بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
193
Islam Adalah "Agama yang Hidup" & Bai’at Merupakan Sunnah
Nabi Besar Muhammad Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai tugas utama pengutusan Rasul Allah yang dikemukakan dalam Surah Al-Bayyinah:
وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا
اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ
ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas da-lam ketaatan kepada-Nya dan dengan lurus, serta mendirikan
shalat dan membayar zakat, dan
itulah agama yang lurus (Al-Bayyinah [98]:6).
Setelah menjelaskan mengenai kedudukan Al-Quran, Sunnah dan Hadits Nabi
Besar Muhammad saw., selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menjelaskan
dalam buku Kishti Nuh (Bahtera Nuh)
mengenai pentingnya memiliki makrifat
Ilahi yang sempurna agar manusia terhindar dari dosa, yang merupakan buah
(hasil) dari ibadah yang hakiki:
“Wahai
para pencahari Tuhan, bukalah
telinga kamu dan dengarkanlah! Sesungguhnya keyakinan itu
adalah sesuatu yang luar biasa. Keyakinanlah yang melepaskan kamu dari cengkraman
dosa. Keyakinanlah yang memberikan kekuatan membuat kamu jadi seorang pengasyik Tuhan yang sejati. Apakah
kamu dapat melepaskan diri dari cengkraman dosa tanpa keyakinan yang sempurna?
Dapatkah kamu dapat menguasai
hawa-nafsu kamu tanpa disinari kecemerlangan
cahaya keyakinan? Apakah kamu dapat memperoleh ketentraman batin
tanpa keyakinan yang sempurna? Apakah kamu dapat
mengadakan perubahan yang sejati dalam diri kamu tanpa keyakinan?
Dapatkah kamu memperoleh suatu kebahagiaan yang hakiki tanpa keyakinan
yang sempurna? Apakah di bawah bentangan langit ada ada suatu cara – selain keyakinan -- yang dapat menghindarkan kamu dari dosa?
Dapatkah darah Isa Ibnu Maryam melepaskan kamu dari dosa-dosa?
Hai orang-orang Kristen, janganlah berdusta
semacam itu yang akan dapat menghancur-luluhkan seluruh bumi ini. Nabi Isa sendiri mengandalkan keselamatannya kepada keyakinannya,
dan beliau telah berkeyakinan yang sempurna,
dengan demikian beliau selamat [dari kematian terkutuk di tiang salib]. Alangkah malangnya
orang-orang Kristen yang menipu orang-orang dengan
mengatakan bahwa mereka telah lepas dari
dosa-dosa berkat Nabi Isa a.s., padahal dari
kepala sampai ke kaki mereka tenggelam dalam dosa.
Mereka tidak tahu sama sekali siapa
sebenarnya Tuhan mereka itu.
Bahkan kehidupan mereka penuh dengan kelalaian, dalam kepalanya bercokol kemabukan karena pengaruh minuman keras. Akan
tetapi mereka sama sekali tidak tahu menahu tentang kemabukan yang suci karena pengaruh
dari langit, dan mereka jauh dari kehidupan yang direstui Tuhan,
serta mereka itu tidak beruntung untuk menikmati buah kehidupan yang suci.
Oleh karena itu ingatlah baik-baik,
bahwa tanpa keyakinan yang sempurna kamu tidak dapat keluar dari kehidupan yang gelap gulita, demikian pula kamu tidak akan
mendapatkan Ruhulqudus. Berbahagialah mereka yang berkeyakinan dengan sempurna, sebab mereka itulah yang beruntung melihat seri Wajah Tuhan.
Berbahagialah mereka yang telah diselamatkan
dari bahaya kewaswasan sebab merekalah yang diselamatkan dari dosa.
Berbahagialah kamu, karena ketika khazanah keyakinan dianugerahkan
kepada kamu, pada saat itu berakhirlah petualangan dosa kamu.
Dosa dan keyakinan tidak
dapat berkumpul di satu tempat. Apakah kamu akan memasukkan tangan kamu ke dalam sebuah lubang jika di dalam
lubang itu kamu lihat sendiri ada seekor ular yang amat berbisa? Apakah kamu dapat berdiri di suatu tempat di mana batu-batu berjatuhan menghujan dimuntahkan gunung berapi dari lubang kepundannya?
Atau tempat itu menjadi sasaran
petir yang menyerbu dari langit? Apakah kamu dapat tinggal di suatu tempat di mana
sewaktu-waktu singa yang buas akan menyerang? Atau tha’un (pes) berjangkit yang bisa
membinasakan umat manusia?
Maka apabila kamu yakin akan ada bahaya
dari ular, petir, singa, dan tha’un (pes), tidaklah mungkin kamu mengingkari
Dia dengan tidak mentaati Dia,
yang akibatnya kamu akan mendapat hukuman.
Atau kamu mau memutuskan tali keikhlasan dan kesetiaan yang menghubungkan kamu
dengan Tuhan kamu.
Wahai sekalian orang-orang yang
dipanggil kepada kebaikan dan kebenaran, peganglah keyakinan
itu dengan sungguh-sungguh, bahwa apabila hati
kamu telah penuh bersimbah oleh keyakinan yang sempurna,
di saat itu barulah akan timbul tarikan dari Tuhan dan kamu akan bersih dari kekotoran dosa.
Mungkin kamu akan berkata bahwa kamu sudah memiliki keyakinan
itu, namun ingatlah bahwa perasaan ini hanya tipuan terhadap diri kamu sendiri. Keyakinan
sekali-kali tersebut belum kamu miliki, sebab kamu belum
menghindarkan diri dari dosa. Kamu belum lagi melangkahkan kaki kamu
sebagaimana seharusnya kamu melangkah.
Kamu tidak takut akan dosa sebagaimana seharusnya.
Pikirkanlah oleh kamu, bahwa orang
yang merasa yakin bahwa di dalam sebuah lubang tertentu ada seekor ular niscaya ia tidak akan sekali-kali mencoba memasukkan tangannya ke dalam lubang itu. Orang yang merasa yakin
bahwa di dalam makanannya terdapat racun ia sekali-kali tidak akan memakan makanan itu. Orang yang melihat dengan matanya sendiri bahwa di
dalam sebuah hutan belantara
tertentu hidup ratusan singa buas,
sekali-kali ia tidak akan berani memasuki
hutan itu tanpa berhati-hati.
Oleh karena itu betapakah tangan kamu, kaki kamu, telinga kamu dan mata kamu akan berani berbuat dosa kalau kamu yakin
seyakin-yakinnya akan adanya
Wujud Tuhan dan tentang adanya siksaan
dan ganjaran dari Tuhan atas amal (perbuatan)
kamu di dunia ini?
Bagaimana mungkin kamu dapat melemparkan diri kamu ke dalam api
yang berkobar-kobar sedangkan kamu
tahu bahwa api itu dapat menghanguskan
dan melebur setiap benda menjadi abu? Dan hendaknya senantiasa ingat, bahwa dinding-dinding keyakinan itu menjulang tinggi sampai ke langit sehingga syaitan pun tidak dapat memanjat dinding tersebut.
Barangsiapa yang telah mensucikan
dirinya sesungguhnya ia telah
disucikan oleh keyakinannya.
Keyakinan memberikan suatu daya (kekuatan) untuk menanggung derita dan kesukaran, sehingga memungkinkan seorang raja turun takhta untuk
menjalani penghidupan sebagai seorang faqir.
Keyakinan mempermudah segala
kesukaran. Keyakinan memungkin manusia untuk melihat Wajah Tuhan.
Segala gagasan tentang penebusan dosa melalui wujud lain
adalah palsu adanya, sebab
setiap kesucian menjelma dari dasar keyakinan.
Satu-satunya barang yang melepaskan manusia dari dosa dan menyampaikan
manusia kepada Tuhan – sehingga derajat yang
dicapai manusia dalam hal keikhlasan, kemantapan dan kegigihannya dapat
melampaui derajat malaikat – adalah keyakinan.
Segala mazhab yang tidak
memperoleh keyakinan adalah mazhab
palsu. Segala agama yang tidak dapat menampakkan
Tuhan melalui keyakinan adalah palsu. Segala agama yang ajarannya hanya berisikan dongengan dan hikayat-hikayat
lama – kecuali itu tidak ada apa-apa – adalah palsu.”
Jangan Puas
dengan Kisah-kisah
Penekanan
masalah keyakinan dalam
hubungannya ”penebusan dosa” yang
dikemukakan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah tersebut
adalah dalam kapasitas beliau
sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan) atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58), yang kedatangannya bukan
saja ditunggu-tunggu oleh umat
Nashrani tetapi juga oleh umat Islam.,
karena kepada beliau itu Allah Swt. telah memberitahukan kabar gaib mengenai telah wafatnya
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan juga
mengenai kedustaan ajaran dusta
tentang kedudukan beliau dan ibu beliau sebagai “dua tuhan” selain Allah Swt. yang ditolak
oleh Nabi Ibnu Maryam a.s.
(QS.5:17-119).
Selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis mengenai bukti-bukti keberadaan dan kekuasaan Allah Swt., yang dengan mempercayainya – baik berdasarkan ilmu-yaqin (keyakinan berdasarkan ilmu);
‘ainul- yaqin (keyakinan
berdasarkan penglihatan; terutama
berdasarkan haqqul-yaqin
(keyakinan berdasarkan pengalaman
sendiri) -- maka akan menimbulkan makrifat Ilahi yang semakin sempurna kuantitas dan kualitasnya, sehingga akan
menimbulkan rasa takut mau pun rasa cinta yang hakiki kepada Allah
Swt. Yang Maha Ghaib. Mengenai hal tersebut
beliau a.s. bersabda dalam buku Kishti
Nuh (Bahtera Nuh):
“Tuhan
sampai kini berwujud seperti keadaan-Nya di masa dahulu. Kudrat-Nya masih tetap berlaku
seperti dahulu. Dia masih tetap memperlihatkan
Tanda-tanda-Nya
seperti dahulu. Oleh karena itu mengapakah kamu merasa puas hanya dengan mendengar kisah-kisah saja?
Agama
yang memiliki mukjizat-mukjizat
dan nubuwatan-nubuwatan
yang terjalin dalam bentuk kisah
purbakala, agama itu bukan agama
yang hidup. Jemaat yang Tuhan tidak
turun kepadanya dan yang tidak
memberi keyakinan bahwa Tangan Tuhan akan turun untuk mendatangkan kesucian, maka Jemaat
itu mati.
Seperti halnya manusia yang secara jasmaniah tertarik oleh kenikmatan-kenikmatan
duniawi, seperti itulah halnya secara ruhaniah
manusia tertarik oleh Tuhan,
ya, justru ia yakin bahwa kenikmatan
yang ada di dalam-Nya itu jauh lebih
besar lagi. Keindahan-Nya membuat ia sedemikian rupa terpesonanya, sehingga ia memandang
segala benda sebagai barang yang tak
bernilai belaka.
Manusia bebas dari dosa
hanya apabila ia mengetahui tentang Kekuasaan
Tuhan dan tentang adanya ganjaran dan hukuman dari Tuhan,
atas dasar keyakinan yang kuat. Kejahilan
itu akar dari kelancangan untuk berbuat dosa. Barangsiapa yang
mengambil bagian dari makrifat Ilahi ia tidak akan
luput dari ketakutan terhadap Allah.
Apabila seorang pemilik rumah mengetahui bahwa banjir
besar mau melanda rumahnya atau di sekitar rumahnya api kebakaran sedang berkobar, ia tidak akan tinggal di dalam rumahnya. Maka
bagaimanakah kamu berani tinggal dalam keadaan
kamu yang berbahaya itu sesudah kamu yakin akan adanya Tuhan dan
akan adanya hukuman dan ganjaran dari Tuhan atas amal
(perbuatan) kamu?
Oleh karena itu bukalah mata kamu, dan pelajarilah
hukum Tuhan yang berlaku di atas permukaan bumi ini. Janganlah berulah
seperti seekor tikus yang keinginannya selalu menyuruk-nyuruk ke tempat kerendahan,
melainkan jadilah burung merpati yang gemar melayang-layang terbang bebas di
angkasa-raya.
Sesudah kamu baiat dengan niat
untuk bertaubat janganlah kemudian melanjutkan perbuatan
dosa kamu. Janganlah kamu bersikap seperti seekor ular yang
sekali pun telah berganti kulit
namun tetap ia seekor ular juga.
Ingatah selalu akan maut
(kematian) yang dari detik ke detik
menghampiri kamu, walau pun kamu tidak menyadarinya. Berusahalah untuk membersihkan jiwa kamu, sebab manusia memperoleh kesucian jiwa hanya
apabila ia sendiri menjadi suci.”
Bai’at Merupakan Sunnah Nabi Besar Muhammad Saw.
Sehubungan dengan pentingnya melakukan baiat kepada Rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan -- terutama kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan juga kepada kedatangan beliau saw.
yang kedua kali secara ruhani di Akhir
Zaman ini melalui Rasul Akhir Zaman
(QS.62:3-4) guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10) – Allah Swt.
berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ
اللّٰہِ فَوۡقَ اَیۡدِیۡہِمۡ ۚ فَمَنۡ نَّکَثَ فَاِنَّمَا یَنۡکُثُ عَلٰی نَفۡسِہٖ ۚ
وَ مَنۡ اَوۡفٰی بِمَا عٰہَدَ عَلَیۡہُ
اللّٰہَ فَسَیُؤۡتِیۡہِ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang bai’at kepada engkau
sebenarnya mereka bai’at kepada Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka,
maka barangsiapa melanggar janjinya
maka ia melanggar janji atas
dirinya sendiri, dan barangsiapa
memenuhi apa yang telah dia janjikan kepada Allah maka Dia segera akan memberinya ganjaran yang
besar. (Al-Fath [48]:11).
Isyarat itu ditujukan kepada sumpah
setia orang-orang beriman di tangan Nabi Besar Muhammad saw. ‑ di bawah sebatang pohon di Hudaibiyah (Bukhari) ketika mendengar berita bahwa Ustman bin ‘Affan r.a. yang diutus oleh Nabi Besar Muhammad saw. ke Mekkah guna melakukan perundingan dengan para pemuka kaum
Mekkah -- dikabarkan telah dibunuh mereka, sehubungan dengan hal
tersebut Allah Swt. berfirman:
لَقَدۡ رَضِیَ اللّٰہُ عَنِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اِذۡ یُبَایِعُوۡنَکَ تَحۡتَ الشَّجَرَۃِ فَعَلِمَ
مَا فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ فَاَنۡزَلَ
السَّکِیۡنَۃَ عَلَیۡہِمۡ وَ اَثَابَہُمۡ فَتۡحًا
قَرِیۡبًا ﴿ۙ﴾
Sungguh Allah benar-benar telah ridha terhadap orang-orang beriman ketika mereka bai’at kepada engkau di bawah pohon itu, maka Dia
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia
menurunkan ketenteraman kepada mereka, dan Dia mengganjar mereka dengan kemenangan yang dekat. (Al-Fath
[48]:11).
Peristiwa bai’at
tersebut terjadi di Hudaibiyah di
bawah sebuah pohon Akasia, setelah kabar sampai kepada Nabi Besar Muhammad saw. bahwa karena suatu pelanggaran atas kebiasaan
dan sopan-santun diplomatis, bahwa duta (utusan) beliau saw., Utsman bin ‘Affan r.a., telah dibunuh orang-orang Mekkah.
Berita terbunuhnya Utsman bin ‘Affan r.a. barangkali tidak
kurang mengejutkannya daripada pelanggaran
terhadap suatu adat kebiasaan suci
dan antik, sehingga menyebabkan Nabi
Besar Muhammad saw. tidak
dapat bersabar lagi, lalu beliau saw.
mengambil janji setia (bai’at) dari para Sahabah yang bersama beliau saw. di Hudaibiyah untuk melakukan penyerangan ke Mekkah.
Bai’at itu kemudian dikenal sebagai baiat-ur-ridwan
yang berarti bahwa orang-orang yang
berbahagia berkat bai’at itu
sudah mendapat keridhaan llahi. Walau
pun kemudian terbukti bahwa kabar
tersebut kabar dusta yang sengaja dihembuskan oleh pihak kaum kafir Mekkah.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 23
Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar