بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
198
Falsafah Nikmat-nikmat
Surga yang Digambarkan Al-Quran Secara
Kiasan
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya
masalah
jihad , dalam Al-Quran ada dua
sebutan, yakni (1) jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah – QS.8:75; QS.9:41,
88 & 111) berupa pengorbanan
harta dan jiwa di jalan Allah
Swt.. (2) jihad fīllāh (jihad dalam
Allah – QS.22:79; QS.29:70) berupa upaya
mengendalikan hawa-nafsu demi meraih kedekatan dan perjumpaan dengan Allah Swt., sebab
kata fīnā atau fīllāh
berarti “untuk menjumpai Kami” atau “untuk menjumpai Allah.”
Tingkatan jihad fīllāh (jihad di dalam Allah) lebih tinggi
derajatnya daripada jihad fī sabilillāh
(jihad di jalan Allah), karena dalam jihad fī sabilillāh (jihad di jalan
Allah) kemurnian lillāh (karena Allah) dapat dikotori
dengan niat-niat lainnya dalam
melaksanakan jihad fī sabilillāh
(jihad di jalan Allah), sebagaimana dikemukakan dalam hadits qudsi berikut ini:
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., beliau
berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya salah seorang
yang pertama di hisab di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid (gugur dalam peperangan);
kemudian disebutkan baginya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya,
dan dia membenarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya
kepadanya, ‘Apa yang engkau kerjakan dengan nikmat itu?’,
lelaki itu menjawab, ‘Aku berperang
untuk Engkau hingga aku syahid’;
Allah menjawab, “Engkau berdusta,
(akan tetapi sesungguhnya) engkau
berperang agar orang menyebut engkau pemberani, dan (orang – orang) telah menyebutkan demikian itu”,
kemudian diperintahkan (malaikat) agar
dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka dan dilemparkan ke dalamnya”.
Dan seorang laki–laki yang mempelajari ilmu dan
mengamalkannya serta dia membaca al-Quran, kemudian dia didatangkan,
kemudian disebutkan nikmat–nikmat yang
diberikan kepadanya dan dia membenarkannya. Kemudian Allah bertanya, ‘Apa yang engkau kerjakan dengan
nikmat–nikmat itu?’ lelaki itu menjawab, ‘Aku mencari ilmu dan mengamalkannya (mengajarkannya), dan aku membaca Al-Quran karena Engkau’.
Allah berfirman, “Engkau berdusta,
(akan tetapi) engkau mencari ilmu itu
agar disebut sebagai ‘alim (orang yang berilmu), dan engkau membaca Al-Quran agar orang menyebut engkau qari’, dan engkau telah disebut demikian itu (alim
& qari’)” kemudian diperintahkan
(malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka
dan di masukkan ke dalam neraka.”
Dan seorang laki – laki yang diluaskan (rizkinya) oleh Allah, dan
dikaruniai berbagai harta kekayaan. Kemudian dia dihadapkan, dan disebutkan nikmat–nikmat yang diberikan
kepadanya, dan dia membenarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Apa
yang engkau kerjakan dengan nikmat – nikmat itu?”, lelaki itu menjawab, “Tidaklah aku meninggalkan jalan yang aku
cintai selain aku menginfakkan hartaku untuk Engkau”; Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Engkau berdusta, tetapi engkau melakukan
itu semua agar orang menyebut engkau dermawan, dan engkau telah disebut demikian”. Kemudian diperintahkan (malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya,
hingga sampai di neraka dan dimasukkan ke dalam neraka.
(HR.
Muslim dan begitu juga at-Tirmidzi dan an-Nasai).
Demikianlah beberapa hal berkenaan dengan
jihad fī sabīlillah (jihad di jalan Allah) dengan
harta dan jiwa yang rawan dicampuri dengan niat-niat yang bersifat riya (pamer).
Jihad Fīllāh (Jihad
di Dalam Allah)
Berikut
adalah beberapa firman Allah Swt.
berkenaan dengan jihad fīllāh (jihad dalam Allah):
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا
فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang
yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan
sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa jihad
sebagaimana diperintahkan oleh Allah Swt. dalam Al-Quran (Islam), tidak berarti
harus membunuh atau menjadi korban pembunuhan -- sebagaimana yang marak dilakukan di Akhir
Zaman ini dengan peristiwa “bom bunuh
diri” -- melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti
“untuk menjumpai Kami.”
Kenapa
demikian? Sebab tujuan Allah Swt. mengutus para Rasul Allah serta menurunkan
syariat (hukum-hukum agama) -- terutama Nabi Besar Muhammad saw. dan
agama Islam (Al-Quran) -- adalah supaya
di dalam kehidupan di dunia ini juga para pengamalnya dapat “bertemu” dan “berkomunikasi”
dengan Allah Swt., sehingga tercipta kehidupan surgawi di dunia ini juga, firman-Nya:
وَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّہٖ
جَنَّتٰنِ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿ۙ﴾
Dan bagi orang
yang takut akan Keagungan Rabb-nya
(Tuhan-nya) ada dua surga. Maka yang
manakah di antara nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua, yang kamu dustakan? (Al-Rahmān [55]:47-48).
Gambaran
Nikmat-nikmat Surga dalam Al-Quran
adalah Kiasan
Waktu
Nabi Besar Muhammad saw. menggambarkan bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga, beliau saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga
itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia
dapat membayangkannya” (Bukhari,
Kitab Bad’al-Khalaq).
Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan. Nikmat-nikmat itu
akan merupakan penjelmaan-keruhanian perbuatan dan tingkah-laku baik yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini. Kata-kata yang dipergunakan untuk menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam
Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan.
Ayat yang sekarang pun dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih
baik dan jauh lebih berlimpah-limpah
dari yang dikhayalkan atau dibayangkan. Keadaan nikmat-nikmat
dalam surga itu akan berada jauh di
luar batas jangkauan daya cipta
manusia, yang pasti bahwa menurut Allah Swt. keadaan kehidupan surgawi di akhirat
adalah jauh lebih baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia (QS.87:17-20; QS.93:5).
Kepada keadaan kehidupan surgawi
seorang mukmin sejati inilah Al-Quran
mengisyaratkan di dalam QS.10:65 dan QS.41:31-33, firman-Nya:
اَلَاۤ اِنَّ اَوۡلِیَآءَ
اللّٰہِ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿ۚۖ﴾ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا یَتَّقُوۡنَ ﴿ؕ﴾ لَہُمُ
الۡبُشۡرٰی فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی
الۡاٰخِرَۃِ ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ لِکَلِمٰتِ اللّٰہِ
ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ﴿ؕ﴾
Ingatlah!
Sesungguhnya wali-wali (sahabat-sahabat)
Allah itu, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih. Yaitu orang-orang yang telah beriman dan senantiasa bertakwa. Bagi mereka ada kabar gembira dalam kehidupan
di dunia dan di akhirat, tidak ada perubahan pada firman-firman Allah, itulah kemenangan yang besar. (Yunus
[10]:63-65).
Perasaan “takut” itu bertalian
dengan amal perbuatan manusia di masa yang akan datang, dan perasaan “sedih”
dengan amal perbuatan yang sudah lampau. Sehubungan dengan hal tersebut
Allah Swt. berfirman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ قَالُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَیۡہِمُ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ اَلَّا تَخَافُوۡا وَ لَا
تَحۡزَنُوۡا وَ اَبۡشِرُوۡا بِالۡجَنَّۃِ
الَّتِیۡ کُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ ﴿﴾ نَحۡنُ اَوۡلِیٰٓؤُکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ
الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَشۡتَہِیۡۤ اَنۡفُسُکُمۡ
وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَدَّعُوۡنَ ﴿ؕ﴾ نُزُلًا مِّنۡ غَفُوۡرٍ رَّحِیۡمٍ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ”Rabb (Tuhan) kami Allah,” kemudian mereka teguh, kepada mereka turun malaikat-malaikat seraya
berkata: ”Janganlah kamu takut,
dan jangan pula bersedih, dan bergem-biralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan
kepada kamu. Kami
adalah teman-teman kamu di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Dan bagi kamu di dalam-nya apa yang
diinginkan dirimu dan bagi kamu di
dalamnya apa yang kamu minta, sebagai hidangan
dari Tuhan Yang Maha Pengampun,
Maha Penyayang.” (Hā Mīm
– As-Sajdah
[41]:31-33).
Falsafah
Kiasan Nikmat-nikmat
Surga dalam Al-Quran
Dalam kehidupan di dunia inilah malaikat-malaikat turun kepada orang yang beriman dan bertakwa untuk memberi mereka kata-kata penghibur dan pelipur lara jika mereka menampakkan keteguhan dan ketabahan di tengah-tengah cobaan
dan kemalangan yang berat dalam berpegangteguh pada Tauhid Ilahi, sehingga mereka benar-benar akan meraih qurb Ilahi (kedekatan kepada Allah Swt.)
yang semakin sempurna, sebagaimana firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا
فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang
yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan
sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
Kata “dua surga” dalam QS.55:47 pun mungkin juga dua lembah subur, yang diairi oleh dua aliran sungai – Jaihan dan Saihan serta Efrat dan Nil, yang menurut sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw. adalah “sungai-sungai
surgawi” (Muslim). Kedua lembah subur” yang disebut “jannah” (kebun) ini jatuh
ke tangan orang-orang Islam di masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a., firman-Nya:
وَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّہٖ
جَنَّتٰنِ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿ۙ﴾
Dan bagi orang
yang takut akan Keagungan Rabb-nya
(Tuhan-nya) ada dua surga. Maka yang
manakah di antara nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua, yang kamu dustakan? (Al-Rahmān [55]:47-48).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai gambaran keadaan kedua “jannah” (kebun/surga) yang akan diwariskan kepada orang-orang yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga itu memiliki
berbagai pepohonan yang berdaun rimbun.
Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu
berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
Seperti halnya di dalam dunia ini
dalam rangka melaksanakan peribadahan
(beribadah) kepada Allah Swt.
(QS.51:57) orang-orang beriman hakiki
menjalani bermacam-macam kesengsaraan
demi Tuhan mereka, dan sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum syariat
(agama) mereka melakukan segala amal baik
dan amal saleh, maka begitu pulalah kelak di akhirat, kesusahan-kesusahan
dan amal baik mereka di jalan
Allah tersebut secara kiasan akan
beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai denngan tingkatan
kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal
shaleh yang mereka lakukan.
Falsafah
“Kebun-kebun” dan “Sungai-sungai
Surgawi”
Setelah mengemukakan berbagai pohon yang berdaun rimbun yang ada dalam jannah
(kebun surgawi) selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keberadaan
sungai-sungai yang mengalir:
فِیۡہِمَا عَیۡنٰنِ تَجۡرِیٰنِ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Di dalam keduanya
(kedua surga itu) ada dua mata air yang mengalir. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān
[55]:51-52).
Kata-kata dua mata air yang mengalir boleh jadi
merupakan perwujudan ruhani pengamalan
huququllāh (kewajiban-kewajiban terhadap Allah) dan huququl’ibād (kewajiban-kewajiban
terhadap sesama hamba-Allah), yang dilaksanakan oleh orang-orang beriman dan bertakwa selama mereka hidup di dunia ini dengan sepenuhnya dan
sepatuh-patuhnya.
Penunaian kedua kewajiban itu,
di akhirat akan beroleh bentuk dua mata air. Karena seorang beriman sejati tidak henti-hentinya
menunaikan kewajiban-kewajiban itu
maka mata-mata
air itu telah digambarkan sebagai mengalir
dengan tetap.
Itulah salah satu falsafah
mengenai sebutan jannah (kebun) dan “sungai yang mengalir di bawahnya”
mengenai surga yang disediakan Allah
Swt. bagi bagi orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh, mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman-Nya berikut ini:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا
وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
ؕ کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ
ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar
gembira orang-orang yang beriman dan
beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, mereka berkata: “Inilah yang
telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan mereka
akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah
[2]:26).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28
Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar