Kamis, 05 Juni 2014

Kelahiran "Bayi Hati" dan Hubungannya dengan "Wildaan"(Pemuda-pemuda) yang Mengkhidmati Penghuni Surga



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   230

 Kelahiran “Bayi Hati” dan Hubungannya dengan “Wildān” (Pemuda-pemuda)  yang Mengkhidmati  Penghuni Surga

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   akhir Bab sebelumnya   telah dikemukakan   mengenai   keterangan  dari salah seorang pelaku suluk   yang thariqah  (jalan tempuhan) yang dilakukannya  sangat terkenal,   yaitu Syeikh Abdul Qadir Jailani, dalam buku Sirrul-Asrār (Hakikat Segala Rahasia Kehidupan) yang terkenal, yang dari penjelasan dan pengalaman beliau  diketahui betapa “rumit dan peliknya” berbagai hal  (keadaan ruhani) yang akan dialami oleh para penempuh suluk, sehingga dapat menyebabkan kesesatan bagi  orang-orang yang berhati bengkok. Beliau menjelaskan:
        “Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni,  karena sifat-sifat keduniaannya tidak akan meninggalkannya sehingga  hakikat menyata dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Kejahilannya hanya akan meninggalkannya bila dia menerima pengetahuan tentang Zat Allah. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah tanpa pengantaraan bisa mengajarnya.
        Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia karuniakan ilmu yang dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Khaidhir. Kemudian manusia dengan kesadaran yang diperolehnya sampai kepada peringkat makrifat di mana dia mengenali Tuhan-nya dan menyembah-Nya yang dia kenal. Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian ruh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhamamd saw.. Dia bisa berbicara dengan baginda saw. mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhirnya, dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya kabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi.  Allah menggambarkan suasana ini:
"Karena Barangsiapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka beserta orang-orang yang diberi nikmat daripada nabi-nabi, siddiqin, syuhada dan salihin dan Alangkah baiknya mereka ini sebagai sahabat rapat". (Surah Nisā' ,ayat 69).    
         Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang bisa diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu dhohir ialah surga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya.
        Tidak terkira bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang bisa dilihat dan dipercaya, ia tidak dapat membantu seseorang untuk masuk kepada suasana kesucian dan mulia, yaitu kehampiran dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat (maqam) tersebut, dan untuk terbang perlu kepada dua sayap.
       Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan dhohir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa sahaja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
"Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian berhampiran dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini atau pun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu bisa menerima sifat-sifat-Ku yang suci".
         Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat,  dan suasana Sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa yang berpuas hati dengan salah satu dari yang demikian akan terhalang dari  kurnia   Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya.
       Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak bisa maju ke depan, mereka tidak bisa terbang lebih tinggi. Walaupun matlamat  (tujuan) mmereka adalah kehampiran dengan Pencipta,  mereka tidak lagi bisa sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.
        Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang sebenarnya, menerima rahmat dan kurnia  dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan.
         Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a berkata:
"Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sempadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan masanya dan umurnya di dalam sia-sia".
          Orang yang berilmu mestilah menyadari bahwa bayi ruh yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenarnya, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, mengajarkan Keesaan melalui berkesinambungan (terus-menerus) menyadari tentang Keesaan,  tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang berbilang-bilang, cari alam keruhanian, alam rahasia di mana tidak yang lain kecuali Zat Allah.
       Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang mengaruhi padang yang tidak berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tidak seorang pun yang  bercerita mengenainya, dan siapa pun  tidak bisa menggambarkannya.
        Tempat (maqam) yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui Keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan Keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan mereka,  tidak ada apa (sesuatu) lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri.
       Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata, apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa! Nabi saw bersabda, "Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat". Ia adalah kelahiran maksud dari  perbuatan dan kelahiran ruhani dari  jasad.
       Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan (keajaiban) rahasia manusia. Ia lahir dari  percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari  percampuran dua tetes air:
"Sesungguhnya Kami telah jadikan manusia daripada setitik (mani) yang bercampur, yang Kami berikan cobaan kepada mereka, yaitu Kami jadikan dia mendengar dan melihat". (Surah Insaan, ayat 2).
          Bila maksud menjadi nyata dalam kewujudan ia menjadi mudah untuk melepaskan bagian yang dangkal  dan masuk ke dalam samudra penciptaan dan membenamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Sekalian alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerahanian. Hanya bila semua ini difahami  maka kuasa keruhanian dan cahaya keajaiban yang bersifat Ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, memancar ke dalam dunia tanpa perkataan tanpa suara.

Kelahiran “Bayi Hati” & Dua Golongan Penghuni Surga

      Demikian peliknya berbagai  keadaan ruhani  yang digambarkan oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani dalam buku Sirrul Asrar tersebut, sehingga bagi orang-orang yang “tidak memiliki bakat keruhanian  dan “buta mata ruhaninya”,   berbagai ungkapan ruhani  tingkat tinggi seperti itu benar-benar akan merupakan “batu sandungan” yang sangat mengelincirkan, termasuk  mereka yang mengaku  penganut berbagai “thariqah” para  Sufi besar, yang di antaranya munculnya golongan Wihdatul Wujud  yang  karena kejahiliyahannya   beranggapan bahwa  diri mereka  telah “menjadi Tuhan.
     Salah satu penjelasan yang sangat  menarik dari  Sufi besar tersebut adalah  mengenai “kelahiran bayi hati”:
“Orang yang berilmu mestilah menyadari bahwa bayi ruh yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenarnya, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, mengajarkan Keesaan melalui berkesinambungan (terus-menerus) menyadari tentang Keesaan - tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang berbilang-bilang, cari alam keruhanian, alam rahasia di mana tidak yang lain kecuali Zat Allah.”
       Mengisyaratkan kepada “bayi hati” yang dilahirkan oleh para penghuni surga dari golongan al-muqarrabūn (yang didekatkan kepada Allah Swt.) yang dimaksud dengan “wildān” atau  ghilmān” (QS.52:25)  -- yakni “para pemuda surgawi” yang mengkhidmati mereka di dalam surga dengan membawa berbagai jenis “minuman dan makanan surgawi” yang “dipilih”  oleh    golongan  al-muqarrabūn atau golongan as-sābiqūna- sābiqūn” firman-Nya:
وَّ کُنۡتُمۡ  اَزۡوَاجًا  ثَلٰثَۃً ؕ﴿﴾  فَاَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ۬ۙ مَاۤ  اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ؕ﴿﴾  وَ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ۬ۙ مَاۤ  اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ؕ﴿ ﴾  وَ السّٰبِقُوۡنَ  السّٰبِقُوۡنَ ﴿ۚۙ﴾  اُولٰٓئِکَ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ۚ﴾  فِیۡ  جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ ﴿﴾  ثُلَّۃٌ  مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ قَلِیۡلٌ  مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿ؕ﴾  عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ ﴿ۙ﴾  مُّتَّکِـِٕیۡنَ عَلَیۡہَا مُتَقٰبِلِیۡنَ ﴿﴾  یَطُوۡفُ عَلَیۡہِمۡ  وِلۡدَانٌ   مُّخَلَّدُوۡنَ ﴿ۙ﴾  بِاَکۡوَابٍ وَّ اَبَارِیۡقَ ۬ۙ وَ کَاۡسٍ مِّنۡ مَّعِیۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یُصَدَّعُوۡنَ عَنۡہَا وَ لَا  یُنۡزِفُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ فَاکِہَۃٍ   مِّمَّا یَتَخَیَّرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ  لَحۡمِ  طَیۡرٍ  مِّمَّا یَشۡتَہُوۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ حُوۡرٌ عِیۡنٌ ﴿ۙ﴾ کَاَمۡثَالِ اللُّؤۡلُؤَ  الۡمَکۡنُوۡنِ ﴿ۚ﴾  جَزَآءًۢ  بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾  لَا یَسۡمَعُوۡنَ فِیۡہَا لَغۡوًا  وَّ لَا  تَاۡثِیۡمًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا  قِیۡلًا  سَلٰمًا سَلٰمًا ﴿﴾
Dan kamu menjadi tiga golongan.   Maka mereka yang di sebelah kanan, alangkah bahagianya mereka yang di sebelah kanan itu!  Dan mereka yang di sebelah kiri, alangkah celakanya mereka yang di sebelah kiri itu!  Dan yang paling dahulu, mereka benar-benar paling dahulu,   Mereka itulah orang-orang yang didekatkan  kepada Tuhan.  Mereka berada di dalam surga-surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang kemudian, mereka di atas dipan bertatahkan emas dan permata,    bersandar padanya  sambil berhadap-hadapan.   Mereka  dikelilingi pemuda-pemuda yang dikekalkan dalam kebaikan, dengan membawa  gelas, cerek dan cangkir yang diisi dari mata air.  Mereka tidak akan pening karenanya   dan tidak pula mereka akan mabuk.  Dan membawa buah-buahan yang mereka pilih, dan daging burung-burung yang  mereka  inginkan, dan pasangan-pasangan   yang bermata jeli,  laksana mutiara yang tersimpan baik. Sebagai  ganjaran atas apa yang telah mereka kerjakan.  Di dalamnya mereka tidak   mendengar  ucapan sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa, melainkan hanya ucapan: “Selamat sejahtera, selamat sejahtera.” (Al-Wāqi’ah [56]:8-27).
   Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab sebelumnya  mengenai makna ayat   فَاَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ۬ۙ مَاۤ  اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ -- “Maka mereka yang di sebelah kanan, alangkah bahagianya mereka yang di sebelah kanan itu!,”  di tempat lain (QS.75:3) Al-Quran mengenakan istilah “jiwa yang menyesali diri sendiri” atau nafs-al-Lawwāmah  kepada golongan orang-orang beriman  golongan kanan ini.
 Sedangkan  makna ayat وَ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ۬ۙ مَاۤ  اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ  -- “dan mereka yang di sebelah kiri, alangkah celakanya mereka yang di sebelah kiri itu!”   mengisyaratkan kepada tingkat nafs al-Ammārah – “Jiwa yang senantiasa menyuruh kepada kejahatan”(QS.12:54).

 Wildān” (Para Pemuda)  Pengkhidmat  dalam Surga & Perlakuan Khusus Allah Swt.

 Makna ayat selanjutnya  ؕ وَ السّٰبِقُوۡنَ  السّٰبِقُوۡنَ --  “Dan yang paling dahulu,  mereka benar-benar paling dahulu” mengisyaratkan kepada  keadaan ruhani yang disebut  nafs-al-Muthmainnah ( Jiwa yang tenteram  -  QS.89:28). Sedangkan  makna ayat    عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ   -- “mereka di atas dipan bertatahkan emas dan permata”   یَطُوۡفُ عَلَیۡہِمۡ  وِلۡدَانٌ   مُّخَلَّدُوۡنَ  --  Mereka  dikelilingi pemuda-pemuda yang dikekalkan dalam kebaikan,   بِاَکۡوَابٍ وَّ اَبَارِیۡقَ ۬ۙ وَ کَاۡسٍ مِّنۡ مَّعِیۡنٍ  -- dengan membawa  gelas, cerek dan cangkir yang diisi dari mata air.”         Ayat-ayat tersebut menggambarkan kemuliaan martabat para ahli surga golongan    وَ السّٰبِقُوۡنَ  السّٰبِقُوۡنَ --  “Dan yang paling dahulu,  mereka benar-benar paling dahulu”, sebab   mereka itu bukan saja duduk di atas “dipan-dipan kemuliaan”, tetapi juga mereka pun mendapat pelayanan khusus  dari “para pemuda” yang mengkhidmati mereka dengan membawa “minuman-minuman surgawi  dari “sungai-sungai khamr (arak – QS.47:16)”,  sebagaimana dijelaskan lebih lanjut   لَّا  یُصَدَّعُوۡنَ عَنۡہَا وَ لَا  یُنۡزِفُوۡنَ  -- “mereka tidak akan pening karenanya,  dan tidak pula mereka akan mabuk.”
   Mengenai perlakuan khusus dari Allah Swt. terhadap golongan ahli surga  وَ السّٰبِقُوۡنَ  السّٰبِقُوۡنَ --  “Dan yang paling dahulu,  mereka benar-benar paling dahulu”, selanjutnya diterangkan mengenai hidangan “makanan khusus dan terpilih” bagi mereka, firman-Nya:   
وَ فَاکِہَۃٍ   مِّمَّا یَتَخَیَّرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ  لَحۡمِ  طَیۡرٍ  مِّمَّا یَشۡتَہُوۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ حُوۡرٌ عِیۡنٌ ﴿ۙ﴾  کَاَمۡثَالِ اللُّؤۡلُؤَ  الۡمَکۡنُوۡنِ ﴿ۚ﴾  جَزَآءًۢ  بِمَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾  لَا یَسۡمَعُوۡنَ فِیۡہَا لَغۡوًا  وَّ لَا  تَاۡثِیۡمًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا  قِیۡلًا  سَلٰمًا سَلٰمًا ﴿﴾
Dan membawa buah-buahan yang mereka pilih, dan daging burung-burung yang mereka  inginkan, dan pasangan-pasangan   yang bermata jeli,    laksana mutiara yang tersimpan baik. Sebagai  ganjaran atas apa yang telah mereka kerjakan. Di dalamnya mereka tidak   mendengar  ucapan sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa, melainkan hanya ucapan: “Selamat sejahtera, selamat sejahtera.” (Al-Wāqi’ah [56]:21-27).
       Jadi, tanda hamba-hamba Allah Swt.  ahli surga” yang mengalami keadaan “mabuk ruhani” atau “rindu ruhani” atau  keadaan mahzub  yang hakiki digambarkan dalam ayat tersebut   لَا یَسۡمَعُوۡنَ فِیۡہَا لَغۡوًا  وَّ لَا  تَاۡثِیۡمًا  -- “di dalamnya mereka tidak   mendengar  ucapan sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa, ﴿   اِلَّا  قِیۡلًا  سَلٰمًا سَلٰمًا  -- melainkan hanya ucapan: “Selamat sejahtera, selamat sejahtera,” bukan pernyataan-pernyataan “nyleneh” yang tidak benar seperti para penganut faham Wihdatul Wujud,  yang karena  menganggap diri mereka telah “menjadi Tuhan” sehingga  menurut mereka tidak perlu lagi mengamalkan  ketentuan-ketentuan  syariat.
       
 Gambaran Ringkas “Nikmat-nikmat Surgawi” yang Dialami Para Penghuni Surga

    Jadi, tanda hamba-hamba Allah Swt.  ahli surga” yang mengalami keadaan “mabuk ruhani” atau “rindu ruhani  yang hakiki digambarkan dalam ayat tersebut   لَا یَسۡمَعُوۡنَ فِیۡہَا لَغۡوًا  وَّ لَا  تَاۡثِیۡمًا  -- “di dalamnya mereka tidak   mendengar  ucapan sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa,     اِلَّا  قِیۡلًا  سَلٰمًا سَلٰمًا  -- melainkan hanya ucapan: “Selamat sejahtera, selamat sejahtera,” bukan mengucapkan  pernyataan-pernyataan “nyleneh” yang tidak benar seperti para penganut faham Wihdatul Wujud,  yang karena  menganggap diri mereka telah “menjadi Tuhan” sehingga  menurut mereka tidak perlu lagi mengamalkan  ketentuan-ketentuan  syariat.
     Ayat-ayat      لَا یَسۡمَعُوۡنَ فِیۡہَا لَغۡوًا  وَّ لَا  تَاۡثِیۡمًا  -- “di dalamnya mereka tidak   mendengar ucapan sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa, ﴿   اِلَّا  قِیۡلًا  سَلٰمًا سَلٰمًا  -- melainkan hanya ucapan: “Selamat sejahtera, selamat sejahtera,ini  --  seperti banyak lagi ayat-ayat Al-Quran lainnya -- dengan sangat ampuh menyangkal semua anggapan bodoh para pengorek kesalahan dan pengecam Islam yang berdalih menemukan dalam Al-Quran sebutan mengenai surga yang mesum. Ayat ini pun memberi pengertian untuk menyelami sifat inti, dan hakikat sebenarnya mengenai  surga.
   Surga, sebagaimana dibayangkan dan dijanjikan Allah Swt. kepada orang-orang Muslim oleh Al-Quran, akan merupakan tempat kenikmatan ruhani, di dalam tempat itu percakapan yang berbau dosa, sia-sia atau kosong atau dusta (QS.78:36) tidak akan terdengar.
    Semua rahmat-Nya akan mencapai puncaknya serta kesempurnaannya dalam kedamaian – yaitu  kedamaian paripurna pada alam pikiran dan jiwa, yang tidak akan ada rahmat lebih besar lagi daripada itu. Surga yang dijanjikan kepada seorang Muslim telah ditetapkan sebagai “rumah keselamatan” dalam Al-Quran (QS.6:128); martabat tertinggi dalam perkembangan ruhani yang dapat dicapai orang-orang beriman  ialah “jiwa yang tenteram” (QS.89:28); dan karunia terbesar yang akan diterima oleh para penghuni surga dari Allah  Swt. adalah “salām -- damai” (QS.36:59), karena Allah Sendiri adalah Pencipta kedamaian (QS.59:24). Demikianlah tanggapan luhur Al-Quran mengenai surga.
   Berbagai rincian gambaran mengenai nikmat-nikmat surgawi yang dinikmati oleh para penghuni surga di akhirat  dalam berbagai Surah Al-Quran,  secara ringkas tercakup dalam firman-Nya berikut ini:
اِنَّ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا وَ رَضُوۡا بِالۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ اطۡمَاَنُّوۡا بِہَا وَ الَّذِیۡنَ  ہُمۡ عَنۡ  اٰیٰتِنَا غٰفِلُوۡنَ ۙ﴿﴾  اُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمُ النَّارُ بِمَا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾  اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ یَہۡدِیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ بِاِیۡمَانِہِمۡ ۚ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ  الۡاَنۡہٰرُ  فِیۡ  جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ ﴿﴾ دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ ۚ وَ اٰخِرُ  دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ  الۡحَمۡدُ  لِلّٰہِ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya  orang-orang yang tidak mengharapkan  pertemuan dengan Kami dan telah merasa senang dengan kehidupan dunia ini serta merasa puas dengannya, dan orang-orang  yang lalai terhadap Tanda-tanda Kami,   mereka itulah yang tempat tinggalnya Api, disebabkan apa yang senantiasa mereka usahakan.  Sesungguhnya orang-orang  yang beriman dan beramal saleh, mereka akan diberi petunjuk oleh Rabb (Tuhan) mereka  karena  keimanan mereka. Di bawah  mereka mengalir sungai-sungai  di dalam kebun-kebun kenikmatanSeruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya  Allah! Dan ucapan salam mereka satu sama lain di dalamnya: “Selamat sejahtera”, sedangkan  akhir seruan mereka: “Segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam.” (Yunus [10]:8-11).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

***
Pajajaran Anyar,   7  Mei      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar