Senin, 14 April 2014

Hubungan "Kebun-kebun" yang di Bawahnya "Mengalir Sungai-sungai" dengan Iman dan Amal Shaleh

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   200

Hubungan “Kebun-kebun” yang di Bawahnya “Mengalir Sungai-sungai” dengan Iman dan Amal Shaleh

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai  gambaran keadaan kedua “jannah” (kebun/surga) yang akan diwariskan kepada orang-orang yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ   اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga itu  memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka  nikmat-nikmat  Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu  berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
    Seperti halnya di dalam dunia ini, dalam rangka melaksanakan peribadahan (beribadah) kepada Allah Swt. (QS.51:57) orang-orang beriman hakiki menjalani bermacam-macam kesengsaraan demi Tuhan mereka,  dan  sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum syariat (agama) mereka melakukan segala amal baik dan amal saleh,  maka begitu pulalah kelak di akhirat,  kesusahan-kesusahan dan amal baik mereka  di jalan Allah tersebut secara kiasan akan beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal shaleh yang mereka lakukan, firman-Nya:
یَوۡمَئِذٍ یَّصۡدُرُ  النَّاسُ اَشۡتَاتًا ۬ۙ لِّیُرَوۡا اَعۡمَالَہُمۡ ؕ﴿﴾  فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ خَیۡرًا یَّرَہٗ ؕ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ  شَرًّا یَّرَہٗ ٪﴿﴾
Pada hari itu manusia akan keluar dalam golongan-golongan terpisah  supaya kepada mereka dapat diperlihatkan amal mereka.   Maka barangsiapa berbuat kebaikan seberat atom  sekali pun ia akan melihat hasilnya,    dan barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya.   (Al-Zilzal [90]:7-9).
      Pendek kata, di akhirat – baik penghuni surga mau pun penghuni neraka  --  mereka tidak akan memiliki alasan untuk melakukan protes serta keberatan apa pun kepada Allah Swt. mengenai keberadaan mereka di  surga mau pun di neraka jahannam  dengan  berbagai keadaan yang mereka jumpai dan alami di dalamnya, sebab semuanya sesuai dengan amal perbuatan  mereka di dunia.
      Menurut Nabi Besar Muhammad saw. bahwa  kaidah pembalasan  yang Allah Swt. berikan kepada umat manusia di akhirat adalah keburukan dibalas sesuai dengan keburukan yang dilakukan, sedangkan kebaikan   mendapat ganjarannya  10 kali lipat sampai dengan 700 kali lipat.

Falsafah    Kebun-kebun  dan “Sungai-sungai Surgawi

  Setelah mengemukakan  berbagai pohon yang berdaun rimbun yang ada dalam jannah (kebun surgawi):
ذَوَاتَاۤ   اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga itu  memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka   nikmat-nikmat  Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu  berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keberadaan   mata air atau sungai yang mengalir:
فِیۡہِمَا عَیۡنٰنِ  تَجۡرِیٰنِ ﴿ۚ﴾  فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Di dalam keduanya (kedua surga itu) ada dua mata air  yang mengalir. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:51-52).
    Kata-kata  dua mata air yang mengalir boleh jadi merupakan perwujudan ruhani pengamalan huququllāh (kewajiban-kewajiban terhadap Allah) dan huququl’ibād (kewajiban-kewajiban terhadap sesama hamba-Allah), yang dilaksanakan oleh orang-orang beriman dan bertakwa selama mereka hidup di dunia ini dengan sepenuhnya dan sepatuh-patuhnya.
  Penunaian kedua kewajiban itu, di akhirat akan beroleh bentuk dua mata air. Dan karena seorang beriman sejati tidak henti-hentinya menunaikan kewajiban-kewajiban itu maka  mata-mata air itu telah digambarkan sebagai mengalir dengan tetap.
   Itulah salah satu falsafah mengenai sebutan jannah  (kebun) dan “sungai  yang mengalir di bawahnya” mengenai ganjaran dalam surga yang disediakan Allah Swt. bagi bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh,  dan mengisyaratkan kepada kenyataan itulah   firman-Nya berikut ini:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ   مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,  dan mereka akan kekal di dalamnya.  (Al-Baqarah [2]:26).
         Ayat ini memberikan gambaran singkat mengenai ganjaran yang akan diperoleh orang-orang beriman  dalam surga di akhirat. Para kritikus Islam telah melancarkan berbagai keberatan atas lukisan  atau kiasan itu. Kecaman-kecaman itu   karena mereka sama sekali  tidak memahami ajaran Islam tentang nikmat-nikmat surgawi.
      Al-Quran dengan tegas mengemukakan bahwa ada di luar kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat mengenal hakikatnya (QS.32:18). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tidak ada mata telah melihatnya, tidak ada pula telinga telah mendengarnya, dan tidak pula pikiran manusia dapat mengirakannya” (Bukhari), firman-Nya:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ  اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai  balasan terhadap apa yang telah mere-ka kerjakan.(As-Sajdah [32]:18).

Gambaran Kiasan Perwujudan  Iman dan Amal Shaleh  di Akhirat

       Dengan sendirinya timbul pertanyaan: Mengapa nikmat-nikmat surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di bumi ini? Hal demikian adalah karena seruan Al-Quran itu tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju dalam bidang ilmu, karena itu Al-Quran mempergunakan kata-kata sederhana yang dapat dipahami semua orang.
       Dalam menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran telah mempergunakan nama benda yang pada umumnya dipandang baik di bumi ini,  dan orang-orang beriman diajari bahwa mereka akan mendapat hal-hal itu semuanya dalam bentuk yang lebih baik di alam yang akan datang (akhirat).  
          Untuk menjelaskan perbedaan penting itulah maka dipakai  kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada persamaan antara kesenangan duniawi dengan karunia-karunia ukhrawi, itulah makna firman-Nya:
ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya. 
        Tambahan pula menurut Islam  kehidupan di akhirat itu tidak ruhaniah dalam artian bahwa hanya akan terdiri atas keadaan ruhani, bahkan dalam kehidupan di akhirat pun ruh manusia akan mempunyai semacam tubuh  baru tetapi tubuh itu tidak bersifat benda.
  Baik-buruknya “tubuh baru” manusia di akhirat tersebut sesuai dengan baik-buruknya keimanan dan amal manusia di dunia,  karena itu betapa pentingnya masalah keimanan dan amal shaleh tersebut  sebab kedua hal itulah yang di akhirat digambarkan dalam Al-Quran sebagai “kebun-kebun” yang di bawahnya  mengalir sungai-sungai”.
    Keimanan yang buruk dan   perbuatan yang buruk manusia di akhirat akan menjadi “kebun-kebun yang buruk” dan “sungai-sungai yang buruk” seperti diisyaratkan dalam firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ ہَلۡ  اَتٰىکَ حَدِیۡثُ  الۡغَاشِیَۃِ ؕ﴿﴾  وُجُوۡہٌ  یَّوۡمَئِذٍ خَاشِعَۃٌ ۙ﴿﴾ عَامِلَۃٌ  نَّاصِبَۃٌ ۙ﴿﴾  تَصۡلٰی نَارًا حَامِیَۃً ۙ﴿﴾  تُسۡقٰی مِنۡ عَیۡنٍ  اٰنِیَۃٍ ؕ﴿﴾ لَیۡسَ لَہُمۡ طَعَامٌ   اِلَّا مِنۡ ضَرِیۡعٍ ۙ﴿﴾ لَّا یُسۡمِنُ وَ لَا یُغۡنِیۡ مِنۡ جُوۡعٍ ؕ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Apakah sudah sampai kepada engkau  berita malapetaka yang dahsyat?    Wajah-wajah pada hari itu tunduk terhina.    Bekerja keras, kepayahan, memasuki  api yang sangat panas, diberi minum dari  mata air mendidih.   Bagi mereka tidak ada makanan  selain rumput kering,  yang tidak akan menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. (Al-Ghasyiyah [88]:1-8). Lihat pula QS.6:71; QS.10:5 & 28; QS.55:45; QS.68:43-44; QS.69:31-38; QS.75:25-26; QS.78:22-31; QS.80:41-43; QS.87:10-14; QS.101:9-12.
      Bertolak belakang dengan para penghuni neraka jahannam, ayat-ayat selanjutnya mengemukakan tentang keadaan para penghuni surga, firman-Nya:
وُجُوۡہٌ  یَّوۡمَئِذٍ نَّاعِمَۃٌ ۙ﴿﴾ لِّسَعۡیِہَا  رَاضِیَۃٌ ۙ﴿﴾ فِیۡ  جَنَّۃٍ  عَالِیَۃٍ ﴿ۙ﴾ لَّا تَسۡمَعُ  فِیۡہَا  لَاغِیَۃً ﴿ؕ﴾ فِیۡہَا عَیۡنٌ جَارِیَۃٌ ﴿ۘ﴾  فِیۡہَا سُرُرٌ  مَّرۡفُوۡعَۃٌ ﴿ۙ﴾  وَّ  اَکۡوَابٌ مَّوۡضُوۡعَۃٌ ﴿ۙ﴾ وَّ نَمَارِقُ مَصۡفُوۡفَۃٌ ﴿ۙ﴾ وَّ زَرَابِیُّ  مَبۡثُوۡثَۃٌ ﴿ؕ﴾
Wajah-wajah lainnya pada hari itu  berseri-seri,   merasa senang karena usahanya,  di dalam  kebun-kebun (surga-surga) yang tinggi.   Engkau tidak akan mendengar di dalamnya percakapan sia-sia.   Di dalamnya ada mata air yang mengalir.  Di dalamnya ada dipan-dipan yang ditinggikan dan piala-piala minuman yang terletak rapi dan bantal-bantal sandaran  yang berderet-deret,  dan permadani-permadani yang dihamparkan. (Al-Ghāsyiyah [88]:9-17). Lihat pula QS.3:107; QS.10:27; QS.68:44; QS.75:23; QS.80:39-40.

“Pengalaman Nyata” Dalam Mimpi

         Orang dapat membuat tanggapan terhadap keadaan gambaran di akhirat itu dari gejala-gejala mimpi. Pemandangan-pemandangan yang disaksikan orang dalam mimpi tidak dapat disebut keadaan pikiran atau ruhani belaka, sebab dalam keadaan itu pun  ia punya jisim dan kadang-kadang ia mendapatkan dirinya berada dalam kebun-kebun dengan sungainya, makan buah-buahan, dan minum susu.
        Sukar untuk mengatakan bahwa isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tidak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa  minuman itu susu biasa yang ada di dunia ini dan diminumnya.
      Nikmat-nikmat ruhani kehidupan di akhirat bukan akan berupa  hanya penyuguhan subyektif dari anugerah Allah Swt.   yang kita nikmati di dunia ini, bahkan  justru sebaliknya, yaitu apa yang kita peroleh  dan dirasakan di dunia ini   hanyalah gambaran anugerah nyata dan benar dari Allah Swt.   yang akan dijumpai orang di akhirat.  Yakni hakikat   api atau air atau buah-buahan dan lain-lain sebagainya yang sebenarnya adalah api, air, buah-buahan yang  terdapat di akhirat itulah.
       Tambahan pula bahwa “kebun-kebun”  dengan aneka ragam “buah-buhannya”  adalah gambaran iman, sedangkan  sungai-sungai yang mengalir” adalah gambaran amal saleh. Sebab sebagaimana di dunia ini kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa sungai-sungai, begitu pula iman tidak dapat segar dan sejahtera tanpa perbuatan baik (amal shaleh).   Dengan demikiam  iman dan amal shaleh tidak dapat dipisahkan untuk mencapai najat (keselamatan).
       Di akhirat, kebun-kebun -- yang ahli surga berada di dalamnya itu -- akan mengingatkan orang beriman akan imannya dalam kehidupannya di dunia ini,  sedangkan  sungai-sungai atau mata-air-mata-air akan mengingatkan mereka kembali kepada amal salehnya maka  ia akan mengetahui bahwa iman dan amal shalehnya tidak sia-sia.
         Keliru sekali mengambil kesimpulan dari kata-kata:  ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ  --  "Inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu", bahwa di surga orang-orang beriman  akan dianugerahi buah-buahan semacam yang dinikmati mereka di bumi ini, sebab seperti telah diterangkan di atas keduanya tidak sama.
     Buah-buahan di akhirat sesungguhnya akan berupa gambaran mutu keimanannya sendiri. Ketika mereka hendak memakannya mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa buah-buahan itu adalah hasil imannya di dunia, dan karena rasa syukur atas nikmat itu mereka akan berkata:   ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ   --  “inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “apa yang telah dijanjikan kepada kami.”

Makna “Buah-buah Surgawi” yang Hampir Serupa

         Kata-kata “yang hampir serupa” dalam ayat بِہٖ      مُتَشَابِہًا     ٖ  وَ اُتُوۡا    --   akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya” tertuju kepada persamaan antara amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman di dunia  ini dan buah atau hasilnya di surga. Amal ibadah dalam kehidupan sekarang akan nampak kepada orang-orang beriman  sebagai hasil atau buah di akhirat.
         Makin sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah manusia, makin banyak pula ia menikmati buah-buah yang menjadi bagiannya di surga dan  makin baik pula buah-buah itu dalam nilai dan mutunya. Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan yang dikehendakinya terletak pada kekuatannya sendiri.
          Ayat ini berarti pula bahwa makanan ruhani orang-orang beriman di surga akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang dan taraf kemajuan serta tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing. Itulah makna  ayat:
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ   مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,  dan mereka akan kekal di dalamnya.  (Al-Baqarah [2]:26).
        Kata-kata  mereka akan kekal di dalamnya” berarti bahwa orang-orang beriman di surga tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan atau kemunduran. Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi  karena makanan surgawi akan benar-benar cocok untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai maka kematian dan kemunduran dengan sendirinya akan lenyap.
   Itulah sebabnya menurut Allah Swt.  para ahli surga akan terus menerus mengalami kemajuan dalam kehidupan surgawi atau dalam berbagai tingkatan kehidupan surgawi  di akhirat  yang mereka alami, yang  dalam QS.57:13 dan QS.66:9 digambarkan “cahaya mereka” akan berlari-lari di hadapan dan di sebelah kanan mereka.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  2 Maret      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar