Senin, 07 April 2014

Makna "Kesaksian Ruh" Manusia Mengenai "Tauhid Ilahi" & Hubungan "Makrifat Ilahi" dengan Kemampuan Menghindari Dosa



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  192

Makna Kesaksian Ruh  Manusia Mengenai Tauhid Ilahi & Hubungan  Makrifat Ilahi dengan Kemampuan Menghindari  Dosa

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai kelancangan para pemuka kaum Yahudi  mengada-adakan kedustaan atas nama Allah Swt. berkenaan  buku-buku yang direkasaya mereka dengan mengatas-namakan Allah Swt., firman-Nya:
وَ مِنۡہُمۡ اُمِّیُّوۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ الۡکِتٰبَ اِلَّاۤ اَمَانِیَّ وَ اِنۡ ہُمۡ  اِلَّا یَظُنُّوۡنَ ﴿﴾فَوَیۡلٌ لِّلَّذِیۡنَ یَکۡتُبُوۡنَ الۡکِتٰبَ بِاَیۡدِیۡہِمۡ ٭ ثُمَّ یَقُوۡلُوۡنَ ہٰذَا مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ  لِیَشۡتَرُوۡا بِہٖ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ؕ فَوَیۡلٌ لَّہُمۡ  مِّمَّا کَتَبَتۡ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ وَیۡلٌ لَّہُمۡ مِّمَّا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾
Dan di antara mereka ada yang buta huruf,  mereka tidak mengetahui Alkitab kecuali beberapa khayalan palsu belaka, bahkan mereka tidak lain kecuali hanya menduga-duga.    Maka  celakalah orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri kemudian berkata: “Ini dari sisi Allah”, supaya dengan itu mereka memperoleh sedikit keuntungan. Maka celakalah mereka disebabkan apa yang ditulis oleh tangan mereka dan celakalah  mereka karena apa yang  mereka kerjakan.  (Al-Baqarah [2]79-80).

Perbuatan Buruk  Menentang Rasul Allah  yang Senantiasa Berulang

      Ummiyyun  berarti mereka yang tidak mengetahui suatu Kitab wahyu. Kata itu jamak dari ummiy yang berarti orang yang tidak dapat membaca atau menulis. Yakni ada orang-orang Yahudi yang menulis kitab-kitab atau bagian-bagiannya dan kemudian mengemukakannya sebagai Kalamullah
      Perbuatan buruk seperti itu telah biasa pada orang-orang Yahudi,  karena itu di samping Kitab-kitab Bible ada sejumlah kitab yang dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai diwahyukan, sehingga sekarang menjadi tidak mungkin membedakan Kitab-kitab Wahyu dari kitab yang bukan-wahyu.
     Mengenai  perbuatan buruk yang biasa dilakukan di kalangan  orang-orang Yahudi  lihat pula   QS.3:70-74; QS.4:47; QS.5:13-14 & 42-44, dan  pada hakikatnya sikap buruk seperti itu dilakukan oleh semua penentang Rasul Allah di setiap zaman -- termasuk di Akhir Zaman ini  oleh orang-orang yang  meniru-niru perbuatan buruk menjual ayat-ayat Allah seperti itu --   seakan-akan mereka itu satu sama lain telah saling mewasiyatkan perbuatan buruk tersebut,  padahal mereka mengetahui  nubuatan-nubuatan  mengenai kedatangan Rasul Allah  yang  dijanjikan kepada mereka itu bagaikan mereka mengenal anak-anak mereka sendiri (QS.2:147; QS.6:21), firman-Nya:
فَفِرُّوۡۤا  اِلَی اللّٰہِ ؕ اِنِّیۡ  لَکُمۡ  مِّنۡہُ  نَذِیۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿ۚ﴾  وَ لَا تَجۡعَلُوۡا مَعَ اللّٰہِ  اِلٰـہًا  اٰخَرَ ؕ اِنِّیۡ لَکُمۡ  مِّنۡہُ  نَذِیۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿ۚ﴾  کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾  فَتَوَلَّ عَنۡہُمۡ  فَمَاۤ   اَنۡتَ بِمَلُوۡمٍ  ﴿٭۫﴾   وَّ  ذَکِّرۡ فَاِنَّ  الذِّکۡرٰی تَنۡفَعُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  ﴿﴾ وَ مَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَ الۡاِنۡسَ  اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾
Demikianlah sekali-kali tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!”  Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka.   Maka berpalinglah dari mereka dan engkau tidak akan tercela.   Dan berilah selalu nasihat karena sesungguhnya nasihat itu berman-faat bagi  orang-orang  beriman. Dan Aku sekali-kali tidak   menciptakan jin dan ins (manusia) melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzāriyāt [51]:53-57).  

Makna “Kesaksian Ruh” Manusia Tentang  Tauhid Ilahi

   Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan dusta  atau fitnah-fitnah  yang dilancarkan terhadap  Nabi Besar Muhammad saw. dan para Mushlih rabbani  (Rasul Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa, sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad tertentu menurunkan (mewariskan) tuduhan-tuduhan itu kepada keturunan mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan itu kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37).
   Setelah mengemukakan  perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan oleh para penentang Rasul Allah di setiap zaman, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tujuan utama diciptakan-Nya jin dan ins  (manusia), firman-Nya:
وَ مَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَ الۡاِنۡسَ  اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡنِ
Dan Aku sekali-kali tidak   menciptakan jin dan ins (manusia) melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzāriyāt [51]: 57).  
  Arti yang utama untuk kata ‘ibadah  adalah  menundukkan diri sendiri kepada disiplin keruhanian yang ketat, lalu bekerja dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada sampai  sepenuh jangkauannya, sepenuhnya serasi dengan dan taat kepada perintah-perintah Ilahi agar menerima meterai pengesahan Allah Swt. dan  mampu mencampurkan dan menjelmakan dalam dirinya sendiri Sifat-sifat Tasybihiyyah  Allah Swt., sebagaimana yang telah diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22). 
     Sebagaimana tersebut dalam ayat ini itulah maksud dan tujuan agung lagi mulia bagi penciptaan manusia dan memang itulah makna ibadah kepada Allah Swt.. Karunia-karunia lahir dan batin yang terdapat pada sifat manusia memberikan dengan jelas pengertian kepada kita, bahwa ada di antara  berbagai kemampuan manusia yang membangunkan pada dirinya  adalah dorongan untuk mencari Allah Swt. dan yang meresapkan kepadanya keinginan mulia untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada  Allah Swt. sebagaimana diisyaratkan oleh  pengakuan  setiap ruh manusia mengenai  Tauhid Ilahi berikut ini: 
 وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّکَ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اٰدَمَ مِنۡ ظُہُوۡرِہِمۡ ذُرِّیَّتَہُمۡ وَ اَشۡہَدَہُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ ۚ اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا ۚۛ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ  الۡقِیٰمَۃِ  اِنَّا کُنَّا عَنۡ  ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ ﴿﴾ۙ  اَوۡ تَقُوۡلُوۡۤا  اِنَّمَاۤ  اَشۡرَکَ  اٰبَآؤُنَا مِنۡ  قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ۚ اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ﴿﴾   وَ کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ وَ لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau mengambil  kesaksian dari  bani Adam yakni   dari sulbi  keturunan  mereka serta menjadikan mereka saksi atas dirinya sendiri  sambil berfirman:  Bukankah Aku Rab (Tuhan) kamu?” Mereka berkata: “Ya benar, kami menjadi saksi.” Hal  itu supaya  kamu tidak berkata pada Hari Kiamat: “Sesungguhnya kami  benar-benar lengah dari hal ini.”   Atau kamu mengatakan: ”Sesungguhnya bapak-bapak kami dahulu yang berbuat syirik, sedangkan kami hanyalah keturunan sesudah mereka. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena apa yang telah  dikerjakan oleh orang-orang yang  berbuat batil itu?”   Dan demikianlah Kami menjelaskan Tanda-tanda itu  dan supaya mereka kembali kepada yang haq. (Al-A’rāf [7]:173-175).
   Ayat 173 itu menunjukkan kepada kesaksian atau pengakuan yang tertanam dalam fitrat manusia sendiri mengenai adanya Dzat Mahatinggi Yang telah menciptakan seluruh alam  serta mengendalikannya  (QS.30:31). Atau ayat itu dapat merujuk kepada kemunculan para nabi Allah yang menunjuki jalan menuju Allah Swt. (QS.7:35-37), dan ungkapan “dari sulbi  bani Adam” maksudnya umat dari setiap zaman yang kepada mereka rasul Allah diutus.

Misi Utama Setiap Rasul Allah adalah Mengajarkan Tauhid Ilahi yang Hakiki

 Pada hakikatnya keadaan tiap-tiap rasul Allah yang baru itulah yang mendorong timbulnya  pertanyaan  Ilahi kepada setiap jiwa (orang): اَلَسۡتُ بِرَبِّکُم -- “Bukankah  Aku Tuhan kamu?” Maka jawaban setiap jiwa yang benar adalah  قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا   --  “Mereka berkata: “Ya benar, kami menjadi saksi.” 
     Tetapi “jawaban ruh” tersebut bukan berupa ucapan dengan mulut melainkan  berupa tindakan yaitu beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37), sebab setiap Rasul Allah datang untuk menyeru umat manusia yang telah terjerumus ke dalam berbagai bentuk “kemusyrikan  -- yang nyata mau pun yang tersembunyi – kepada Tauhid Ilahi,   yakni  beribadah kepada Allah Swt. dengan lurus dan tulus ikhlas   (QS.98:1-9).
   Pertanyaan اَلَسۡتُ بِرَبِّکُم -- “Bukankah  Aku Tuhan kamu?” itu berarti pula  bahwa jika Allah Swt.    telah menyediakan perbekalan untuk keperluan jasmani manusia dan demikian  pula untuk kemajuan akhlak dan keruhanian betapa ia dapat mengingkari Ketuhanan-Nya.
Sesungguhnya karena mereka  menolak nabi Allah    maka manusia menjadi saksi terhadap diri  mereka sendiri, sebab jika demikian mereka tidak dapat berlindung di balik dalih bahwa  mereka tidak mengetahui keberadaan Allah atau syariat-Nya atau Hari Pembalasan.
 Jadi, kemunculan seorang nabi (Rasul) Allah   juga membungkam  kaumnya dari mengemukakan dalih seperti dalam ayat 173 di atas, sebab pada saat itulah  haq   (kebenaran) dibuat nyata berbeda dari kepalsuan,  dan kemusyrikan dengan  terang benderang dicela, firman-Nya:
 اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ  الۡقِیٰمَۃِ  اِنَّا کُنَّا عَنۡ  ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ ﴿﴾ۙ  اَوۡ تَقُوۡلُوۡۤا  اِنَّمَاۤ  اَشۡرَکَ  اٰبَآؤُنَا مِنۡ  قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ۚ اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ﴿﴾   وَ کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ وَ لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾
Hal  itu supaya  kamu tidak berkata pada Hari Kiamat: “Sesungguhnya kami benar-benar lengah dari hal ini.” Atau kamu mengatakan:  ”Sesungguhnya bapak-bapak kami dahulu yang berbuat syirik, sedangkan kami hanyalah keturunan sesudah mereka. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena apa yang telah dikerjakan oleh orang-orang yang  berbuat batil itu?” (Al-A’rāf [7]:173-175).
  Kembali kepada  pertanyaan  Ilahi terhadap setiap jiwa   Bani Adam: اَلَسۡتُ بِرَبِّکُم -- “Bukankah  Aku Tuhan kamu?” Maka jawaban setiap jiwa yang benar adalah  قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا   --  “Mereka berkata: “Ya benar, kami menjadi saksi”, hal  tersebut sesuai dengan firman-Nya berikut ini mengenai  tugas setiap  Rasul Allah  -- teruatama Nabi Besar Muhammad saw.:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ لَمۡ  یَکُنِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا  مِنۡ  اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ مُنۡفَکِّیۡنَ حَتّٰی تَاۡتِیَہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ ۙ﴿﴾  رَسُوۡلٌ مِّنَ اللّٰہِ یَتۡلُوۡا صُحُفًا مُّطَہَّرَۃً  ۙ﴿﴾  فِیۡہَا کُتُبٌ قَیِّمَۃٌ ؕ﴿﴾  وَ مَا تَفَرَّقَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ  اِلَّا مِنۡۢ  بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ  الۡبَیِّنَۃُ ؕ﴿﴾

وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾  اِنَّ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ اَہۡلِ الۡکِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ فِیۡ  نَارِ جَہَنَّمَ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ شَرُّ الۡبَرِیَّۃِ ؕ﴿﴾  اِنَّ  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ ۙ اُولٰٓئِکَ ہُمۡ خَیۡرُ الۡبَرِیَّۃِ ؕ﴿﴾  جَزَآؤُہُمۡ عِنۡدَ  رَبِّہِمۡ جَنّٰتُ عَدۡنٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَاۤ  اَبَدًا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ ذٰلِکَ لِمَنۡ خَشِیَ رَبَّہٗ ٪﴿﴾

Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Orang-orang kafir dari Ahli-kitab dan orang-orang musyrik- tidak akan berhenti dari kekafiran hingga datang kepada mereka bukti yang nyata,  yaitu    seorang rasul dari Allah yang membacakan lembaran-lembaran suci,  yang di dalamnya ada perintah-perintah abadi. Dan  orang-orang yang diberi Kitab  tidak berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka bukti yang nyata.     Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya  dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus.   Sesungguhnya orang-orang  kafir dari antara Ahlikitab dan orang-orang musyrik akan berada dalam Api Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk.   Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh mereka itu sebaik-baik makhluk.   Ganjaran mereka ada di sisi Rabb (Tuhan) mereka,  kebun-kebun abadi, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.  Itulah balasan bagi orang yang takut kepada Rabb-Nya (Tuhan-nya).  (Al-Bayyinah [98]:1-9)

Keyakinan Yang Sempurna Menyelamatkan Manusia Dari Dosa

Sehubungan dengan  tugas utama pengutusan Rasul Allah yang dikemukakan  firman-Nya tersebut:
وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا لِیَعۡبُدُوا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۙ حُنَفَآءَ وَ یُقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ یُؤۡتُوا الزَّکٰوۃَ وَ ذٰلِکَ دِیۡنُ الۡقَیِّمَۃِ ؕ﴿﴾
Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya  dan dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah [98]:6).
       Demikian juga setelah menjelaskan mengenai kedudukan Al-Quran, Sunnah dan Hadits Nabi Besar Muhammad saw.,  selanjutnya Mirza Ghulam Ahmad a.s. menjelaskan dalam buku  Kishti Nuh (Bahtera Nuh) mengenai pentingnya memiliki makrifat Ilahi yang sempurna agar manusia terhindar dari dosa, yang merupakan buah (hasil) dari ibadah yang hakiki. Beliau menulis:
      Wahai para pencahari Tuhan, bukalah telinga kamu dan dengarkanlah! Sesungguhnya keyakinan itu adalah sesuatu yang luar biasa. Keyakinanlah yang melepaskan kamu dari cengkraman dosa.  Keyakinanlah yang memberikan kekuatan membuat kamu jadi seorang pengasyik Tuhan yang sejati. Apakah kamu dapat melepaskan diri dari cengkraman dosa tanpa keyakinan yang sempurna? 
     Dapatkah kamu dapat menguasai hawa-nafsu kamu tanpa disinari kecemerlangan cahaya keyakinan? Apakah kamu dapat memperoleh ketentraman batin tanpa keyakinan yang sempurna? Apakah kamu dapat mengadakan perubahan yang sejati dalam diri kamu tanpa keyakinan? Dapatkah kamu memperoleh suatu kebahagiaan yang hakiki tanpa keyakinan yang sempurna? Apakah di bawah bentangan langit ada ada suatu cara – selain keyakinan --  yang dapat menghindarkan kamu dari dosa? Dapatkah darah  Isa Ibnu Maryam melepaskan kamu dari dosa-dosa?
        Hai orang-orang Kristen, janganlah berdusta semacam itu yang akan  dapat menghancur-luluhkan seluruh bumi ini. Nabi Isa sendiri mengandalkan keselamatannya kepada keyakinannya, dan beliau telah berkeyakinan yang sempurna, dengan demikian beliau selamat [dari kematian terkutuk di tiang salib]. Alangkah malangnya orang-orang Kristen yang menipu orang-orang dengan mengatakan  bahwa mereka telah lepas dari dosa-dosa berkat Nabi Isa a.s., padahal dari kepala sampai ke kaki mereka tenggelam dalam dosa.
        Mereka tidak tahu sama sekali siapa sebenarnya Tuhan mereka itu.  Bahkan kehidupan mereka penuh dengan kelalaian, dalam kepalanya bercokol kemabukan karena pengaruh minuman keras. Akan tetapi mereka sama sekali tidak tahu menahu tentang kemabukan  yang suci karena pengaruh dari langit, dan mereka jauh dari kehidupan yang direstui Tuhan, serta mereka itu tidak beruntung untuk menikmati buah kehidupan yang suci. 
        Oleh karena itu ingatlah baik-baik, bahwa tanpa keyakinan yang sempurna kamu tidak dapat keluar dari kehidupan yang gelap gulita, demikian pula kamu tidak akan mendapatkan Ruhulqudus. Berbahagialah mereka yang berkeyakinan dengan sempurna, sebab mereka itulah yang beruntung melihat seri Wajah Tuhan. Berbahagialah mereka yang telah diselamatkan dari bahaya kewaswasan sebab merekalah yang diselamatkan dari dosa. Berbahagialah kamu, karena ketika khazanah keyakinan dianugerahkan kepada kamu, pada saat itu berakhirlah petualangan dosa kamu.
        Dosa dan keyakinan tidak dapat berkumpul di satu tempat. Apakah kamu akan memasukkan tangan kamu ke dalam sebuah lubang jika di dalam lubang itu kamu lihat sendiri ada seekor ular yang amat berbisa? Apakah kamu dapat berdiri di suatu tempat di mana batu-batu berjatuhan menghujan dimuntahkan gunung berapi dari lubang kepundannya? Atau tempat itu menjadi sasaran petir yang menyerbu dari langit? Apakah kamu dapat tinggal di suatu tempat di mana sewaktu-waktu singa yang buas akan menyerang? Atau  tha’un (pes) berjangkit yang bisa membinasakan umat manusia?
        Maka apabila kamu yakin akan ada bahaya dari ular, petir, singa, dan tha’un (pes), tidaklah mungkin kamu mengingkari Dia dengan tidak mentaati Dia, yang akibatnya kamu akan mendapat hukuman. Atau kamu mau memutuskan tali keikhlasan dan kesetiaan yang menghubungkan kamu dengan Tuhan kamu.
     Wahai sekalian orang-orang yang dipanggil kepada kebaikan dan kebenaran, peganglah keyakinan itu dengan sungguh-sungguh, bahwa apabila hati kamu telah penuh bersimbah oleh keyakinan yang sempurna, di saat itu barulah akan timbul tarikan dari Tuhan dan kamu akan bersih dari kekotoran dosa.
         Mungkin kamu akan berkata bahwa kamu sudah memiliki keyakinan itu, namun ingatlah bahwa perasaan ini hanya tipuan terhadap diri kamu sendiri. Keyakinan sekali-kali tersebut belum kamu miliki, sebab kamu belum menghindarkan diri dari dosa. Kamu belum lagi melangkahkan kaki  kamu sebagaimana seharusnya kamu melangkah. Kamu tidak takut akan dosa sebagaimana seharusnya.
         Pikirkanlah oleh kamu, bahwa orang yang merasa yakin bahwa di dalam sebuah lubang tertentu ada seekor ular niscaya ia tidak akan sekali-kali mencoba memasukkan tangannya ke dalam lubang itu. Orang yang merasa yakin bahwa di dalam makanannya terdapat racun ia sekali-kali tidak akan memakan makanan itu. Orang yang melihat dengan matanya sendiri bahwa di dalam sebuah hutan belantara tertentu hidup ratusan singa buas, sekali-kali ia tidak akan berani memasuki hutan itu tanpa berhati-hati.
       Oleh karena itu  betapakah tangan kamu, kaki kamu, telinga kamu dan mata kamu akan berani berbuat dosa kalau kamu yakin seyakin-yakinnya akan adanya Wujud Tuhan dan tentang adanya siksaan dan ganjaran dari Tuhan  atas amal (perbuatan) kamu di dunia ini?
        Bagaimana mungkin kamu dapat melemparkan diri kamu ke dalam api yang berkobar-kobar sedangkan kamu tahu bahwa api itu dapat menghanguskan dan melebur setiap benda menjadi abu? Dan hendaknya senantiasa ingat, bahwa dinding-dinding keyakinan itu menjulang tinggi sampai ke langit sehingga syaitan pun tidak dapat memanjat dinding tersebut.
         Barangsiapa yang telah mensucikan dirinya sesungguhnya ia telah disucikan oleh keyakinannya. Keyakinan memberikan suatu daya (kekuatan) untuk menanggung derita dan kesukaran, sehingga memungkinkan seorang raja turun takhta untuk menjalani penghidupan  sebagai seorang faqir.
          Keyakinan mempermudah segala kesukaran. Keyakinan memungkin manusia untuk melihat Wajah Tuhan. Segala gagasan tentang penebusan dosa melalui wujud lain adalah palsu adanya, sebab  setiap kesucian menjelma dari dasar keyakinan. Satu-satunya barang yang melepaskan manusia dari dosa dan menyampaikan manusia kepada Tuhan – sehingga derajat yang dicapai manusia dalam hal keikhlasan, kemantapan dan kegigihannya dapat melampaui derajat malaikat – adalah keyakinan.
         Segala mazhab    yang tidak memperoleh keyakinan adalah mazhab palsu. Segala agama yang tidak dapat menampakkan Tuhan melalui keyakinan adalah palsu. Segala agama yang ajarannya hanya berisikan dongengan dan hikayat-hikayat lama – kecuali itu tidak ada apa-apa – adalah palsu.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  23  Februari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar