بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
202
Falsafah Berbagai Jenis “Sungai Surgawi” di Akhirat
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai makna kalimat Adhallahullāh
yang berarti: (1) Allah Swt. menetapkan
dia berada dalam kekeliruan; (2)
Allah Swt. meninggalkan atau membiarkan
dia sehingga ia tersesat (Kasysyaf); (3) Allah Swt. mendapatkan
atau meninggalkan dia dalam kekeliruan atau membiarkan dia tersesat (Lexicon
Lane), firman-Nya:
ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ
بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ
Dengannya Dia menyesatkan banyak orang
dan dengannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, dan
sekali-kali tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang fasik. (Al-Baqarah
[2]:27-28).
Dengan
demikian kata بِہٖ (dengannya) dalam ayat tersebut bisa merujuk
kepada Al-Quran atau kepada perumpamaan-perumpamaan atau misal-misal
yang dikemukakan Allah Swt.. Itulah sebabnya walau pun benar Nabi Besar
Muhammad saw. dan Al-Quran merupakan Rasul
Allah dan Kitab suci terakhir dan tersempurna
(QS.5:4) dan untuk kepentingan seluruh umat manusia (QS.2:186; QS.7:159;
QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29), tetapi Allah Swt. menyatakan dalam Al-Quran bahwa hanya
orang-orang yang bertakwa sajalah
yang akan memperoleh petunjuk yang
sebenarnya dari Al-Quran (QS.2:1-8).
Demikianlah
penjelasan mengenai falsafah perumpamaan nikmat-nikmat surga yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran
tentang hubungan iman dan amal shaleh
dengan ganjaran di akhirat
berupa “kebun-kebun” yang di bawahnya
“mengalir sungai-sungai” (QS.2:26).
Macam-macam “Sungai Surgawi” di Akhirat dan Falsafahnya
Bukti lainnya
bahwa gambaran nikmat-nikmat dalam surga mau pun
siksaan-siksaan dalam neraka yang dikemukakan Allah Swt. dalam
Al-Quran merupakan perumpamaan yang mengandung falsafah serta hikmah yang
sangat halus dan dalam, dalam
firman-Nya berikut ini Allah Swt. mengemukakan bermacam-macam sungai surgawi yang disediakan bagi para
penghuni surga sesuai dengan
tingkat ketinggian maqam (martabat)
keruhanian mereka, firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ
فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ یَتَغَیَّرۡ
طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ
مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ
الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak akan rusak;
dan sungai-sungai susu yang rasanya
tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb
(Tuhan) mereka. Apakah sama seperti
orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
Kepada orang-orang
yang beriman dan beramal shaleh dijanjikan di dunia ini
dan di akhirat (1) sungai-sungai yang
airnya murni (air tawar); (2) sungai-sungai susu yang rasanya tidak
akan berubah, (3) sungai-sungai arak
yang memberikan perasaan gembira dan (4) sungai-sungai
madu yang telah dijernihkan.
Kata anhār (sungai-sungai) yang telah dipergunakan empat kali dalam ayat
ini, di samping arti-arti lain berarti
juga cahaya dan berlimpah-limpah; dan kata 'asal dalam ayat وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی -- “dan sungai-sungai madu yang
dijernihkan” antara lain berarti amal
baik atau amal saleh yang merebut
kecintaan dan penghargaan manusia terhadap si pelakunya.
Mengingat akan arti yang terkandung di dalam
kedua kata tadi, ayat ini dapat juga berarti, bahwa 4 hal yang disebutkan itu
akan dianugerahkan kepada orang-orang bertakwa dengan berlimpah-limpah. (1) Air adalah sumber segala kehidupan (QS.21:31); (2) susu memberikan kesehatan dan kekuatan
kepada badan; (3) anggur (khamar) memberikan
rasa senang dan kelupaan akan segala kesusahan,
dan (4) madu berkhasiat menyembuhkan banyak macam penyakit.
Jika difahamkan dalam pengertian jasmani, maka ayat ini akan berarti bahwa dalam kehidupan di dunia ini orang-orang
beriman akan memperoleh semua barang itu dengan berlimpah-limpah sehingga membuat kehidupan jadi senang, nikmat dan bermanfaat; dan bila diambil secara kiasan dan dalam pengertian
ruhani maka hal itu akan berarti
bahwa orang-orang beriman mendapatkan
kehidupan yang penuh kepuasan —
dianugerahi ilmu keruhanian, akan minum anggur kecintaan Ilahi dan akan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang
akan merebut kecintaan dan penghargaan manusia terhadap diri
mereka.
Ucapan Orang-orang Munafik
Mengenai Nabi Besar Muhammad Saw.
Contoh
atau bukti yang paling sempurna
mengenai kenyataan tersebut
adalah Nabi Besar Muhammad saw. -- seperti tergambar dari arti nama “Muhammad” yakni “yang terpuji” -- namun
demikian bagi orang-orang yang “hatinya
berpenyakit”, berbagai “suri teladan” terbaik (QS.33:22) yang
Nabi Besar Muhammad saw. tampilkan dalan
semua segi kehidupan beliau saw. tidak
memberikan manfaat kepada mereka, firman-Nya:
وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّسۡتَمِعُ اِلَیۡکَ ۚ حَتّٰۤی اِذَا خَرَجُوۡا مِنۡ عِنۡدِکَ قَالُوۡا
لِلَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ
مَاذَا قَالَ اٰنِفًا ۟ اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ طَبَعَ
اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ
اتَّبَعُوۡۤا اَہۡوَآءَہُمۡ ﴿﴾
Dan di antara mereka ada yang mendengarkan engkau hingga apabila mereka berlalu dari hadapan engkau
mereka berkata kepada orang-orang yang
telah diberi ilmu: "Apa yang telah dikatakannya tadi?"
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah memeterai hati
mereka dan mereka mengikuti hawa
nafsunya. (Muhammad [47]:17).
Karena orang-orang
munafik itu bermuka dua dan lidahnya
“bercabang” karena itu pada umumnya mereka mempergunakan bahasa dengan mengandung makna ganda. Ia melakukan demikian untuk
melepaskan dirinya dari situasi serba
canggung sehingga apabila seandainya susunan kalimat ucapannya akan melibatkan dirinya dalam kesusahan, ia akan mampu mengelakkan
diri dari akibat-akibatnya
dengan membuat susunan kalimat yang
berlainan pengucapannya.
Ungkapan di atas مَاذَا قَالَ
اٰنِفًا -- "Apa yang telah dikatakannya tadi?"
merupakan contoh yang
tepat mengenai bahasa yang mengandung dua makna seperti
dipergunakan orang-orang munafik di
Madinah. Jika salah seorang dari antara mereka, sesudah bertemu dengan Nabi Besar Muhammad saw. kemudian berjumpa dengan seorang Muslim ia biasa berkata: "Apa pula yang dikatakan Rasulullah tadi?"
artinya “Betapa indah dan sangat
bermanfaatnya hal-hal yang telah diucapkan oleh Rasulullah saw.”
Tetapi bila ia kebetulan bersua dengan sesama orang
munafik seperti dirinya sendiri, ia biasa mengatakan kata-kata yang sama tetapi mengandung arti "omong
kosong belaka apa yang telah diucapkan oleh rasul itu."
Benarlah firman-Nya berikut ini kepada
Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِذَا قَرَاۡتَ الۡقُرۡاٰنَ
جَعَلۡنَا بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَ الَّذِیۡنَ
لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ حِجَابًا مَّسۡتُوۡرًا ﴿ۙ﴾ وَّ جَعَلۡنَا عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ اَکِنَّۃً
اَنۡ یَّفۡقَہُوۡہُ وَ فِیۡۤ اٰذَانِہِمۡ وَقۡرًا ؕ وَ اِذَا ذَکَرۡتَ
رَبَّکَ فِی الۡقُرۡاٰنِ وَحۡدَہٗ
وَلَّوۡا عَلٰۤی
اَدۡبَارِہِمۡ نُفُوۡرًا ﴿﴾ نَحۡنُ اَعۡلَمُ
بِمَا یَسۡتَمِعُوۡنَ بِہٖۤ اِذۡ
یَسۡتَمِعُوۡنَ اِلَیۡکَ وَ اِذۡ ہُمۡ
نَجۡوٰۤی اِذۡ یَقُوۡلُ الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾
Dan apabila engkau
membaca Al-Quran, Kami menjadikan antara engkau dan orang-orang yang tidak
beriman kepada akhirat suatu penghalang
yang tersembunyi. Dan Kami menjadikan tutupan di atas hati mereka supaya mereka tidak memahaminya dan dalam telinga mereka ada ketulian. Dan apabila engkau menyebutkan Rabb (Tuhan) engkau Yang Tunggal dalam Al-Quran
mereka membalikkan punggungnya karena
benci. Kami lebih mengetahui untuk apa mereka mendengarkannya ketika mereka mendengarkan engkau dan ketika
mereka sedang berunding secara rahasia, ketika orang-orang
zalim itu berkata satu sama lain: ”Kamu tidak lain melainkan mengikuti seorang laki-laki yang terkena
sihir.” (Bani Israil [17]:46-48).
Adalah tutupan dengki dan cemburu, atau tutupan perasaan hormat yang palsu dan rasa kebanggaan atas kebangsaan, atau tutupan yang timbul dari kekhawatiran
akan kehilangan kedudukan dalam
masyarakat, atau berkurangnya penghasilan
atau pun tutupan sebagai akibat adat kebiasaan dan kepercayaan lama yang dipegang dengan erat dan asyiknyalah yang
menjadi penghalang bagi orang-orang kafir untuk menerima kebenaran yang dibawa para rasul Allah di setiap zaman -- termasuk di Akhir Zaman ini.
Makna “Belenggu Leher” dan “Penghalang”
di Depan dan di Belakang
Mengisyaratkan
kepada tutupan-tutupan itulah -- yang sungguh tidak disadari oleh orang-orang kafir sendiri -- firman-Nya berikut ini:
لَقَدۡ حَقَّ الۡقَوۡلُ عَلٰۤی
اَکۡثَرِہِمۡ فَہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّا جَعَلۡنَا فِیۡۤ اَعۡنَاقِہِمۡ
اَغۡلٰلًا فَہِیَ اِلَی الۡاَذۡقَانِ فَہُمۡ مُّقۡمَحُوۡنَ ﴿﴾ وَ جَعَلۡنَا مِنۡۢ بَیۡنِ اَیۡدِیۡہِمۡ سَدًّا
وَّ مِنۡ خَلۡفِہِمۡ سَدًّا فَاَغۡشَیۡنٰہُمۡ فَہُمۡ لَا یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ سَوَآءٌ
عَلَیۡہِمۡ ءَاَنۡذَرۡتَہُمۡ اَمۡ لَمۡ تُنۡذِرۡہُمۡ لَا
یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّمَا تُنۡذِرُ
مَنِ اتَّبَعَ الذِّکۡرَ وَ خَشِیَ الرَّحۡمٰنَ بِالۡغَیۡبِ ۚ
فَبَشِّرۡہُ بِمَغۡفِرَۃٍ وَّ اَجۡرٍ کَرِیۡمٍ ﴿﴾
Sungguh firman itu benar-benar telah berlaku
atas kebanyakan mereka karena itu mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu
sekeliling leher mereka sampai dagunya maka mereka
tertengadah. Dan Kami
telah memasang penghalang di hadapan mereka dan penghalang di belakang mereka, dan
Kami telah menutupi mereka
maka mereka tidak melihat. Dan sama saja bagi mereka baik engkau memberi peringatan kepada mereka
atau tidak memberi peringatan kepada
mereka, mereka tidak akan beriman.
Sesungguhnya engkau hanya dapat menasihati orang yang
mengikuti peringatan itu dan yang
takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dalam keadaan tidak tampak, maka be-rilah dia kabar gembira
mengenai ampunan dan ganjaran
yang mulia. (Yā Sīn [36]:8-12).
Belenggu-belenggu adat-istiadat, kebiasaan,
dan prasangka yang mengikat
orang-orang kafir yang menghalangi
mereka menerima kebenaran yang
disampaikan rasul Allah dan memadamkan segala usaha membenahi diri. Itulah makna ayat ﴿﴾ اِنَّا جَعَلۡنَا
فِیۡۤ اَعۡنَاقِہِمۡ اَغۡلٰلًا فَہِیَ اِلَی
الۡاَذۡقَانِ -- “Sesungguhnya
Kami telah memasang belenggu sekeliling leher
mereka sampai dagunya.”
Sedangkan
makna فَہُمۡ
مُّقۡمَحُوۡنَ -- “maka mereka
tertengadah”, yaitu bahwa sekali pun bila seseorang mencoba memakai kecerdasan otaknya dan melepaskan diri dari cekikan adat-istiadat dan sebagainya, ia mendapat tekanan dari berbagai penjuru
sehingga ia hampir-hampir tidak dapat melihat dengan lurus lagi,
Ada pun makna ayat وَ جَعَلۡنَا مِنۡۢ
بَیۡنِ اَیۡدِیۡہِمۡ سَدًّا وَّ مِنۡ خَلۡفِہِمۡ سَدًّا فَاَغۡشَیۡنٰہُمۡ فَہُمۡ
لَا یُبۡصِرُوۡنَ -- “Dan Kami telah memasang penghalang di hadapan mereka dan penghalang di belakang mereka, dan Kami telah menutupi mereka maka mereka tidak melihat”, bahwa disebabkan
oleh rintangan kebiasaan, prasangka, dan kesombongan, maka orang-orang
kafir tidak dapat melihat ke depan,
ke hari depan agung lagi cemerlang yang terpampang di hadapan mereka, yaitu andaikata mereka beriman
kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan menerima Islam (Al-Quran), dan mereka tidak dapat menengok
ke belakang untuk mengambil pelajaran
dari sejarah kaum-kaum terdahulu yang
menolak kebenaran para rasul Allah yang diutus kepada mereka dan
ditimpa oleh azab Ilahi (QS.22:46-49).
Petunjuk di Atas Petunjuk & Nubuatan Mengenai “Gelang-gelang Emas” Kisra Fersia
Keadaan
orang-orang kafir tersebut benar-benar bertolak-belakang dengan orang-orang
yang beriman dan bertakwa,
firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ اہۡتَدَوۡا زَادَہُمۡ ہُدًی وَّ اٰتٰہُمۡ تَقۡوٰىہُمۡ ﴿﴾
Dan orang-orang yang mendapat petunjuk,
Dia menambahkan petunjuk kepada
mereka, dan Dia memberikan kepada
mereka balasan ketakwaan mereka. (Muhammad
[47]:18).
Ungkapan Al-Quran itu dapat berarti: (a) Allah
Swt. membuat mereka orang-orang bertakwa;
(b) Dia membukakan bagi mereka
jalan dan cara yang dengan menempuhnya mereka dapat mencapai martabat takwa; (c) Allah Swt. menganugerahkan kepada orang-orang
mukmin rahmat dan berkat yang merupakan hasil kehidupan bertakwa.
Sehubungan dengan tambahan berbagai petunjuk dari Allah Swt. tersebut dalam Surah berikut ini Dia berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ یُدۡخِلُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ لُؤۡلُؤًا ؕ وَ لِبَاسُہُمۡ فِیۡہَا حَرِیۡرٌ ﴿﴾ وَ ہُدُوۡۤا اِلٰی الطَّیِّبِ مِنَ الۡقَوۡلِ ۚۖ وَ
ہُدُوۡۤا اِلَی صِرَاطِ
الۡحَمِیۡدِ ﴿﴾
Sesungguhnya
Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan beramal
saleh ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di
dalamnya mereka
akan dihiasi dengan gelang-gelang emas
dan mutiara, dan di dalamnya pakaian mereka dari sutera.
Dan mereka akan dibimbing kepada ucapan yang baik, dan mereka akan dibimbing ke jalan yang terpuji. (Al-Hajj [22]:24-25).
Nabi
Besar Muhammad saw. menurut
riwayat pernah bersabda “Nil dan Efrat
itu dua buah sungai surgawi” (Muslim
bab al-Jannah). Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat mengetahui, bahwa Allah
Swt. telah menjanjikan kepada mereka “kebun-kebun,”
bukan saja dalam kehidupan di akhirat tetapi di dunia juga; dan mereka mengetahui bahwa dengan “kebun-kebun” di dunia dimaksudkan daerah-daerah kaya dan subur yang pernah diperintah oleh para Kisra dari Persia dan Kaisar dari kerajaan Romawi Timur.
Di masa Khalifah Umar bin Khaththab
r.a. tentara Islam bertempur
di dua medan pertempuran, yaitu di Mesopotamia
dan Siria. Ketika beberapa pemimpin
Arab menghadap beliau dan menawarkan jasa, beliau menanyakan kepada mereka: “Mau
pergi ke negeri yang manakah dari
antara “dua daerah yang dijanjikan”
itu?” (Mesopotamia atau Siria).
Pengalaman Aneh Suraqah bin Malik & Makna “Ucapan yang Baik dan Jalan yang Terpuji”
Nubuatan dalam kalimat
یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ لُؤۡلُؤًا ؕ وَ
لِبَاسُہُمۡ فِیۡہَا حَرِیۡرٌ -- “Di dalamnya mereka akan dihiasi dengan
gelang-gelang emas dan mutiara,
dan di dalamnya pakaian
mereka dari sutera” telah dipenuhi secara harfiah ketika Khalifah Umar bin Khaththab r.a. menyuruh Suraqah bin Malik r.a. memakai gelang-gelang mas yang raja-raja Fersia, biasa memakainya pada
upacara-upacara kenegaraan yang istimewa.
Hal tersebut dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab r.a. guna
menyempurnakan sabda Nabi Besar Muhammad saw. sebelumnya, ketika Suraqah
bin Malik -- karena tertarik oleh
hadiah besar yang dijanjikan Abu
Jahal -- bermaksud akan menangkap Nabi Besar Muhammad saw.
ketika beliau saw. melakukan perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah ditemani
Abu Bakar Shiddiq r.a. (QS.8:31; QS.9:40).
Tetapi setiap kali Suraqah bin Malik sudah
mendekati kedua orang buruannya tersebut,
tiba-tiba kaki depan kuda tunggangannya
selalu terperosok ke dalam pasir,
sehingga Suraqah bin Malik pun terlempar
dari kudanya. Akhirnya ia meyakini bahwa Nabi Besar Muhammad saw. dalam perjalanan hijrah ke Madinah tersebut dilindungi
oleh Allah Swt., lalu ia memohon kepada beliau saw. agar memberi jaminan
keamanan kepadanya.
Pada saat itulah Nabi Besar
Muhammad saw. menubuatkan mengenai kemenangan umat Islam atas kerajaan Fersia dengan bersabda kepada Suraqah bin Malik bahwa ia
akan mengenakan gelang-gelang emas yang biasa dipakai oleh Kisra Fersia. Nubuatan Nabi
Besar Muhammad saw. tersebut mengandung dua arti, yaitu (1) Suraqah bin Malik
akan masuk Islam; dan (2) kerajaan Fersia akan ditaklukkan oleh umat Islam.
Ayat selanjutnya وَ ہُدُوۡۤا اِلٰی الطَّیِّبِ مِنَ
الۡقَوۡلِ ۚۖ وَ ہُدُوۡۤا اِلَی صِرَاطِ
الۡحَمِیۡدِ -- “Dan
mereka akan dibimbing kepada ucapan yang
baik, dan mereka akan dibimbing ke jalan yang terpuji, selain sesuai dengan firman Allah Swt.
sebelumnya: وَ الَّذِیۡنَ اہۡتَدَوۡا زَادَہُمۡ ہُدًی وَّ اٰتٰہُمۡ تَقۡوٰىہُمۡ -- “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Dia menambahkan
petunjuk kepada mereka, dan Dia memberikan kepada mereka balasan ketakwaan mereka. (Muhammad
[47]:18), juga sesuai dengan firman-Nya berikut ini:
وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلٰی دَارِ
السَّلٰمِ ؕ وَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ اِلٰی صِرَاطٍ
مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾ لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا
الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ ؕ وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ
الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan Allah
menyeru manusia ke rumah
keselamatan dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki
ke jalan yang lurus. Bagi orang-orang yang berbuat ihsan ada balasan yang lebih baik serta tambahan-tambahan
yang lain. Dan wajah mereka tidak akan ditutupi
debu hitam dan tidak pula kehinaan,
mereka itu penghuni surga, mereka akan kekal
di dalamnya. (Yunus [10]:26-27).
Makna “Darus Salām” (Rumah Keselamatan) & Jiyādah (Tambahan-tambahan)
Salām berarti: keselamatan, keamanan, kekekalan atau kebebasan dari
kesa-lahan-kesalahan kekurangan-kekurangan cacat-cacat noda-noda
keburukan-keburukan; atau berarti pula: kedamaian, kepatuhan; surga. Salam
adalah salah satu nama sifat Allah Swt.
juga (Lexicon
Lane).
Berhubung al-husna berarti (1) kesudahan
yang menggembirakan, (2) kemenangan; (3) kecerdasan dan kegesitan, maka anak
kalimat lilladzina ahsanul-husna berarti: (1) bahwa orang-orang beriman akan sampai kepada kesudahan yang menyenangkan;
(2) bahwa mereka akan mencapai sukses
dan (3) bahwa Allah Swt. akan
menjadikan mereka cerdas dan terampil.
Kata ziyādah (tambahan lebih banyak lagi) mengandung arti bahwa orang-orang beriman akan mendapatkan Allah Swt. Sendiri sebagai ganjarannya, dan kata al-husna (yang berarti juga penglihatan
kepada Tuhan) menguatkan kesimpulan itu. Hal tersebut sesuai dengan firman
Allah Swt. mengenai ganjaran bagi orang-orang beriman yang melakukan jihad
fīllāh (jihad di dalam Allah) -- yang berbeda dengan jihad fī sabīlillāh (jihad di jalan Allah) dengan harta
dan jiwa -- firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا
فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang
yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan
sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa jihad sebagaimana
diperintahkan oleh Allah Swt. dalam
Al-Quran tidak berarti harus membunuh atau menjadi korban pembunuhan, melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti
“untuk menjumpai Kami.”
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 5 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar