Minggu, 13 April 2014

Falsafah "Nikmat-nikmat Surga" yang Digambarkan Al-Quran Secara Kiasan



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  198

Falsafah Nikmat-nikmat Surga yang Digambarkan Al-Quran Secara  Kiasan

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya  masalah jihad , dalam Al-Quran ada dua sebutan, yakni  (1) jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah – QS.8:75; QS.9:41, 88  & 111) berupa  pengorbanan harta dan jiwa di jalan Allah Swt.. (2) jihad fīllāh (jihad dalam Allah – QS.22:79;  QS.29:70) berupa upaya mengendalikan hawa-nafsu demi meraih kedekatan dan perjumpaan dengan Allah Swt., sebab  kata fīnā  atau fīllāh  berarti “untuk menjumpai Kami”  atau “untuk menjumpai Allah.”
       Tingkatan jihad fīllāh  (jihad di dalam Allah) lebih tinggi derajatnya daripada jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah),  karena dalam jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah)  kemurnian lillāh (karena Allah) dapat dikotori dengan niat-niat lainnya dalam melaksanakan jihad fī sabilillāh (jihad di jalan Allah), sebagaimana dikemukakan dalam hadits qudsi berikut ini: 
    Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya salah seorang yang pertama di hisab di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid (gugur dalam peperangan); kemudian disebutkan baginya   nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya, dan dia membenarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya kepadanya, ‘Apa yang  engkau kerjakan dengan nikmat itu?’, lelaki itu menjawab, ‘Aku berperang untuk Engkau hingga aku syahid’; Allah menjawab, “Engkau berdusta, (akan tetapi sesungguhnya) engkau berperang agar orang menyebut engkau pemberani, dan (orang – orang) telah menyebutkan demikian itu”, kemudian diperintahkan (malaikat) agar dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka dan dilemparkan ke  dalamnya”.
   Dan   seorang laki–laki yang mempelajari ilmu dan mengamalkannya serta dia membaca al-Quran, kemudian dia didatangkan, kemudian disebutkan nikmat–nikmat yang diberikan kepadanya dan dia membenarkannya. Kemudian Allah bertanya, ‘Apa yang engkau kerjakan dengan nikmat–nikmat itu?’ lelaki itu menjawab, ‘Aku mencari ilmu dan  mengamalkannya (mengajarkannya), dan aku membaca Al-Quran karena Engkau’. Allah berfirman, “Engkau berdusta, (akan tetapi) engkau mencari ilmu itu agar disebut sebagai ‘alim (orang yang berilmu), dan engkau membaca Al-Quran agar orang menyebut engkau qari’, dan engkau telah disebut demikian itu (alim & qari’)” kemudian diperintahkan (malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya hingga sampai di neraka dan di masukkan ke dalam neraka.
       Dan   seorang laki – laki yang diluaskan (rizkinya) oleh Allah, dan dikaruniai berbagai harta kekayaan. Kemudian dia dihadapkan, dan disebutkan nikmat–nikmat yang diberikan kepadanya, dan dia membenarkannya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Apa yang engkau kerjakan dengan nikmat – nikmat itu?”, lelaki itu menjawab, “Tidaklah aku meninggalkan jalan yang aku cintai selain aku menginfakkan hartaku untuk Engkau”; Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Engkau berdusta, tetapi engkau melakukan itu semua agar orang menyebut engkau dermawan, dan engkau telah disebut demikian”. Kemudian diperintahkan (malaikat) kepadanya, agar dia diseret di atas wajahnya, hingga sampai di neraka dan dimasukkan ke dalam neraka. (HR. Muslim dan begitu juga at-Tirmidzi dan an-Nasai).
      Demikianlah beberapa hal berkenaan dengan jihad fī sabīlillah (jihad di jalan Allah) dengan harta dan jiwa yang rawan dicampuri dengan niat-niat yang bersifat riya (pamer).

Jihad Fīllāh (Jihad di Dalam Allah)

       Berikut adalah  beberapa firman Allah Swt. berkenaan dengan jihad fīllāh (jihad dalam Allah):
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
        Sebagaimana telah dikemukakan bahwa  jihad sebagaimana diperintahkan oleh Allah Swt. dalam Al-Quran (Islam), tidak berarti harus membunuh atau menjadi korban pembunuhan   -- sebagaimana yang marak dilakukan  di Akhir Zaman ini dengan peristiwa “bom bunuh diri” --  melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti “untuk menjumpai Kami.”
       Kenapa demikian? Sebab tujuan Allah Swt. mengutus para Rasul Allah serta menurunkan  syariat  (hukum-hukum agama)    -- terutama Nabi Besar Muhammad saw. dan agama Islam (Al-Quran)   -- adalah supaya di dalam kehidupan di dunia    ini juga para pengamalnya dapat “bertemu  dan “berkomunikasi” dengan Allah Swt., sehingga  tercipta kehidupan surgawi  di dunia ini juga, firman-Nya:
وَ  لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ  رَبِّہٖ  جَنَّتٰنِ ﴿ۚ﴾  فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿ۙ﴾
Dan bagi orang yang takut akan   Keagungan Rabb-nya (Tuhan-nya) ada dua surga. Maka yang manakah di antara nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua, yang kamu dustakan? (Al-Rahmān [55]:47-48).

Gambaran Nikmat-nikmat Surga dalam Al-Quran adalah Kiasan

         Waktu Nabi Besar Muhammad saw.  menggambarkan bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga, beliau saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).
      Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan. Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian perbuatan dan tingkah-laku baik yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini.  Kata-kata yang dipergunakan untuk menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan.
        Ayat yang sekarang pun dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman  yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan atau dibayangkan. Keadaan  nikmat-nikmat dalam surga itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia, yang pasti bahwa menurut Allah Swt. keadaan kehidupan surgawi di akhirat adalah jauh lebih baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia (QS.87:17-20; QS.93:5).
   Kepada keadaan kehidupan surgawi seorang mukmin sejati inilah Al-Quran mengisyaratkan di dalam QS.10:65 dan QS.41:31-33, firman-Nya:
اَلَاۤ اِنَّ اَوۡلِیَآءَ اللّٰہِ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا  ہُمۡ  یَحۡزَنُوۡنَ ﴿ۚۖ﴾ الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  وَ کَانُوۡا  یَتَّقُوۡنَ ﴿ؕ﴾ لَہُمُ الۡبُشۡرٰی فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ؕ لَا  تَبۡدِیۡلَ  لِکَلِمٰتِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ  ہُوَ  الۡفَوۡزُ  الۡعَظِیۡمُ﴿ؕ﴾
Ingatlah! Sesungguhnya wali-wali (sahabat-sahabat) Allah itu,  tidak  ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.  Yaitu orang-orang yang telah beriman dan senantiasa bertakwa. Bagi mereka ada kabar gembira dalam kehidupan di dunia dan  di akhirat, tidak ada perubahan pada firman-firman Allah, itulah kemenangan yang besar. (Yunus [10]:63-65).
         Perasaan “takut” itu bertalian dengan amal perbuatan manusia di masa yang akan datang, dan perasaan “sedih” dengan amal perbuatan yang sudah lampau. Sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt. berfirman:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ قَالُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ  ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  اَلَّا تَخَافُوۡا وَ لَا تَحۡزَنُوۡا وَ اَبۡشِرُوۡا بِالۡجَنَّۃِ  الَّتِیۡ  کُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ ﴿﴾ نَحۡنُ اَوۡلِیٰٓؤُکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ  الدُّنۡیَا وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ ۚ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَشۡتَہِیۡۤ اَنۡفُسُکُمۡ وَ لَکُمۡ فِیۡہَا مَا تَدَّعُوۡنَ ﴿ؕ﴾ نُزُلًا  مِّنۡ غَفُوۡرٍ  رَّحِیۡمٍ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ”Rabb (Tuhan) kami Allah,” kemudian mereka teguh,  kepada mereka turun  malaikat-malaikat seraya berkata: Janganlah kamu takut, dan jangan pula bersedih, dan bergem-biralah  kamu dengan surga yang telah dijanjikan kepada kamu.  Kami adalah teman-teman kamu di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Dan bagi  kamu di dalam-nya apa yang diinginkan dirimu dan bagi kamu di dalamnya apa yang kamu minta, sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Hā MīmAs-Sajdah [41]:31-33).

Falsafah    Kiasan  Nikmat-nikmat Surga dalam Al-Quran

   Dalam kehidupan di dunia inilah malaikat-malaikat turun kepada orang yang beriman dan bertakwa untuk memberi mereka kata-kata penghibur dan pelipur lara jika mereka menampakkan keteguhan dan ketabahan di tengah-tengah cobaan dan kemalangan yang berat dalam berpegangteguh pada Tauhid Ilahi, sehingga mereka benar-benar akan meraih qurb Ilahi (kedekatan kepada Allah Swt.) yang semakin sempurna, sebagaimana firman-Nya:  
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
     Kata “dua surga” dalam QS.55:47  pun mungkin juga dua lembah subur, yang diairi oleh dua aliran sungai – Jaihan dan Saihan  serta Efrat dan Nil, yang menurut sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.  adalah “sungai-sungai surgawi” (Muslim). Kedua lembah subur”  yang disebut “jannah” (kebun) ini jatuh ke tangan orang-orang Islam di masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a., firman-Nya:
وَ  لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ  رَبِّہٖ  جَنَّتٰنِ ﴿ۚ﴾  فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿ۙ﴾
Dan bagi orang yang takut akan   Keagungan Rabb-nya (Tuhan-nya) ada dua surga.  Maka yang manakah di antara nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua, yang kamu dustakan? (Al-Rahmān [55]:47-48).
  Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai gambaran keadaan kedua “jannah” (kebun/surga) yang akan diwariskan kepada orang-orang yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ   اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga itu  memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka   nikmat-nikmat  Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu  berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
    Seperti halnya di dalam dunia ini dalam rangka melaksanakan peribadahan (beribadah) kepada Allah Swt. (QS.51:57) orang-orang beriman hakiki menjalani bermacam-macam kesengsaraan demi Tuhan mereka,  dan  sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum syariat (agama) mereka melakukan segala amal baik dan amal saleh,  maka begitu pulalah kelak di akhirat,  kesusahan-kesusahan dan amal baik mereka  di jalan Allah tersebut secara kiasan akan beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai denngan tingkatan kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal shaleh yang mereka lakukan.

Falsafah    Kebun-kebun  dan “Sungai-sungai Surgawi

  Setelah mengemukakan  berbagai pohon yang berdaun rimbun yang ada dalam jannah (kebun surgawi) selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keberadaan sungai-sungai yang mengalir:
فِیۡہِمَا عَیۡنٰنِ  تَجۡرِیٰنِ ﴿ۚ﴾  فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Di dalam keduanya (kedua surga itu) ada dua mata air  yang mengalir. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:51-52).
    Kata-kata  dua mata air yang mengalir boleh jadi merupakan perwujudan ruhani pengamalan huququllāh (kewajiban-kewajiban terhadap Allah) dan huququl’ibād (kewajiban-kewajiban terhadap sesama hamba-Allah), yang dilaksanakan oleh orang-orang beriman dan bertakwa selama mereka hidup di dunia ini dengan sepenuhnya dan sepatuh-patuhnya.
  Penunaian kedua kewajiban itu, di akhirat akan beroleh bentuk dua mata air. Karena seorang beriman sejati tidak henti-hentinya menunaikan kewajiban-kewajiban itu maka  mata-mata air itu telah digambarkan sebagai mengalir dengan tetap.
   Itulah salah satu falsafah mengenai sebutan jannah  (kebun) dan “sungai  yang mengalir di bawahnya” mengenai surga yang disediakan Allah Swt. bagi bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh,  mengisyaratkan kepada kenyataan itulah   firman-Nya berikut ini:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,  dan mereka akan kekal di dalamnya.  (Al-Baqarah [2]:26).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  28  Februari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar