Kamis, 12 Juni 2014

Ancaman Iblis Untuk Menghadang Para Pengikut "Khalifah Allah" (Rasul Allah) di "Jalan Lurus" & Pengalaman Ruhani Syeikh Abdul Qadir al-Jailani Menghadapi "Tipu-saya Iblis (Setan)



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم


Khazanah Ruhani Surah  Shād


Bab   241

Ancaman Iblis Untuk Menghadang Para Pengikut Khalifah Allah (Rasul Allah) di “Jalan Lurus” & Pengalaman Ruhani Syeikh ‘Abdul Qadir al-Jailani Mengadapi “Tipu-daya Iblis” (Setan)

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan   mengenai    orang-orang yang  bertakwa kepada Allah Swt. dan patuh-taat kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.4:70-71), dalam melakukan suluk perjalanan/perdakian ruhani) menuju “perjumpaan” dengan Allah Swt. (liqalLāh  - QS.29:70; QS.84:7) --  melalui berbagai tingkatan  pendakian ruhani  yang disebut oleh Syeikh ‘Abdul-Qadir al-Jailani sebagai alam    nāsut, malakut, jabbarut,  dan lahut   --  para sālik  akan mengalami atau memperoleh   berbagai macam “aksesoris  berupa bermacam-macam   karamah  atau khariqul ‘adat,  yang  kalau tidak waspada dapat membuat  suluk (perjalanan ruhani)  mereka menjadi berhenti atau berbelok arah,  karena mereka menyangka telah sampai kepada “tujuan utama” suluk yang mereka lakukan, padahal mereka telah tersesat  karena terjebak dalam keasyikan  mengalami berbagai macam “karamah”, sebagaimana dikemukakan firman-Nya berikut ini:
وَ اتۡلُ عَلَیۡہِمۡ  نَبَاَ الَّذِیۡۤ  اٰتَیۡنٰہُ  اٰیٰتِنَا فَانۡسَلَخَ مِنۡہَا فَاَتۡبَعَہُ الشَّیۡطٰنُ فَکَانَ مِنَ  الۡغٰوِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنٰہُ بِہَا وَ لٰکِنَّہٗۤ اَخۡلَدَ اِلَی الۡاَرۡضِ وَ اتَّبَعَ ہَوٰىہُ ۚ فَمَثَلُہٗ  کَمَثَلِ الۡکَلۡبِ ۚ اِنۡ  تَحۡمِلۡ عَلَیۡہِ یَلۡہَثۡ اَوۡ تَتۡرُکۡہُ یَلۡہَثۡ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا ۚ فَاقۡصُصِ الۡقَصَصَ لَعَلَّہُمۡ یَتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾  سَآءَ مَثَلَاۨ الۡقَوۡمُ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اَنۡفُسَہُمۡ کَانُوۡا یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ مَنۡ یَّہۡدِ اللّٰہُ فَہُوَ الۡمُہۡتَدِیۡ ۚ وَ مَنۡ یُّضۡلِلۡ  فَاُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan ceritakanlah kepada mereka  berita orang-orang yang telah Kami berikan Tanda-tanda Kami kepadanya, lalu ia melepaskan diri darinya maka syaitan mengikutinya dan jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat.  Dan seandainya  Kami meng-hendaki niscaya Kami meninggikan derajatnya dengan itu, akan tetapi ia cenderung ke bumi  dan mengikuti hawa nafsunya, maka keadaannya seperti seekor anjing yang kehausan, jika engkau menghalaunya ia menjulurkan lidahnya dan jika engkau membiarkannya ia tetap menjulurkan lidahnya. Demikianlah misal orang-orang yang mendustakan Tanda-tanda Kami, maka kisahkanlah kisah ini supaya mereka merenungkannya.   Sangat buruk misal  orang-orang yang mendustakan Tanda-tanda Kami, dan kepada diri mereka sen-dirilah mereka berbuat zalim. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah   maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang Dia sesatkan  maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-A’rāf [7]:176-179).
   Yang dimaksudkan di sini bukanlah seseorang tertentu melainkan semua orang yang kepada mereka Allah Swt.     memperlihatkan Tanda-tanda melalui seorang nabi Allah tetapi mereka menolaknya. Ungkapan semacam itu terdapat di tempat lain dalam Al-Quran (seperti QS.2:18).

Munculnya  Bermacam-macam Khariqut ‘adat atau “Karamah” Merupakan “Aksesoris”  dalam  Suluk 

    Ayat itu telah dikenakan secara khusus kepada seorang yang bernama Bal’am bin Ba’ura yang menurut kisah pernah hidup di zaman Nabi Musa a.s.    dan konon dahulunya ia seorang wali, tetapi  kesombongan merusak pikirannya dan ia mengakhiri hidupnya dalam kenistaan.
      Ayat itu dapat juga dikenakan kepada Abu Jahal atau Abdullah bin Ubbay bin Salul. atau dapat pula kepada tiap-tiap pemimpin kekafiran, termasuk  para penempuh suluk  atau thariqah sufi  orang yang tergoda atau terperdaya oleh    berbagai “karamah” atau khariqul ‘adat  yang dialami  sehingga menganggap dirinya  telah menjadi  wali Allah” besar, padahal ia (mereka) telah terpedaya oleh  berbagai jebakan syaitan, sebagaimana diceritakan oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani mengenai pengalaman ruhani  menghadapi “tipu-daya syaitan” yang  beliau alaminya. Beliau berkata:
          “....Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan dhohir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
"Hai Hamba-Ku, jika engkau  ingin masuk kepada kesucian berhampiran dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini atau pun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu bisa menerima Sifat-sifat-Ku yang suci".
        Sehubungan hal tersebut berikut penulis sajikan   artikel berikut ini  sebagai pelengkap ucapan Syeikh Abdul Qadir al-Jailani  di atas:
       Syeikh Utsman Shairafi meriwayatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir Jaelani bercerita, “Siang maupun malam aku tinggal di padang pasir, bukan di Baghdad. Sepanjang masa itu, para setan mendatangiku berbaris dengan rupa yang menakutkan, menyandang senjata dan melontari aku dengan api. Namun, saat itu pula aku mendapatkan keteguhan dalam hati yang tak dapat aku ceritakan dan aku mendengar suara dari dalam hatiku yang berkata, “Bangkit Abdul Qodir, telah Kami teguhkan engkau dan Kami dukung engkau” dan ketika aku bangkit mereka pun kocar-kacir, kembali ke tempat mereka semula.
        Setelah itu ada satu setan mendatangiku dan mengancamku dengan berbagai ancaman. Aku bangun dan menamparnya hingga dia lari pontang-panting. Kemudian aku baca Lā haula wa lā quwwata illa bilLāhi al-‘aliyul-  ‘Adzīm (tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah, Yang Maha Tinggi, Maha Agung) dan terbakarlah dia.
        Di lain waktu setan mendatangiku dalam rupa seorang yang buruk rupa dan berbau busuk, dia berkata kepadaku, “Aku iblis datang untuk melayani engkau karena aku dan para pengikutku telah putus asa terhadap diri engkau”.
      “Pergi!” bentakku kepadanya:  Aku tidak percaya dengan apa yang engkau ucapkan”.
Saat itu muncul tangan dari langit memukul ubun-ubunnya hingga iblis tersebut terbenam ke dalam bumi.
       Kedua kalinya, iblis tersebut mendatangiku dengan membawa sebuah bola api untuk untuk menghancurkan aku. Ketika itu datanglah seorang berjubah mengendarai seekor kuda memberikan sebilah pedang kepadaku. Melihat hal ini sang iblis mundur, tidak jadi menyerangku.
        Ketiga kalinya, aku melihat iblis duduk jauh dariku sambil menaburkan tanah di atas kepalanya seraya berkata, “Aku putus asa terhadap diri engkau  wahai Abdul Qodir”. “Aku tetap curiga kepada engkau!” jawabku kepadanya. Mendengar jawabanku si iblis berkata, “Ini lebih dahsyat daripada bala.”
       Kemudian disingkapkan kepadaku berbagai jaring. “Apa ini?” tanyaku. Sebuah suara menjawab, “Ini adalah jaring-jaring dunia yang menjerat orang-orang seperti engkau”.
Aku pun berpaling dan melarikan diri darinya. Aku habiskan satu tahun untuk memeranginya hingga aku dapat lepas dari semua itu.
      Setelah itu disingkapkan kepadaku berbagai sebab yang berhubungan dengan diriku. “Apa ini?” tanyaku. “Ini adalah sebab musabab kemakhlukan yang berhubungan dengan diri engkau,” jawab suatu suara kepadaku. Aku pun menghadapinya selama satu tahun sampai hatiku dapat lepas dari semua itu.
        Tahap selanjutnya, disingkapkan kepadaku isi dadaku dan aku melihat hatiku bergantung kepada berbagai hubungan. Aku kembali bertanya, “Apa ini?”.Suara tersebut menjawab, “Ini adalah kemauan dan pilihan engkau”. Jawaban tersebut membuatku menghabiskan satu tahun lainnya untuk memerangi hingga aku dapat lepas dari semua itu.
        Berikutnya disingkapkan kepadaku jiwaku dan aku melihat berbagai penyakitnya masih bercokol, hawa nafsunya masih hidup dan setan yang ada didalamnya masih melawan. Aku memerlukan setahun lainnya untuk memerangi semua itu hingga berbagai penyakit hati hilang, hawa nafsunya mati, dan setan berhasil aku tundukkan. Dengan demikian segala sesuatu hanya untuk Allah Swt semata.
       Pada tahap ini, aku benar-benar sendiri, semua yang eksis (ada) aku tinggalkan di belakang dan aku tetap belum berhasil mencapai Junjunganku. Aku seret diriku ke pintu Tawakal agar dapat masuk menemui-Nya. Namun setibanya aku di pintu tersebut, aku mendapatkan kerumunan orang yang membuatku mundur. Begitu pula di pintu syukur, kekayaan, kedekatan, penyaksian (musyahadah), semuanya penuh dengan orang-orang.
      Akhirnya aku menyeret diriku ke pintu kefakiran. Aku dapati pintu tersebut kosong dari orang-orang, maka aku memasukinya dan mendapatkan dalamnya berisi semua yang aku tinggalkan dan Harta-karun paling besar dan Kemuliaan paling Agung (Allah Swt.)”

Jebakan Iblis yang Semakin Berbahaya

        Jadi, betapa semakin  tinggi kedudukan (posisi)  orang-orang yang menempuh  suluk (pendakian ruhani),  semakin berbahaya pula “jebakan-jebakan” dari iblis yang dapat menggelincirkan – bahkan menjatuhkannya -- ke derajat asfala sāfilīn (yang paling rendah dari segala yang rendah (QS.95-1-9) seperti  anjing yang dalam keadaan apa pun senantiasa menjulurkan lidahnya” (QS.7:176-179).  
    Mengenai hal tersebut berikut artikel  pengalaman ruhani  Syeikh Abdul Qadir al-Jailani   lainnya yang penulis sajikan mengenai kisah pengakuan dusta  Iblis sebagai “Tuhan”:
     Suatu hari Syeikh Abdul Qadir al Jaelani dan beberapa murid-muridnya sedang dalam perjalanan di padang pasir dengan tanpa alas kaki. Padahal kondisi padang pasir waktu itu sangat panas dan para muridnya sengaja dibiarkan berjalan di depannya. Tidak lama kemudian mereka merasa sangat haus dan kelelahan.
      Tiba-tiba awan muncul di atas mereka seperti sebuah payung yang melindungi mereka dari panasnya matahari. Tak lama kemudian muncul juga mata air yang memancar dan sebuah pohon kurma yang berbuah banyak dan matang.  Lalu datanglah sinar berbentuk bulat, lebih terang daripada matahari dan berdiri berlawanan arah dengan arah matahari, lalu muncul suara asing menyeru:
"Wahai para murid Abdul Qadir, aku adalah Tuhan kalian. Makan dan minumlah karena telah aku halalkan bagi kalian apa yang aku haramkan bagi orang lain!"  
          Para murid itu berlari ke arah mata air untuk meminumnya, dan ke arah pohon kurma untuk memakan buahnya. Akan tetapi Syeikh Abdul Qadir mencegahnya,  dan berteriak,"Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk," ucapnya waktu itu.
         Awan, sinar, mata air dan pohon kurma semuanya langsung hilang. Akan tetapi suara misterius itu masih ada dan terus mengganggu.  "Bagaimana engkau tahu bahwa itu aku?" kata suara yang sejatinya adalah iblis itu. Kata Syeikh Abdul Qadir:
"Iblis yang terkutuk yang telah dikeluarkan Allah dari rahmat-Nya bahwa firman Allah bukan dalam bentuk suara yang dapat didengar oleh telinga ataupun datang dari luar. Lebih lagi aku tahu bahwa hukum Allah tetap dan ditujukan kepada semua. Allah tidak akan mengubahnya ataupun membuat yang haram menjadi halal bagi siapa yang dikasihi-Nya."
Iblis berkata dengan jebakan yang lebih halus lagi:
 "Wahai Abdul Qadir, aku telah membodohi tujuh puluh nabi dengan tipuan ini. Pengetahuan engkau begitu luar biasa dan kebijakan engkau lebih besar daripada nabi-nabi itu,  aku iblis.”
 Syeikh Abdul Qadir al-Jailani membentak:
"Hanya sekian banyak orang-orang bodoh saja yang menjadi pengikut engkau. Aku berlindung dari engkau kepada Tuhan-Ku Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Karena bukanlah pengetahuanku ataupun kebijakanku yang menyelamatkanku dari engkau, tetapi hanya dengan rahmat dari Tuhan-ku,"
     Setelah Iblis mengaku menyerah menggoda Syeikh Abdul Qadir, ia langsung menghilang menjauh dari wali Allah  yang terkenal itu.

Kebenaran Ancaman Iblis kepada Para Pengikut “Adam” (Khalifah Allah)

          Pengalaman ruhani yang dialami oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jailani – dan juga oleh para wali Allah terkenal lainnya --  merupakan bukti  benarnya ancaman yang dikemukakan Iblis  dalam firman-Nya berikut ini,  ketika ia diusir dari “jannah” karena menolak “sujud” (patuh-taat) kepada   Adam    -- Khalifah Allah   -- ketika   Allah Swt.  memerintahkan   para malaikat untuk “sujud” kepada Adam: 
قَالَ فَبِمَاۤ  اَغۡوَیۡتَنِیۡ لَاَقۡعُدَنَّ  لَہُمۡ صِرَاطَکَ  الۡمُسۡتَقِیۡمَ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ لَاٰتِیَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَیۡنِ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مِنۡ خَلۡفِہِمۡ  وَ عَنۡ اَیۡمَانِہِمۡ وَ عَنۡ شَمَآئِلِہِمۡ ؕ وَ لَا  تَجِدُ اَکۡثَرَہُمۡ شٰکِرِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ اخۡرُجۡ مِنۡہَا مَذۡءُوۡمًا مَّدۡحُوۡرًا ؕ لَمَنۡ تَبِعَکَ مِنۡہُمۡ لَاَمۡلَـَٔنَّ جَہَنَّمَ  مِنۡکُمۡ  اَجۡمَعِیۡنَ﴿﴾
 Ia, Iblis,  berkata: “Karena  Engkau telah menyatakan  aku  sesat, niscaya aku akan menghadang mereka di jalan Engkau yang lurus,   kemudian  niscaya akan kudatangi mereka dari depan  mereka, dari belakang mereka, dari kanan mereka, dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka  bersyukur.”   Dia berfirman: “Keluarlah engkau darinya dengan  terhina dan terusir,  barangsiapa dari mereka mengikuti engkau, niscaya akan Aku penuhi Jahannam dengan kamu semua.” (Al-A’rāf [7]:17-19).
  Perhatikanlah jejaring godaan-godaan dan bujukan-bujukan yang diancamkan oleh iblis atau syaitan  yaitu:  لَاَقۡعُدَنَّ  لَہُمۡ صِرَاطَکَ  الۡمُسۡتَقِیۡمَ --  niscaya aku akan menghadang mereka di jalan Engkau yang lurus, ثُمَّ لَاٰتِیَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَیۡنِ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مِنۡ خَلۡفِہِمۡ  وَ عَنۡ اَیۡمَانِہِمۡ وَ عَنۡ شَمَآئِلِہِمۡ ؕ وَ لَا  تَجِدُ اَکۡثَرَہُمۡ شٰکِرِیۡنَ  --  kemudian  niscaya  akan ku-datangi mereka dari depan  mereka, dari belakang mereka, dari kanan mereka, dan dari kiri mereka,  dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka  bersyukur.”
Mengenai jaringan-jaringan penghadangan yang diancamkan Iblis tersebut dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini:
قَالَ اذۡہَبۡ فَمَنۡ تَبِعَکَ مِنۡہُمۡ فَاِنَّ جَہَنَّمَ  جَزَآؤُکُمۡ  جَزَآءً  مَّوۡفُوۡرًا ﴿﴾  وَ اسۡتَفۡزِزۡ مَنِ اسۡتَطَعۡتَ مِنۡہُمۡ بِصَوۡتِکَ وَ اَجۡلِبۡ عَلَیۡہِمۡ بِخَیۡلِکَ وَ رَجِلِکَ وَ شَارِکۡہُمۡ فِی الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَوۡلَادِ وَ عِدۡہُمۡ ؕ وَ مَا یَعِدُہُمُ الشَّیۡطٰنُ   اِلَّا  غُرُوۡرًا ﴿﴾  اِنَّ عِبَادِیۡ  لَیۡسَ  لَکَ  عَلَیۡہِمۡ سُلۡطٰنٌ ؕ وَ کَفٰی  بِرَبِّکَ  وَکِیۡلًا  ﴿﴾
Dia berfirman: “Pergilah, lalu barangsiapa akan mengikuti engkau dari antara mereka maka sesungguhnya Jahannamlah balasan bagi kamu,  suatu balasan yang penuh.   Dan bujuklah siapa dari antara mereka yang engkau sanggup de-ngan suara engkau, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda eng-kau dan pasukan berjalan-kaki engkau dan berserikatlah dengan mereka dalam harta, dan anak-anak mereka, dan berikanlah janji-janji kepada mereka.”  Dan syaitan tidak menjanjikan kepada mereka selain tipu-daya.    Sesungguhnya mengenai hamba-hamba-Ku, engkau tidak akan mempunyai kekuasaan  atas mereka, dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai Pelindung. (Bani Israil [17]:64-66).
    Ayat   65  menguraikan tiga macam daya-upaya yang dilakukan oleh putra-putra kegelapan  -- yakni Iblis dan para pengikutnya -- untuk membujuk manusia supaya menjauhi jalan kebenaran yang dibawa  para Rasul Allah:
       (1) mereka berusaha menakut-nakuti orang-orang miskin dan lemah dengan ancaman akan mempergunakan kekerasan terhadap mereka;
      (2) mereka mempergunakan tindakan-tindakan yang lebih keras terhadap mereka yang tidak dapat ditakut-takuti dengan ancaman  yaitu dengan mengadakan persekutuan-persekutuan untuk tujuan melawan mereka dan mengadakan serangan bersama terhadap mereka dengan segala cara;
          (3) mereka mencoba membujuk orang-orang kuat dan yang lebih berpengaruh dengan tawaran akan menjadikannya pemimpin mereka, asalkan mereka tidak akan membantu lagi pihak kebenaran atau Rasul Allah.
       Makna ayat     اِنَّ عِبَادِیۡ  لَیۡسَ  لَکَ  عَلَیۡہِمۡ سُلۡطٰنٌ -- “Sesungguhnya mengenai hamba-hamba-Ku, engkau tidak akan mempunyai kekuasaan  atas mereka” Manusia dapat terkena oleh bujukan-bujukan syaitan selama dia belum “dibangkitkan”, yaitu selama keimanannya belum mencapai taraf yang sempurna mencapai tingkatan nafs-al-Muthmainnah (jiwa yang tentram), firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾  ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾  فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau.  Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku,   dan masuklah ke dalam surga-Ku.  (Al-Fajr [89]:27-29).   
     Ini merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan sesudah mati  perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah  dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***
Pajajaran Anyar,   26 Mei    2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar