بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab 201
Berbagai Petunjuk dan Hikmah yang
Terkandung Dalam Berbagai Macam “Perumpamaan
Nikmat-nikmat Surgawi” di Akhirat
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai hakikat buah-buahan
di akhirat bahwa sesungguhnya hal
tersebut berupa gambaran mutu
keimanannya sendiri. Ketika mereka hendak memakannya mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa buah-buahan
itu adalah hasil imannya di dunia,
dan karena rasa syukur atas nikmat itu mereka akan berkata: ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- “inilah
yang telah diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “apa yang telah dijanjikan kepada kami.”
Makna “Buah-buah Surgawi” yang Hampir Serupa
Kata-kata “yang hampir serupa” dalam ayat بِہٖ مُتَشَابِہًا ٖ وَ اُتُوۡا --
“akan diberikan kepada mereka
yang serupa dengannya” tertuju kepada persamaan antara amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman di dunia
ini dan buah atau hasilnya di surga. Amal ibadah dalam kehidupan sekarang akan nampak kepada
orang-orang beriman sebagai hasil atau buah di akhirat.
Makin sungguh-sungguh dan
makin sepadan ibadah manusia, makin
banyak pula ia menikmati buah-buah
yang menjadi bagiannya di surga
dan makin baik pula buah-buah itu dalam nilai
dan mutunya. Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan yang
dikehendakinya terletak pada kekuatannya
sendiri.
Ayat ini berarti pula
bahwa makanan ruhani orang-orang
beriman di surga akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing.
Itulah makna ayat:
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ
ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ
مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, mereka berkata: “Inilah yang
telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka
yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan mereka
akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah
[2]:26).
Kata-kata “mereka akan kekal
di dalamnya” berarti bahwa orang-orang beriman
di surga tidak akan pernah mengalami
sesuatu perubahan atau kemunduran. Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi karena makanan
surgawi akan benar-benar cocok
untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran
dengan sendirinya akan lenyap.
Itulah sebabnya menurut Allah
Swt. para ahli surga akan terus menerus mengalami kemajuan dalam kehidupan
surgawi atau dalam berbagai tingkatan
kehidupan surgawi di akhirat yang mereka alami, yang dalam QS.57:13 dan QS.66:9 digambarkan “cahaya mereka” akan berlari-lari di hadapan
dan di sebelah kanan mereka.
“Jodoh-jodoh Suci” Para Penghuni Surga & Makna “Lemah Bagaikan Nyamuk”
Orang-orang beriman juga akan mempunyai jodoh-jodoh
suci di surga. Istri yang baik adalah sumber kegembiraan dan kesenangan. Orang-orang beriman berusaha mendapatkan istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat.
Makna “jodoh-jodoh yang suci” di surga tersebut bisa juga adalah istri-istri atau suami-suami
mereka sendiri di dunia ini yang
merupakan keadaan akhlak dan ruhaninya
merupakan “penyejuk mata” bagi mereka
(suami/istri) -- sebagaimana doa ‘ibadu-Rahmān
(hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah)
dalam QS.25:64-77 -- lihat pula
QS.13:24; QS 40:8-10; QS.52:22 mengenai
akan berkumpulnya “keluarga surgawi” di akhirat.
Namun meski pun demikian kesenangan di surga tidak bersifat kebendaan, sebagaimana umumnya dipercayai,
padahal adanya persamaan tersebut hanya dalam nama (sebutan),
bukan dalam kenyataannya (hakikatnya - QS.32:18). Untuk penjelasan
lebih lanjut tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat
surga, lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah.
Al-Quran mengajarkan bahwa tiap-tiap makhluk memerlukan pasangan (jodoh) untuk perkembangannya yang sempurna. Di dalam
surga orang-orang bertakwa laki-laki
dan perempuan akan mendapat jodoh suci
untuk menyempurnakan perkembangan ruhani
dan melengkapkan kebahagiaan
mereka.
Macam apakah jodoh itu hanya dapat diketahui kelak di
akhirat, sebab gambaran yang ditampilkan sebagai kiasan mengenai nikmat-nikmat
surgamau pun siksaan-siksaan dalam neraka sangat tidak memadai untuk menggambarkannya
secara utuh dan sempurna karena keterbatasan bahasa
mau pun kelemahan daya cipta manusia
untuk dapat membayangkannya.
Mengisyaratkan kepada kenyataan
itulah firman Allah Swt. selanjutnya mengenai perumpamaan-perumpamaan yang ditampilkan Allah Swt. alam Al-Quran
sebagai kiasan:
اِنَّ اللّٰہَ لَا
یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ
اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ اَرَادَ
اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ
مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Allah tidak malu mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan yang
lebih kecil dari itu, ada pun orang-orang
yang beriman maka mereka mengetahui
bahwa sesungguhnya perumpamaan itu kebenaran
dari Rabb (Tuhan) mereka, sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa yang dikehendaki Allah
dengan perumpamaan ini?” Dengannya Dia menyesatkan banyak orang
dan dengannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, dan
sekali-kali tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang fasik. (Al-Baqarah [2]:27).
Makna Ungkapan “Lemah Bagaikan Nyamuk”
Dharaba al-matsala
berarti: ia memberi gambaran atau pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lexicon Lane; Taj-ul-‘Arus,
dan QS.14:46). Fauq berarti dan
bermakna “lebih besar” dan “lebih kecil” dan dipakai dalam artian yang sesuai
dengan konteksnya (letaknya, ujung pangkalnya) — (Al-Mufradat).
Jadi makna ayat اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا
بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا
-- “Sesungguhnya Allah tidak malu
mengemukakan suatu perumpamaan
sekecil nyamuk bahkan
yang lebih kecil dari itu”
bahwa Allah Swt. telah menggambarkan surga dan neraka dalam Al-Quran dengan perumpamaan-perumpamaan
dan tamsilan-tamsilan.
Perumpamaan-perumpamaan
dan tamsilan-tamsilan tersebut
melukiskan mendalamnya arti yang
tidak dapat diungkapkan
sebaik-baiknya dengan jalan lain, dan dalam hal-hal keruhanian penggunaan perumpamaan-perumpamaan
dan tamsilan-tamsilan tersebut
memberikan satu-satunya cara untuk
dapat menyampaikan buah pikiran
dengan baik.
Kata-kata yang dipakai untuk
menggambarkan surga, mungkin tidak
cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk
yang dianggap oleh orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah dan memang pada hakikatnya demikian. Orang-orang Arab
berkata: Adh-‘afu min ba’udhatin, artinya "ia
lebih lemah dari nyamuk".
Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan
itu membantu untuk memunculkan dalam angan-angan mengenai
gambaran nikmat-nikmat surga itu.
Orang-orang beriman mengetahui bahwa
kata-kata itu hanya perumpamaan dan
mereka berusaha menyelami kedalaman
artinya, tetapi orang-orang kafir mulai
mencela perumpamaan-perumpamaan itu
dan makin bertambah dalam kesalahan
dan kesesatan mereka, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
صَرَّفۡنَا لِلنَّاسِ فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ۫ فَاَبٰۤی
اَکۡثَرُ النَّاسِ اِلَّا کُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah
menguraikan bagi manusia berbagai macam perumpamaan dalam Al-Quran ini
tetapi kebanyakan manusia menolak segala
se-suatu kecuali kekafiran. (Bani Israil [17]:90).
Hikmah Pengulangan Ayat-ayat Dalam
Al-Quran
Karena kemampuan-kemampuan
manusia terbatas, paling-paling orang dapat menghadapi masalah-masalah yang
jumlahnya terbatas saja. Tetapi Al-Quran
telah membahas dengan selengkap-lengkapnya semua masalah dan persoalan yang bertalian dengan kemajuan
akhlak dan ruhani manusia antara
lain dalam bentuk berbagai perumpamaan,
firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ مَا
یَزِیۡدُہُمۡ اِلَّا نُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan sungguh
Kami
benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil pelajaran, tetapi sama
sekali tidaklah Al-Quran itu menambah bagi mereka, kecuali kebencian. (Bani Israil [17]:42).
Al-Quran sebagai Kitab suci terakhir
dan tersempurna (QS.5:4) maka
memiliki tugas harus memecahkan segala masalah dan persoalan yang penting-penting, sehingga wajar
– bahkan menjadi keharusan -- Kitab suci Al-Quran berulang
kali mengupas kembali hal-hal yang bertalian erat dengan suatu masalah pokok.
Bila pengulangan itu dimaksudkan
untuk mengupas suatu masalah dari sudut yang baru atau untuk membantah suatu tuduhan baru, maka tiada orang
yang waras otaknya lagi cerdas
pikirannya dapat mengemukakan keberatan
terhadap hal demikian.
Itulah sebabnya Allah Swt. telah
menyatakan bahwa hanya “orang-orang yang
disucikan-Nya” sajalah yang mampu “menyentuh” khazanah-khazanah tersembunyi Al-Quran (QS.56:78-83), terutama Rasul Allah (QS.3:180; QS.71:27-29) -- termasuk khazanah berbagai petunjuk dan hakikat yang terdapat dalam berbagai perumpamaan gambaran
nikmat-nikmat surga dan siksaan-siksaan
neraka.
Jadi, kembali kepada firman Allah Swt.
mengenai "lemahnya" berbagai perumpamaan
tentang nikmat-nikmat surga:
اِنَّ اللّٰہَ لَا
یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ
اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ اَرَادَ
اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ
مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Allah tidak malu mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan yang
lebih kecil dari itu, ada pun orang-orang
yang beriman maka mereka mengetahui
bahwa sesungguhnya perumpamaan itu kebenaran
dari Rabb (Tuhan) mereka, sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa yang dikehendaki Allah dengan
perumpamaan ini?” Dengannya
Dia menyesatkan
banyak orang dan dengannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, dan
sekali-kali tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang fasik. (Al-Baqarah
[2]:27).
Makna adhallahullāh
-- sehubungan ayat "yudhillu bihii katsiiran"
berarti: (1) Allah Swt. menetapkan
dia berada dalam kekeliruan; (2)
Allah Swt. meninggalkan atau membiarkan
dia sehingga ia tersesat (Kasysyaf); (3) Allah Swt. mendapatkan
atau meninggalkan dia dalam kekeliruan atau membiarkan dia tersesat (Lexicon
Lane), firman-Nya:
ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ
یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا
الۡفٰسِقِیۡنَ
Dengannya Dia menyesatkan banyak orang dan dengannya
pula Dia memberi petunjuk banyak orang, dan
sekali-kali tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang fasik. (Al-Baqarah
[2]:27-28).
Dengan demikian kata بِہٖ (dengannya) dalam ayat tersebut bisa merujuk
kepada Al-Quran atau kepada perumpamaan-perumpamaan atau misal-misal
yang dikemukakan Allah Swt.. Itulah
sebabnya walau pun benar Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran
merupakan Rasul Allah dan Kitab
suci terakhir dan tersempurna
(QS.5:4) dan untuk kepentingan seluruh umat manusia (QS.2:186; QS.7:159;
QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29), tetapi Allah Swt. menyatakan dalam Al-Quran bahwa hanya
orang-orang yang bertakwa sajalah
yang akan memperoleh petunjuk yang
sebenarnya dari Al-Quran (QS.2:1-8).
Demikianlah penjelasan
mengenai falsafah perumpamaan nikmat-nikmat
surga yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran tentang hubungan iman
dan amal shaleh dengan ganjaran
di akhirat berupa “kebun-kebun” yang di bawahnya “mengalir sungai-sungai” (QS.2:26).
Macam-macam “Sungai
Surgawi”
Bukti lainnya bahwa
gambaran nikmat-nikmat dalam surga mau pun
siksaan-siksaan dalam neraka yang dikemukakan Allah Swt. dalam
Al-Quran merupakan perumpamaan yang mengandung falsafah serta hikmah yang
sangat halus dan dalam, dalam
firman-Nya berikut ini Allah Swt. mengemukakan bermacam-macam sungai surgawi yang disediakan bagi para
penghuni surga sesuai dengan
tingkat ketinggian maqam (martabat)
keruhanian mereka, firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ
وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ
مِّنۡ مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ
وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ یَتَغَیَّرۡ
طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ
مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ
الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang
yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai
yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai
susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb
(Tuhan) mereka. Apakah sama seperti
orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar