بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
208
Hubungan Perumpamaan “Sungai
Khamar” dengan“Pendakian Terjal” di Jalan Allah Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan firman-Nya dalam
Surah Ad-Dahr -- Al-Insān [76]:6-11 mengenai makna kafūr dalam ayat یَشۡرَبُوۡنَ مِنۡ کَاۡسٍ کَانَ مِزَاجُہَا
کَافُوۡرًا -- “mereka minum
dari piala yang campurannya kapur”, berasal
dari kafara, yang berarti menutup
atau menekan.
Arti ayat ini ialah meneguk minuman
yang campurannya kapur
akan membawa akibat meredanya atau melemahnya gejolak hawa nafsu kebinatangan, dan hati orang-orang beriman yang bertakwa akan disucikan dari segala pikiran
kotor, dan mereka akan didinginkan
dengan kesejukan irfan (makrifat) Ilahi yang mendalam.
Selanjutnya makna ayat یُفَجِّرُوۡنَہَا
تَفۡجِیۡرًا -- “mereka
memancarkannya dengan pancaran yang deras”, bahwa di dalam surga,
orang-orang beriman yang bertakwa
akan minum dari cawan yang diisi minuman dari sumber-sumber mata air yang digali dan dipancarkan
oleh mereka sendiri dengan bekerja keras
(QS.29:70; QS.84:7) karena itulah arti kata tafjīr.
Semata-mata
Mencari Keridhaan Allah Swt. & Melaksanakan HaququlLāh dan Haququl
‘Ibad
Berbagai perbuatan baik atau amal shaleh yang telah dilakukan mereka
dalam kehidupan duniawi – antara lain berupa memenuhi nazar, memberi makan
orang miskin, anak yatim, tawanan dan
lain-lain -- akan nampak di akhirat dalam bentuk pancaran sumber-sumber mata air, karena semua itu mereka lakukan semata-mata
untuk mencari keridhaan Allah Swt.:
اِنَّمَا نُطۡعِمُکُمۡ لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ
جَزَآءً وَّ لَا
شُکُوۡرًا ﴿﴾ اِنَّا نَخَافُ مِنۡ رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا قَمۡطَرِیۡرًا ﴿﴾
“Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu
karena mengharapkan keridhaan Allah,
Kami tidak mengharapkan dari kamu
balasan dan tidak pula ucapan terima
kasih. Sesungguhnya kami takut azab
dari Rabb (Tuhan) kami pada suatu hari muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Ad-Dahr -- Al-Insān [76]:10-11).
Jadi, penganugerahan minuman surgawi yang campurannya “kafur” hal itu
mengisyaratkan kepada tingkat pertama
dalam perkembangan ruhani yang
menghendaki kerja keras dan tidak putus-putus pada pihak orang-orang
beriman dan bertakwa, sebab selama manusia belum dapat mengendalikan serta menekan
hawa nafsu jahatnya maka selama itu
ia tidak dapat membuat suatu kemajuan
ruhani karena mereka tidak berusaha melepaskan diri dari
cengkraman nafs ammarah (QS.12:54),
yang mengakibatkan tidak akan pernah
memperoleh “mata air” yang memancar deras, sebagaimana yang tercantum dalam ayat ini yaitu berupa pancaran mata air
kecintaan Allah dan makrifat Ilahi.
Makna “menyempurnakan nazar” berarti
melaksanakan kewajiban-kewajiban manusia
terhadap Allah Swt. yaitu melaksanakan haququlLāh (hablun-minalLāh), sedangkan kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesama manusia (haququl
‘ibad atau hablun- minan-nas) disebut dalam ayat berikutnya, dengan demikian ayat:
اِنَّمَا
نُطۡعِمُکُمۡ لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ جَزَآءً وَّ
لَا شُکُوۡرًا ﴿﴾ اِنَّا نَخَافُ مِنۡ رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا قَمۡطَرِیۡرًا ﴿﴾
“Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu karena mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak mengharapkan dari kamu balasan
dan tidak pula ucapan terima
kasih. Sesungguhnya kami takut azab
dari Rabb (Tuhan) kami pada suatu hari muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Ad-Dahr
-- Al-Insān [76]:10-11),
berarti:
(1) karena orang-orang yang beriman dan
mukhlis mencintai Allah Swt. maka
untuk memperoleh ridha-Nya mereka
memberi makan kepada orang-orang
miskin, anak-anak yatim, dan
tawanan-tawanan’
(2) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin demi ingin menjamin makan mereka,
artinya, mereka beramal saleh dengan memberi makan kepada orang-orang miskin
demi ingin beramal saleh, tidak untuk mencari pahala, penghargaan atau
persetujuan atas apa yang dilakukan mereka.
(3) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, anak-anak yatim, dan tawanan, sedang mereka sendiri cinta kepada uang yang
dibelanjakan mereka bagi mereka itu.
(4) Mereka memberi makan makanan yang sehat dan baik
kepada orang-orang miskin, anak-anak yatim, dan tawanan, sebab kata tha’am berarti makanan sehat (Lexicon Lane).
Yaumun ‘abūsun: hari penuh sengsara atau
hari bencana, atau hari yang menyebabkan orang bersedih hati, dan yaumun
qamtharīrun berarti hari yang penuh kesedihan atau hari bencana, atau hari
yang menyebabkan orang mengerutkan kening atau mengernyitkan kulit di antara
kedua belah matanya (Laxicon Lane).
“Minuman Surgawi” yang Campurannya “Zanjabil” (Jahe)
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai minuman surgawi
lainnya yang campurannya zanjabil
(jahe):
فَوَقٰہُمُ اللّٰہُ شَرَّ ذٰلِکَ
الۡیَوۡمِ وَ لَقّٰہُمۡ نَضۡرَۃً
وَّ سُرُوۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ جَزٰىہُمۡ بِمَا صَبَرُوۡا
جَنَّۃً وَّ حَرِیۡرًا﴿ۙ﴾ مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا
وَّ لَا
زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ دَانِیَۃً
عَلَیۡہِمۡ ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ
قُطُوۡفُہَا تَذۡلِیۡلًا ﴿﴾ وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ بِاٰنِیَۃٍ
مِّنۡ فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ
کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠ ﴿ۙ﴾ قَؔوَارِیۡرَا۠ مِنۡ فِضَّۃٍ قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿﴾ وَ یُسۡقَوۡنَ فِیۡہَا کَاۡسًا
کَانَ مِزَاجُہَا زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ﴾
عَیۡنًا
فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿﴾
Maka Allah memelihara
mereka dari keburukan hari itu,
dan menganugerahkan kepada mereka kesenangan
dan kebahagiaan. Dan Dia membalas mereka karena kesabaran
mereka dengan kebun dan sutera, duduk
bersandar di dalamnya di atas
dipan-dipan, mereka tidak melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula
dingin yang sangat. Dan keteduhannya
didekatkan atas mereka dan tandan-tandan
buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari
perak diedarkan kepada
mereka dan piala-piala seperti kaca, seperti kaca, terbuat dari
perak, mereka mengukurnya sesuai
dengan ukuran. Dan di dalamnya mereka
diberi gelas minuman yang campurannya jahe. Dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Ad-Dahr
-- Al-Insān [76]:12-19).
Setelah menerangkan bermacam-macam kenikmatan surgawi -- yang mengandung falsafah sangat dalam --
selanjutnya diterangkan وَ یُسۡقَوۡنَ فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا
زَنۡجَبِیۡلًا “dan di dalamnya mereka diberi gelas minuman
yang campurannya jahe, عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا dari mata
air di dalamnya yang disebut Salsabil.”
Kata zanjabil -- sebagai kata majemuk, adalah paduan
kata zanā (naik) dan jabal (gunung) -- berarti “ia mendaki gunung”. Zanjabil atau
jahe itu sangat berfaedah guna
membangkitkan suhu badan, panas
secara alamiah. Zanjabil memberi kekuatan
dan membangkitkan suhu panas dalam
badan yang lemah sehingga orang itu
mampu mendaki ketinggian-ketinggian
yang terjal.
Falsafah “Minuman
Surgawi” yang Dicampur “Kapur” dan “Zanjabi” (Jahe) & “Pendakian” yang Sangat Terjadi
Keterangan mengenai
dua macam “minuman surgawi” yang di dalamnya kata kafūr dan
kata zanjabil (jahe) disebut, dimaksudkan menarik perhatian kepada kedua tingkat keadaan ruhani
yang orang beriman harus melaluinya untuk meraih kemajuan ruhani, yakni dari tingkat rendah sebagai budak nafsunya pada keadaan nafs Ammarah (QS.12:54), meningkat ke ketinggian budipekerti dan ketakwaan keadaan nafs
Lawwamah (QS.75:3) dan nafs
Muthmainnah (QS.89:28-31).
Tingkat pertama, yang pada tingkat itu zat-zat racun ditindas dan gejolak nafsu jadi mereda, disebut
tingkat kafur, sebab pada tingkat
inilah penindasan terhadap zat-zat racun berlaku, seperti halnya kapur barus atau kamper mempunyai khasiat melenyapkan akibat yang kuat dorongan nafsu.
Tetapi kekuatan
ruhani yang diperlukan guna mengatasi segala kesukaran dalam perjalanan
ruhani menempuh suluk, diperoleh pada
tingkat kedua, yang disebut tingkat zanjabil (jahe). Sebab jahe ruhani yang mempunyai khasiat
seperti obat kuat pada sistem keruhanian adalah berupa pengejawantahan
keindahan dan kemuliaan Ilahi
atau tajjalliyati Ilahiyah (penampakkan
kekagungan Allah Swt.), yang memberi makan
kepada ruh.
Dibantu oleh penjelmaan keindahan
dan kemuliaan Ilahi atau tajjalliyati Ilahiyah (penampakkan
kekagungan Allah Swt.) itulah sang pengembara
ruhani (salik) mampu menempuh padang
pasir tandus dan menaiki ketinggian-ketinggian
pendakian terjal yang dijumpai
olehnya pada perjalanan ruhaninya.
Berikut adalah firman
Allah Swt. mengenai “pendakian terjal” yang harus ditempuh oleh orang yang melakukan suluk (perjalanan ruhani) menuju puncak-puncak ketinggian “perjumpaan” dengan Allah Swt. dalam
rangka mencapai maqam-maqam ruhani yang
disebut fana, baqa dan liqa (QS.2:113):
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ لَاۤ اُقۡسِمُ
بِہٰذَا الۡبَلَدِ ۙ﴿﴾ وَ اَنۡتَ حِلٌّۢ
بِہٰذَا
الۡبَلَدِ ۙ﴿﴾ وَ وَالِدٍ وَّ مَا وَلَدَ ۙ﴿﴾ لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِیۡ کَبَدٍ ؕ﴿﴾ اَیَحۡسَبُ اَنۡ لَّنۡ یَّقۡدِرَ عَلَیۡہِ اَحَدٌ
ۘ﴿﴾
یَقُوۡلُ اَہۡلَکۡتُ مَالًا لُّبَدًا ؕ﴿﴾ اَیَحۡسَبُ اَنۡ لَّمۡ یَرَہٗۤ
اَحَدٌ ؕ﴿﴾ اَلَمۡ نَجۡعَلۡ لَّہٗ عَیۡنَیۡنِ ۙ﴿﴾ وَ لِسَانًا وَّ
شَفَتَیۡنِ ۙ﴿﴾ وَ ہَدَیۡنٰہُ النَّجۡدَیۡنِ ﴿ۚ﴾ فَلَا
اقۡتَحَمَ الۡعَقَبَۃَ ﴿۫ۖ﴾
وَ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا الۡعَقَبَۃُ ﴿ؕ﴾ فَکُّ رَقَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ اَوۡ اِطۡعٰمٌ فِیۡ یَوۡمٍ ذِیۡ مَسۡغَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ یَّتِیۡمًا ذَا
مَقۡرَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ اَوۡ مِسۡکِیۡنًا
ذَا مَتۡرَبَۃٍ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ کَانَ مِنَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ تَوَاصَوۡا
بِالصَّبۡرِ وَ تَوَاصَوۡا
بِالۡمَرۡحَمَۃِ ﴿ؕ﴾ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ﴿ؕ﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِنَا ہُمۡ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ﴿ؕ﴾ عَلَیۡہِمۡ
نَارٌ مُّؤۡصَدَۃٌ ﴿٪﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Tidak demikian, Aku
bersumpah dengan kota ini, dan engkau akan singgah di kota ini.
Dan demi ayah dan anak, sungguh Kami benar-benar telah menciptakan manusia supaya bekerja keras. Apakah
ia menyangka bahwa tidak ada seorang pun berkuasa atas-nya?
Ia berkata: “Aku telah
menghabiskan harta yang banyak.” Apakah ia
menyangka bahwa tidak ada seorang
pun melihatnya? Tidakkah Kami menjadikan baginya sepasang mata? Dan sebuah lidah serta dua buah bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi ia
tidak mendaki pendakian terjal. Dan
apakah yang engkau ketahui apa pendakian
terjal itu? Yaitu memerdekakan
budak, atau memberi makan pada hari kelaparan kepada
anak yatim kerabat atau kepada
orang miskin yang terbaring di debu. Kemudian dia menjadi di antara orang-orang beriman dan menasihati satu sama lain supaya bersabar
dan mengajak satu sama lain berbelas
kasih. Mereka ini golongan kanan. Dan orang-orang yang kafir kepada Tanda-tanda
Kami mereka itu golongan kiri. Atas
mereka akan ada Api yang tertutup.
(Al-Balad [90]:1-20).
“Minuman Surgawi” yang
Dicampur “Zanjabil” (Jahe)
Jadi, rincian “pendakian terjal” – bahkan sangat terjal – yang harus ditempuh oleh para sālik (penempuh jalan ruhani) menuju “perjumpaan”
dengan Allah Swt. tersebut adalah:
اَلَمۡ نَجۡعَلۡ لَّہٗ عَیۡنَیۡنِ
ۙ﴿﴾ وَ لِسَانًا وَّ
شَفَتَیۡنِ ۙ﴿﴾ وَ ہَدَیۡنٰہُ النَّجۡدَیۡنِ ﴿ۚ﴾ فَلَا
اقۡتَحَمَ الۡعَقَبَۃَ﴿۫ۖ﴾ وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا الۡعَقَبَۃُ ﴿ؕ﴾ فَکُّ رَقَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ اَوۡ اِطۡعٰمٌ
فِیۡ یَوۡمٍ ذِیۡ مَسۡغَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ یَّتِیۡمًا ذَا
مَقۡرَبَۃٍ﴿ۙ﴾ اَوۡ مِسۡکِیۡنًا
ذَا مَتۡرَبَۃٍ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ کَانَ مِنَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ تَوَاصَوۡا
بِالصَّبۡرِ وَ تَوَاصَوۡا
بِالۡمَرۡحَمَۃِ ﴿ؕ﴾ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ
الۡمَیۡمَنَۃِ ﴿ؕ﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِنَا ہُمۡ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ﴿ؕ﴾ عَلَیۡہِمۡ
نَارٌ مُّؤۡصَدَۃٌ ﴿٪﴾
Tidakkah Kami menjadikan baginya sepasang mata? Dan sebuah
lidah serta dua buah bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi ia
tidak mendaki pendakian terjal. Dan
apakah yang engkau ketahui apa pendakian
terjal itu? Yaitu memerdekakan
budak, atau memberi makan pada hari
kelaparan kepada anak yatim kerabat atau kepada orang miskin yang terbaring di debu. Kemudian dia menjadi di antara orang-orang beriman dan menasihati satu sama lain supaya bersabar
dan mengajak satu sama lain berbelas
kasih. Mereka ini golongan kanan. Dan orang-orang
yang kafir kepada Tanda-tanda Kami mereka itu golongan
kiri. Atas mereka akan ada Api yang tertutup. (Al-Balad
[90]:9-20).
Jihad
ruhani yang hakiki -- berupa melakukan “pendakian terjal” -- tersebut hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang beriman dan bertakwa yang
secara ruhani telah mendapat “minuman surgawi” yang campurannya kafur dan zanjabil (jahe), atau yang
akan memperoleh “sungai surgawi” dari jenis “khamar”, sebab hanya mereka yang
telah meraih makrifat Ilahi
yang sempurna seperti itulah yang akan memiliki “kerinduan” atau mengalami “mabuk
kepayang” kepada Kekasih-nya yang Hakiki yakni Allah Swt., firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ
یَتَغَیَّرۡ طَعۡمُہٗ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ
لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ
مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan
surga yang dijanjikan kepada orang-orang
yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai
yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai
susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb
(Tuhan) mereka. Apakah sama seperti
orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
Itulah
hubungan “sungai khamar” dengan “minuman surgawi” yang campurannya “zanjabil” (jahe), yang mengisyaratkan
kepada kerinduan cinta atau mabuk-kepayang
yang dirasakan oleh hamba-hamba Allah yang merindukan kedekatan -- bahkan “perjumpaan” – dengan Allah Swt., sebagaimana diisyaratkan
dengan kata salsabil, firman-Nya:
فَوَقٰہُمُ اللّٰہُ شَرَّ ذٰلِکَ
الۡیَوۡمِ وَ لَقّٰہُمۡ نَضۡرَۃً
وَّ سُرُوۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ جَزٰىہُمۡ بِمَا صَبَرُوۡا
جَنَّۃً وَّ حَرِیۡرًا﴿ۙ﴾ مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا یَرَوۡنَ فِیۡہَا
شَمۡسًا وَّ لَا زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ﴾
وَ
دَانِیَۃً عَلَیۡہِمۡ ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ قُطُوۡفُہَا
تَذۡلِیۡلًا ﴿﴾ وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ بِاٰنِیَۃٍ
مِّنۡ فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ
کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠ ﴿ۙ﴾ قَؔوَارِیۡرَا۠ مِنۡ فِضَّۃٍ قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿﴾ وَ یُسۡقَوۡنَ فِیۡہَا کَاۡسًا
کَانَ مِزَاجُہَا زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ﴾
عَیۡنًا
فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿﴾
Maka Allah memelihara
mereka dari keburukan hari itu,
dan menganugerahkan kepada mereka kesenangan
dan kebahagiaan. Dan Dia membalas mereka karena kesabaran
mereka dengan kebun dan sutera, duduk bersandar
di dalamnya di atas dipan-dipan,
mereka tidak melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula
dingin yang sangat. Dan keteduhannya
didekatkan atas mereka dan tandan-tandan
buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari
perak diedarkan kepada
mereka dan piala-piala seperti kaca, seperti kaca, terbuat dari
perak, mereka mengukurnya sesuai
dengan ukuran. Dan di dalamnya mereka
diberi gelas minuman yang campurannya jahe. Dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Ad-Dahr
-- Al-Insān [76]:12-19).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 11 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar