  ظَہِیۡرًا ﴿﴾
Katakanlah: “Jika ins (manusia) dan jin benar-benar berhimpun  untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini,  walaupun  sebagian mereka membantu sebagian yang lain.” (Bani Israil [17]:89).
       Tantangan ini pertama-tama diajukan kepada mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan klenik atau  kebathinan,  supaya mereka meminta pertolongan ruh-ruh gaib, yang darinya orang-orang ahli kebatinan itu —  menurut pengakuannya sendiri — menerima ilmu ruhani.
     Tantangan ini berlaku pula untuk semua orang yang menolak bahwa Al-Quran bersumber pada Allah Swt., Tuhan seluruh alam, dan tantangan ini untuk sepanjang masa (QS.2:24-25; QS.10:39; QS.11:14; QS.52;34-35), karena berdasarkan QS.62:3-4 yang akan membawa kembali “ruh Al-Quran” yang telah terbang ke bintang Tsurayya (QS.32:6) adalah Rasul Akhir Zaman yang sekali gus akan mengunggulkan agama Islam yang kedua kali atas semua agama, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai.  (Ash-Shaf [61]:10).
  Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud) di Akhir Zaman ini,  sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  2 Juni    2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar