Jumat, 04 April 2014

Tipu-daya Samiri & "Patung Anak Sapi" dari Perhiasan



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  190

Tipu-daya Samiri   &   “Patung Anak Sapi” dari Perhiasan  

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
Pada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai  Tanda dari langit selain terjadinya gejala meteorik yang istimewa, yaitu terjadinya peristiwa “gerhana bulan dan matahari” dalam tahun 1885 sehubungan dengan pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Imam Mahdi a.s. – “Hakim yang adil” sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. tentang tanda yang tidak dapat ditiru mengenai Imam Mahdi yang asli untuk membedakan dari 30 orang Mahdi palsu:
Sesungguhnya  bagi Mahdi kami ada dua tanda yang belum pernah terjadi sejak saat langit dan bumi diciptakan, yaitu: Gerhana bulan pada malam pertama bulan Ramadhan, dan gerhana matahari pada pertengahan bulan itu juga”. (Sunan Ad-Daruqutni).
       Dengan demikian Al-Quran,  hadits dan sejarah memberikan kesaksian, bahwa berjatuhannya meteor-meteor dalam jumlah yang luar biasa besarnya dan juga peristiwa gerhana bulan dan matahari pada bulan Ramadhan yang sama pada tahun 1885 merupakan Tanda-tanda dari langit mengenai  munculnya seorang Mushlih rabbani (Rasul Allah) di Akhir Zaman ini.
      Tahun 1891  Pendiri Jamaah Ahmadiyah,   Mirza  Ghulam Ahmad a.s. atas perintah Allah Swt.  memproklamirkan diri sebagai  Imam Mahdi yang  kedatangannya dijanjikan oleh Nabi Besar Muhammad saw.. Atas pendakwaan tersebut para ulama Islam di daratan Hindustan menuntut tanda ajaib samawi sesuai dengan nubuwwat Nabi Muhammad saw. dalam hadits tersebut.
        Sungguh ajaib, pada tahun 1894 -- tiga tahun setelah     Mirza Ghulam Ahmad a.s. memproklamirkan diri sebagai Imam Mahdi a.s.   – pada bulan Ramadhan tahun itu terjadi  gerhana bulan dan gerhana matahari   persis seperti dinubuwwatkan Nabi Muhammad saw. tentang Imam Mahdi yang asli  yakni “Limahdiyinaa ayatain  -- bagi Mahdi kami ada dua tanda…).

Makna “Syaitan Pencuri Dengar

         Banyak para ahli falaq juga menolak keterangan Hadits ini dan menganggapnya sebagai dhaif  (lemah), karena dalam teori  ilmu falaq  tak mungkin gerhana bulan dan matahari akan terjadi pada satu bulan yang sama. Namun apa pun kata para ahli falaq, kalau nubuwwat Nabi Besar Muhammad saw. dalam hadits tersebut  terbukti kebenarannya maka   -- kecuali orang yang hatinya degil --   tentu tak seorang pun dapat mengingkari kebenarannya.
Kembali kepada firman Allah Swt. sebelumnya mengenai “syaitan pencuri dengar” yang  dikejar  oleh “nyala api  yang bercahaya terang benderang”:
وَ لَقَدۡ جَعَلۡنَا فِی السَّمَآءِ بُرُوۡجًا وَّ زَیَّنّٰہَا  لِلنّٰظِرِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ  حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar   telah menjadikan gugusan-gugusan bintang di langit dan Kami telah menghiasinya  untuk orang-orang yang melihat.   Dan  Kami telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, kecuali  jika ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan memutarbalikkannya maka ia dikejar kobaran nyala api yang terang-benderang.   (Al-Hijr [15]:17-19). 
        Kata “syaitan” dalam QS.15:18 dapat dianggap menunjuk kepada ahli-ahli nujum dan tukang-tukang tenung. Dalam hal itu “merajam syaitan-syaitan” (QS.67:6) akan berarti bahwa manakala di dunia ini tidak ada seorang Mushlih Rabbani (Rasul Allah), maka  ahli-ahli nujum dan tukang-tukang sihir dalam permainan kotor mereka menipu orang-orang yang bodoh akan berhasil sampai batas tertentu.
      Tetapi dengan munculnya seorang Mushlih Rabbani (Rasul Allah) maka ilmu mereka yang lancung itu terbuka kedoknya dan orang-orang dengan mudah dapat membedakan antara kabar-kabar gaib dari rasul-rasul Ilahi dengan dugaan-dugaan dan terkaan-terkaan dari ahli-ahli nujum dan tukang-tukang sihir yang  juga “berjubah agama”.
     Ayat ini dapat juga diartikan, bahwa tatkala beberapa orang yang buruk pikirannya  mengambil sepotong dari wahyu Ilahi dengan menceraikannya dari susunan kalimatnya, dan berusaha menyebar-luaskannya dalam bentuk yang sudah rusak itu, maka sebuah tanda baru datang laksana sekilas cahaya yang berbinar-binar lalu menghancur-leburkan rencana-rencana buruk orang-orang yang bertingkah laku seperti syaitan itu.

Tipu Daya yang Dilakukan Samiri

       Sehubungan dengan  manusia-manusia syaitan  atau “tukang-tukang sihir” seperti itu, dalam Al-Quran dikemukakan tipu-daya yang dilakukan Samiri berkenaan dengan pembuatan  patung anak sapi yang kemudian disembah oleh Bani Israil  karenay  tertipu oleh Samiri. Hal tersebut diberitahukan Allah Swt.  kepada Nabi Musa a.s.  ketika beliau sedang “bertemu” Allah Swt.   di gunung Thur, firman-Nya:
وَ  مَاۤ   اَعۡجَلَکَ  عَنۡ  قَوۡمِکَ  یٰمُوۡسٰی ﴿﴾  قَالَ ہُمۡ اُولَآءِ عَلٰۤی  اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ اِلَیۡکَ  رَبِّ  لِتَرۡضٰی﴿﴾  قَالَ فَاِنَّا قَدۡ فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ وَ اَضَلَّہُمُ  السَّامِرِیُّ ﴿﴾  فَرَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ  اَسِفًا ۬ۚ  قَالَ یٰقَوۡمِ  اَلَمۡ  یَعِدۡکُمۡ  رَبُّکُمۡ وَعۡدًا حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ  اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ غَضَبٌ  مِّنۡ  رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾  قَالُوۡا مَاۤ  اَخۡلَفۡنَا مَوۡعِدَکَ بِمَلۡکِنَا وَ لٰکِنَّا حُمِّلۡنَاۤ  اَوۡزَارًا مِّنۡ زِیۡنَۃِ الۡقَوۡمِ فَقَذَفۡنٰہَا فَکَذٰلِکَ اَلۡقَی  السَّامِرِیُّ ﴿ۙ﴾  فَاَخۡرَجَ لَہُمۡ عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ فَقَالُوۡا ہٰذَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ وَ اِلٰہُ  مُوۡسٰی ۬ فَنَسِیَ﴿ؕ﴾ 
"Dan apakah yang mem­buat engkau tergesa-gesa men­dahului kaum engkau hai Musa?"   Ia, Musa, berkata: "Mereka itu mengikuti jejakku karena itu aku bergegas menghadap kepada Engkau, ya Rabb-ku ( Tuhan-ku) supaya  Engkau ridha."   Dia berfirman, `"Maka  sesungguhnya Kami  telah menguji kaum engkau sepeninggal engkau dan seorang   Samiri  telah me­nyesatkan mereka."  Lalu  Musa kembali kepada kaumnya marah dan sedih ia  berkata: "Hai kaumku, bukankah  Rabb (Tuhan) kamu telah menjanjikan kepada kamu suatu janji yang baik? Apakah masa sempurnanya janji itu terlalu lama bagi kamu, ataukah kamu menghendaki  supaya kemurkaan dari  Rabb (Tuhan) kamu me­nimpamu  karena kamu telah mengingkari perjanjian denganku?” Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak mengingkari perjanjian dengan engkau atas kehendak kami sendiri, melainkan kami memikul beban perhiasan kaum itu,  dan kami campakkan semua  maka demikian pula orang-orang Samiri mencampak­kannya." Lalu Samiri mengeluarkan  patung  seekor anak sapi untuk  mereka, suatu jasad belaka yang mem­punyai suara lenguhan, kemudian mereka berkata: "Inilah tuhan kamu dan tuhan Musa,  tetapi ia telah lupa." (Thā Hā [20]:84-89).
  Samiri boleh jadi kata benda relatif, berasal dari kata samirah, orang­orang Samaria, suatu kaum yang konon kabarnya termasuk salah satu di antara suku-suku keturunan Israil; atau suatu mazhab agama Yahudi, yang berbeda dengan orang-orang Yahudi lainnya dalam beberapa adat kebiasaannya. 
  Sebenarnya mereka itu penghuni Samaria. Nama itu sekarang terbatas pada suatu kabilah kecil orang-orang yang berdiam di Nablus yang menyebut dirinya "Bene Yisrael. "Sejarah mereka sebagai satu masyarakat yang terpisah, rnulai diambilnya wilayah Samaria oleh orang-orang Assyr pada tahun 722 s.M. (Lexicon Lane & Jewish Encyclopaedia).
  Di dalam Al-Quran pada ayat-ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Mesir memberikan perhiasan-perhiasan mas dan perak kepada Bani Israil menurut kehendak mereka sendiri, sedangkan Bible menuduh Bani Israil merampas perhiasan­-perhiasan itu dari orang-orang Mesir (Keluaran 12:36).
 Tetapi dalam hal ini seperti biasa Bible mengemukakan sesuatu yang bertentangan dengan isi Bible sendiri. Di tempat lain (Keluaran 12:33) Bible berkata, bahwa orang-orang Mesir sendiri yang memberikan perhiasan-perhiasan itu kepada Bani Israil  dan mendesak supaya mereka meninggalkan Mesir dengan segera. Dalil dan akal sehat, mendukung pernyataan Al-Quran.

Kesia-siaan Menyembah “Patung Anak Sapi

   Bani Israil tinggal di Mesir dalam perbudakan untuk masa yang panjang, yakni 400 tahun,  dan dalam masa perbudakan itu mereka meniru banyak adat-istiadat, cara hidup,  dan upacara-upacara keagamaan orang-orang Mesir, para penguasa mereka  yaitu biasa menyembah sapi (Encyclopaedia Religions  & Ethics. Vol I,p. 507). Dengan jalan ini mereka berangsur-angsur memupuk sangat kecintaan terhadap sapi, dan ketika mereka ditinggalkan Nabi Musa a.s., orang-orang  Samiri mendapat peluang mengajak mereka itu menyembah sapi.
  Untuk tujuan untuk menghilangkan kecintaan berlebihan Bani Israil terhadap sapi itu pulalah Allah Swt. melalui Nabi Musa a.s. telah memerintahkan  Bani Israil   untuk  menyembelih sapi yang dengan penuh rasa enggan mereka melakukannya setelah menanyakan rincian tanda-tandanya kepada Nabi Musa a.s. (QS.2:68-72), sebab kecintaan berlebihan terhadap sesuatu selain Allah Swt.  pun termasuk syirik (kemusyrikan) juga.
  Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan mengenai kesia-siaan menyembah patung anak sapi yang dibuat oleh Samiri tersebut, firman-Nya:
اَفَلَا  یَرَوۡنَ  اَلَّا  یَرۡجِعُ  اِلَیۡہِمۡ  قَوۡلًا ۬ۙ وَّ لَا یَمۡلِکُ  لَہُمۡ  ضَرًّا  وَّ لَا  نَفۡعًا ﴿٪﴾ وَ لَقَدۡ قَالَ لَہُمۡ ہٰرُوۡنُ مِنۡ قَبۡلُ یٰقَوۡمِ اِنَّمَا فُتِنۡتُمۡ بِہٖ ۚ وَ  اِنَّ رَبَّکُمُ  الرَّحۡمٰنُ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ  وَ اَطِیۡعُوۡۤا  اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالُوۡا لَنۡ نَّبۡرَحَ عَلَیۡہِ عٰکِفِیۡنَ حَتّٰی یَرۡجِعَ   اِلَیۡنَا مُوۡسٰی  ﴿﴾قَالَ یٰہٰرُوۡنُ مَا مَنَعَکَ اِذۡ  رَاَیۡتَہُمۡ ضَلُّوۡۤا ﴿ۙ﴾ اَلَّا  تَتَّبِعَنِ ؕ اَفَعَصَیۡتَ   اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالَ یَبۡنَؤُمَّ  لَا تَاۡخُذۡ بِلِحۡیَتِیۡ  وَ لَا بِرَاۡسِیۡ ۚ اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ ﴿﴾
Apakah mereka itu tidak melihat bahwa patung anak sapi itu tidak memberi jawaban apa-apa  dan tidak mempunyai kekuasaan  untuk me­nyampaikan kemudaratan  atau pun  kemanfaatan?    Dan  sungguh   Harun benar-benar telah berkata kepada mereka sebelum Musa kembali: "Hai kaumku. sesungguhnya kamu telah diuji dengan patung anak sapi ini, dan sesungguhnya Rabb (Tuhan) kamu Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.  Mereka berkata: "Kami tidak akan pernah berhenti menyembahnya hingga Musa kembali kepada kami."  Ia, Musa, berkata: "Hai Harun, apakah yang telah meng­halangi engkau, ketika engkau melihat mereka telah sesat. Apakah engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau mendurhakai perintahku?" la, Harun, berkata:  “Hai anak  ibuku, janganlah me­megang janggutku dan jangan pula rambut kepalaku, sesungguhnya aku takut bahwa engkau berkata:  Engkau telah berbuat perpecahan di antara Bani Israil  dan tidak menjaga perkataanku."  (Thā Hā [20]:90-89).
   Anak sapi sebagai sembahan telah dicela dan dikutuk di sini, sebab anak sapi tidak dapat berbicara kepada para penyembahnya. Faedah apakah dapat diperoleh dari tuhan yang tidak menjawab doa-doa para penyembahnya (QS.21:66-67)? Tuhan semacam itu mati dan tak ubahnya seperti sebatang kayu mati belaka.
   Perbedaan antara Tuhan Yang Hidup dengan tuhan yang mati yaitu bahwa Tuhan Yang Esa itu berbicara dengan para penyembah-Nya, dan mendengar permohonan-permohonan mereka, sedang yang satu lagi tidak dapat berbuat demikian. Tuhan Islam yang sejati yang bersifat Al-Mutakallim (Maha Berbicara) tidak berhenti bicara dengan para penyembah-Nya (QS.42:52-54).
  Allah Swt. masih berbicara dengan mereka seperti dahulu kala, dengan Nabi Adam a.s., Nabi Ibrahim a.s.,  Nabi Musa a.s., Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., dan  Nabi Besar Muhammad saw.  dan akan terus-menerus berbuat demikian sepanjang masa, termasuk di Akhir Zaman ini dengan Rasul Akhir Zaman (QS.3:180; QS.72:27-29).

Akibat Provokasi Samiri Bani Israil  Hampir Membunuh Nabi Harun a.s. 

   Di sini Al-Quran (QS.20:45) menyangkal Bible dan membersihkan Nabi Harun a.s.  dari tuduhan bahwa beliau telah membuat berhala  anak sapi dari logam coran untuk disembah orang-orang Bani Israil (Keluaran 32:4). Al-Quran mengatakan bahwa Nabi Harun a.s..  bukan saja tidak membuat patung anak sapi bagi mereka. bahkan sebaliknya, beliau melarang mereka menyembah berhala yang dibuat orang Samirii bagi mereka.
 Tuduhan ini telah ditolak oleh para penulis Kristen sendiri sebagai suatu hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar (Encyclopardia Britannica pada kata "The Golden Calf'). Di dalam Surah Al-A’rāf   Nabi Harun a.s. menerangkan kepada Nabi Musa a.s.  bahwa  Bani Israil hampir membunuh beliau karena  telah melarang  mereka mengikuti ajakan Samiri, firman-Nya:
وَ لَمَّا رَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۙ قَالَ بِئۡسَمَا خَلَفۡتُمُوۡنِیۡ  مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ۚ اَعَجِلۡتُمۡ اَمۡرَ رَبِّکُمۡ ۚ وَ اَلۡقَی الۡاَلۡوَاحَ وَ اَخَذَ بِرَاۡسِ اَخِیۡہِ یَجُرُّہٗۤ اِلَیۡہِ ؕ قَالَ ابۡنَ اُمَّ  اِنَّ  الۡقَوۡمَ اسۡتَضۡعَفُوۡنِیۡ  وَ کَادُوۡا یَقۡتُلُوۡنَنِیۡ ۫ۖ فَلَا تُشۡمِتۡ بِیَ الۡاَعۡدَآءَ وَ لَا تَجۡعَلۡنِیۡ مَعَ  الۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِاَخِیۡ وَ اَدۡخِلۡنَا فِیۡ رَحۡمَتِکَ ۫ۖ وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan tatkala Musa  kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih, ia berkata:  Sangat  buruk  apa yang kamu kerjakan sebagai wakilku sepeninggalku. Apakah kamu hendak mendahului perintah Tuhan kamu?” Lalu ia meletakkan lempeng-lempeng batu tulis itu dan merenggut kepala saudaranya seraya menariknya kepa-danya.   Harun berkata:  “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini memandang aku lemah dan mereka hampir  membunuhku, maka  janganlah engkau membiarkan musuh-musuhku mengejekku dan janganlah engkau menganggapku termasuk kaum yang zalim.”   Musa berkata:  “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), ampunilah aku dan juga untuk saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, karena Engkau Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (Al-A’rāf  [7]:151-152).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  21  Februari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar