Minggu, 13 April 2014

Dua Macam "Hijab" Mengerikan dan Menyenangkan yang Menyelubungi Surga dan Neraka



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  197

Dua Macam “Hijab”  Mengerikan dan Menyenangkan yang Menyelubungi  Surga  dan  Neraka 

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai  orang-orang yang  terbunuh atau mati secara biasa di jalan-Nya, terutama ketika melakukan hijrah dan jihad  di jalan Allah Swt. dan Rasul-Nya:
وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan  janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa  mereka itu mati, tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. (Al-Baqarah [2]:155).
       Ahya itu jamak dari hayy yang antara lain berarti: (1) seseorang dengan amal yang diperbuat selama hidupnya tidak menjadi sia-sia; (2) orang yang kematiannya dituntut balas. Ayat ini mengandung suatu kebenaran agung dari segi ilmu jiwa yang diperkirakan memberikan pengaruh hebat kepada kehidupan dan kemajuan suatu kaum (bangsa).
       Suatu kaum yang tidak menghargai pahlawan-pahlawan yang telah syahid secara sepatutnya dan tidak mengambil langkah-langkah untuk melenyapkan rasa takut mati dari hati mereka, sebenarnya telah menutup masa depan mereka sendiri. Itulah sebabnya menurut Allah Swt. orang-orang yang mati atau terbunuh sebagai syuhada ketika melakukan  hijrah dan jihad di  jalan Allah  adalah “orang-orang yang hidup”, firman-Nya:
وَ لَا تَحۡسَبَنَّ الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتًا ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ ﴿﴾ۙ فَرِحِیۡنَ بِمَاۤ  اٰتٰہُمُ اللّٰہُ مِنۡ فَضۡلِہٖ ۙ وَ یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِالَّذِیۡنَ لَمۡ یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ مِّنۡ خَلۡفِہِمۡ ۙ اَلَّا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ۘ  یَسۡتَبۡشِرُوۡنَ بِنِعۡمَۃٍ مِّنَ اللّٰہِ وَ فَضۡلٍ ۙ وَّ اَنَّ اللّٰہَ لَا یُضِیۡعُ اَجۡرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ   ﴿﴾ۚ٪ۛ

Dan janganlah kamu menyangka mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka itu mati, tidak, bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb-nya (Tuhannya),  mereka diberi rezeki.   Mereka bergirang hati dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, dan mereka bergembira terhadap orang-orang  di belakangnya yang  belum pernah bergabung dengan mereka bahwa tidak ada ketakutan  atas mereka  dan tidak pula mereka  bersedih. Mereka bergembira  dengan nikmat dan karunia dari Allah, dan sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang beriman. (Ali ‘Imran [3]:170-172).
        Amwat itu jamak dari mayyit, yang selain  berarti orang mati, mengandung makna: (1) orang yang darahnya belum terbalas; (2) orang yang tidak meninggalkan penerus-penerus; (3) orang yang menderita sedih dan duka nestapa.

Kegembiraan Para Syuhada di Akhirat & Macam-macam  Mati Syahid

       Para syuhada (orang-orang mati syahīd) merasa gembira bahwa saudara-saudara mereka yang ditinggalkan di dunia ini   yang hijrah dan jihad  di jalan Allah bersama Rasul Allah  yang kepadanya mereka melakukan bai’at  -- dan akan mengikuti jejak mereka kemudian akan segera menang atas musuh-musuh mereka.
Maksudnya adalah bahwa sesudah mati segala hijab (tabir gaib) diangkat dan para syuhada diberi makrifat  mengenai kemenangan-kemenangan yang tersedia bagi kaum Muslimin para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw. -- baik di masa awal mau pun di masa akhir (QS.62:3-4). 
       Mereka mendapat kabar gembira  mengenai saudara-saudaranya yang masih “belum bergabung” dengan mereka karena masih berada di dunia,   yaitu para malaikat Allah terus-menerus memberitahukan mereka (para syuhada)  mengenai  sukses dan kemenangan-kemenangan yang dicapai Islam sepeninggal mereka.
       Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda mengenai keinginan para syuhada di alam akhirat ketika mereka  ditanya oleh Allah Swt. -- setelah mereka menyaksikan keistimewaan ganjaran bagi para syuhada  tersebut   -- yakni  mereka ingin berkali-kali  mengalami syahid di jalan Allah:
       Dari Masyruq, beliau berkata: Aku   bertanya  kepada Abdullah – maksudnya adalah Abdullah Ibn Mas'ud – mengenai ayat berikut:
وَ لَا تَحۡسَبَنَّ الَّذِیۡنَ قُتِلُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتًا ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ یُرۡزَقُوۡنَ
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki”. (Ali-Imran:170)
Ibnu Abbas berkata: Ketahuilah sesungguhnya aku benar–benar telah menanyakan ayat tersebut (kepada Rasulullah s.aw), maka beliau bersabda, Ruh-ruh mereka di dalam burung-burung berwarna hijau yang memiliki pelita-pelita yang tergantung di 'Arasy, (ruh mereka) terbang ke surga sesuai kehendak mereka, dan kemudian kembali ke pelita, kemudian Tuhan mereka mendatangi mereka dan berfirman, “Apakah ada sesuatu yang kalian inginkan?”, mereka menjawab, 'Adakah lagi yang kami inginkan, sedangkan kami bebas terbang ke surga sekehendak kami', dan hal tersebut ditanyakan kepada mereka tiga kali, dan ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak akan ditinggalkan (tidak ditanya lagi) hingga mereka meminta sesuatu, mereka selanjutnya berkata, 'Wahai Tuhan kami, kami berharap kiranya Engkau kembalikan ruh kami ke dalam jasad kami, hingga kami terbunuh kembali di jalan Engkau untuk kedua kalinya', tatkala Allah melihat bahwa mereka tidak memiliki keinginan lain lagi, maka mereka ditinggalkan (tidak ditanya lagi).” Diriwayatkan oleh Muslim, begitu juga oleh at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah.

Hijab Surga yang Menakutkan dan Hijab Neraka yang Menarik Hati  & Kesyahidan Khalid bin Walid r.a. Terjadi di Tempat Tidur karena Sakit

        Namun perlu diketahui, bahwa sebagaimana dikemukakan dalam hadits Qudsi bahwa “kenikmatan-kenikmatan surga  dihijab dengan  berbagai hal yang menakutkan – sebaliknya,   “keburukan-keburukan neraka” dihijab dengan  berbagai  hal yang menarik hawa-nafsu manusia – demikian pula halnya  keadaan  mengerikan  jasad para   sahabat Nabi Besar Muhammad saw. yang mati syahid dalam berbagai peperangan, misalnya  Perang Badar dan Perang Uhud keadaan tubuhnya  sangat mengerikan karena dirusak oleh orang-orang kafir Quraisy.
       Kenapa demikian? Sebab kebiasaan bangsa Arab jahiliyah dalam perang adalah mereka merusak tubuh musuh-musuh mereka yang dikalahkan, salah satu contohnya adalah Sayyidina Hamzah bin ‘Abdul Muthalib r.a., paman Nabi Besar Muhammad saw. yang mati syahid dalam Perang Uhud,  jantungnya diambil lalu dimakan oleh Hindun, istri Abu Sofyan.
        Sehubungan dengan  kenyataan tersebut berikut adalah keterangan hadits Qudsi:
     Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Ketika Allah menciptakan surga dan neraka, Dia mengutus Jibril untuk melihat surga, dan kemudian berfirman: “Lihatlah apa yang ada di dalamnya, dan kenikmatan yang aku janjikan kepada penghuninya di dalamnya”. Rasulullah saw. melanjutkan: Kemudian Jibril datang ke surga dan melihat di dalamnya dan pada kenikmatan yang disiapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada para penghuninya di dalamnya, kemudian Rasulullah saw. mengatakan: Lalu Jibril kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan berkata, “Demi kemuliaan Engkau, tidak seorangpun yang mendengar tentangnya, kecuali akan memasukinya”. 
      Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk menyelimuti (melingkupi)  surga dengan perkara-perkara yang dibenci (berbagai kesulitan), kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (kepada Jibril): “Kembalilah ke surga, dan lihatlah apa yang telah aku persiapkan untuk para penghuninya di dalamnya.”   Rasulullah saw. melanjutkan, “Kemudian kembalilah Jibril ke surga, maka ketika dia sampai di sana, benar-benar (surga) telah terlingkupi dengan berbagai kesulitan, kemudian Jibril kembali menemui Allah Subhanahu wa ta’ala dan berkata, ‘Demi Kemuliaan Engkau, aku benar-benar kuatir, bahwa tidak akan seorang pun masuk ke dalamnya’
      Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Pergilah ke neraka, dan lihatlah di dalamnya, dan perhatikan terhadap apa yang aku persiapkan bagi para penghuninya”. Kemudian ketika Jibril sampai di neraka, dia melihat neraka terdiri dari beberapa tingkatan, yang satu di bawah yang lain, kemudian dia kembali menemui Allah Subhanahu wa ta’ala dan berkata, ‘Demi Kemuliaan Engkau, Tidak seorangpun yang mendengar tentangnya akan memasukinya’. 
      Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk menyelimuti (melingkupi) Neraka dengan syahwat (kesenangan), dan kemudian berfirman kepada Jibril, “Kembalilah ke neraka’, kemudian Jibril pun kembali ke neraka, dan kemudian berkata, ‘Demi Kemuliaan Engkau, aku benar-benar kuatir, tidak seorangpun terbebas kecuali akan memasukinya(Hadits diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan beliau berpendapat hadits ini berderajat hasan shahih begitu juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibn Majah).
        Namun perlu juga diketahui, bahwa menurut Nabi Besar Muhammad saw. yang termasuk syuhada  tidak hanya mereka yang mati syahid dalam peperangan melawan musuh Islam saja, berikut keterangan  mengenai hal tersebut: 
      Hadits riwayat Muslim dalam Shahihnya, bahwasanya Rasulullah Saw.  bersabda: “Siapakah orang yang syahid menurut kalian?” Para sahabat menjawab, ”Orang yang terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid.” Rasulullah Saw. bersabda, ”Kalau begitu, orang yang mati syahid dari umatku sedikit,” mereka bertanya,”Kalau begitu, siapa wahai Rasulullah?” Beliau Saw. menjawab, ”Orang yang terbunuh di jalan Allah, ia syahid. Orang yang mati dijalan Allah, maka ia syahid, Orang yang mati karena sakit tha’un (wabah), maka ia syahid. Barangsiapa yang mati karena sakit perut, maka ia syahid, dan orang yang mati tenggelam adalah syahid”.
       Dalam hadits lainnya dikemukakan pula beberapa contohnya lainnya mengenai orang-orang yang  kematiannya termasuk syahid. Bahkan diriwayatkan  Sahabat Nabi Besar Muhammad  saw. yang sangat terkenal Khalid bin Walid r.a. --  yang  mendapat gelar “Saifullah (pedang Allah)”   -- beliau sangat mendambakan mati syahid dalam berbagai  perang  yang dialaminya -- ternyata wafatnya di tempat tidur.

Dua Macam Jihad: Jihad fī Sabilillāh (Jihad di Jalan Allah & Jihad fīllāh (Jihad di Dalam Allah)

       Dengan demikian jelaslah, bahwa untuk menjadi syuhada di jalan Allah tidak selalu harus terbunuh secara jasmani dalam suatu peperangan membela agama atau terbunuh (mati)  dalam suatu peristiwa lainnya yang termasuk “jihad  di jalan Allah”, karena ketika  Nabi Besar Muhammad saw. dan 313  sahabat beliau saw.   telah memperoleh kemenangan dalam Perang Badar  -- yang dalam segala seginya sangat tidak seimbang  --  namun  menurut riwayat Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda:
“Kita baru kembali melakukan jihad kecil (shaghir) dan akan menghadapi jihad besar (akbar), yakni jihad melawan hawa nafsu”.
padahal Allah Swt. sendiri menyatakan bahwa Perang Badar sebagai “Yaumal- furqān” (Hari Pembeda  antara  haq dengan yang bathil - QS.8:42).
        Sehubungan  dengan masalah jihad , dalam Al-Quran ada dua sebutan, yakni  (1) jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah – QS.8:75; QS.9:41, 88  & 111) berupa  pengorbanan harta dan jiwa di jalan Allah Swt.. (2) jihad fīllāh (jihad dalam Allah – QS.22:79;  QS.29:70) berupa upaya mengendalikan hawa-nafsu demi meraih kedekatan dan perjumpaan dengan Allah Swt., sebab  kata fīnā  atau fīllāh  berarti “untuk menjumpai Kami”  atau “untuk menjumpai Allah.”
         Tingkatan jihad fīllāh  (jihad di dalam Allah) lebih tinggi derajatnya daripada jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah),  karena dalam jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah)  kemurnian lillāh (karena Allah) dapat dikotori dengan niat-niat lainnya dalam melaksanakan jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah), sebagaimana dikemukakan dalam hadits qudsi berikut ini: 
        Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya salah seorang yang pertama di hisab di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid (gugur dalam peperangan); kemudian disebutkan baginya   nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya, dan dia membenarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya kepadanya, ‘Apa yang  engkau kerjakan dengan nikmat itu?’, lelaki itu menjawab, ‘Aku berperang untuk Engkau hingga aku syahid’.
     Allah menjawab, “Engkau berdusta, (akan tetapi sesungguhnya) engkau berperang agar orang menyebut engkau pemberani, dan (orang – orang) telah menyebutkan demikian itu’, kemudian diperintahkan (malaikat) agar dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka dan dilemparkan ke  dalamnya”.
     Dan (selanjutnya adalah) seorang laki–laki yang mempelajari ilmu dan mengamalkannya serta dia membaca Al-Quran, kemudian dia didatangkan, kemudian disebutkan nikmat–nikmat yang diberikan kepadanya dan dia membenarkannya. Kemudian Allah bertanya, ‘Apa yang engkau kerjakan dengan nikmat–nikmat itu?’ lelaki itu menjawab, ‘Aku mencari ilmu dan  mengamalkannya (mengajarkannya), dan aku membaca Al-Quran karena Engkau’
       Allah berfirman, “Engkau berdusta, (akan tetapi) engkau mencari ilmu itu agar disebut sebagai ‘alim (orang yang berilmu), dan engkau membaca Al-Quran agar orang menyebut engkau qari’, dan engkau telah disebut demikian itu (alim & qari’)” kemudian diperintahkan (malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka dan di masukkan ke dalam neraka.
       Dan (selanjutnya) seorang laki – laki yang diluaskan (rizkinya) oleh Allah, dan dikaruniai berbagai harta kekayaan. Kemudian dia dihadapkan, dan disebutkan nikmat–nikmat yang diberikan kepadanya, dan dia membenarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Apa yang engkau kerjakan dengan nikmat – nikmat itu?”, lelaki itu menjawab, “Tidaklah aku meninggalkan jalan yang aku cintai selain aku menginfakkan hartaku untuk Engkau”.
     Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Engkau berdusta, tetapi engkau melakukan itu semua agar orang menyebut engkau dermawan, dan engkau telah disebut demikian”. Kemudian diperintahkan (malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya, hingga sampai di neraka dan dimasukkan ke dalam neraka. (HR. Muslim dan begitu juga at-Tirmidzi dan an-Nasai).
      Demikianlah beberapa hal berkenaan dengan jihad fī sabīlillah (jihad di jalan Allah) dengan harta dan jiwa yang rawan dicampuri dengan niat-niat yang bersifat riya (pamer).

Jihad Fīllāh (Jihad di Dalam Allah)

       Berikut adalah  beberapa firman Allah Swt. berkenaan dengan jihad fīllāh (jihad dalam Allah):
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
       Sebagaimana telah dikemukakan bahwa  jihad seperti  diperintahkan oleh Allah Swt. dalam Al-Quran (Islam), tidak berarti harus membunuh atau menjadi korban pembunuhan   -- sebagaimana yang marak dilakukan  di Akhir Zaman ini dengan peristiwa “bom bunuh diri” --  melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti “untuk menjumpai Kami.”
      Kenapa demikian? Sebab tujuan Allah Swt. mengutus para Rasul Allah serta menurunkan  syariat  (hukum-hukum agama)    -- terutama Nabi Besar Muhammad saw. dan agama Islam (Al-Quran)   -- adalah supaya di dalam kehidupan di dunia    ini juga para pengamalnya dapat “bertemu  dan “berkomunikasi” dengan Allah Swt., sehingga  tercipta kehidupan surgawi  di dunia ini juga, firman-Nya:
وَ  لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ  رَبِّہٖ  جَنَّتٰنِ ﴿ۚ﴾  فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿ۙ﴾
Dan bagi orang yang takut akan   Keagungan Rabb-nya (Tuhan-nya) ada dua surga. Maka yang manakah di antara nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua, yang kamu dustakan? (Al-Rahmān [55]:47-48).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  27  Februari      2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar