بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah Shād
Bab 241
Ancaman Iblis Untuk Menghadang Para Pengikut Khalifah Allah (Rasul Allah) di “Jalan Lurus” & Pengalaman Ruhani Syeikh ‘Abdul Qadir al-Jailani
Mengadapi “Tipu-daya Iblis” (Setan)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab
sebelumnya telah dikemukakan mengenai orang-orang yang bertakwa
kepada Allah Swt. dan patuh-taat
kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.4:70-71), dalam melakukan suluk perjalanan/perdakian ruhani) menuju
“perjumpaan” dengan Allah Swt. (liqalLāh - QS.29:70; QS.84:7) -- melalui berbagai tingkatan pendakian
ruhani yang disebut oleh Syeikh
‘Abdul-Qadir al-Jailani sebagai alam nāsut,
malakut, jabbarut, dan
lahut --
para sālik akan mengalami
atau memperoleh berbagai macam “aksesoris” berupa
bermacam-macam karamah atau khariqul ‘adat, yang kalau tidak
waspada dapat membuat suluk (perjalanan ruhani) mereka menjadi berhenti atau berbelok arah, karena mereka menyangka telah sampai kepada “tujuan utama” suluk yang mereka lakukan, padahal mereka telah tersesat
karena terjebak dalam keasyikan mengalami berbagai macam “karamah”, sebagaimana dikemukakan
firman-Nya berikut ini:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ نَبَاَ الَّذِیۡۤ اٰتَیۡنٰہُ
اٰیٰتِنَا فَانۡسَلَخَ مِنۡہَا فَاَتۡبَعَہُ الشَّیۡطٰنُ فَکَانَ مِنَ الۡغٰوِیۡنَ ﴿﴾
وَ لَوۡ
شِئۡنَا لَرَفَعۡنٰہُ بِہَا وَ لٰکِنَّہٗۤ اَخۡلَدَ اِلَی الۡاَرۡضِ وَ اتَّبَعَ
ہَوٰىہُ ۚ فَمَثَلُہٗ کَمَثَلِ الۡکَلۡبِ
ۚ اِنۡ تَحۡمِلۡ عَلَیۡہِ یَلۡہَثۡ اَوۡ
تَتۡرُکۡہُ یَلۡہَثۡ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا
ۚ فَاقۡصُصِ الۡقَصَصَ لَعَلَّہُمۡ یَتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
سَآءَ
مَثَلَاۨ الۡقَوۡمُ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اَنۡفُسَہُمۡ کَانُوۡا
یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ مَنۡ یَّہۡدِ
اللّٰہُ فَہُوَ الۡمُہۡتَدِیۡ ۚ وَ مَنۡ یُّضۡلِلۡ فَاُولٰٓئِکَ
ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan
ceritakanlah kepada mereka berita orang-orang yang telah Kami berikan
Tanda-tanda Kami kepadanya, lalu ia
melepaskan diri darinya maka syaitan
mengikutinya dan jadilah ia termasuk
orang-orang yang sesat. Dan seandainya
Kami meng-hendaki niscaya Kami meninggikan derajatnya dengan
itu, akan tetapi ia cenderung ke
bumi dan mengikuti hawa nafsunya, maka keadaannya seperti seekor anjing yang
kehausan, jika engkau menghalaunya
ia menjulurkan lidahnya dan jika
engkau membiarkannya ia tetap menjulurkan lidahnya. Demikianlah
misal orang-orang yang mendustakan
Tanda-tanda Kami, maka kisahkanlah kisah
ini supaya mereka merenungkannya.
Sangat buruk misal orang-orang
yang mendustakan Tanda-tanda Kami, dan kepada
diri mereka sen-dirilah mereka berbuat zalim. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah
yang mendapat petunjuk, dan barangsiapa
yang Dia sesatkan maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-A’rāf
[7]:176-179).
Yang
dimaksudkan di sini bukanlah seseorang tertentu melainkan semua orang yang
kepada mereka Allah Swt. memperlihatkan Tanda-tanda melalui seorang nabi
Allah tetapi mereka menolaknya.
Ungkapan semacam itu terdapat di tempat lain dalam Al-Quran (seperti QS.2:18).
Munculnya Bermacam-macam Khariqut ‘adat atau “Karamah”
Merupakan “Aksesoris” dalam Suluk
Ayat itu
telah dikenakan secara khusus kepada seorang yang bernama Bal’am bin Ba’ura yang menurut kisah pernah hidup di zaman Nabi
Musa a.s. dan konon dahulunya
ia seorang wali, tetapi kesombongan
merusak pikirannya dan ia mengakhiri hidupnya dalam kenistaan.
Ayat
itu dapat juga dikenakan kepada Abu Jahal atau Abdullah bin Ubbay bin Salul.
atau dapat pula kepada tiap-tiap pemimpin
kekafiran, termasuk para penempuh suluk
atau thariqah sufi orang yang tergoda atau terperdaya
oleh berbagai “karamah” atau khariqul ‘adat yang dialami
sehingga menganggap dirinya telah
menjadi “wali Allah” besar, padahal ia (mereka) telah terpedaya oleh berbagai
jebakan syaitan, sebagaimana
diceritakan oleh Syeikh Abdul Qadir
al-Jailani mengenai pengalaman ruhani menghadapi “tipu-daya syaitan” yang
beliau alaminya. Beliau berkata:
“....Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang
ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan dhohir
dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak
tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman
melalui rasul-Nya:
"Hai Hamba-Ku, jika engkau
ingin masuk kepada kesucian berhampiran dengan-Ku jangan
pedulikan dunia ini atau pun alam tinggi para malaikat, tidak
juga yang lebih tinggi di mana kamu bisa menerima Sifat-sifat-Ku yang
suci".
Sehubungan hal tersebut berikut penulis
sajikan artikel berikut ini sebagai pelengkap ucapan Syeikh Abdul Qadir al-Jailani di atas:
Syeikh Utsman
Shairafi meriwayatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir Jaelani bercerita, “Siang maupun malam aku tinggal di padang pasir, bukan di Baghdad. Sepanjang masa itu, para setan mendatangiku berbaris dengan rupa
yang menakutkan, menyandang senjata
dan melontari aku dengan api. Namun,
saat itu pula aku mendapatkan keteguhan
dalam hati yang tak dapat aku ceritakan dan aku mendengar suara dari dalam hatiku yang berkata, “Bangkit Abdul Qodir, telah Kami teguhkan
engkau dan Kami dukung engkau” dan ketika aku bangkit mereka pun kocar-kacir,
kembali ke tempat mereka semula.
Setelah itu ada satu setan mendatangiku dan mengancamku dengan berbagai ancaman. Aku bangun dan menamparnya hingga dia lari
pontang-panting. Kemudian aku baca “Lā haula wa lā quwwata illa bilLāhi al-‘aliyul- ‘Adzīm” (tiada daya dan kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah, Yang Maha Tinggi, Maha Agung) dan terbakarlah dia.
Di lain waktu setan
mendatangiku dalam rupa seorang yang buruk rupa dan berbau busuk, dia berkata kepadaku, “Aku
iblis datang untuk melayani engkau karena aku dan para pengikutku telah putus asa
terhadap diri engkau”.
“Pergi!” bentakku kepadanya: “Aku
tidak percaya dengan apa yang engkau
ucapkan”.
Saat itu muncul tangan dari langit memukul ubun-ubunnya hingga iblis tersebut terbenam ke dalam bumi.
Saat itu muncul tangan dari langit memukul ubun-ubunnya hingga iblis tersebut terbenam ke dalam bumi.
Kedua kalinya, iblis tersebut
mendatangiku dengan membawa sebuah bola
api untuk untuk menghancurkan
aku. Ketika itu datanglah seorang
berjubah mengendarai seekor kuda memberikan sebilah pedang kepadaku.
Melihat hal ini sang iblis mundur,
tidak jadi menyerangku.
Ketiga kalinya, aku melihat iblis
duduk jauh dariku sambil menaburkan
tanah di atas kepalanya seraya berkata, “Aku putus asa terhadap diri engkau wahai Abdul
Qodir”. “Aku tetap curiga kepada
engkau!” jawabku kepadanya. Mendengar jawabanku si iblis berkata, “Ini lebih dahsyat daripada bala.”
Kemudian disingkapkan kepadaku berbagai jaring. “Apa ini?” tanyaku. Sebuah suara menjawab, “Ini adalah jaring-jaring
dunia yang menjerat orang-orang seperti engkau”.
Aku pun berpaling dan melarikan diri darinya. Aku habiskan satu tahun untuk memeranginya hingga aku dapat lepas dari semua itu.
Aku pun berpaling dan melarikan diri darinya. Aku habiskan satu tahun untuk memeranginya hingga aku dapat lepas dari semua itu.
Setelah itu disingkapkan
kepadaku berbagai sebab yang
berhubungan dengan diriku. “Apa
ini?” tanyaku. “Ini adalah sebab musabab
kemakhlukan yang berhubungan dengan diri engkau,” jawab suatu suara kepadaku. Aku pun menghadapinya selama satu tahun sampai hatiku dapat lepas dari semua itu.
Tahap selanjutnya, disingkapkan
kepadaku isi dadaku dan aku melihat
hatiku bergantung kepada berbagai hubungan.
Aku kembali bertanya, “Apa ini?”.Suara tersebut menjawab, “Ini adalah kemauan dan pilihan engkau”. Jawaban tersebut membuatku menghabiskan satu tahun lainnya untuk memerangi hingga aku dapat lepas
dari semua itu.
Berikutnya disingkapkan kepadaku
jiwaku dan aku melihat berbagai
penyakitnya masih bercokol, hawa nafsunya masih hidup dan setan yang ada didalamnya masih melawan.
Aku memerlukan setahun lainnya untuk
memerangi semua itu hingga berbagai penyakit
hati hilang, hawa nafsunya mati,
dan setan berhasil aku tundukkan.
Dengan demikian segala sesuatu hanya
untuk Allah Swt semata.
Pada tahap ini, aku benar-benar
sendiri, semua yang eksis (ada) aku tinggalkan di belakang dan aku tetap belum berhasil mencapai Junjunganku.
Aku seret diriku ke pintu Tawakal agar dapat masuk menemui-Nya. Namun setibanya aku di pintu tersebut, aku mendapatkan kerumunan orang yang membuatku mundur.
Begitu pula di pintu syukur, kekayaan, kedekatan, penyaksian (musyahadah), semuanya penuh dengan orang-orang.
Akhirnya aku menyeret diriku
ke pintu kefakiran. Aku dapati pintu
tersebut kosong dari orang-orang, maka aku
memasukinya dan mendapatkan dalamnya
berisi semua yang aku tinggalkan dan Harta-karun
paling besar dan Kemuliaan paling Agung (Allah Swt.)”
Jebakan Iblis yang Semakin Berbahaya
Jadi, betapa semakin tinggi
kedudukan (posisi) orang-orang yang
menempuh suluk (pendakian ruhani), semakin berbahaya
pula “jebakan-jebakan” dari iblis yang dapat menggelincirkan – bahkan menjatuhkannya
-- ke derajat asfala sāfilīn (yang
paling rendah dari segala yang rendah (QS.95-1-9) seperti anjing yang
dalam keadaan apa pun senantiasa
menjulurkan lidahnya” (QS.7:176-179).
Mengenai hal tersebut berikut artikel pengalaman ruhani Syeikh
Abdul Qadir al-Jailani lainnya yang penulis sajikan mengenai kisah pengakuan dusta Iblis sebagai “Tuhan”:
Suatu hari Syeikh Abdul Qadir al Jaelani dan beberapa murid-muridnya sedang dalam
perjalanan di padang pasir dengan tanpa
alas kaki. Padahal kondisi padang pasir waktu itu sangat panas dan para muridnya sengaja dibiarkan berjalan di
depannya. Tidak lama kemudian mereka merasa sangat haus dan kelelahan.
Tiba-tiba awan muncul di atas mereka seperti sebuah payung yang melindungi
mereka dari panasnya matahari. Tak lama kemudian muncul juga mata air yang memancar dan sebuah pohon kurma yang berbuah banyak dan matang. Lalu datanglah
sinar berbentuk bulat, lebih terang daripada matahari dan berdiri berlawanan arah dengan arah matahari, lalu muncul suara asing menyeru:
"Wahai
para murid Abdul Qadir, aku adalah Tuhan kalian. Makan dan minumlah karena
telah aku halalkan bagi kalian apa yang aku haramkan bagi orang lain!"
Para murid itu berlari ke arah mata
air untuk meminumnya, dan ke arah pohon
kurma untuk memakan buahnya. Akan tetapi Syeikh Abdul Qadir mencegahnya, dan berteriak,"Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk," ucapnya waktu itu.
Awan,
sinar, mata air dan pohon kurma
semuanya langsung hilang. Akan
tetapi suara misterius itu masih ada
dan terus mengganggu. "Bagaimana engkau tahu bahwa itu aku?"
kata suara yang sejatinya adalah iblis itu. Kata Syeikh Abdul Qadir:
"Iblis
yang terkutuk yang telah dikeluarkan Allah dari rahmat-Nya bahwa firman Allah
bukan dalam bentuk suara yang dapat didengar oleh telinga ataupun datang dari
luar. Lebih lagi aku tahu bahwa hukum Allah tetap dan ditujukan kepada semua.
Allah tidak akan mengubahnya ataupun membuat yang haram menjadi halal bagi
siapa yang dikasihi-Nya."
Iblis berkata dengan jebakan yang lebih halus lagi:
"Wahai Abdul Qadir, aku telah membodohi tujuh puluh nabi dengan tipuan ini. Pengetahuan
engkau begitu luar biasa dan kebijakan
engkau lebih besar daripada
nabi-nabi itu, aku iblis.”
Syeikh Abdul Qadir al-Jailani membentak:
"Hanya sekian banyak orang-orang bodoh saja yang menjadi pengikut engkau. Aku berlindung dari
engkau kepada Tuhan-Ku Yang Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui.
Karena bukanlah pengetahuanku
ataupun kebijakanku yang menyelamatkanku dari engkau, tetapi
hanya dengan rahmat dari Tuhan-ku,"
Setelah Iblis mengaku menyerah menggoda Syeikh Abdul Qadir, ia langsung menghilang menjauh dari wali Allah yang terkenal itu.
Kebenaran Ancaman Iblis kepada Para Pengikut “Adam” (Khalifah Allah)
Pengalaman
ruhani yang dialami oleh Syeikh Abdul
Qadir al-Jailani – dan juga oleh para wali
Allah terkenal lainnya -- merupakan
bukti benarnya ancaman yang dikemukakan Iblis dalam firman-Nya berikut ini, ketika ia diusir
dari “jannah” karena menolak “sujud” (patuh-taat) kepada Adam
-- Khalifah
Allah -- ketika Allah Swt.
memerintahkan para malaikat
untuk “sujud” kepada Adam:
قَالَ
فَبِمَاۤ اَغۡوَیۡتَنِیۡ
لَاَقۡعُدَنَّ لَہُمۡ صِرَاطَکَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ لَاٰتِیَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَیۡنِ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ
مِنۡ خَلۡفِہِمۡ وَ عَنۡ اَیۡمَانِہِمۡ وَ
عَنۡ شَمَآئِلِہِمۡ ؕ وَ لَا تَجِدُ
اَکۡثَرَہُمۡ شٰکِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ اخۡرُجۡ
مِنۡہَا مَذۡءُوۡمًا مَّدۡحُوۡرًا ؕ لَمَنۡ تَبِعَکَ مِنۡہُمۡ لَاَمۡلَـَٔنَّ
جَہَنَّمَ مِنۡکُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ﴿﴾
Ia, Iblis, berkata: “Karena Engkau
telah menyatakan aku sesat, niscaya aku akan menghadang mereka di jalan Engkau yang lurus, kemudian
niscaya akan kudatangi mereka dari depan
mereka, dari belakang mereka,
dari kanan mereka, dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan
mereka bersyukur.” Dia
berfirman: “Keluarlah engkau darinya
dengan terhina dan terusir, barangsiapa dari mereka mengikuti engkau, niscaya akan Aku penuhi Jahannam dengan kamu semua.”
(Al-A’rāf
[7]:17-19).
Perhatikanlah
jejaring godaan-godaan dan bujukan-bujukan yang diancamkan oleh iblis atau syaitan yaitu: لَاَقۡعُدَنَّ لَہُمۡ صِرَاطَکَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ -- “niscaya
aku akan menghadang mereka di jalan Engkau yang lurus, ثُمَّ لَاٰتِیَنَّہُمۡ
مِّنۡۢ بَیۡنِ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مِنۡ خَلۡفِہِمۡ
وَ عَنۡ اَیۡمَانِہِمۡ وَ عَنۡ شَمَآئِلِہِمۡ ؕ وَ لَا تَجِدُ اَکۡثَرَہُمۡ شٰکِرِیۡنَ -- kemudian
niscaya akan ku-datangi mereka
dari depan mereka, dari belakang mereka,
dari kanan mereka, dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan
mereka bersyukur.”
Mengenai jaringan-jaringan penghadangan yang diancamkan Iblis
tersebut dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini:
قَالَ
اذۡہَبۡ فَمَنۡ تَبِعَکَ مِنۡہُمۡ فَاِنَّ جَہَنَّمَ جَزَآؤُکُمۡ
جَزَآءً مَّوۡفُوۡرًا ﴿﴾ وَ اسۡتَفۡزِزۡ مَنِ اسۡتَطَعۡتَ مِنۡہُمۡ بِصَوۡتِکَ
وَ اَجۡلِبۡ عَلَیۡہِمۡ بِخَیۡلِکَ وَ رَجِلِکَ وَ شَارِکۡہُمۡ فِی الۡاَمۡوَالِ
وَ الۡاَوۡلَادِ وَ عِدۡہُمۡ ؕ وَ مَا یَعِدُہُمُ الشَّیۡطٰنُ اِلَّا
غُرُوۡرًا ﴿﴾ اِنَّ عِبَادِیۡ لَیۡسَ
لَکَ عَلَیۡہِمۡ سُلۡطٰنٌ ؕ وَ
کَفٰی بِرَبِّکَ وَکِیۡلًا ﴿﴾
Dia
berfirman: “Pergilah, lalu barangsiapa akan mengikuti engkau dari
antara mereka maka sesungguhnya Jahannamlah
balasan bagi kamu, suatu balasan yang penuh. Dan bujuklah siapa dari antara mereka yang
engkau sanggup de-ngan suara engkau,
dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan
berkuda eng-kau dan pasukan
berjalan-kaki engkau dan berserikatlah
dengan mereka dalam harta, dan anak-anak mereka, dan berikanlah janji-janji kepada mereka.”
Dan syaitan tidak menjanjikan kepada mereka selain tipu-daya. Sesungguhnya mengenai hamba-hamba-Ku, engkau tidak akan mempunyai kekuasaan atas mereka, dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau
sebagai Pelindung. (Bani
Israil [17]:64-66).
Ayat
65 menguraikan tiga macam daya-upaya
yang dilakukan oleh putra-putra kegelapan -- yakni Iblis
dan para pengikutnya -- untuk
membujuk manusia supaya menjauhi
jalan kebenaran yang dibawa para Rasul
Allah:
(1) mereka berusaha menakut-nakuti orang-orang miskin dan lemah dengan ancaman akan
mempergunakan kekerasan terhadap
mereka;
(2) mereka mempergunakan tindakan-tindakan yang lebih keras terhadap mereka yang tidak dapat ditakut-takuti dengan ancaman yaitu dengan mengadakan persekutuan-persekutuan untuk tujuan melawan mereka dan mengadakan serangan
bersama terhadap mereka dengan segala cara;
(3) mereka mencoba membujuk orang-orang kuat dan yang lebih berpengaruh
dengan tawaran akan menjadikannya pemimpin mereka, asalkan mereka tidak
akan membantu lagi pihak kebenaran atau Rasul Allah.
Makna ayat
﴾ اِنَّ
عِبَادِیۡ لَیۡسَ لَکَ
عَلَیۡہِمۡ سُلۡطٰنٌ -- “Sesungguhnya mengenai
hamba-hamba-Ku, engkau tidak akan mempunyai kekuasaan atas mereka” Manusia dapat terkena oleh bujukan-bujukan syaitan selama dia belum
“dibangkitkan”, yaitu selama keimanannya belum mencapai taraf yang sempurna mencapai tingkatan nafs-al-Muthmainnah (jiwa yang tentram),
firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ
الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾ ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی
رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً
﴿ۚ﴾
فَادۡخُلِیۡ
فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang
tenteram! Kembalilah kepada Rabb
(Tuhan) engkau, engkau ridha kepada-Nya
dan Dia pun ridha kepada
engkau. Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah
ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr
[89]:27-29).
Ini merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan
pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada
tingkat ini yang disebut pula tingkat
surgawi, ia menjadi kebal
terhadap segala macam kelemahan akhlak,
diperkuat dengan kekuatan ruhani yang
khusus. Ia “manunggal” dengan Allah
Swt. dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan sesudah
mati perubahan
ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan bukan di tempat lain jalan dibukakan
baginya untuk masuk ke surga.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 26 Mei
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar