Senin, 09 Juni 2014

"Istri-istri Durhaka" Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. & "Kelahiran Ruhani yang Buruk" Para Penentang Rasul Allah"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   237

    Istri-istri Durhaka” Nabi Nuh  a.s. dan Nabi Luth a.s. & “Kelahiran Ruhani yang Buruk” Para Penentang Rasul Allah

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan   mengenai  keheranan para penghuni neraka karena  para pengikut Rasul Allah yang mereka tuduh sebagai orang-orang yang sesat  dan menyesatkan     serta  mereka zalimi, ternyata tidak ada bersama mereka di neraka jahannam:
وَ قَالُوۡا مَا لَنَا لَا نَرٰی رِجَالًا کُنَّا نَعُدُّہُمۡ مِّنَ الۡاَشۡرَارِ ﴿ؕ﴾  اَتَّخَذۡنٰہُمۡ سِخۡرِیًّا  اَمۡ  زَاغَتۡ عَنۡہُمُ الۡاَبۡصَارُ ﴿﴾  اِنَّ  ذٰلِکَ  لَحَقٌّ  تَخَاصُمُ   اَہۡلِ النَّارِ ﴿٪﴾
Dan ahli neraka berkata: “Apa yang terjadi dengan kami sehingga kami tidak melihat orang-orang yang kami duga  termasuk  orang-orang buruk?   Apakah karena kami telah  memperolok-olok mereka, ataukah mata kami  menyimpang dari melihat  mereka?”   Sesungguhnya  itu pasti terjadi, yaitu  pertengkaran ahli neraka. (Shād [38]:63).
   Yang diisyaratkan dengan “orang-orang yang kami duga  termasuk  orang-orang buruk ” adalah orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah yang mereka dustakan dan perolok-olokkan.  Para penghuni neraka akan saling bertanya, “Apakah gerangan yang terjadi atas diri kita ini sehingga kita tidak melihat di sini orang-orang yang kita anggap tidak berarti dan kita cemoohkan itu dalam kehidupan di dunia. Tidak layakkah mereka kita ejek, ataukah mereka sungguh-sungguh orang-orang baik dan kudus, ataukah mereka itu ada di neraka  tetapi kita tidak melihat mereka?”
   Dengan demikian benarlah   firman Allah Swt. mengenai ucapan Nabi Nuh a.s. yang dikemukakan dalam Bab  228 sebelum ini mengenai nasib buruk yang akhirnya akan menimpa  para penentang beliau,  firman-Nya: 
اِنَّ  الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا کَانُوۡا مِنَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یَضۡحَکُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا  مَرُّوۡا بِہِمۡ یَتَغَامَزُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا  انۡقَلَبُوۡۤا  اِلٰۤی  اَہۡلِہِمُ  انۡقَلَبُوۡا فَکِہِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا اِنَّ ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ  مَاۤ  اُرۡسِلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  حٰفِظِیۡنَ ﴿ؕ﴾ فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ ﴿ۙ﴾ عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ہَلۡ  ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ  مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang berdosa biasa menertawakan    orang-orang yang beriman,  dan apabila mereka lewat di dekat mereka itu, mereka saling mengedipkan mata.   Dan apabila  mereka kembali kepada sanak-saudara mereka, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat mereka itu, mereka berkata, “Sesungguhnya  mereka itu pasti sesat!”   Dan mereka tidak diutus kepada mereka itu sebagai penjaga. Maka pada hari itu orang-orang mukmin terhadap orang-orang kafir akan menertawakan, mereka duduk di atas dipan-dipan sambil  memandang. Bukankah orang-orang kafir  diganjar untuk apa yang senantiasa mereka kerjakan? (Al-Muthaffifīn [83]:30-37).
   Orang-orang kafir selalu  dengan diam-diam menertawakan nubuatan-nubuatan dalam Al-Quran mengenai penyebaran serta kemenangan Islam secara cepat, yang dikumandangkan Nabi Besar Muhammad saw.   pada saat ketika Islam sedang berjuang mati-matian mempertahankan wujudnya sendiri.
  Kata-kata  فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ  -- “Maka pada hari itu orang-orang mukmin terhadap orang-orang kafir akan menertawakan, mereka duduk di atas dipan-dipan sambil  memandang” ini berarti:
(1) sambil duduk di atas singgasana kemuliaan, orang-orang beriman akan menyaksikan nasib sedih yang akan menimpa orang-orang kafir sombong.
(2) sambil duduk di atas singgasana kekuasaan, mereka akan berlaku adil terhadap orang banyak,
(3) mereka akan menaruh perhatian layak terhadap keperluan orang lain, itu pula arti kata nazhara (Lexicon Lane).
   Nubuatan  (kabar gaib) atau Sunnatullah berkenaan “mereka yang mentertawakan” para Rasul Allah dan para pengikutnya  lalu  mereka  akan menjadi   pihak yang ditertawakan”, hal tersebut  dikemukakan pula oleh Nabi Nuh a.s. dalam firman-Nya berikut ini:
وَ اُوۡحِیَ  اِلٰی نُوۡحٍ اَنَّہٗ  لَنۡ یُّؤۡمِنَ مِنۡ قَوۡمِکَ اِلَّا مَنۡ قَدۡ اٰمَنَ فَلَا تَبۡتَئِسۡ بِمَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ﴿ۚۖ﴾ وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا وَ لَا تُخَاطِبۡنِیۡ فِی الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا ۚ اِنَّہُمۡ مُّغۡرَقُوۡنَ ﴿﴾ وَ یَصۡنَعُ الۡفُلۡکَ ۟ وَ کُلَّمَا مَرَّ عَلَیۡہِ مَلَاٌ مِّنۡ قَوۡمِہٖ  سَخِرُوۡا مِنۡہُ ؕ قَالَ  اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا نَسۡخَرُ  مِنۡکُمۡ کَمَا  تَسۡخَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ مَنۡ یَّاۡتِیۡہِ عَذَابٌ یُّخۡزِیۡہِ  وَ یَحِلُّ  عَلَیۡہِ  عَذَابٌ  مُّقِیۡمٌ﴿﴾
Dan telah diwahyukan kepada Nuh: “Tidak akan pernah beriman seorang pun dari kaum engkau  selain orang yang telah beriman sebelumnya maka janganlah engkau bersedih mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan.   Dan  buatlah bahtera itu di hadapan pengawasan mata   Kami dan  sesuai dengan wahyu Kami. Dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku mengenai orang yang zalim, se-sungguhnya mereka itu  akan ditenggelamkan.”    Dan ia mulai membuat bahtera itu, dan setiap kali pemuka-pemuka kaumnya sedang melewatinya, mereka itu menertawakannya. Ia, Nuh, berkata:  Jika kini kamu mentertawakan kami maka saat itu akan datang ketika kami pun akan mentertawakan kamu, seperti kamu mentertawakan kami. Maka segera kamu  akan mengetahui siapa yang kepadanya akan datang azab yang akan menistakannya, dan kepada siapa akan menimpa azab yang tetap.” (Hūd [11]:37-40).

Kelahiran Ruhani yang Baik dan yang Buruk

    Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran bahwa orang-orang yang  berat timbangan amalnya mereka akan berada dalam “kehidupan yang menyenangkan”, sedangkankan mereka  yang ringan timbangan amalnya maka “pengasuh” mereka adalah Hāwiyah  yaitu “api yang  berkobar-kobar”, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡقَارِعَۃُ ۙ﴿﴾ مَا الۡقَارِعَۃُ ۚ﴿﴾  وَ  مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا الۡقَارِعَۃُ ؕ﴿﴾ یَوۡمَ یَکُوۡنُ  النَّاسُ کَالۡفَرَاشِ الۡمَبۡثُوۡثِ ۙ﴿﴾ وَ تَکُوۡنُ  الۡجِبَالُ کَالۡعِہۡنِ الۡمَنۡفُوۡشِ ؕ﴿﴾ فَاَمَّا  مَنۡ  ثَقُلَتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾  فَہُوَ  فِیۡ عِیۡشَۃٍ  رَّاضِیَۃٍ ؕ﴿﴾  وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ﴿﴾  فَاُمُّہٗ  ہَاوِیَۃٌ ؕ﴿﴾  وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ ﴿ؕ﴾  نَارٌ حَامِیَۃٌ ﴿٪﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Bencana besar! Apakah bencana besar itu?   Dan apakah engkau mengetahui apa Bencana Besar itu? Pada Hari itu  manusia akan menjadi seperti laron-laron bertebaran, dan gunung-gunung akan menjadi seperti bulu-bulu domba dihambur-hamburkan.  Maka adapun  orang yang berat timbangan amalnya,  maka ia di dalam kehidupan yang menyenangkan.  وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ  --  dan adapun orang  yang ringan timbangan amalnya,  فَاُمُّہٗ  ہَاوِیَۃٌ --  maka ibunya inangnya adalah Hāwiyah,      وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ    -- dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu?     نَارٌ حَامِیَۃٌ  -- yaitu api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah [101]:1-12).
     Kalau huruf al yang ditambahkan kepada kata qāri’ah telah mengkhususkan bencana dan memperhebat gambaran kengeriannya, maka penambahan huruf   (apa) membuatnya lebih dahsyat lagi dan lebih membinasakan.
    Bencana itu akan begitu berbahaya, sehingga orang mustahil dapat memba-yangkan kedahsyatannya, apalagi melukiskannya dengan kata-kata. Lihat pula QS.69:2-5, di tempat itu ungkapan serupa telah dipergunakan untuk menimbulkan kesan serupa. Qāri’ah selain merupakan bencana besar, berarti pula azab yang datang secara tiba-tiba.
    Karena berada di luar jangkauan manusia untuk membayangkan betapa dah-syatnya bencana itu, maka hanya sebagian saja dari akibat-akibatnya yang mengerikan telah dikemukakan. Ayat ini dan ayat berikutnya memberikan sekelumit gambaran mengenai kegelisahan dan kesengsaraan yang akan diakibatkannya. Kejadian yang amat hebat lagi dahsyat itu akan mencerai-beraikan manusia bagaikan bulu-domba (wol) yang dihambur-hamburkan dan mereka tidak akan memperoleh perlindungan di mana pun.
    Ayat-ayat selanjutnya menjelaskan mengeni hubungan orang-orang berdosa dengan neraka akan serupa dengan hubungan bayi dengan ibunya. Seperti halnya mudigah (janin) tumbuh melalui berbagai tingkat perkembangan di dalam rahim ibu, hingga pada akhirnya ia lahir dalam bentuk manusia utuh, demikian pulalah keadaan orang-orang bersalah (berdosa),  mereka  dalam neraka akan melalui berbagai tingkat siksaan batin, hingga pada akhirnya ruh mereka menjadi  sekali bersih dari noda dosa dan memperoleh kelahiran baru dan siap untuk mengaruhi kehidupan di akhirat yang disebut surga.
    Jadi, azab neraka itu dimaksudkan membuat orang-orang jahat  (berdosa) bertobat dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki diri mereka sendiri. Menurut pandangan Islam (Al-Quran) keberadaan  neraka merupakan suatu “panti asuhan” atau “tempat merehabilitasi” ruh-ruh manusia yang ketika mengalami kematian dalam keadaan tidak sempurna (cacat) karena mereka  semasa hidupnya di dunia  melanggar hukum-hukum syariat yang telah ditetapkan  Allah Swt. bagi mereka.
   Jadi, mengisyaratkan kepada kelahiran  yang baik dan kelahiran yang buruk dari “bayi-bayi hati” yang dikemukakan oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani itu pulalah – dalam buku Sirrul- Asrār  -- yang membuat “ruh-ruh manusiadimasukkan  ke dalam surga atau ke dalam neraka jahannam setelah  mengalami kematian. Beliau bersabda: 
       “.... Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang sebenarnya, menerima rahmat dan kurnia  dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan.
         Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a berkata:
"Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sempadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan masanya dan umurnya di dalam sia-sia".
        Orang yang berilmu mestilah menyadari bahwa bayi ruh yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenarnya, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, mengajarkan Keesaan melalui berkesinambungan (terus-menerus) menyadari tentang Keesaan,  tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang berbilang-bilang, cari alam keruhanian, alam rahasia di mana tidak yang lain kecuali Zat Allah.
       Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang mengaruhi padang yang tidak berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tidak seorang pun yang  bercerita mengenainya, dan siapa pun  tidak bisa menggambarkannya.
        Tempat (maqam) yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui Keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan Keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan mereka,  tidak ada apa (sesuatu) lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri.
       Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata, apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa! Nabi saw bersabda, "Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat". Ia adalah kelahiran maksud dari  perbuatan dan kelahiran ruhani dari  jasad.
       Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan (keajaiban) rahasia manusia. Ia lahir dari  percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari  percampuran dua tetes air:
"Sesungguhnya Kami telah jadikan manusia daripada setitik (mani) yang bercampur, yang Kami berikan cobaan kepada mereka, yaitu Kami jadikan dia mendengar dan melihat". (Surah Insaan, ayat 2).
       Bila maksud menjadi nyata dalam kewujudan,  ia menjadi mudah untuk melepaskan bagian yang dangkal  dan masuk ke dalam samudra penciptaan dan membenamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Sekalian alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam keruhanian. Hanya bila semua ini difahami  maka kuasa keruhanian dan cahaya keajaiban yang bersifat Ketuhanan dan hakikat yang sebenar-benarnya   memancar ke dalam dunia tanpa perkataan tanpa suara.”

Istri-istri Durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.  Sebagai Perumpamaan Orang-orang Kafir

       Sehubungan dengan  penjelasan  Allah Swt. dalam Surah Al-Qāri’ah   dan Syeikh Abdul Qadir al-Jailani  mengenai  kelahiran ruhani  manusia, atau kelahiran “bayi hati  tersebut, sungguh sangat menakjubkan  firman Allah Swt. berikut ini mengenai tiga macam perumpamaan   berkenaan kelahiran yang baik atau kelahiran yang buruk berkenaan dengan “ruh” manusia, firman-Nya: 
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm [66]:11).
   Dalam ayat tersebut orang-orang kafir diumpamakan seperti istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s.  dan   Nabi Luth a.s.   untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa  -- bahkan  nabi Allah sekalipun --  tidak berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran.
    Ada dua kewajiban yang harus dilakukan suami terhadap istrinya adalah, yakni (1) membuahi rahim jasmaninya, sehingga akan lahir anak-keturunan  jasmani keduanya (QS.4:2; QS.49:14), (2) membuahi “hatinya” atau “rahim ruhaninya” sehingga akan menjadi istri-istri yang “menyejukkan mata” suaminya (QS.25:75).
     Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. berhasil “membuahi rahim jasmani” kedua istri mereka sehingga dari “rahim jasmani” kedua istri tersebut lahir anak-anak jasmani kedua Rasul Allah tersebut. Tetapi dari segi ruhani kedua istri durhaka tersebut   menolak “rahim hatinya  dibuahi” oleh “pembuahan ruhani” kedua suami mereka yang berpangkat Rasul Allah tersebut, bahkan kedua  istri durhaka tersebut  – bersama-sama kaum mereka --  mendustakan dan menentang pendakwaan kerasulan kedua suami mereka yang suci tersebut.
    Akibat penolakan tersebut  maka  dalam  rahim ruhani” (hati) kedua istri  durhaka itu tidak terjadi “pembuahan ruhani” yang baik, yang akan melahirkan  akhlak dan ruhani terpuji  seperti yang dimiliki kedua suami mereka yang suci  -- yang  oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani disebut kelahiran “bayi hati   kedua istri Rasul Allah, melainkan dari “rahim hati” keduanya melahirkan “darah kotor” berupa akhlak-akhlak buruk,  yang menajiskan  diri kedua istri durhaka tersebut sehingga akibatnya di akhirat keduanya   menjadi penghuni api neraka:
فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ
“…tetapi keduanya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (At-Tahrīm [66]:11).

Rasul Allah Berkedudukan Sebagai “Suami Ruhani” Kaumnya

       Dengan kata lain, karena orang-orang kafir tidak berusaha melepaskan diri mereka dari cengkraman nafs-al-Ammarah (QS.12:54) -- yang digambarkan sebagai “pembunuhan pemuda” oleh “seorang hamba Allah  agar Allah Swt. menggantinya  dengan “pemuda yang shaleh” (QS.18:75 & 81-82)  -- maka akibatnya sesuai dengan firman Allah Swt.:    وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ  --  dan adapun orang  yang ringan timbangan amalnya,  فَاُمُّہٗ  ہَاوِیَۃٌ --  maka ibunya inangnya adalah Hāwiyah,      وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ    -- dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu?     نَارٌ حَامِیَۃٌ  -- yaitu api yang menyala-nyala! (Al-Qāri’ah [101]:9-12).
         Pelajaran lain yang dapat diambil dari istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. tersebut adalah bahwa pada hakikatnya kedudukan para Rasul Allah bagi kaumnya atau bagi umat manusia merupakan kedudukan suami terhadap istrinya, itulah sebabnya Allah Swt. telah mengumpamakan kaum yang mendustakan dan menentang  Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka dengan istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth.
        Kenapa demikian? Sebab sebagaimana kedua istri durhaka tersebut termasuk orang-orang yang mendapat azab Ilahi bersama dengan  kaum keduanya yang juga  durhaka kepada  Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.,  demikian pula merupakan Sunnatullah bahwa  kaum-kaum yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah akhirnya dibinasakan oleh azab Ilahi yang sebelumnya telah diperingatkan para Rasul Allah kepada  mereka,  firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ الٓرٰ ۟ تِلۡکَ اٰیٰتُ الۡکِتٰبِ  الۡحَکِیۡمِ ﴿﴾   اَکَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا اَنۡ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلٰی رَجُلٍ مِّنۡہُمۡ اَنۡ اَنۡذِرِ النَّاسَ وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنَّ لَہُمۡ قَدَمَ صِدۡقٍ عِنۡدَ  رَبِّہِمۡ ؕؔ قَالَ الۡکٰفِرُوۡنَ  اِنَّ ہٰذَا لَسٰحِرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. الٓرٰ  --  Aku Allah Yang Maha Melihat.  Inilah  Ayat-ayat Kitab yang penuh hikmah.  Apakah senantiasa menjadi hal yang mengherankan bagi manusia, bahwa Kami telah mewahyukan kepada seorang lelaki di antara mereka:  Peringatkanlah manusia dan sampai-kanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa sesungguhnya untuk mereka ada martabat yang  sempurna di sisi  Rabb (Tuhan) merekaOrang-orang kafir berkata: “Sesungguhnya orang ini tukang sihir    yang nyata.”  (Yunus [10]:1-3).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***
Pajajaran Anyar,   18 Mei    2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar