Rabu, 09 April 2014

Islam adalah "Agama yang Hidup" & "Bai'at" Merupakan Sunnah Nabi Besar Muhammad Saw.






  بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  193

          Islam Adalah "Agama yang Hidup" &   Bai’at  Merupakan  Sunnah Nabi Besar Muhammad Saw.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai    tugas utama pengutusan Rasul Allah yang dikemukakan   dalam Surah Al-Bayyinah:
وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas da-lam ketaatan kepada-Nya  dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus  (Al-Bayyinah [98]:6).
        Setelah menjelaskan mengenai kedudukan Al-Quran, Sunnah dan Hadits Nabi Besar Muhammad saw.,  selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menjelaskan dalam buku  Kishti Nuh (Bahtera Nuh) mengenai pentingnya memiliki  makrifat Ilahi yang sempurna agar manusia terhindar dari dosa, yang merupakan buah (hasil) dari ibadah yang hakiki:
        Wahai para pencahari Tuhan, bukalah telinga kamu dan dengarkanlah! Sesungguhnya keyakinan itu adalah sesuatu yang luar biasa. Keyakinanlah yang melepaskan kamu dari cengkraman dosa.  Keyakinanlah yang memberikan kekuatan membuat kamu jadi seorang pengasyik Tuhan yang sejati. Apakah kamu dapat melepaskan diri dari cengkraman dosa tanpa keyakinan yang sempurna?
        Dapatkah kamu dapat menguasai hawa-nafsu kamu tanpa disinari kecemerlangan cahaya keyakinan? Apakah kamu dapat memperoleh ketentraman batin tanpa keyakinan yang sempurna? Apakah kamu dapat mengadakan perubahan yang sejati dalam diri kamu tanpa keyakinan? Dapatkah kamu memperoleh suatu kebahagiaan yang hakiki tanpa keyakinan yang sempurna? Apakah di bawah bentangan langit ada ada suatu cara – selain keyakinan --  yang dapat menghindarkan kamu dari dosa? Dapatkah darah  Isa Ibnu Maryam melepaskan kamu dari dosa-dosa?
        Hai orang-orang Kristen, janganlah berdusta semacam itu yang akan  dapat menghancur-luluhkan seluruh bumi ini. Nabi Isa sendiri mengandalkan keselamatannya kepada keyakinannya, dan beliau telah berkeyakinan yang sempurna, dengan demikian beliau selamat [dari kematian terkutuk di tiang salib]. Alangkah malangnya orang-orang Kristen yang menipu orang-orang dengan mengatakan  bahwa mereka telah lepas dari dosa-dosa berkat Nabi Isa a.s., padahal dari kepala sampai ke kaki mereka tenggelam dalam dosa.
        Mereka tidak tahu sama sekali siapa sebenarnya Tuhan mereka itu.  Bahkan kehidupan mereka penuh dengan kelalaian, dalam kepalanya bercokol kemabukan karena pengaruh minuman keras. Akan tetapi mereka sama sekali tidak tahu menahu tentang kemabukan  yang suci karena pengaruh dari langit, dan mereka jauh dari kehidupan yang direstui Tuhan, serta mereka itu tidak beruntung untuk menikmati buah kehidupan yang suci. 
        Oleh karena itu ingatlah baik-baik, bahwa tanpa keyakinan yang sempurna kamu tidak dapat keluar dari kehidupan yang gelap gulita, demikian pula kamu tidak akan mendapatkan Ruhulqudus. Berbahagialah mereka yang berkeyakinan dengan sempurna, sebab mereka itulah yang beruntung melihat seri Wajah Tuhan. Berbahagialah mereka yang telah diselamatkan dari bahaya kewaswasan sebab merekalah yang diselamatkan dari dosa. Berbahagialah kamu, karena ketika khazanah keyakinan dianugerahkan kepada kamu, pada saat itu berakhirlah petualangan dosa kamu.
        Dosa dan keyakinan tidak dapat berkumpul di satu tempat. Apakah kamu akan memasukkan tangan kamu ke dalam sebuah lubang jika di dalam lubang itu kamu lihat sendiri ada seekor ular yang amat berbisa? Apakah kamu dapat berdiri di suatu tempat di mana batu-batu berjatuhan menghujan dimuntahkan gunung berapi dari lubang kepundannya? Atau tempat itu menjadi sasaran petir yang menyerbu dari langit? Apakah kamu dapat tinggal di suatu tempat di mana sewaktu-waktu singa yang buas akan menyerang? Atau  tha’un (pes) berjangkit yang bisa membinasakan umat manusia?
        Maka apabila kamu yakin akan ada bahaya dari ular, petir, singa, dan tha’un (pes), tidaklah mungkin kamu mengingkari Dia dengan tidak mentaati Dia, yang akibatnya kamu akan mendapat hukuman. Atau kamu mau memutuskan tali keikhlasan dan kesetiaan yang menghubungkan kamu dengan Tuhan kamu.
     Wahai sekalian orang-orang yang dipanggil kepada kebaikan dan kebenaran, peganglah keyakinan itu dengan sungguh-sungguh, bahwa apabila hati kamu telah penuh bersimbah oleh keyakinan yang sempurna, di saat itu barulah akan timbul tarikan dari Tuhan dan kamu akan bersih dari kekotoran dosa.
         Mungkin kamu akan berkata bahwa kamu sudah memiliki keyakinan itu, namun ingatlah bahwa perasaan ini hanya tipuan terhadap diri kamu sendiri. Keyakinan sekali-kali tersebut belum kamu miliki, sebab kamu belum menghindarkan diri dari dosa. Kamu belum lagi melangkahkan kaki  kamu sebagaimana seharusnya kamu melangkah. Kamu tidak takut akan dosa sebagaimana seharusnya.
         Pikirkanlah oleh kamu, bahwa orang yang merasa yakin bahwa di dalam sebuah lubang tertentu ada seekor ular niscaya ia tidak akan sekali-kali mencoba memasukkan tangannya ke dalam lubang itu. Orang yang merasa yakin bahwa di dalam makanannya terdapat racun ia sekali-kali tidak akan memakan makanan itu. Orang yang melihat dengan matanya sendiri bahwa di dalam sebuah hutan belantara tertentu hidup ratusan singa buas, sekali-kali ia tidak akan berani memasuki hutan itu tanpa berhati-hati.
       Oleh karena itu  betapakah tangan kamu, kaki kamu, telinga kamu dan mata kamu akan berani berbuat dosa kalau kamu yakin seyakin-yakinnya akan adanya Wujud Tuhan dan tentang adanya siksaan dan ganjaran dari Tuhan  atas amal (perbuatan) kamu di dunia ini?
        Bagaimana mungkin kamu dapat melemparkan diri kamu ke dalam api yang berkobar-kobar sedangkan kamu tahu bahwa api itu dapat menghanguskan dan melebur setiap benda menjadi abu? Dan hendaknya senantiasa ingat, bahwa dinding-dinding keyakinan itu menjulang tinggi sampai ke langit sehingga syaitan pun tidak dapat memanjat dinding tersebut.
         Barangsiapa yang telah mensucikan dirinya sesungguhnya ia telah disucikan oleh keyakinannya. Keyakinan memberikan suatu daya (kekuatan) untuk menanggung derita dan kesukaran, sehingga memungkinkan seorang raja turun takhta untuk menjalani penghidupan  sebagai seorang faqir.
          Keyakinan mempermudah segala kesukaran. Keyakinan memungkin manusia untuk melihat Wajah Tuhan. Segala gagasan tentang penebusan dosa melalui wujud lain adalah palsu adanya, sebab  setiap kesucian menjelma dari dasar keyakinan. Satu-satunya barang yang melepaskan manusia dari dosa dan menyampaikan manusia kepada Tuhan – sehingga derajat yang dicapai manusia dalam hal keikhlasan, kemantapan dan kegigihannya dapat melampaui derajat malaikat – adalah keyakinan.
         Segala mazhab    yang tidak memperoleh keyakinan adalah mazhab palsu. Segala agama yang tidak dapat menampakkan Tuhan melalui keyakinan adalah palsu. Segala agama yang ajarannya hanya berisikan dongengan dan hikayat-hikayat lama – kecuali itu tidak ada apa-apa – adalah palsu.”

Jangan Puas dengan Kisah-kisah
       
 Penekanan masalah keyakinan dalam hubungannya   ”penebusan dosa”   yang dikemukakan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah  tersebut  adalah dalam kapasitas beliau sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan) atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), yang  kedatangannya bukan saja ditunggu-tunggu   oleh umat Nashrani tetapi juga oleh umat Islam., karena kepada beliau itu Allah Swt. telah memberitahukan kabar gaib mengenai telah wafatnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   dan juga mengenai kedustaan ajaran   dusta tentang kedudukan beliau dan ibu beliau sebagai “dua tuhan  selain Allah Swt.  yang ditolak oleh Nabi  Ibnu Maryam a.s. (QS.5:17-119).
       Selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis mengenai bukti-bukti  keberadaan  dan  kekuasaan Allah Swt., yang dengan mempercayainya – baik berdasarkan ilmu-yaqin (keyakinan berdasarkan ilmu);  ‘ainul- yaqin (keyakinan berdasarkan penglihatan;  terutama  berdasarkan haqqul-yaqin (keyakinan berdasarkan pengalaman sendiri) --  maka akan menimbulkan makrifat Ilahi yang semakin sempurna kuantitas dan kualitasnya,  sehingga akan menimbulkan rasa takut mau pun rasa cinta yang hakiki kepada Allah  Swt. Yang Maha Ghaib. Mengenai hal tersebut beliau a.s. bersabda dalam buku  Kishti Nuh (Bahtera Nuh):
      Tuhan sampai kini berwujud seperti keadaan-Nya di masa  dahulu. Kudrat-Nya masih tetap berlaku seperti dahulu. Dia masih tetap memperlihatkan Tanda-tanda-Nya seperti dahulu. Oleh karena itu mengapakah  kamu merasa puas hanya dengan mendengar kisah-kisah saja?
       Agama yang memiliki mukjizat-mukjizat dan  nubuwatan-nubuwatan yang terjalin dalam bentuk kisah purbakala, agama itu bukan agama yang hidup. Jemaat yang Tuhan tidak turun kepadanya dan yang tidak memberi keyakinan bahwa Tangan Tuhan akan turun untuk mendatangkan kesucian, maka  Jemaat itu mati.
         Seperti halnya manusia yang secara jasmaniah tertarik oleh kenikmatan-kenikmatan duniawi,  seperti itulah halnya secara ruhaniah manusia tertarik  oleh Tuhan, ya, justru ia yakin  bahwa kenikmatan yang ada di dalam-Nya itu jauh lebih besar lagi. Keindahan-Nya membuat ia sedemikian rupa terpesonanya, sehingga   ia memandang segala benda sebagai barang yang tak bernilai belaka.
         Manusia bebas dari dosa hanya apabila ia mengetahui tentang Kekuasaan Tuhan dan tentang adanya ganjaran dan hukuman dari Tuhan,  atas dasar keyakinan yang kuat. Kejahilan itu akar dari kelancangan untuk berbuat dosa. Barangsiapa yang  mengambil bagian dari makrifat Ilahi ia tidak akan luput dari ketakutan terhadap Allah.
        Apabila seorang pemilik rumah mengetahui bahwa banjir besar mau melanda rumahnya atau di sekitar rumahnya api kebakaran sedang berkobar,  ia tidak akan tinggal di dalam rumahnya. Maka bagaimanakah kamu berani tinggal dalam keadaan kamu yang berbahaya itu sesudah kamu yakin akan adanya Tuhan dan akan adanya hukuman dan ganjaran dari Tuhan atas amal (perbuatan) kamu?
        Oleh karena itu bukalah mata kamu, dan pelajarilah hukum Tuhan yang berlaku di atas permukaan bumi ini. Janganlah berulah seperti seekor tikus yang keinginannya selalu menyuruk-nyuruk ke tempat kerendahan, melainkan jadilah burung merpati yang gemar melayang-layang terbang bebas di angkasa-raya.
        Sesudah kamu baiat dengan niat untuk bertaubat janganlah kemudian melanjutkan perbuatan dosa kamu. Janganlah kamu bersikap seperti seekor ular yang sekali pun telah berganti kulit namun tetap ia seekor ular juga. Ingatah selalu akan maut (kematian) yang dari detik ke detik menghampiri kamu, walau pun kamu tidak menyadarinya. Berusahalah untuk membersihkan jiwa kamu, sebab manusia memperoleh kesucian jiwa hanya apabila  ia sendiri menjadi suci.”

Bai’at Merupakan Sunnah Nabi Besar Muhammad Saw.

         Sehubungan dengan pentingnya melakukan baiat  kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan   -- terutama kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan juga kepada kedatangan beliau saw. yang kedua kali secara ruhani  di Akhir Zaman ini melalui Rasul Akhir Zaman (QS.62:3-4)  guna mewujudkan kejayaan Islam  yang kedua kali (QS.61:10) – Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ  اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ  فَوۡقَ  اَیۡدِیۡہِمۡ ۚ فَمَنۡ  نَّکَثَ فَاِنَّمَا یَنۡکُثُ عَلٰی نَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ  اَوۡفٰی بِمَا عٰہَدَ عَلَیۡہُ اللّٰہَ  فَسَیُؤۡتِیۡہِ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang bai’at kepada engkau  sebenarnya mereka bai’at kepada  Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka, maka barangsiapa melanggar janjinya maka ia melanggar janji atas  dirinya sendiri, dan barangsiapa memenuhi apa yang telah  dia  janjikan kepada Allah maka Dia segera akan memberinya ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:11).
   Isyarat itu ditujukan kepada sumpah setia  orang-orang beriman di tangan Nabi Besar Muhammad saw.  ‑ di bawah sebatang pohon di Hudaibiyah (Bukhari) ketika mendengar berita bahwa  Ustman bin ‘Affan r.a. yang diutus oleh Nabi Besar Muhammad saw. ke Mekkah guna melakukan perundingan dengan para pemuka kaum Mekkah  -- dikabarkan telah dibunuh mereka, sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt. berfirman:
لَقَدۡ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  اِذۡ یُبَایِعُوۡنَکَ تَحۡتَ الشَّجَرَۃِ  فَعَلِمَ  مَا فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ  فَاَنۡزَلَ السَّکِیۡنَۃَ  عَلَیۡہِمۡ وَ اَثَابَہُمۡ  فَتۡحًا  قَرِیۡبًا ﴿ۙ﴾
Sungguh Allah benar-benar telah ridha terhadap orang-orang beriman ketika mereka bai’at kepada engkau di bawah pohon itu,  maka Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka,  lalu Dia menurunkan ketenteraman kepada mereka, dan Dia mengganjar mereka dengan kemenangan yang dekat. (Al-Fath [48]:11).
 Peristiwa bai’at tersebut terjadi di Hudaibiyah di bawah sebuah pohon Akasia, setelah kabar sampai kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  bahwa karena suatu pelanggaran atas kebiasaan dan sopan-santun diplomatis, bahwa duta (utusan) beliau saw.,  Utsman bin ‘Affan r.a., telah dibunuh orang-orang Mekkah.
Berita terbunuhnya  Utsman bin ‘Affan r.a. barangkali tidak kurang mengejutkannya daripada pelanggaran terhadap suatu adat kebiasaan suci dan antik, sehingga menyebabkan Nabi Besar Muhammad saw.  tidak dapat bersabar lagi, lalu beliau saw. mengambil janji setia (bai’at)  dari para Sahabah yang   bersama beliau saw. di Hudaibiyah untuk melakukan  penyerangan ke Mekkah.
 Bai’at itu kemudian dikenal sebagai baiat-ur-ridwan yang berarti bahwa orang-orang yang berbahagia berkat bai’at itu sudah mendapat keridhaan llahi. Walau pun kemudian terbukti bahwa kabar tersebut  kabar dusta yang sengaja dihembuskan oleh pihak kaum kafir Mekkah.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar,  23  Februari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar