Kamis, 03 April 2014

Makna "Persumpahan" Allah Swt. dengan "Saksi" dam "Yang Diberi Kesaksian" & Makna "Syaitan Pencuri Dengar"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  188

Makna Persumpahan Allah Swt. dengan “Saksi” dan “Yang Diberi Kesaksian” & Makna “Syaitan Pencuri Dengar

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai makna    “Hari yang dijanjikan”  dalam ayat selanjutnya yakni وَ الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ  -- “dan demi Hari yang dijanjikan(Al-Burūj [85]:4), dapat berarti hari  atau zaman ketika muncul Mujaddid  yang ke 12, yang merupakan Mujaddid ‘azham (Mujaddid agung), sebab selain sebagai mujaddid abad ke 14  beliau pun juga sebagai Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s.  (Al-Masih yang Dijanjikan) atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), untuk mewujudkan kebangkitan   Islam kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:110)  yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaff [61]:10).
  Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian,  dengan demikian  terjadinya “saat” itu merupakan الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ -- “Hari yang dijanjikan” pula.
     Pada hakikatnya banyak “hari” semacam itu dalam sejarah Islam yang dapat disebut  الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ -- “Hari yang dijanjikan”, seperti hari Pertempuran Badar, hari ketika Pertempuran Khandak berkesudahan dengan kejayaan besar, dan hari jatuhnya Mekkah. Tetapi “Hari yang dijanjikan” yang paripurna itu ialah masa kebangkitan kedua-kalinya Nabi Besar Muhammad saw.   dalam pribadi wakil atau khalifah beliau saw. pada abad ke-14 Hijrah, ketika agama Islam akan memperoleh kehidupan baru dan akan menang atas semua agama lainnya, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan juga Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar.    (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
    Hari yang dijanjikan” itu dapat pula berarti  hari ketika orang-orang bertakwa akan merasakan kelezatan nikmat pertemuan dengan Tuhan mereka ketika telah meraih derajat  nafs- al-Muthmainnah (jiwa yang tentram - QS.89:28-31) setelah melewati perjuangan berat pada tingkat nafs Ammarah (QS.12:54) dan nafs-al-Lawwaamah (jiwa yang mencela diri sendiri  -- QS.75:3).

Saksi” dan “Yang Diberi  Kesaksian

   Selanjutnya makna ayat   وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ    --    dan demi saksi dan yang disaksikan”, pada hakikatnya tiap nabi Allah atau mushlih rabbani adalah syāhid, yaitu yang  memberi kesaksian,  sebab  beliau seorang saksi hidup akan adanya Wujud Allah Swt., dan beliau itu pun masyhud (yang diberi kesaksian), sebab Allah Swt.  memberi kesaksian akan kebenarannya dengan memperlihatkan Tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat di tangannya  untuk mendukung keberadaan-Nya yang disampaikan oleh rasul-Nya tersebut.
   Tetapi di sini, seperti nampak dari teks, syahid adalah  Al-Masih Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman yang muncul di kalangan umat Islam, sedangkan masyhūd adalah Nabi Besar Muhammad saw.,  dan ayat ini mengandung arti bahwa Al-Masih Mau’ud a.s.  akan memberi kesaksian akan kebenaran  kesempurnaan  Nabi Besar Muhammad saw. dengan uraian-uraian, tabligh-tabligh, dan tulisan-tulisan beliau dan dengan Tanda-tanda yang akan ditampakkan Allah Swt. di tangan beliau.
    Beliau (Al-Masih Mau’ud a.s.) akan memberikan kesaksian pula dalam arti bahwa dalam wujud beliau nubuatan Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri  tentang kedatangan Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) telah memberi kesaksian akan kebenaran beliau. Dengan demikian Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Masih Mau’ud a.s.  itu bersama-sama merupakan syāhid (saksi) dan masyhūd (yang diberi kesaksian). Demikianlah berbagai makna yang terkandung dalam firman-Nya: 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  وَ السَّمَآءِ  ذَاتِ الۡبُرُوۡجِ ۙ﴿﴾  وَ الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ ۙ﴿﴾  وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ ؕ﴿﴾
Aku baca   Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Demi langit yang memiliki  gugusan-gugusan bintang,  dan demi Hari yang dijanjikan,  dan demi saksi dan yang disaksikan, (Al-Burūj [85]:1-4).
      Masih mengenai burūj (gugusan-gugusan bintang), dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman mengenai  hiasan dan pemeliharaan-Nya  terhadap  langit keruhanian:
وَ لَقَدۡ جَعَلۡنَا فِی السَّمَآءِ بُرُوۡجًا وَّ زَیَّنّٰہَا  لِلنّٰظِرِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ  حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar   telah menjadikan gugusan-gugusan bintang di langit dan Kami telah menghiasinya  untuk orang-orang yang melihat. Dan  Kami telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, kecuali  jika ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan memutarbalikkannya maka ia dikejar kobaran nyala api yang terang-benderang.   (Al-Hijr [15]:17-19). 
      Yang dimaksudkan  dalam ayat-ayat ini  bukan semata-mata keindahan pemandangan planit-planit dan bintang-bintang yang nampak di waktu malam. Tujuan agung yang dipenuhi oleh kejadian benda-benda langit itu disebut dalam ayat-ayat berikutnya, yaitu “pemeliharaan dari syaitan terkutuk” seperti juga dalam QS.16:17 dan QS.67:6,   dan dalam menjadi sempurnanya tujuan agung itulah terletak keindahan yang sesungguhnya dari benda-benda langit itu.

Makna “Syaitan Pencuri Dengar

     Makna ayat  شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ -- “setiap syaitan yang terkutuk” (QS.15:18) menunjukkan, bahwa sebagaimana dalam alam kebendaan  orang-orang yang berpembawaan buruk mempunyai sedikit banyak pengaruh  dan dapat mendatangkan beberapa kemudaratan tertentu kepada orang-orang lain, tetapi mereka sama sekali tidak dapat meluputkan orang-orang dari nikmat-nikmat samawi (dari langit),   seperti pengaruh yang sehat dari bintang-bintang dan sebagainya.
   Demikian pula iblis atau syaitan  dalam alam keruhanian tidak mempunyai kekuasaan atas nabi-nabi Allah dan pengikut-pengikut mereka yang sejati (QS.15:40-43; QS.17:66; QS.34:22), sebab “bintang-bintang” cakrawala langit ruhani tersebut  -- terutama para Rasul Allah dan para wali Allah -- merupakan para “bintang-bintang penjaga langit keruhanian” dari upaya-upaya buruk “manusia-manusia syaitan guna menimbulkan kesesatan di kalangan umat manusia atau umat beragama.
       Itulah makna  ayat   وَ  حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ  -- “Dan  Kami telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ   --  kecuali jika ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan memutarbalikkannyamaka ia dikejar kobaran nyala api yang terang-benderang”.  (Al-Hijr [15]:18-19). 
       Kata “syaitan” dalam ayat yang sedang dibahas ini dapat pula menunjuk kepada orang-orang kafir tertentu, yang berkeinginan mencapai keakraban dengan Allah Swt.   tanpa mengikuti ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi  Allah sebagaimana yang dilakukan Samiri terhadap Bani Israil ketika ditinggalkan oleh Nabi Musa a.s. selama 40 hari untuk “bertemu” dengan Allah Swt. sesuai perjanjian (QS.7:143-1152; QS.20:84-99), firman-Nya:
اِنَّا زَیَّنَّا السَّمَآءَ  الدُّنۡیَا بِزِیۡنَۃِۣ الۡکَوَاکِبِ ۙ﴿﴾  وَ  حِفۡظًا مِّنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ مَّارِدٍ ۚ﴿﴾  لَا یَسَّمَّعُوۡنَ  اِلَی الۡمَلَاِ الۡاَعۡلٰی وَ یُقۡذَفُوۡنَ مِنۡ  کُلِّ  جَانِبٍ ٭ۖ﴿﴾ دُحُوۡرًا  وَّ  لَہُمۡ  عَذَابٌ  وَّاصِبٌ ۙ﴿﴾  اِلَّا مَنۡ خَطِفَ الۡخَطۡفَۃَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ  ثَاقِبٌ ﴿﴾
Sesungguhnya  Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan bintang-bintang, dan telah memeliharanya dari setiap syaitan durhaka.  Mereka tidak dapat mendengar-dengarkan pembicaraan majlis malaikat-malaikat yang tinggi dan mereka dilempari dari segala penjuru.  Terusir dan bagi mereka ada azab yang kekal Kecuali barangsiapa mencuri-curi  sesuatu pembicaraan  maka ia dikejar oleh cahaya api yang cemer-lang.  (Ash-Shāffat [37]:7-11).
      Ayat ini menunjuk kepada kesejajaran antara tatanan alam kebendaan dan tatanan alam keruhanian, bahwa seperti halnya cakrawala alam lahir didukung oleh adanya planit-planit dan bintang-bintang, demikian pula cakrawala alam ruhani didukung oleh adanya planit-planit dan bintang-bintang yang terdiri dari nabi-nabi Allah dan mushlih-mushlih rabbani. Tiap-tiap wujud mereka itu berperan sebagai perhiasan bagi cakrawala alam keruhanian, sebagaimana bintang-bintang dan planit-planit di langit memperindah dan menghiasi cakrawala alam jasmani  ini.
        Syaitan-syaitan itu terdiri dari dua golongan: (a) musuh-musuh di dalam selimut Jemaat kaum Muslimin sendiri, seperti orang-orang munafik  dan sebagainya. Mereka itu disebut “syaitan durhaka,” seperti tersebut dalam ayat ini, dan (b) musuh-musuh dari luar atau orang-orang kafir yang disebut sebagai “syaithanirrajim” (syaitan yang terkutuk - QS.15:18).
        Selama Kalamullāh (firman Allah) terpelihara di langit, Kalamullāh itu aman dan terpelihara dari gangguan pencurian dan serobotan, tetapi sesudah diturunkan kepada seorang nabi Allah maka “syaitan” atau musuh-musuh nabi-nabi Allah berusaha menyalah-sampaikan atau menyalahartikannya, dengan mengutip kata-kata nabi Allah itu secara keliru atau dengan mengambil sebagian wahyunya dan mencampurkan banyak kepalsuan dengan wahyu itu, atau bahkan mereka mencoba mengemukakan  ajaran nabi itu sebagai ajaran mereka sendiri. Tetapi kepalsuan mereka tersingkap oleh penjelasan hakiki yang diberikan oleh sang Mushlih rabbani (Rasul Allah) mengenai wahyunya itu. 

Jaminan Pemeliharaan Allah Swt. Terhadap Al-Quran

        Terhadap orang-orang semacam itu memang langit keruhanian telah dijaga dan pintu gerbangnya ditutup erat-erat, firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ  اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ فِیۡ شِیَعِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾  کَذٰلِکَ نَسۡلُکُہٗ فِیۡ  قُلُوۡبِ الۡمُجۡرِمِیۡنَ﴿ۙ﴾  لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ قَدۡ خَلَتۡ سُنَّۃُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَوۡ فَتَحۡنَا عَلَیۡہِمۡ بَابًا مِّنَ السَّمَآءِ فَظَلُّوۡا فِیۡہِ  یَعۡرُجُوۡنَ ﴿ۙ﴾  لَقَالُوۡۤا اِنَّمَا سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ نَحۡنُ قَوۡمٌ  مَّسۡحُوۡرُوۡنَ﴿٪﴾
Sesungguhnya   Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.  Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum engkau kepada umat-umat yang terdahulu, dan  sekali-kali tidak  datang kepada mereka seorang rasul pun, melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya. Demikianlah Kami memasukkan kebiasaan buruk ini ke dalam hati orang-orang yang berdosa. Mereka itu  tidak beriman kepada Al-Quran ini, sekalipun telah berlalu sebelum mereka contoh orang-orang yang terdahulu.  Dan seandainya Kami membukakan bagi mereka sebuah pintu  langit ruhani  dan mereka terus saja naik  melaluinya,  niscaya  mereka akan berkata: “Mata kami saja yang dikaburkan, bahkan kami orang-orang  yang kena sihir.” (Al-Hijr [15]:10-16).
        Mana ayat  وَ لَوۡ فَتَحۡنَا عَلَیۡہِمۡ بَابًا مِّنَ السَّمَآءِ فَظَلُّوۡا فِیۡہِ  یَعۡرُجُوۡنَ  --  Dan seandainya Kami membukakan bagi mereka sebuah pintu  langit ruhani  dan mereka terus saja naik  melaluinya, لَقَالُوۡۤا اِنَّمَا سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ نَحۡنُ قَوۡمٌ  مَّسۡحُوۡرُوۡنَ -- niscaya mereka akan berkata: “Mata kami saja yang dikaburkan, bahkan kami orang-orang  yang kena sihir” (ayat 15-16),  dapat diartikan, bahwa jika Allah Swt.   berkenan membukakan pintu-pintu gerbang rahmat-Nya dan menjauhkan siksaan, maka daripada menghadap kepada-Nya dengan penuh rasa syukur, orang-orang kafir itu malahan menjadi sibuk dalam mengejar kesejahteraan dan kesenangan duniawi.  
        Jadi, orang-orang kafir telah menjadi demikian rupa terasing dari urusan-urusan ruhani, sehingga seandainya pun mereka menikmati pengalaman-pengalaman ruhani yang telah dialami oleh Nabi Besar Muhammad saw.  dan karenanya memperoleh beberapa kasyaf (penglihatan gaib dalam keadaan sadar) mengenai ketinggian keruhanian yang telah dicapai oleh beliau saw., tetapi mereka  tetap tidak akan percaya  serta memberikan penafsiran  negative  dan akan berkata bahwa mereka telah menjadi korban sihir atau tenung. Dengan demikian benarlah firman-Nya:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ  یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾  وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka,  orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpul-kan segala sesuatu berhadap-hadapan  di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka  berlaku jahil.  Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara manusia dan jin,  sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui, dan jika Rabb (Tuhan) engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan, dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang me-reka usahakan.  (Al-An’ām [6]:112-114).

Pengejaran “Syaitan Pencuri Dengar” oleh “Nyala Api yang Terang Benderang

        Jadi, kembali kepada firman Allah Swt. sebelum ini mengenai gugusan-gugusan bintang di langit:
وَ لَقَدۡ جَعَلۡنَا فِی السَّمَآءِ بُرُوۡجًا وَّ زَیَّنّٰہَا  لِلنّٰظِرِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ  حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar   telah menjadikan gugusan-gugusan bintang di langit dan Kami telah menghiasinya  untuk orang-orang yang melihat.   Dan  Kami telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, kecuali  jika ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan memutarbalikkannya maka ia dikejar kobaran nyala api yang terang-benderang.   (Al-Hijr [15]:17-19). 
       Makna “mencuri Kalam Ilahi dalam ayat    اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ  -- “kecuali  jika ada orang yang mencuri dengar” dapat mengandung arti perbuatan palsu orang-orang yang berlagak mengemukakan ajaran-ajaran para nabi sebagai ajaran dari mereka sendiri. Mereka itu berusaha menipu   orang-orang  awam agar mempercayai bahwa nabi-nabi Allah tidak membawa ajaran baru, dan bahwa mereka juga mempunyai pengetahuan yang dimiliki oleh para nabi Allah.
       Atau ayat itu dapat juga berarti, bahwa mereka mengutip suatu bagian dari ajaran dengan jalan memisahkannya dari siaq-sabaq (ujung pangkalnya) dan berusaha menyesatkan orang-orang yang sederhana pikirannya, dengan memberikan penafsiran salah tentang kata-kata itu dan mengaburkan artinya.
          Kata-kata  اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ --    kecuali jika ada orang yang mencuri dengar  jelas menunjukkan, bahwa kata-kata langit dalam ayat 17 menggambarkan sistem keruhanian dan bukan angkasa alam jasmani, sebab mencuri Kalam Ilahi itu tidak ada sangkut pautnya dengan langit jasmani melainkan dengan langit ruhani.
        Kata burūj (gugusan bintang-bintang) dalam ayat 17 menggambarkan rasul-rasul Allah   secara umum, sedangkan kata-kata syihābun mubīn (kobaran nyala api yang terang benderang) dalam ayat ini atau syihābun tsāqib (kobaran nyala api yang me-nembus)  tercantum dalam QS.37:11 dipakai untuk Rasul masa ini yaitu Penghulu para Rasul Allah, yakni Nabi Besar Muhammad saw..
      Pengejaran syaitan oleh syihāb (nyala api) maksudnya, bahwa selama suatu ajaran agama berlandaskan pada wahyu Ilahi (Adz-dzikr -  QS.15:10) dan memberi nur dan hidayat maka mushlih-mushlih rabbani (pembaharu-pembaharu dari Allah) – dalam hal ini kedatangan para mujaddid dan para wali Allah  -- juga terus-menerus muncul untuk menjaganya, itulah makna lain jaminan pemeliharaan Allah Swt. atas Al-Quran:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya   Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.    (Al-Hijr [15]:10).
        Demikian juga halnya di Akhir Zaman ini pun dalam rangka memelihara Al-Quran serta membukakan khazanah-khazanah  keruhanian Al-Quran  (QS.3:180; QS.72:27-29) yang sangat diperlukan umat manusia di Akhir Zaman ini,   Allah Swt. telah membangkitkan  mujaddid ‘azham (mujaddid agung), sebab beliau  selain sebagai mujaddid juga merupakan Rasul Akhir Zaman (QS.61:10), yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berlainan (QS.77:12), sekaligus merupakan pengutusan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan kaum ākharīna minhum (QS.62:3-4), yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..  guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaff [61]:10).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  19  Februari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar