بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 245
Mereka
yang Berada Dalam “Cahaya di atas Cahaya”
& Orang-orang yang Berada Dalam “Kegelapan di atas Kegelapan”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai keistimewaan yang ditampilkan oleh Maryam binti ‘Imran dalam tekadnya
(niatnya) untuk menikah demi mencari keridhaan Ilahi adalah memelihara kesucian
akhlak dan ruhani berupa upaya menutup semua “aurat” (panca indera) dari berbagai hal yang menodai kesucian jiwanya (ruhnya) وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا --
“Dan juga Maryam putri
‘Imran, yang memelihara
kesuciannya.”
Mengisyaratkan
kepada upaya keras menjaga kesucian jiwa (ruh) itu pulalah pernyataan keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus)
berkenaan dengan masalah zina berikut ini:
5:27 Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. 5:28 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan
serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. 5:29 Maka jika matamu yang kanan menyesatkan
engkau, cungkillah dan
buanglah itu, karena lebih baik
bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam
neraka . 5:30 Dan jika
tanganmu yang kanan menyesatkan engkau,
penggallah dan buanglah itu, karena lebih
baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka. (Matius
5:27-20).
Ajaran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus
Kritus) yang sangat keras tersebut
pada masa itu sangat tepat, sebab tujuan pengutusan beliau adalah untuk memberantas berbagai macam bentuk “perzinahan” -- baik perzinahan
secara jasmani mau pun perzinahan secara ruhani atau kemusyrikan -- yang
dilakukan di kalangan umumnya golongan Ahli Kitab atau kaum Yahudi (Matius 23:1-39),
sebagaimana digambarkan secara kiasan dalam Bible oleh Nabi
Yermia a.s. dan Nabi Yehezkiel a.s. (Yer 2:1-37 & 3:1-5; Yeh 16:1-63 & 23:1-49) yang
memisalkan Bani
Israil sebagai istri yang tidak
setia terhadap suaminya atau
sebagai “perempuan-perempuan sundal, yakni selalu berbuat durhaka kepada
Allah Swt. yaitu melakukan kemusyrikan
dan menentang para nabi
Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:98-99):
(1) Firman-Nya: "Jika
seseorang menceraikan isterinya, lalu perempuan
itu pergi dari padanya dan menjadi
isteri orang lain, akan kembalikah laki-laki
yang pertama kepada perempuan itu? Bukankah
negeri itu sudah tetap cemar? Engkau
telah berzinah dengan banyak kekasih, dan mau kembali kepada-Ku? demikianlah firman Tuhan. (2) Layangkanlah matamu ke bukit-bukit gundul
dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun. Engkau telah mencemarkan negeri dengan
zinahmu dan dengan kejahatanmu (Yermia:3:1-2).
Allah Swt. adalah “Wali” (Pelindung) Orang-orang yang
Beriman & “Cahaya di atas Cahaya”
Mengisyaratkan kepada pengkhianatan
berulang kali yang dilakukan Bani Israil terhadap “suami-suami ruhani” mereka yang hakiki -- yakni para nabi Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka -- itu pulalah kecaman keras dan nubuatan
dari Allah Swt. melalui ucapan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) berikut ini:
23:37 "Yerusalem, Yerusalem,
engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang
diutus kepadamu! Berkali-kali
Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu,
sama seperti induk ayam mengumpulkan
anak-anaknya di bawah sayapnya,
tetapi kamu tidak mau. 23:38 Lihatlah
rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi
sunyi. 23:39 Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku
lagi, hingga kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" (Matius 23:37-30).
Sunatullāh yang berlaku apabila suatu kaum
mendustakan dan menentang keras Rasul Allah yang dibangkitkan di
kalangan mereka -- yang bukan saja merupakan
dokter ruhani tetapi juga merupakan “suami ruhani” kaum tersebut – maka
sebagaimana halnya penyakit akhlak
dan ruhani mereka akan semakin parah, demikian juga dalam diri kaum yang durhaka tersebut tidak akan pernah
terjadi kelahiran akhlak dan ruhani yang baik, melainkan yang keluar dari “rahim hati” mereka adalah “darah
kotor” berupa pemahaman dan pengamalan mengenai Tauhid Ilahi dan agama
yang semakin melantur jauh dari hakikat
yang sebenarnya, firman-Nya:
اَللّٰہُ
وَلِیُّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۙ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ۬ؕ
وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اَوۡلِیٰٓـُٔہُمُ الطَّاغُوۡتُ ۙ یُخۡرِجُوۡنَہُمۡ مِّنَ
النُّوۡرِ اِلَی الظُّلُمٰتِ ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ﴿﴾٪
Allah adalah Pelindung orang-orang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya,
dan orang-orang kafir pelindung mereka adalah thāghūt, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada berbagai
kege-lapan, mereka itu penghuni
Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah
[2]:258).
Dalam Al-Quran orang-orang yang beriman
kepada Allah Swt. dan baiat
kepada Nabi Besar Muhammad saw.
digambarkan sebagai “Nur di atas
nur” (Cahaya di atas cahaya), sebaliknya orang-orang yang mendustakan dan menentang Nabi Besar Muhammad
saw. digambarkan berada dalam lapisan-lapisan
kegelapan yang pekat, firman-Nya:
اَللّٰہُ
نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ
ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ
مُّبٰرَکَۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا
یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی
اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ
یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi.
Perumpamaan nur-Nya seperti sebuah relung yang di
dalamnya ada pelita. Pelita itu ada
dalam semprong kaca. Semprong kaca itu seperti bintang
yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari
sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu pohon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya walau pun api tidak menyentuhnya. Nur di atas nur. Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. (An-Nūr [24]:37-39).
Mereka yang Berada dalam “Kegelapan
di atas Kegelapan”
Berbagai kemajuan ruhani yang dialami
oleh orang-orang yang baiat kepada “Nur di atas nur” – yakni Nabi Besar Muhammad saw. -- tersebut diterangkan dalam firman Allah selanjutnya:
فِیۡ بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ
یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ
الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ
وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ
اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا
تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ
بِغَیۡرِ حِسَابٍ﴿﴾
Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya
ditinggikan dan nama-Nya diingat di
dalamnya, bertasbih kepada-Nya di
dalamnya pada waktu pagi dan petang. Orang-orang lelaki, tidak
melalaikan mereka dari mengingat Allah
perniagaan dan tidak pula jual-beli, dan mendirikan
shalat dan membayar zakat,dan mereka
takut akan hari ketika di dalamnya hati dan mata berubah-ubah.
Supaya Allah
memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya atas apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia
kehendaki tanpa perhitungan. (An-Nūr
[24]:37-39).
Sebaliknya, mengenai keadaan orang-orang
yang mendustakan dan menentang نُوۡرٌ عَلٰی
نُوۡرٍ -- “Nur di atas
nur” -- yakni Nabi Besar
Muhammad saw. – Allah Swt. selanjutnya berfirman:
وَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اَعۡمَالُہُمۡ
کَسَرَابٍۭ بِقِیۡعَۃٍ یَّحۡسَبُہُ الظَّمۡاٰنُ مَآءً ؕ حَتّٰۤی اِذَا
جَآءَہٗ لَمۡ یَجِدۡہُ شَیۡئًا وَّ وَجَدَ اللّٰہَ عِنۡدَہٗ فَوَفّٰىہُ حِسَابَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ سَرِیۡعُ
الۡحِسَابِ ﴿ۙ﴾ اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ
مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ؕ اِذَاۤ اَخۡرَجَ
یَدَہٗ لَمۡ یَکَدۡ یَرٰىہَا ؕ وَ مَنۡ لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ لَہٗ
نُوۡرًا فَمَا لَہٗ
مِنۡ نُّوۡرٍ ﴿٪﴾
Dan orang-orang kafir, amal-amal
mereka bagaikan fatamorgana di
padang pasir, orang-orang yang haus menyangkanya air, hingga apabila ia mendatanginya ia tidak mendapati sesuatu pun, dan ia mendapati Allah di sisinya lalu Dia membayar penuh perhitungannya, dan Allah sangat cepat dalam perhitungan.
Atau seperti kegelapan di lautan yang dalam,
di atasnya gelom-bang demi gelombang
meliputinya, di atasnya lagi ada awan
hitam. Kegelapan sebagiannya di atas
sebagian lain. Apabila ia
mengulurkan tangannya ia hampir-hampir tidak dapat melihatnya, dan barangsiapa
baginya Allah tidak menjadikan nur
maka baginya tidak ada nur. (An-Nūr
[24]:40-41).
Mengapa demikian? Sebab yang diikuti
oleh kaum yang durhaka kepada Allah
Swt. dan Rasul-Nya seperti itu
bukanlah para pemimpin yang mendapat petunjuk atau mendapat nur (cahaya) dari Allah Swt. dan yang mengalami
kelahiran akhlak dan ruhani yang baik, melainkan thāghūt, yakni mereka yang terjebak dalam pendalaman agama yang bersifat “kulit” -- berupa pelaksanaan kegiatan ritual secara jasmani saja -- serta disibukkan oleh pertentangan masalah fatwa halal
dan haram dan kafir
mengkafirkan; atau mereka
yang terjebak dalam pencarian berbagai bentuk aksesoris kebathinan berupa wirid
dan kegiatan bid’ah-bidah lainnya yang telah menggelincirkan
mereka dari Tauhid Ilahi yang hakiki serta
meninggalkan kewajiban syariat karena
menganggap diri mereka sebagai
pemilik hakikat, sebagaimana pengakuan golongan Wihdatul- Wujud yang
merasa diri mereka telah manunggal dengan Allah Swt. dalam Zat. Na’ūdzubillāhi min dzālika.
Hakikat Ruh dan Cara Menumbuh-kembangkannya
Menurut Allah Swt. dalam Al-Quran,
bahwa tidak ada seorang pun selain para rasul Allah – terutama Nabi Besar
Muhammad saw. -- yang diberi pengetahuan
tentang masalah ruh, sebab merupakan
Sunnatullah bahwa dengan
perantaraan pengutusan para Rasul Allah
itulah cara Allah Swt. menghidupkan kembali manusia yang
secara ruhani mengalami kematian
(QS.7:35-37; QS.57:17-18), bukan melalui berbagai bentuk “olah batin” -- baik berupa aktivitas
melakukan berbagai bentuk wirid mau pun amalan
bid’ah-bid’ah lainnya yang telah diada-adakan
oleh
para pengikut berbagai thariqah yang
muncul di berbagai agama
-- yang pada hakikatnya mereka itu telah
terjebak di dalam pencarian berbagai bentuk aksesoris
kebatinan yang muncul sebagai akibat pangamalan berbagai bentuk “olah bathin”, yang mereka
anggap sebagai “karamah” dan “tanda kesucian” padahal bukan, firman-Nya kepada Nabi Besar
Muhammad saw.:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas
perintah Rabb-ku (Tuhan-ku), dan kamu
sama sekali tidak diberi ilmu mengenai itu melainkan sedikit.” (Bani
Israil [17]:86).
Dalam
masa kemunduran dan kejatuhan ruhani mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik berkecimpung
dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu klenik
(occult), seperti halnya banyak ahli
kebatinan modern, para pengikut gerakan
teosofi dan yogi-yogi Hindu.
Nampaknya di masa Nabi Besar
Muhammad saw. pun beberapa orang Yahudi di Medinah telah menempuh cara-cara kebiasaan semacam itu. Itulah sebabnya mengapa ketika orang-orang musyrik Mekkah mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk membungkam Nabi Besar Muhammad saw., mereka memberi saran supaya orang-orang musyrik Mekkah itu menanyakan kepada beliau
saw. hakikat ruh manusia.
Dalam ayat yang sedang dibahas
ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan, bahwa ruh
memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut
kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipu-daya dan omong-kosong belaka.
Menurut riwayat,
pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat ruh
manusia pertama-tama diajukan kepada Nabi Besar Muhammad saw. di kota
Mekkah oleh orang-orang Quraisy, dan
kemudian menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. oleh orang-orang Yahudi di Medinah.
Dalam ayat tersebut ruh
disebut مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ -- “atas perintah Rabb-ku”,
yakni sesuatu yang diciptakan atas perintah langsung dari Tuhan. Menurut Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis:
(1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan sebelumnya.
(2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
Kejadian macam pertama termasuk
jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah),
yaitu “kun, fayakun” (“Jadilah,
maka terjadilah” -- QS.2:118), dan
yang terakhir disebut khalq arti harfiahnya ialah menciptakan QS.95:5.
Pencabutan Sementara “Ruh” Al-Quran dan Pengembaliannya
Ruh manusia termasuk jenis
penciptaan pertama. Kata ruh itu berarti pula wahyu Ilahi (Lexicon Lane).
Letaknya kata ini di sini agaknya mendukung arti demikian, sebagaimana firman
Allah Swt. selanjutnya mengenai Al-Quran:
وَ لَئِنۡ
شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا
رَحۡمَۃً مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ فَضۡلَہٗ
کَانَ عَلَیۡکَ کَبِیۡرًا﴿﴾
Dan jika Kami benar-benar menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali apa yang telah Kami wahyukan kepada
engkau kemudian engkau
tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu. Kecuali
karena rahmat dari Rabb (Tuhan) engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau.
(Bani
Israil [17]:87-88).
Ayat-ayat
ini nampaknya mengandung nubuatan
bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu
atau ruh
Al-Quran akan lenyap dari bumi atau
dari kalangan umat Islam (QS.32:6;
QS.57:17-18). Nubuatan Nabi Besar Muhammad saw. serupa itu telah diriwayatkan oleh
Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh
dan jiwa ajaran Al-Quran akan hilang lenyap dari bumi, dan semua orang yang dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan para sufi yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula
diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi
dahulu kala yang sifatnya serupa dengan mereka — tidak akan berhasil mengembalikan jiwa ajaran Al-Quran dengan usaha mereka bersama-sama, sebagaimana dijelaskan ayat selanjutnya,
firman-Nya:
قُلۡ
لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا
الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ ظَہِیۡرًا ﴿﴾
Katakanlah:
“Jika ins (manusia) dan jin benar-benar berhimpun untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini,
mereka tidak akan sanggup mendatangkan
yang sama seperti ini, walaupun
sebagian mereka membantu sebagian
yang lain.” (Bani Israil [17]:89).
Tantangan ini pertama-tama diajukan kepada
mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan
klenik atau kebathinan, supaya mereka
meminta pertolongan ruh-ruh gaib,
yang darinya orang-orang ahli kebatinan
itu — menurut pengakuannya sendiri —
menerima ilmu ruhani.
Tantangan ini berlaku pula untuk semua
orang yang menolak bahwa Al-Quran bersumber
pada Allah
Swt., Tuhan seluruh alam, dan tantangan
ini untuk sepanjang masa (QS.2:24-25; QS.10:39; QS.11:14; QS.52;34-35), karena
berdasarkan QS.62:3-4 yang akan membawa kembali “ruh Al-Quran” yang telah terbang ke bintang Tsurayya (QS.32:6) adalah Rasul Akhir Zaman yang sekali gus akan mengunggulkan agama Islam yang kedua kali atas semua agama, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaf [61]:10).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa
ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan
(Al-Masih Mau’ud) di Akhir Zaman
ini, sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama
akan menjadi kepastian.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 Juni
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar