بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
200
Hubungan “Kebun-kebun”
yang di Bawahnya “Mengalir Sungai-sungai”
dengan Iman dan Amal Shaleh
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai gambaran keadaan kedua “jannah” (kebun/surga) yang akan diwariskan kepada orang-orang yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga
itu memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah
yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
Seperti halnya di dalam dunia ini, dalam
rangka melaksanakan peribadahan
(beribadah) kepada Allah Swt.
(QS.51:57) orang-orang beriman hakiki
menjalani bermacam-macam kesengsaraan
demi Tuhan mereka, dan sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum
syariat (agama) mereka melakukan
segala amal baik dan amal saleh, maka begitu pulalah kelak di akhirat, kesusahan-kesusahan
dan amal baik mereka di jalan
Allah tersebut secara kiasan akan
beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal
shaleh yang mereka lakukan, firman-Nya:
یَوۡمَئِذٍ یَّصۡدُرُ النَّاسُ
اَشۡتَاتًا ۬ۙ لِّیُرَوۡا اَعۡمَالَہُمۡ ؕ﴿﴾ فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ خَیۡرًا یَّرَہٗ
ؕ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّعۡمَلۡ
مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ شَرًّا یَّرَہٗ ٪﴿﴾
Pada hari itu manusia akan keluar dalam golongan-golongan terpisah supaya kepada
mereka dapat diperlihatkan amal mereka. Maka barangsiapa berbuat kebaikan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya,
dan barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya. (Al-Zilzal [90]:7-9).
Pendek kata, di akhirat – baik penghuni surga mau pun penghuni neraka --
mereka tidak akan memiliki alasan
untuk melakukan protes serta keberatan apa pun kepada Allah Swt.
mengenai keberadaan mereka di surga mau pun di neraka jahannam dengan berbagai keadaan
yang mereka jumpai dan alami di dalamnya, sebab semuanya sesuai dengan amal perbuatan mereka di
dunia.
Menurut Nabi Besar Muhammad saw.
bahwa kaidah pembalasan yang Allah
Swt. berikan kepada umat manusia di akhirat adalah keburukan dibalas sesuai dengan keburukan
yang dilakukan, sedangkan kebaikan mendapat ganjarannya
10
kali lipat sampai dengan 700 kali
lipat.
Falsafah “Kebun-kebun” dan “Sungai-sungai
Surgawi”
Setelah mengemukakan berbagai pohon
yang berdaun rimbun yang ada dalam jannah (kebun surgawi):
ذَوَاتَاۤ اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga
itu memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah
yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai keberadaan mata air atau sungai yang mengalir:
فِیۡہِمَا عَیۡنٰنِ تَجۡرِیٰنِ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Di dalam keduanya (kedua surga itu) ada dua mata air yang mengalir. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān
[55]:51-52).
Kata-kata
dua mata air yang mengalir boleh jadi merupakan perwujudan ruhani pengamalan huququllāh
(kewajiban-kewajiban terhadap Allah) dan huququl’ibād (kewajiban-kewajiban
terhadap sesama hamba-Allah), yang dilaksanakan oleh orang-orang beriman dan bertakwa selama mereka hidup di dunia
ini dengan sepenuhnya dan sepatuh-patuhnya.
Penunaian kedua kewajiban itu, di akhirat akan beroleh bentuk dua mata air. Dan karena seorang beriman
sejati tidak henti-hentinya
menunaikan kewajiban-kewajiban itu
maka mata-mata
air itu telah digambarkan sebagai mengalir
dengan tetap.
Itulah salah satu falsafah mengenai sebutan jannah
(kebun) dan “sungai yang mengalir di bawahnya” mengenai ganjaran dalam surga yang disediakan Allah Swt. bagi bagi orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh, dan mengisyaratkan kepada
kenyataan itulah firman-Nya berikut
ini:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ
جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا
الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا
بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, mereka berkata: “Inilah yang
telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya,
dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan mereka
akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah
[2]:26).
Ayat
ini memberikan gambaran singkat
mengenai ganjaran yang akan diperoleh
orang-orang beriman dalam surga di akhirat. Para kritikus Islam telah melancarkan
berbagai keberatan atas lukisan atau kiasan
itu. Kecaman-kecaman itu karena mereka sama sekali tidak memahami ajaran Islam tentang nikmat-nikmat
surgawi.
Al-Quran
dengan tegas mengemukakan bahwa ada di luar kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat mengenal hakikatnya (QS.32:18). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada
pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat mengirakannya”
(Bukhari), firman-Nya:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ
اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ بِمَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa
mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mere-ka
kerjakan.(As-Sajdah
[32]:18).
Gambaran
Kiasan Perwujudan Iman
dan Amal Shaleh di Akhirat
Dengan
sendirinya timbul pertanyaan: Mengapa nikmat-nikmat
surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di bumi ini? Hal
demikian adalah karena seruan
Al-Quran itu tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju dalam bidang ilmu, karena itu
Al-Quran mempergunakan kata-kata
sederhana yang dapat dipahami semua
orang.
Dalam
menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran
telah mempergunakan nama benda yang
pada umumnya dipandang baik di bumi ini,
dan orang-orang beriman
diajari bahwa mereka akan mendapat
hal-hal itu semuanya dalam bentuk
yang lebih baik di alam yang akan datang (akhirat).
Untuk menjelaskan perbedaan penting itulah maka dipakai kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada
persamaan antara kesenangan duniawi
dengan karunia-karunia ukhrawi,
itulah makna firman-Nya:
ؕ کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ
رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, mereka berkata: “Inilah yang
telah direzekikan kepada kami sebelumnya.”
Tambahan
pula menurut Islam kehidupan di akhirat itu tidak ruhaniah
dalam artian bahwa hanya akan terdiri atas keadaan
ruhani, bahkan dalam kehidupan di
akhirat pun ruh manusia akan
mempunyai semacam tubuh baru
tetapi tubuh itu tidak bersifat benda.
Baik-buruknya “tubuh baru” manusia di akhirat tersebut sesuai dengan baik-buruknya
keimanan dan amal manusia di
dunia, karena itu betapa pentingnya
masalah keimanan dan amal shaleh tersebut sebab kedua hal itulah yang di akhirat digambarkan dalam Al-Quran
sebagai “kebun-kebun” yang di
bawahnya “mengalir sungai-sungai”.
Keimanan
yang buruk dan perbuatan
yang buruk manusia di akhirat akan menjadi “kebun-kebun yang buruk” dan “sungai-sungai yang buruk” seperti
diisyaratkan dalam firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
ہَلۡ اَتٰىکَ حَدِیۡثُ الۡغَاشِیَۃِ ؕ﴿﴾ وُجُوۡہٌ
یَّوۡمَئِذٍ خَاشِعَۃٌ ۙ﴿﴾
عَامِلَۃٌ نَّاصِبَۃٌ ۙ﴿﴾ تَصۡلٰی نَارًا حَامِیَۃً ۙ﴿﴾ تُسۡقٰی مِنۡ
عَیۡنٍ اٰنِیَۃٍ ؕ﴿﴾ لَیۡسَ لَہُمۡ
طَعَامٌ اِلَّا مِنۡ ضَرِیۡعٍ ۙ﴿﴾ لَّا یُسۡمِنُ وَ لَا یُغۡنِیۡ مِنۡ جُوۡعٍ ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apakah sudah sampai kepada engkau berita malapetaka yang dahsyat? Wajah-wajah pada hari itu tunduk terhina.
Bekerja
keras, kepayahan, memasuki api
yang sangat panas, diberi minum
dari mata air mendidih. Bagi
mereka tidak ada makanan selain rumput
kering, yang tidak akan menggemukkan dan tidak
pula menghilangkan lapar. (Al-Ghasyiyah [88]:1-8). Lihat pula QS.6:71;
QS.10:5 & 28; QS.55:45; QS.68:43-44; QS.69:31-38; QS.75:25-26; QS.78:22-31;
QS.80:41-43; QS.87:10-14; QS.101:9-12.
Bertolak belakang dengan para penghuni neraka jahannam, ayat-ayat selanjutnya mengemukakan tentang keadaan
para penghuni surga, firman-Nya:
وُجُوۡہٌ یَّوۡمَئِذٍ نَّاعِمَۃٌ
ۙ﴿﴾ لِّسَعۡیِہَا
رَاضِیَۃٌ ۙ﴿﴾ فِیۡ جَنَّۃٍ عَالِیَۃٍ ﴿ۙ﴾ لَّا تَسۡمَعُ فِیۡہَا
لَاغِیَۃً ﴿ؕ﴾ فِیۡہَا عَیۡنٌ جَارِیَۃٌ ﴿ۘ﴾
فِیۡہَا سُرُرٌ مَّرۡفُوۡعَۃٌ ﴿ۙ﴾
وَّ
اَکۡوَابٌ مَّوۡضُوۡعَۃٌ ﴿ۙ﴾
وَّ
نَمَارِقُ مَصۡفُوۡفَۃٌ ﴿ۙ﴾ وَّ زَرَابِیُّ
مَبۡثُوۡثَۃٌ ﴿ؕ﴾
Wajah-wajah lainnya pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, di dalam kebun-kebun
(surga-surga) yang tinggi. Engkau tidak akan mendengar di dalamnya percakapan
sia-sia. Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di dalamnya ada dipan-dipan yang ditinggikan, dan piala-piala
minuman yang terletak rapi, dan bantal-bantal
sandaran yang berderet-deret, dan permadani-permadani yang dihamparkan. (Al-Ghāsyiyah
[88]:9-17). Lihat pula QS.3:107; QS.10:27; QS.68:44; QS.75:23; QS.80:39-40.
“Pengalaman Nyata” Dalam Mimpi
Orang
dapat membuat tanggapan terhadap keadaan
gambaran di akhirat itu dari gejala-gejala mimpi.
Pemandangan-pemandangan yang disaksikan orang dalam mimpi tidak dapat disebut keadaan
pikiran atau ruhani belaka, sebab
dalam keadaan itu pun ia punya jisim dan kadang-kadang ia mendapatkan
dirinya berada dalam kebun-kebun
dengan sungainya, makan buah-buahan, dan minum susu.
Sukar untuk mengatakan bahwa isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tidak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi
tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa minuman
itu susu biasa yang ada di dunia ini dan diminumnya.
Nikmat-nikmat
ruhani kehidupan di akhirat bukan akan berupa hanya penyuguhan
subyektif dari anugerah Allah Swt. yang kita nikmati di dunia ini, bahkan justru sebaliknya, yaitu apa yang kita peroleh dan dirasakan
di dunia ini hanyalah gambaran
anugerah nyata dan benar dari Allah Swt. yang akan dijumpai orang di akhirat. Yakni hakikat
api atau air atau buah-buahan dan
lain-lain sebagainya yang sebenarnya
adalah api, air, buah-buahan
yang terdapat di akhirat itulah.
Tambahan
pula bahwa “kebun-kebun” dengan aneka ragam “buah-buhannya” adalah gambaran iman, sedangkan “sungai-sungai yang mengalir” adalah
gambaran amal saleh. Sebab
sebagaimana di dunia ini kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa sungai-sungai, begitu pula iman
tidak dapat segar dan sejahtera tanpa perbuatan baik (amal shaleh).
Dengan demikiam iman dan amal shaleh tidak dapat dipisahkan untuk mencapai najat (keselamatan).
Di
akhirat, kebun-kebun -- yang ahli surga berada di dalamnya itu -- akan
mengingatkan orang beriman akan imannya dalam kehidupannya di dunia ini, sedangkan
sungai-sungai atau mata-air-mata-air akan mengingatkan mereka kembali kepada amal salehnya maka ia akan mengetahui bahwa iman dan amal shalehnya
tidak sia-sia.
Keliru
sekali mengambil kesimpulan dari kata-kata:
ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- "Inilah yang telah diberikan kepada
kami dahulu", bahwa di surga
orang-orang beriman akan dianugerahi buah-buahan semacam yang dinikmati
mereka di bumi ini, sebab seperti
telah diterangkan di atas keduanya tidak
sama.
Buah-buahan
di akhirat sesungguhnya akan berupa gambaran mutu keimanannya sendiri.
Ketika mereka hendak memakannya mereka segera akan mengenali dan ingat
kembali bahwa buah-buahan itu adalah hasil imannya di dunia, dan karena rasa syukur atas nikmat itu mereka akan berkata: ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ
-- “inilah yang telah
diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “apa yang telah dijanjikan kepada kami.”
Makna “Buah-buah Surgawi” yang Hampir Serupa
Kata-kata
“yang hampir serupa” dalam ayat بِہٖ مُتَشَابِہًا ٖ وَ اُتُوۡا -- “akan diberikan
kepada mereka yang serupa dengannya” tertuju kepada persamaan antara amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman di dunia ini dan buah
atau hasilnya di surga. Amal ibadah dalam kehidupan sekarang akan nampak kepada
orang-orang beriman sebagai hasil atau buah di akhirat.
Makin
sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah
manusia, makin banyak pula ia menikmati
buah-buah yang menjadi bagiannya di surga
dan makin baik pula buah-buah itu dalam nilai
dan mutunya. Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan yang
dikehendakinya terletak pada kekuatannya
sendiri.
Ayat
ini berarti pula bahwa makanan ruhani
orang-orang beriman di surga akan
sesuai dengan selera tiap-tiap orang
dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing.
Itulah makna ayat:
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا
الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا
بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, mereka berkata: “Inilah yang
telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya,
dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan mereka
akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah
[2]:26).
Kata-kata “mereka akan kekal di dalamnya”
berarti bahwa orang-orang beriman di surga tidak akan pernah mengalami
sesuatu perubahan atau kemunduran. Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi karena makanan
surgawi akan benar-benar cocok
untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran
dengan sendirinya akan lenyap.
Itulah sebabnya menurut Allah Swt. para ahli
surga akan terus menerus mengalami kemajuan
dalam kehidupan surgawi atau dalam
berbagai tingkatan kehidupan surgawi di akhirat
yang mereka alami, yang dalam
QS.57:13 dan QS.66:9 digambarkan “cahaya
mereka” akan berlari-lari di hadapan dan di sebelah kanan mereka.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar