بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
190
Tipu-daya Samiri & “Patung Anak
Sapi” dari Perhiasan
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Pada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai Tanda
dari langit selain terjadinya gejala meteorik yang istimewa, yaitu
terjadinya peristiwa “gerhana bulan
dan matahari” dalam tahun 1885
sehubungan dengan pendakwaan Mirza Ghulam
Ahmad a.s. sebagai Imam Mahdi a.s. – “Hakim yang adil”
sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. tentang tanda yang tidak dapat ditiru
mengenai Imam Mahdi yang asli untuk
membedakan dari 30 orang Mahdi palsu:
|
“Sesungguhnya bagi Mahdi kami ada dua tanda yang belum
pernah terjadi sejak saat langit dan bumi diciptakan, yaitu: Gerhana bulan pada malam pertama bulan
Ramadhan, dan gerhana matahari pada
pertengahan bulan itu juga”. (Sunan
Ad-Daruqutni).
Dengan demikian Al-Quran, hadits dan sejarah memberikan kesaksian, bahwa berjatuhannya meteor-meteor dalam jumlah yang luar biasa besarnya dan juga peristiwa gerhana bulan dan matahari pada bulan Ramadhan yang sama pada tahun 1885 merupakan Tanda-tanda dari langit mengenai munculnya seorang Mushlih rabbani (Rasul Allah) di Akhir Zaman ini.
Dengan demikian Al-Quran, hadits dan sejarah memberikan kesaksian, bahwa berjatuhannya meteor-meteor dalam jumlah yang luar biasa besarnya dan juga peristiwa gerhana bulan dan matahari pada bulan Ramadhan yang sama pada tahun 1885 merupakan Tanda-tanda dari langit mengenai munculnya seorang Mushlih rabbani (Rasul Allah) di Akhir Zaman ini.
Tahun 1891 Pendiri Jamaah Ahmadiyah, Mirza
Ghulam Ahmad a.s. atas perintah Allah Swt. memproklamirkan
diri sebagai Imam Mahdi yang kedatangannya
dijanjikan oleh Nabi Besar Muhammad
saw.. Atas pendakwaan tersebut para ulama
Islam di daratan Hindustan menuntut tanda
ajaib samawi sesuai dengan nubuwwat
Nabi Muhammad saw. dalam hadits tersebut.
Sungguh ajaib, pada tahun 1894 -- tiga tahun
setelah Mirza Ghulam Ahmad a.s. memproklamirkan
diri sebagai Imam Mahdi a.s. – pada bulan Ramadhan tahun itu terjadi gerhana
bulan dan gerhana matahari persis
seperti dinubuwwatkan Nabi Muhammad saw.
tentang Imam Mahdi yang asli yakni “Limahdiyinaa
ayatain -- bagi Mahdi kami ada dua
tanda…).
Makna “Syaitan Pencuri Dengar”
Banyak
para ahli falaq juga menolak
keterangan Hadits ini dan
menganggapnya sebagai dhaif (lemah), karena dalam teori ilmu falaq tak mungkin gerhana bulan dan matahari
akan terjadi pada satu bulan yang sama. Namun apa pun kata para ahli falaq,
kalau nubuwwat Nabi Besar Muhammad
saw. dalam hadits tersebut terbukti
kebenarannya maka -- kecuali orang yang
hatinya degil -- tentu tak seorang pun dapat mengingkari
kebenarannya.
Kembali
kepada firman Allah Swt. sebelumnya mengenai “syaitan pencuri dengar” yang
dikejar oleh “nyala api yang bercahaya terang benderang”:
وَ لَقَدۡ جَعَلۡنَا فِی
السَّمَآءِ بُرُوۡجًا وَّ زَیَّنّٰہَا
لِلنّٰظِرِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ
رَّجِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ
اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan sungguh Kami
benar-benar telah menjadikan gugusan-gugusan
bintang di langit dan Kami telah menghiasinya untuk orang-orang yang melihat.
Dan Kami telah memeliharanya dari gangguan
setiap syaitan yang terkutuk, kecuali
jika ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan
memutarbalikkannya maka ia
dikejar kobaran nyala api yang terang-benderang. (Al-Hijr
[15]:17-19).
Kata “syaitan” dalam QS.15:18 dapat dianggap menunjuk kepada ahli-ahli nujum dan tukang-tukang tenung. Dalam hal itu “merajam syaitan-syaitan”
(QS.67:6) akan berarti bahwa manakala di dunia ini tidak ada seorang Mushlih Rabbani (Rasul Allah), maka ahli-ahli
nujum dan tukang-tukang sihir
dalam permainan kotor mereka menipu
orang-orang yang bodoh akan berhasil
sampai batas tertentu.
Tetapi dengan munculnya seorang Mushlih
Rabbani (Rasul Allah) maka ilmu
mereka yang lancung itu terbuka kedoknya dan orang-orang dengan mudah dapat membedakan antara kabar-kabar
gaib dari rasul-rasul Ilahi
dengan dugaan-dugaan dan terkaan-terkaan dari ahli-ahli nujum dan tukang-tukang sihir yang juga “berjubah
agama”.
Ayat ini dapat juga diartikan, bahwa tatkala beberapa orang yang buruk pikirannya mengambil sepotong
dari wahyu Ilahi dengan menceraikannya dari susunan kalimatnya, dan berusaha menyebar-luaskannya dalam bentuk
yang sudah rusak itu, maka sebuah tanda baru datang laksana sekilas cahaya yang berbinar-binar lalu menghancur-leburkan rencana-rencana buruk orang-orang yang bertingkah laku seperti syaitan itu.
Tipu Daya yang Dilakukan Samiri
Sehubungan dengan “manusia-manusia
syaitan” atau “tukang-tukang sihir” seperti itu, dalam Al-Quran dikemukakan tipu-daya yang dilakukan Samiri berkenaan dengan pembuatan “patung
anak sapi” yang kemudian disembah oleh Bani Israil karenay tertipu
oleh Samiri. Hal tersebut
diberitahukan Allah Swt. kepada Nabi
Musa a.s. ketika beliau sedang “bertemu”
Allah Swt. di gunung Thur,
firman-Nya:
وَ مَاۤ اَعۡجَلَکَ
عَنۡ قَوۡمِکَ یٰمُوۡسٰی ﴿﴾ قَالَ ہُمۡ اُولَآءِ عَلٰۤی اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ اِلَیۡکَ رَبِّ
لِتَرۡضٰی﴿﴾ قَالَ فَاِنَّا قَدۡ
فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ وَ اَضَلَّہُمُ
السَّامِرِیُّ ﴿﴾ فَرَجَعَ مُوۡسٰۤی
اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۬ۚ قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَمۡ
یَعِدۡکُمۡ رَبُّکُمۡ وَعۡدًا
حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ
اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ غَضَبٌ مِّنۡ
رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾ قَالُوۡا مَاۤ
اَخۡلَفۡنَا مَوۡعِدَکَ بِمَلۡکِنَا وَ لٰکِنَّا حُمِّلۡنَاۤ اَوۡزَارًا مِّنۡ زِیۡنَۃِ الۡقَوۡمِ
فَقَذَفۡنٰہَا فَکَذٰلِکَ اَلۡقَی
السَّامِرِیُّ ﴿ۙ﴾ فَاَخۡرَجَ لَہُمۡ
عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ فَقَالُوۡا ہٰذَاۤ
اِلٰـہُکُمۡ وَ اِلٰہُ مُوۡسٰی ۬
فَنَسِیَ﴿ؕ﴾
"Dan apakah yang membuat engkau tergesa-gesa mendahului kaum engkau
hai Musa?" Ia, Musa, berkata: "Mereka itu mengikuti jejakku karena itu
aku bergegas menghadap kepada Engkau,
ya Rabb-ku ( Tuhan-ku) supaya Engkau
ridha." Dia berfirman,
`"Maka sesungguhnya Kami
telah menguji kaum engkau sepeninggal engkau dan seorang
Samiri telah menyesatkan
mereka." Lalu Musa
kembali kepada kaumnya marah dan
sedih ia berkata: "Hai kaumku, bukankah Rabb (Tuhan) kamu telah menjanjikan kepada kamu suatu janji yang baik? Apakah masa sempurnanya janji itu terlalu lama
bagi kamu, ataukah kamu menghendaki supaya kemurkaan dari Rabb (Tuhan) kamu menimpamu karena kamu
telah mengingkari perjanjian denganku?” Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak mengingkari
perjanjian dengan engkau atas kehendak
kami sendiri, melainkan kami memikul
beban perhiasan kaum itu, dan
kami campakkan semua maka demikian pula orang-orang Samiri mencampakkannya." Lalu Samiri mengeluarkan patung seekor
anak sapi untuk mereka, suatu jasad belaka yang mempunyai suara lenguhan, kemudian mereka berkata: "Inilah tuhan kamu dan tuhan Musa, tetapi
ia telah lupa." (Thā Hā
[20]:84-89).
Samiri boleh jadi kata benda relatif, berasal dari kata samirah,
orangorang Samaria, suatu kaum yang
konon kabarnya termasuk salah satu di antara suku-suku keturunan Israil; atau suatu mazhab agama Yahudi, yang berbeda dengan
orang-orang Yahudi lainnya dalam beberapa adat kebiasaannya.
Sebenarnya mereka itu penghuni Samaria. Nama itu sekarang terbatas pada
suatu kabilah kecil orang-orang yang berdiam di Nablus yang menyebut dirinya
"Bene Yisrael. "Sejarah mereka
sebagai satu masyarakat yang terpisah, rnulai diambilnya wilayah Samaria oleh
orang-orang Assyr pada tahun 722 s.M. (Lexicon
Lane & Jewish
Encyclopaedia).
Di
dalam Al-Quran pada ayat-ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Mesir memberikan
perhiasan-perhiasan mas dan perak kepada Bani Israil menurut kehendak
mereka sendiri, sedangkan Bible
menuduh Bani Israil merampas perhiasan-perhiasan
itu dari orang-orang Mesir (Keluaran
12:36).
Tetapi dalam hal ini seperti biasa Bible mengemukakan sesuatu yang bertentangan dengan isi Bible sendiri. Di tempat lain (Keluaran 12:33) Bible berkata, bahwa orang-orang Mesir sendiri yang memberikan perhiasan-perhiasan itu
kepada Bani Israil dan mendesak
supaya mereka meninggalkan Mesir dengan segera. Dalil dan akal sehat, mendukung
pernyataan Al-Quran.
Kesia-siaan Menyembah “Patung
Anak Sapi”
Bani
Israil tinggal di Mesir dalam perbudakan
untuk masa yang panjang, yakni 400 tahun, dan dalam masa perbudakan itu mereka meniru
banyak adat-istiadat, cara hidup,
dan upacara-upacara
keagamaan orang-orang Mesir, para penguasa mereka yaitu biasa menyembah sapi (Encyclopaedia Religions & Ethics.
Vol I,p. 507). Dengan jalan ini mereka berangsur-angsur
memupuk sangat kecintaan terhadap sapi,
dan ketika mereka ditinggalkan Nabi Musa a.s., orang-orang Samiri
mendapat peluang mengajak mereka itu menyembah
sapi.
Untuk tujuan untuk menghilangkan kecintaan berlebihan Bani Israil terhadap sapi itu pulalah Allah Swt. melalui Nabi Musa a.s. telah memerintahkan Bani
Israil untuk menyembelih
sapi yang dengan penuh rasa enggan
mereka melakukannya setelah menanyakan rincian tanda-tandanya kepada Nabi Musa a.s. (QS.2:68-72), sebab kecintaan berlebihan terhadap sesuatu selain Allah Swt. pun termasuk syirik (kemusyrikan) juga.
Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan mengenai kesia-siaan menyembah patung anak sapi yang dibuat oleh Samiri tersebut, firman-Nya:
اَفَلَا یَرَوۡنَ اَلَّا
یَرۡجِعُ اِلَیۡہِمۡ قَوۡلًا ۬ۙ وَّ لَا یَمۡلِکُ لَہُمۡ
ضَرًّا وَّ لَا نَفۡعًا ﴿٪﴾
وَ لَقَدۡ
قَالَ لَہُمۡ ہٰرُوۡنُ مِنۡ قَبۡلُ یٰقَوۡمِ اِنَّمَا فُتِنۡتُمۡ بِہٖ ۚ وَ اِنَّ رَبَّکُمُ الرَّحۡمٰنُ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ وَ اَطِیۡعُوۡۤا اَمۡرِیۡ ﴿﴾
قَالُوۡا
لَنۡ نَّبۡرَحَ عَلَیۡہِ عٰکِفِیۡنَ حَتّٰی یَرۡجِعَ اِلَیۡنَا مُوۡسٰی
﴿﴾قَالَ
یٰہٰرُوۡنُ مَا مَنَعَکَ اِذۡ
رَاَیۡتَہُمۡ ضَلُّوۡۤا ﴿ۙ﴾
اَلَّا تَتَّبِعَنِ ؕ اَفَعَصَیۡتَ اَمۡرِیۡ ﴿﴾
قَالَ
یَبۡنَؤُمَّ لَا تَاۡخُذۡ
بِلِحۡیَتِیۡ وَ لَا بِرَاۡسِیۡ ۚ اِنِّیۡ
خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ ﴿﴾
Apakah mereka itu tidak melihat bahwa
patung anak sapi itu tidak memberi
jawaban apa-apa dan tidak mempunyai kekuasaan untuk menyampaikan kemudaratan atau pun
kemanfaatan? Dan
sungguh Harun benar-benar telah berkata kepada mereka sebelum Musa kembali:
"Hai kaumku. sesungguhnya kamu
telah diuji dengan patung anak sapi ini, dan sesungguhnya Rabb (Tuhan)
kamu Yang Maha Pemurah, maka ikutilah
aku dan taatilah perintahku.
Mereka berkata: "Kami tidak akan pernah berhenti menyembahnya
hingga Musa kembali kepada kami." Ia, Musa, berkata: "Hai Harun, apakah yang telah menghalangi engkau, ketika engkau
melihat mereka telah sesat. Apakah engkau
tidak mengikuti aku? Apakah engkau
mendurhakai perintahku?" la, Harun, berkata: “Hai anak ibuku, janganlah
memegang janggutku dan jangan pula
rambut kepalaku, sesungguhnya aku takut bahwa engkau berkata: Engkau
telah berbuat perpecahan di antara Bani Israil dan tidak
menjaga perkataanku." (Thā
Hā [20]:90-89).
Anak sapi sebagai sembahan telah dicela dan dikutuk di sini, sebab anak
sapi tidak dapat berbicara kepada
para penyembahnya. Faedah apakah
dapat diperoleh dari tuhan yang tidak menjawab doa-doa para penyembahnya (QS.21:66-67)? Tuhan semacam itu mati dan tak ubahnya seperti sebatang
kayu mati belaka.
Perbedaan antara Tuhan Yang Hidup dengan tuhan
yang mati yaitu bahwa Tuhan Yang Esa
itu berbicara dengan para penyembah-Nya,
dan mendengar permohonan-permohonan
mereka, sedang yang satu lagi tidak dapat berbuat demikian. Tuhan Islam yang sejati yang bersifat Al-Mutakallim (Maha Berbicara) tidak berhenti bicara dengan para penyembah-Nya (QS.42:52-54).
Allah Swt. masih berbicara dengan mereka seperti dahulu kala, dengan Nabi Adam a.s.,
Nabi Ibrahim a.s., Nabi
Musa a.s., Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., dan Nabi Besar Muhammad saw. dan akan terus-menerus berbuat demikian
sepanjang masa, termasuk di Akhir Zaman
ini dengan Rasul Akhir Zaman (QS.3:180; QS.72:27-29).
Akibat Provokasi Samiri Bani
Israil Hampir Membunuh Nabi Harun
a.s.
Di sini Al-Quran (QS.20:45) menyangkal Bible dan membersihkan Nabi Harun a.s.
dari tuduhan bahwa
beliau telah membuat berhala anak
sapi dari logam coran untuk disembah orang-orang Bani Israil (Keluaran 32:4). Al-Quran mengatakan bahwa Nabi Harun a.s.. bukan saja tidak membuat patung anak sapi bagi mereka. bahkan sebaliknya,
beliau melarang mereka menyembah berhala yang dibuat orang Samirii bagi mereka.
Tuduhan ini telah ditolak oleh para
penulis Kristen sendiri sebagai suatu hal yang sama sekali tidak mempunyai
dasar (Encyclopardia Britannica
pada kata "The Golden Calf').
Di dalam Surah Al-A’rāf Nabi Harun a.s. menerangkan kepada Nabi Musa
a.s. bahwa Bani Israil hampir membunuh beliau karena telah
melarang mereka mengikuti ajakan Samiri, firman-Nya:
وَ لَمَّا رَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۙ قَالَ
بِئۡسَمَا خَلَفۡتُمُوۡنِیۡ مِنۡۢ
بَعۡدِیۡ ۚ اَعَجِلۡتُمۡ اَمۡرَ رَبِّکُمۡ ۚ وَ اَلۡقَی الۡاَلۡوَاحَ وَ اَخَذَ
بِرَاۡسِ اَخِیۡہِ یَجُرُّہٗۤ اِلَیۡہِ ؕ قَالَ ابۡنَ اُمَّ اِنَّ
الۡقَوۡمَ اسۡتَضۡعَفُوۡنِیۡ وَ
کَادُوۡا یَقۡتُلُوۡنَنِیۡ ۫ۖ فَلَا تُشۡمِتۡ بِیَ الۡاَعۡدَآءَ وَ لَا
تَجۡعَلۡنِیۡ مَعَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِاَخِیۡ وَ اَدۡخِلۡنَا
فِیۡ رَحۡمَتِکَ ۫ۖ وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan tatkala Musa kembali kepada kaumnya dengan marah
dan sedih, ia berkata: “Sangat
buruk apa yang kamu kerjakan sebagai wakilku
sepeninggalku. Apakah kamu hendak mendahului
perintah Tuhan kamu?” Lalu ia
meletakkan lempeng-lempeng batu tulis itu dan merenggut kepala saudaranya seraya menariknya kepa-danya. Harun
berkata: “Hai anak
ibuku, sesungguhnya kaum ini
memandang aku lemah dan mereka
hampir membunuhku, maka janganlah
engkau membiarkan musuh-musuhku mengejekku dan janganlah engkau menganggapku termasuk kaum yang zalim.” Musa
berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), ampunilah aku dan juga untuk saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, karena Engkau Maha Penyayang di antara semua
penyayang.” (Al-A’rāf [7]:151-152).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 Februari
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar