بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
188
Makna Persumpahan
Allah Swt. dengan “Saksi” dan “Yang Diberi Kesaksian” & Makna “Syaitan Pencuri Dengar”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai makna “Hari yang dijanjikan” dalam ayat selanjutnya yakni وَ الۡیَوۡمِ
الۡمَوۡعُوۡدِ -- “dan demi Hari yang dijanjikan”
(Al-Burūj [85]:4), dapat berarti hari atau zaman ketika muncul Mujaddid yang ke 12, yang merupakan Mujaddid ‘azham (Mujaddid agung), sebab selain sebagai mujaddid abad ke 14 beliau
pun juga sebagai Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang Dijanjikan) atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58), untuk mewujudkan kebangkitan Islam
kedua kali di Akhir Zaman ini
(QS.61:110) yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaff
[61]:10).
Kebanyakan ahli
tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan
Islam di atas semua agama akan
menjadi kepastian, dengan demikian terjadinya “saat” itu merupakan الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ -- “Hari yang dijanjikan” pula.
Pada hakikatnya banyak “hari” semacam itu dalam sejarah Islam yang dapat disebut الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ -- “Hari yang dijanjikan”, seperti hari Pertempuran Badar, hari ketika Pertempuran Khandak berkesudahan dengan kejayaan besar, dan hari jatuhnya Mekkah. Tetapi “Hari yang dijanjikan” yang paripurna itu
ialah masa kebangkitan kedua-kalinya Nabi
Besar Muhammad saw. dalam
pribadi wakil atau khalifah beliau saw. pada abad ke-14 Hijrah, ketika agama Islam
akan memperoleh kehidupan baru dan
akan menang atas semua agama lainnya, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata. Dan juga Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
“Hari yang dijanjikan” itu dapat pula berarti hari
ketika orang-orang bertakwa akan
merasakan kelezatan nikmat pertemuan
dengan Tuhan mereka ketika telah
meraih derajat nafs- al-Muthmainnah (jiwa yang tentram - QS.89:28-31) setelah
melewati perjuangan berat pada tingkat nafs Ammarah
(QS.12:54) dan nafs-al-Lawwaamah
(jiwa yang mencela diri sendiri --
QS.75:3).
“Saksi” dan “Yang Diberi Kesaksian”
Selanjutnya makna ayat وَ
شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ -- “dan
demi saksi dan yang disaksikan”, pada hakikatnya tiap nabi Allah atau mushlih rabbani adalah syāhid, yaitu yang memberi kesaksian,
sebab beliau seorang saksi hidup akan adanya Wujud Allah
Swt., dan beliau itu pun masyhud (yang diberi kesaksian), sebab Allah Swt. memberi kesaksian akan kebenarannya
dengan memperlihatkan Tanda-tanda dan
mukjizat-mukjizat di tangannya untuk mendukung keberadaan-Nya yang disampaikan oleh rasul-Nya tersebut.
Tetapi di sini, seperti
nampak dari teks, syahid adalah Al-Masih
Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman yang muncul di
kalangan umat Islam, sedangkan masyhūd
adalah Nabi Besar Muhammad saw., dan ayat ini mengandung arti bahwa Al-Masih
Mau’ud a.s. akan
memberi kesaksian akan kebenaran kesempurnaan Nabi Besar Muhammad saw. dengan uraian-uraian, tabligh-tabligh, dan tulisan-tulisan
beliau dan dengan Tanda-tanda yang
akan ditampakkan Allah Swt. di tangan beliau.
Beliau (Al-Masih
Mau’ud a.s.) akan memberikan kesaksian
pula dalam arti bahwa dalam wujud
beliau nubuatan Nabi Besar Muhammad
saw. sendiri tentang kedatangan Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih
Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. (QS.43:58) telah memberi kesaksian
akan kebenaran beliau. Dengan
demikian Nabi Besar Muhammad saw. dan
Al-Masih Mau’ud a.s. itu bersama-sama merupakan syāhid
(saksi) dan masyhūd (yang diberi kesaksian). Demikianlah berbagai
makna yang terkandung dalam firman-Nya:
بِسۡمِ
اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ
السَّمَآءِ ذَاتِ الۡبُرُوۡجِ ۙ﴿﴾ وَ الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ ۙ﴿﴾ وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ ؕ﴿﴾
Aku baca Maha Pemurah, Maha Penyayang. Demi
langit yang memiliki gugusan-gugusan
bintang, dan demi Hari yang dijanjikan, dan demi
saksi dan yang disaksikan,
(Al-Burūj
[85]:1-4).
Masih mengenai
burūj (gugusan-gugusan bintang),
dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman mengenai hiasan
dan pemeliharaan-Nya terhadap
langit keruhanian:
وَ لَقَدۡ جَعَلۡنَا فِی السَّمَآءِ بُرُوۡجًا وَّ زَیَّنّٰہَا لِلنّٰظِرِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ
حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ
السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah menjadikan gugusan-gugusan
bintang di langit dan Kami telah menghiasinya untuk orang-orang yang melihat. Dan Kami
telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, kecuali jika
ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan memutarbalikkannya
maka ia dikejar kobaran nyala api
yang terang-benderang. (Al-Hijr
[15]:17-19).
Yang dimaksudkan dalam ayat-ayat ini bukan semata-mata keindahan pemandangan planit-planit dan bintang-bintang yang nampak di waktu malam. Tujuan agung yang dipenuhi oleh kejadian benda-benda langit itu disebut dalam
ayat-ayat berikutnya, yaitu “pemeliharaan
dari syaitan terkutuk” seperti juga dalam QS.16:17 dan QS.67:6, dan dalam menjadi sempurnanya tujuan agung itulah terletak keindahan yang sesungguhnya dari benda-benda langit itu.
Makna “Syaitan Pencuri
Dengar”
Makna ayat
شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ -- “setiap
syaitan yang terkutuk” (QS.15:18) menunjukkan, bahwa sebagaimana dalam alam kebendaan orang-orang yang berpembawaan buruk mempunyai sedikit banyak pengaruh dan dapat
mendatangkan beberapa kemudaratan
tertentu kepada orang-orang lain, tetapi mereka sama sekali tidak dapat meluputkan
orang-orang dari nikmat-nikmat samawi
(dari langit), seperti pengaruh
yang sehat dari bintang-bintang
dan sebagainya.
Demikian pula iblis atau syaitan dalam alam keruhanian tidak mempunyai kekuasaan atas nabi-nabi Allah dan pengikut-pengikut
mereka yang sejati (QS.15:40-43; QS.17:66; QS.34:22), sebab “bintang-bintang” cakrawala langit ruhani tersebut -- terutama para Rasul Allah dan para wali
Allah -- merupakan para “bintang-bintang
penjaga langit keruhanian” dari
upaya-upaya buruk “manusia-manusia
syaitan” guna menimbulkan kesesatan di kalangan umat manusia atau umat beragama.
Itulah makna ayat وَ
حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ -- “Dan Kami
telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ
فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ -- kecuali jika ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan
memutarbalikkannyamaka ia
dikejar kobaran nyala api yang terang-benderang”. (Al-Hijr [15]:18-19).
Kata “syaitan” dalam ayat yang sedang
dibahas ini dapat pula menunjuk kepada orang-orang
kafir tertentu, yang berkeinginan mencapai keakraban dengan Allah Swt. tanpa mengikuti ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi Allah sebagaimana
yang dilakukan Samiri terhadap Bani Israil ketika ditinggalkan oleh
Nabi Musa a.s. selama 40 hari untuk “bertemu”
dengan Allah Swt. sesuai perjanjian
(QS.7:143-1152; QS.20:84-99), firman-Nya:
اِنَّا زَیَّنَّا
السَّمَآءَ الدُّنۡیَا بِزِیۡنَۃِۣ
الۡکَوَاکِبِ ۙ﴿﴾ وَ حِفۡظًا مِّنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ
مَّارِدٍ ۚ﴿﴾ لَا یَسَّمَّعُوۡنَ اِلَی الۡمَلَاِ
الۡاَعۡلٰی وَ یُقۡذَفُوۡنَ مِنۡ
کُلِّ جَانِبٍ ٭ۖ﴿﴾
دُحُوۡرًا
وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ
وَّاصِبٌ ۙ﴿﴾ اِلَّا مَنۡ خَطِفَ
الۡخَطۡفَۃَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ ثَاقِبٌ
﴿﴾
Sesungguhnya Kami
telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan bintang-bintang, dan telah
memeliharanya dari setiap syaitan durhaka. Mereka tidak
dapat mendengar-dengarkan pembicaraan majlis malaikat-malaikat yang tinggi dan mereka dilempari dari segala penjuru. Terusir
dan bagi mereka ada azab yang kekal. Kecuali barangsiapa mencuri-curi sesuatu
pembicaraan maka ia dikejar oleh cahaya api yang
cemer-lang. (Ash-Shāffat [37]:7-11).
Ayat
ini menunjuk kepada kesejajaran
antara tatanan alam kebendaan dan tatanan
alam keruhanian, bahwa seperti halnya
cakrawala alam lahir didukung oleh
adanya planit-planit dan bintang-bintang, demikian pula cakrawala alam ruhani didukung oleh
adanya planit-planit dan bintang-bintang yang terdiri dari nabi-nabi Allah dan mushlih-mushlih rabbani.
Tiap-tiap wujud mereka itu berperan sebagai perhiasan
bagi cakrawala alam keruhanian,
sebagaimana bintang-bintang dan planit-planit di langit memperindah dan menghiasi
cakrawala alam jasmani ini.
Syaitan-syaitan itu terdiri dari dua
golongan: (a) musuh-musuh di dalam
selimut Jemaat kaum Muslimin
sendiri, seperti orang-orang munafik dan sebagainya. Mereka itu disebut “syaitan
durhaka,” seperti tersebut dalam ayat ini, dan (b) musuh-musuh dari luar atau orang-orang kafir yang disebut sebagai “syaithanirrajim” (syaitan
yang terkutuk - QS.15:18).
Selama Kalamullāh (firman Allah) terpelihara di langit, Kalamullāh itu aman dan terpelihara dari
gangguan pencurian dan serobotan, tetapi sesudah diturunkan
kepada seorang nabi Allah maka “syaitan” atau musuh-musuh nabi-nabi Allah berusaha menyalah-sampaikan atau menyalahartikannya,
dengan mengutip kata-kata nabi Allah itu
secara keliru atau dengan mengambil sebagian wahyunya dan mencampurkan banyak kepalsuan dengan wahyu itu, atau bahkan mereka mencoba
mengemukakan ajaran nabi itu sebagai ajaran
mereka sendiri. Tetapi kepalsuan
mereka tersingkap oleh penjelasan hakiki
yang diberikan oleh sang Mushlih rabbani
(Rasul Allah) mengenai wahyunya
itu.
Jaminan Pemeliharaan Allah Swt. Terhadap Al-Quran
Terhadap orang-orang semacam itu memang langit keruhanian telah dijaga
dan pintu gerbangnya ditutup
erat-erat, firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا
الذِّکۡرَ وَ اِنَّا
لَہٗ لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ فِیۡ شِیَعِ
الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ
اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾ کَذٰلِکَ نَسۡلُکُہٗ
فِیۡ قُلُوۡبِ الۡمُجۡرِمِیۡنَ﴿ۙ﴾ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ
بِہٖ وَ قَدۡ خَلَتۡ سُنَّۃُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ فَتَحۡنَا
عَلَیۡہِمۡ بَابًا مِّنَ السَّمَآءِ فَظَلُّوۡا فِیۡہِ یَعۡرُجُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لَقَالُوۡۤا
اِنَّمَا سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ نَحۡنُ قَوۡمٌ مَّسۡحُوۡرُوۡنَ﴿٪﴾
Sesungguhnya Kami-lah
Yang menurunkan peringatan ini, dan
sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.
Dan sungguh
Kami benar-benar telah mengutus
rasul-rasul sebelum engkau kepada
umat-umat yang terdahulu, dan sekali-kali tidak datang kepada mereka
seorang rasul pun, melainkan mereka
selalu memperolok-olokkannya.
Demikianlah Kami memasukkan kebiasaan
buruk ini ke dalam hati orang-orang yang berdosa. Mereka
itu tidak beriman kepada Al-Quran
ini, sekalipun telah berlalu sebelum mereka contoh orang-orang yang terdahulu. Dan
seandainya Kami membukakan bagi mereka
sebuah pintu langit ruhani dan mereka
terus saja naik melaluinya,
niscaya mereka akan berkata: “Mata kami saja yang dikaburkan, bahkan kami orang-orang yang kena sihir.”
(Al-Hijr [15]:10-16).
Mana ayat
وَ لَوۡ فَتَحۡنَا عَلَیۡہِمۡ
بَابًا مِّنَ السَّمَآءِ فَظَلُّوۡا فِیۡہِ
یَعۡرُجُوۡنَ -- “Dan
seandainya Kami membukakan bagi mereka sebuah pintu langit ruhani dan mereka terus saja naik melaluinya, لَقَالُوۡۤا اِنَّمَا سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ نَحۡنُ قَوۡمٌ مَّسۡحُوۡرُوۡنَ -- niscaya mereka akan berkata: “Mata kami saja yang
dikaburkan, bahkan kami orang-orang yang
kena sihir” (ayat 15-16), dapat diartikan, bahwa jika Allah Swt. berkenan
membukakan pintu-pintu gerbang rahmat-Nya
dan menjauhkan siksaan, maka daripada
menghadap kepada-Nya dengan penuh rasa
syukur, orang-orang kafir itu malahan menjadi sibuk dalam mengejar
kesejahteraan dan kesenangan duniawi.
Jadi, orang-orang kafir telah menjadi demikian rupa terasing dari urusan-urusan
ruhani, sehingga seandainya pun mereka menikmati pengalaman-pengalaman ruhani yang telah dialami oleh Nabi Besar
Muhammad saw. dan karenanya
memperoleh beberapa kasyaf
(penglihatan gaib dalam keadaan sadar) mengenai ketinggian keruhanian yang telah dicapai oleh beliau saw., tetapi
mereka tetap tidak akan percaya serta
memberikan penafsiran negative
dan akan berkata bahwa mereka telah menjadi korban sihir atau tenung.
Dengan demikian benarlah firman-Nya:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ
حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ
شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ
لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ
یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ
زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ
شَآءَ رَبُّکَ
مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat
kepada mereka, orang-orang yang telah mati berbicara
dengan mereka, dan Kami mengumpul-kan
segala sesuatu berhadap-hadapan di
depan mereka, mereka sekali-kali tidak
akan beriman, kecuali jika Allah
menghendaki, tetapi kebanyakan
mereka berlaku jahil. Dan dengan
cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan
di antara manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui,
dan jika Rabb (Tuhan) engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang
mereka ada-adakan, dan supaya hati
orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka
mengusahakan apa yang sedang me-reka usahakan. (Al-An’ām [6]:112-114).
Pengejaran “Syaitan Pencuri Dengar” oleh “Nyala
Api yang Terang Benderang”
Jadi, kembali kepada firman Allah Swt.
sebelum ini mengenai gugusan-gugusan
bintang di langit:
وَ لَقَدۡ جَعَلۡنَا فِی السَّمَآءِ بُرُوۡجًا وَّ زَیَّنّٰہَا لِلنّٰظِرِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ
حَفِظۡنٰہَا مِنۡ کُلِّ شَیۡطٰنٍ رَّجِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ
اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ فَاَتۡبَعَہٗ شِہَابٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah menjadikan gugusan-gugusan
bintang di langit dan Kami telah menghiasinya untuk orang-orang yang melihat. Dan Kami
telah memeliharanya dari gangguan setiap syaitan yang terkutuk, kecuali jika
ada orang yang mencuri dengar wahyu Ilahi dan memutarbalikkannya
maka ia dikejar kobaran nyala api
yang terang-benderang. (Al-Hijr
[15]:17-19).
Makna “mencuri
Kalam Ilahi” dalam ayat اِلَّا مَنِ
اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ -- “kecuali jika ada orang yang mencuri dengar” dapat
mengandung arti perbuatan palsu
orang-orang yang berlagak
mengemukakan ajaran-ajaran para nabi
sebagai ajaran dari mereka sendiri.
Mereka itu berusaha menipu orang-orang awam
agar mempercayai bahwa nabi-nabi Allah
tidak membawa ajaran baru, dan bahwa
mereka juga mempunyai pengetahuan
yang dimiliki oleh para nabi Allah.
Atau ayat itu dapat juga berarti,
bahwa mereka mengutip suatu bagian
dari ajaran dengan jalan
memisahkannya dari siaq-sabaq (ujung pangkalnya) dan berusaha menyesatkan orang-orang yang sederhana pikirannya, dengan memberikan penafsiran salah tentang kata-kata itu
dan mengaburkan artinya.
Kata-kata اِلَّا مَنِ اسۡتَرَقَ السَّمۡعَ -- kecuali jika ada orang yang mencuri
dengar jelas menunjukkan, bahwa
kata-kata langit dalam ayat 17 menggambarkan sistem keruhanian dan bukan angkasa alam jasmani, sebab mencuri Kalam
Ilahi itu tidak ada sangkut pautnya dengan langit jasmani melainkan dengan langit
ruhani.
Kata burūj
(gugusan bintang-bintang) dalam ayat 17 menggambarkan rasul-rasul Allah secara umum, sedangkan kata-kata syihābun
mubīn (kobaran nyala api yang terang benderang) dalam ayat ini atau syihābun
tsāqib (kobaran nyala api yang me-nembus) tercantum dalam QS.37:11 dipakai untuk Rasul masa ini yaitu Penghulu para Rasul Allah, yakni Nabi Besar
Muhammad saw..
Pengejaran syaitan oleh syihāb (nyala api) maksudnya, bahwa selama
suatu ajaran agama berlandaskan pada wahyu Ilahi (Adz-dzikr - QS.15:10) dan memberi nur dan hidayat maka mushlih-mushlih rabbani
(pembaharu-pembaharu dari Allah) – dalam hal ini kedatangan para mujaddid dan para wali Allah -- juga
terus-menerus muncul untuk menjaganya,
itulah makna lain jaminan pemeliharaan
Allah Swt. atas Al-Quran:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا
الذِّکۡرَ وَ اِنَّا
لَہٗ لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Kami-lah
Yang menurunkan peringatan ini, dan
sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.
(Al-Hijr
[15]:10).
Demikian juga halnya di Akhir
Zaman ini pun dalam rangka memelihara
Al-Quran serta membukakan khazanah-khazanah keruhanian Al-Quran (QS.3:180; QS.72:27-29) yang sangat
diperlukan umat manusia di Akhir Zaman
ini, Allah Swt. telah membangkitkan mujaddid
‘azham (mujaddid agung), sebab beliau selain sebagai mujaddid juga merupakan Rasul
Akhir Zaman (QS.61:10), yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berlainan (QS.77:12),
sekaligus merupakan pengutusan kedua kali
secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw.
di kalangan kaum ākharīna minhum
(QS.62:3-4), yakni Mirza Ghulam Ahmad
a.s.. guna mewujudkan kejayaan Islam
yang kedua kali, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaff
[61]:10).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 19 Februari
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar