بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 237
“Istri-istri Durhaka” Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. & “Kelahiran Ruhani yang Buruk” Para Penentang Rasul Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai keheranan para penghuni neraka karena para pengikut Rasul Allah yang mereka tuduh sebagai orang-orang yang sesat
dan menyesatkan serta
mereka zalimi, ternyata tidak
ada bersama mereka di neraka
jahannam:
وَ قَالُوۡا
مَا لَنَا لَا نَرٰی رِجَالًا کُنَّا نَعُدُّہُمۡ مِّنَ الۡاَشۡرَارِ ﴿ؕ﴾ اَتَّخَذۡنٰہُمۡ سِخۡرِیًّا اَمۡ
زَاغَتۡ عَنۡہُمُ الۡاَبۡصَارُ ﴿﴾ اِنَّ
ذٰلِکَ لَحَقٌّ تَخَاصُمُ
اَہۡلِ النَّارِ ﴿٪﴾
Dan ahli
neraka berkata: “Apa yang terjadi
dengan kami sehingga kami tidak
melihat orang-orang yang kami
duga termasuk orang-orang buruk? Apakah karena kami telah memperolok-olok
mereka, ataukah mata kami menyimpang dari melihat mereka?” Sesungguhnya
itu pasti terjadi, yaitu
pertengkaran ahli neraka. (Shād [38]:63).
Yang diisyaratkan dengan “orang-orang yang kami
duga termasuk orang-orang buruk ” adalah
orang-orang yang beriman kepada Rasul
Allah yang mereka dustakan dan perolok-olokkan. Para penghuni
neraka akan saling bertanya, “Apakah gerangan yang terjadi atas diri kita
ini sehingga kita tidak melihat di sini
orang-orang yang kita anggap tidak berarti dan kita cemoohkan itu dalam kehidupan di dunia. Tidak layakkah mereka
kita ejek, ataukah mereka
sungguh-sungguh orang-orang baik dan kudus, ataukah mereka itu ada di neraka tetapi kita tidak melihat mereka?”
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. mengenai ucapan Nabi Nuh a.s. yang dikemukakan
dalam Bab 228 sebelum ini mengenai nasib buruk yang akhirnya akan
menimpa para penentang beliau, firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا کَانُوۡا مِنَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یَضۡحَکُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا مَرُّوۡا بِہِمۡ یَتَغَامَزُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا انۡقَلَبُوۡۤا
اِلٰۤی اَہۡلِہِمُ انۡقَلَبُوۡا فَکِہِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا
اِنَّ ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ مَاۤ اُرۡسِلُوۡا عَلَیۡہِمۡ حٰفِظِیۡنَ ﴿ؕ﴾ فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا مِنَ الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ ﴿ۙ﴾ عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ
﴿ؕ﴾
ہَلۡ ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang
berdosa biasa menertawakan orang-orang yang beriman, dan apabila mereka lewat di dekat mereka itu, mereka saling mengedipkan mata. Dan apabila mereka
kembali kepada sanak-saudara mereka, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat mereka itu, mereka berkata, “Sesungguhnya mereka
itu pasti sesat!” Dan mereka tidak
diutus kepada mereka itu sebagai penjaga.
Maka pada hari itu orang-orang mukmin
terhadap orang-orang kafir akan
menertawakan, mereka duduk di
atas dipan-dipan sambil memandang. Bukankah orang-orang kafir diganjar untuk apa yang senantiasa mereka kerjakan? (Al-Muthaffifīn
[83]:30-37).
Orang-orang kafir selalu dengan diam-diam menertawakan nubuatan-nubuatan dalam Al-Quran
mengenai penyebaran serta kemenangan Islam secara cepat, yang
dikumandangkan Nabi Besar Muhammad saw.
pada saat ketika Islam sedang
berjuang mati-matian mempertahankan
wujudnya sendiri.
Kata-kata فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا مِنَ الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ -- “Maka pada
hari itu orang-orang mukmin terhadap orang-orang
kafir akan menertawakan, mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang” ini berarti:
(1) sambil duduk di atas singgasana kemuliaan, orang-orang beriman akan menyaksikan nasib
sedih yang akan menimpa orang-orang
kafir sombong.
(2) sambil duduk di atas singgasana kekuasaan, mereka akan berlaku adil terhadap orang banyak,
(3) mereka akan menaruh perhatian layak terhadap keperluan
orang lain, itu pula arti kata nazhara (Lexicon Lane).
Nubuatan
(kabar gaib) atau Sunnatullah
berkenaan “mereka yang mentertawakan”
para Rasul Allah dan para pengikutnya lalu
mereka akan menjadi “pihak
yang ditertawakan”, hal tersebut
dikemukakan pula oleh Nabi Nuh
a.s. dalam firman-Nya berikut ini:
وَ اُوۡحِیَ اِلٰی نُوۡحٍ اَنَّہٗ لَنۡ یُّؤۡمِنَ مِنۡ قَوۡمِکَ اِلَّا مَنۡ قَدۡ
اٰمَنَ فَلَا تَبۡتَئِسۡ بِمَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ﴿ۚۖ﴾ وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ
بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا وَ لَا تُخَاطِبۡنِیۡ فِی الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا ۚ
اِنَّہُمۡ مُّغۡرَقُوۡنَ ﴿﴾ وَ یَصۡنَعُ الۡفُلۡکَ ۟ وَ کُلَّمَا مَرَّ عَلَیۡہِ مَلَاٌ مِّنۡ
قَوۡمِہٖ سَخِرُوۡا مِنۡہُ ؕ قَالَ اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا
نَسۡخَرُ مِنۡکُمۡ کَمَا تَسۡخَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ مَنۡ
یَّاۡتِیۡہِ عَذَابٌ یُّخۡزِیۡہِ وَ
یَحِلُّ عَلَیۡہِ عَذَابٌ
مُّقِیۡمٌ﴿﴾
Dan telah diwahyukan
kepada Nuh: “Tidak akan pernah beriman seorang pun dari kaum engkau selain orang
yang telah beriman sebelumnya maka janganlah engkau bersedih mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan buatlah
bahtera itu di hadapan pengawasan mata Kami
dan sesuai dengan wahyu Kami. Dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku mengenai orang yang zalim,
se-sungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” Dan ia
mulai membuat bahtera itu, dan setiap
kali pemuka-pemuka kaumnya sedang melewatinya, mereka itu menertawakannya. Ia, Nuh,
berkata: “Jika kini kamu
mentertawakan kami maka saat itu akan datang ketika kami pun akan mentertawakan kamu,
seperti kamu mentertawakan kami.
Maka segera kamu akan mengetahui siapa yang kepadanya akan datang azab yang akan menistakannya, dan kepada siapa
akan menimpa azab yang tetap.” (Hūd
[11]:37-40).
Kelahiran Ruhani yang Baik dan yang Buruk
Allah Swt.
telah berfirman dalam Al-Quran bahwa orang-orang yang berat
timbangan amalnya mereka akan berada dalam “kehidupan yang menyenangkan”, sedangkankan mereka yang ringan
timbangan amalnya maka “pengasuh”
mereka adalah Hāwiyah yaitu “api
yang berkobar-kobar”, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡقَارِعَۃُ ۙ﴿﴾ مَا الۡقَارِعَۃُ
ۚ﴿﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا الۡقَارِعَۃُ ؕ﴿﴾ یَوۡمَ
یَکُوۡنُ النَّاسُ کَالۡفَرَاشِ الۡمَبۡثُوۡثِ
ۙ﴿﴾ وَ تَکُوۡنُ الۡجِبَالُ کَالۡعِہۡنِ
الۡمَنۡفُوۡشِ ؕ﴿﴾ فَاَمَّا مَنۡ ثَقُلَتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾ فَہُوَ فِیۡ
عِیۡشَۃٍ رَّاضِیَۃٍ ؕ﴿﴾ وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾ فَاُمُّہٗ
ہَاوِیَۃٌ ؕ﴿﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ ﴿ؕ﴾ نَارٌ حَامِیَۃٌ ﴿٪﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Bencana besar! Apakah bencana besar itu? Dan
apakah engkau mengetahui apa Bencana
Besar itu? Pada Hari itu manusia
akan menjadi seperti laron-laron
bertebaran, dan gunung-gunung
akan menjadi seperti bulu-bulu domba
dihambur-hamburkan. Maka
adapun orang yang berat timbangan amalnya, maka ia
di dalam kehidupan yang menyenangkan. وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ -- dan
adapun orang yang ringan timbangan amalnya, فَاُمُّہٗ ہَاوِیَۃٌ -- maka ibunya
inangnya adalah Hāwiyah,
وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ -- dan
apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah
itu? نَارٌ حَامِیَۃٌ -- yaitu api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah [101]:1-12).
Kalau huruf al yang ditambahkan
kepada kata qāri’ah telah mengkhususkan bencana dan memperhebat
gambaran kengeriannya, maka
penambahan huruf mā (apa)
membuatnya lebih dahsyat lagi dan lebih membinasakan.
Bencana itu akan begitu berbahaya, sehingga orang mustahil dapat memba-yangkan kedahsyatannya, apalagi melukiskannya
dengan kata-kata. Lihat pula QS.69:2-5, di tempat itu ungkapan serupa telah
dipergunakan untuk menimbulkan kesan serupa. Qāri’ah selain merupakan bencana besar, berarti pula azab yang datang secara tiba-tiba.
Karena berada di luar jangkauan manusia untuk membayangkan betapa dah-syatnya bencana itu, maka hanya sebagian saja dari akibat-akibatnya yang mengerikan telah dikemukakan. Ayat ini
dan ayat berikutnya memberikan sekelumit gambaran mengenai kegelisahan dan kesengsaraan
yang akan diakibatkannya. Kejadian yang amat hebat lagi dahsyat itu
akan mencerai-beraikan manusia
bagaikan bulu-domba (wol) yang dihambur-hamburkan dan mereka tidak akan
memperoleh perlindungan di mana pun.
Ayat-ayat
selanjutnya menjelaskan mengeni hubungan orang-orang
berdosa dengan neraka akan serupa
dengan hubungan bayi dengan ibunya. Seperti halnya mudigah (janin)
tumbuh melalui berbagai tingkat perkembangan
di dalam rahim ibu, hingga pada akhirnya ia
lahir dalam bentuk manusia utuh,
demikian pulalah keadaan orang-orang
bersalah (berdosa), mereka dalam neraka
akan melalui berbagai tingkat siksaan
batin, hingga pada akhirnya ruh
mereka menjadi sekali bersih dari noda dosa dan memperoleh kelahiran
baru dan siap untuk mengaruhi kehidupan di akhirat yang disebut surga.
Jadi, azab neraka itu dimaksudkan membuat orang-orang jahat (berdosa) bertobat
dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki diri mereka sendiri. Menurut
pandangan Islam (Al-Quran) keberadaan
neraka
merupakan suatu “panti asuhan” atau
“tempat merehabilitasi” ruh-ruh
manusia yang ketika mengalami kematian
dalam keadaan tidak sempurna (cacat)
karena mereka semasa hidupnya di
dunia melanggar hukum-hukum syariat yang
telah ditetapkan Allah Swt. bagi mereka.
Jadi, mengisyaratkan kepada kelahiran
yang baik dan kelahiran yang
buruk dari “bayi-bayi hati” yang
dikemukakan oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani
itu pulalah – dalam buku Sirrul- Asrār -- yang membuat “ruh-ruh manusia” dimasukkan ke dalam surga
atau ke dalam neraka jahannam
setelah mengalami kematian. Beliau bersabda:
“.... Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang sebenarnya, menerima rahmat dan kurnia dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak
pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya.
Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan.
Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a
berkata:
"Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu
menjaga diri agar berada di dalam sempadannya, yang memelihara lidahnya, yang
tidak menghabiskan masanya dan umurnya di dalam sia-sia".
Orang yang berilmu
mestilah menyadari bahwa bayi ruh
yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenarnya, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, mengajarkan Keesaan
melalui berkesinambungan (terus-menerus) menyadari
tentang Keesaan, tinggalkan keduniaan
kebendaan ini yang berbilang-bilang, cari alam keruhanian, alam
rahasia di mana tidak yang lain
kecuali Zat Allah.
Dalam kenyataannya di sana
bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang mengaruhi padang
yang tidak berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata
sebelumnya, tidak seorang pun yang bercerita mengenainya, dan siapa
pun tidak bisa menggambarkannya.
Tempat
(maqam) yang menjadi rumah kediaman
bagi mereka yang meninggalkan diri
mereka dan menemui Keesaan
dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan
mereka, pandangan Keesaan.
Bila mereka menyaksikan keindahan
dan kemuliaan Tuhan
mereka, tidak ada apa (sesuatu) lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang
lain, dia juga tidak dapat melihat
dirinya sendiri.
Bila keindahan dan kemurahan
Allah menjadi nyata, apa lagi yang tinggal dengan
seseorang? Tidak ada apa-apa! Nabi saw bersabda, "Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat".
Ia adalah kelahiran maksud dari perbuatan
dan kelahiran ruhani dari jasad.
Kemungkinan yang demikian
ada dengan manusia. Ini adalah keanehan
(keajaiban) rahasia manusia. Ia lahir
dari percampuran pengetahuan tentang agama
dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari percampuran dua tetes air:
"Sesungguhnya Kami telah jadikan manusia daripada setitik (mani) yang
bercampur, yang Kami berikan cobaan kepada mereka, yaitu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat". (Surah Insaan,
ayat 2).
Bila maksud menjadi nyata dalam kewujudan, ia menjadi mudah untuk melepaskan bagian yang dangkal dan masuk ke dalam samudra penciptaan dan membenamkan
dirinya ke dasar hukum-hukum
peraturan Allah. Sekalian alam kebendaan
ini hanyalah satu titik jika
dibandingkan dengan alam keruhanian.
Hanya bila semua ini difahami maka kuasa
keruhanian dan cahaya keajaiban
yang bersifat Ketuhanan dan hakikat yang sebenar-benarnya memancar ke dalam dunia tanpa perkataan tanpa suara.”
Istri-istri
Durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. Sebagai Perumpamaan
Orang-orang Kafir
Sehubungan dengan penjelasan
Allah Swt. dalam Surah Al-Qāri’ah dan Syeikh
Abdul Qadir al-Jailani mengenai “kelahiran
ruhani” manusia, atau kelahiran “bayi hati” tersebut, sungguh sangat menakjubkan firman Allah
Swt. berikut ini mengenai tiga macam perumpamaan
berkenaan kelahiran
yang baik atau kelahiran yang buruk berkenaan
dengan “ruh” manusia, firman-Nya:
ضَرَبَ
اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ
کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ
امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ
عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا
عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh dan istri
Luth sebagai misal bagi
orang-orang kafir. Keduanya di bawah
dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua
suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat
membela kedua istri mereka itu di
hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api
beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm
[66]:11).
Dalam ayat tersebut orang-orang kafir diumpamakan seperti istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi
Luth a.s. untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa -- bahkan nabi Allah
sekalipun -- tidak berfaedah bagi orang
yang mempunyai kecenderungan buruk
menolak kebenaran.
Ada dua
kewajiban yang harus dilakukan suami terhadap istrinya adalah, yakni (1) membuahi rahim jasmaninya, sehingga akan lahir anak-keturunan jasmani
keduanya (QS.4:2; QS.49:14), (2) membuahi “hatinya”
atau “rahim ruhaninya” sehingga akan
menjadi istri-istri yang “menyejukkan mata” suaminya (QS.25:75).
Nabi Nuh a.s. dan Nabi
Luth a.s. berhasil “membuahi rahim
jasmani” kedua istri mereka sehingga dari “rahim jasmani” kedua istri tersebut lahir anak-anak jasmani kedua Rasul
Allah tersebut. Tetapi dari segi ruhani
kedua istri durhaka tersebut menolak “rahim
hatinya dibuahi” oleh “pembuahan
ruhani” kedua suami mereka yang berpangkat Rasul Allah tersebut, bahkan kedua
istri durhaka tersebut – bersama-sama kaum mereka -- mendustakan dan menentang pendakwaan kerasulan
kedua suami mereka yang suci
tersebut.
Akibat penolakan tersebut maka
dalam “rahim ruhani” (hati) kedua istri
durhaka
itu tidak terjadi “pembuahan ruhani”
yang baik, yang akan melahirkan akhlak dan ruhani terpuji seperti yang
dimiliki kedua suami mereka yang suci -- yang
oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani disebut kelahiran “bayi hati” kedua istri Rasul Allah, melainkan dari “rahim hati” keduanya melahirkan “darah kotor” berupa akhlak-akhlak buruk, yang menajiskan diri kedua istri durhaka tersebut sehingga akibatnya di akhirat keduanya menjadi
penghuni api neraka:
فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا
عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ
“…tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua
suami mereka maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat
membela kedua istri mereka itu di
hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api
beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm
[66]:11).
Rasul Allah
Berkedudukan Sebagai “Suami Ruhani”
Kaumnya
Dengan kata lain, karena orang-orang
kafir tidak berusaha melepaskan diri
mereka dari cengkraman nafs-al-Ammarah
(QS.12:54) -- yang digambarkan sebagai
“pembunuhan pemuda” oleh “seorang hamba Allah” agar Allah Swt. menggantinya dengan “pemuda
yang shaleh” (QS.18:75 & 81-82)
-- maka akibatnya sesuai
dengan firman Allah Swt.: وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ -- dan
adapun orang yang ringan timbangan amalnya, فَاُمُّہٗ ہَاوِیَۃٌ -- maka ibunya
inangnya adalah Hāwiyah,
وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ -- dan
apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah
itu? نَارٌ حَامِیَۃٌ -- yaitu api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah [101]:9-12).
Pelajaran lain yang dapat diambil dari
istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan
Nabi Luth a.s. tersebut adalah bahwa pada hakikatnya kedudukan para Rasul Allah
bagi kaumnya atau bagi umat manusia merupakan kedudukan suami terhadap istrinya, itulah sebabnya Allah Swt. telah mengumpamakan kaum yang mendustakan
dan menentang Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan
mereka dengan istri-istri durhaka
Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth.
Kenapa demikian? Sebab sebagaimana
kedua istri durhaka tersebut termasuk
orang-orang yang mendapat azab Ilahi
bersama dengan kaum keduanya yang juga durhaka kepada Nabi
Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., demikian pula merupakan Sunnatullah bahwa kaum-kaum
yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah akhirnya dibinasakan
oleh azab Ilahi yang sebelumnya telah
diperingatkan para Rasul Allah kepada mereka, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ الٓرٰ ۟
تِلۡکَ اٰیٰتُ الۡکِتٰبِ الۡحَکِیۡمِ ﴿﴾ اَکَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا اَنۡ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلٰی رَجُلٍ مِّنۡہُمۡ اَنۡ
اَنۡذِرِ النَّاسَ وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنَّ لَہُمۡ قَدَمَ صِدۡقٍ
عِنۡدَ رَبِّہِمۡ ؕؔ قَالَ الۡکٰفِرُوۡنَ اِنَّ ہٰذَا لَسٰحِرٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. الٓرٰ -- Aku
Allah Yang Maha Melihat. Inilah
Ayat-ayat Kitab yang penuh hikmah. Apakah senantiasa menjadi hal yang mengherankan bagi manusia, bahwa Kami telah mewahyukan kepada seorang lelaki
di antara mereka: “Peringatkanlah manusia dan sampai-kanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang beriman bahwa sesungguhnya
untuk mereka ada martabat yang sempurna
di sisi Rabb (Tuhan) mereka” Orang-orang kafir berkata: “Sesungguhnya orang ini tukang sihir yang
nyata.” (Yunus [10]:1-3).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 Mei
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar