بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
199
Dua Macam Penderitaan di Jalan Allah Swt. &
Hakikat Ayat “Sesungguhnya Kami Milik
Allah dan Sesungguhnya kepada-Nya kami kembali”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai gambaran keadaan kedua “jannah” (kebun/surga) yang akan diwariskan kepada orang-orang yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga
itu memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah
yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
Seperti halnya di dalam dunia ini, dalam
rangka melaksanakan peribadahan
(beribadah) kepada Allah Swt.
(QS.51:57) orang-orang beriman hakiki
menjalani bermacam-macam kesengsaraan
demi Tuhan mereka, dan sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum syariat
(agama) mereka melakukan segala amal baik
dan amal saleh, maka begitu pulalah kelak di akhirat, kesusahan-kesusahan
dan amal baik mereka di jalan
Allah tersebut secara kiasan akan
beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal
shaleh yang mereka lakukan.
Dua Macam Penderitaan di Jalan Allah
Pendiri Jemaat Ahmadiyah,
Mirza Ghulam Ahmad a.s., menerangkan bahwa ada 2 dua beban kesusahan yang dialami oleh orang-orang beriman dalam kehidupannya di dunia, yakni (1) beban kesusahan melaksanakan
(mengamalkan) ketentuan hukum-hukum
syariat; (2) beban kesusahan berupa menjalani kehendak qadha (ketetapan) Allah Swt. yang manusia -- baik suka
mau pun terpaksa – harus menjalaninya.
Beban kesusahan yang pertama berupa melaksanakan
(mengamalkan) ketentuan hukum-hukum
syariat, tetapi sampai batas
tertentu -- sesuai ketentuan syariat pula -- ada berbagai
dispensasi (keringanan) yang manusia
bisa melaksanakannya, misalnya dalam keadaan uzur atau keadaan darurat
lainnya. Contohnya shalat, dalam keadaan tertentu shalat fardu zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya dapat dijamak (digabung) dan diqashar
(diringkas).
Bahkan dapat menjama’ dan sekali gus menqashar shalat, misalnya shalat Zhuhur dengan shalat Ashar masing-masing 2 rakaat.
Demikian juga jika ada uzur lainnya shalat dapat dilakukan sambil duduk atau berbaring dan lain-lain, yang pasti kewajiban shalat tidak boleh diabaikan.
Tetapi beban kesusahan yang kedua -- yakni beban kesusahan berupa menjalani kehendak
qadha (ketetapan) Allah Swt. -- tidak ada kemampuan
bagi orang-orang beriman untuk memperingannya
menurut kehendaknya sendiri, suka
atau tidak suka (terpaksa) mereka harus menanggung beban kesusahan tersebut, sehubungan dengan hal tersebut, berikut
firman-Nya mengenai pentingnya memohon pertolongan Allah Swt. dengan sabar
dan shalat:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ
ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ
بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا
تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar. Dan janganlah
kamu mengatakan mengenai orang-orang
yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka
itu mati, tidak bahkan mereka
hidup, tetapi kamu tidak
menyadari. (Al-Baqarah [2]:154-155).
Ucapan “Makrifat Ilahi”
& Dua Macam Penderitaan di Jalan Allah
Mengenai
ayat ini telah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai
berbagai ujian keimanan yang pasti
akan dialami oleh Hizbullah (golongan
Allah) yang telah bai’at kepada Rasul Allah tersebut:
وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ
مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ
﴿﴾ۙ الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ
رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami niscaya akan
menguji kamu dengan sesuatu
berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan
dalam harta, jiwa
dan buah-buahan, dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu
orang-orang yang apabila
suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata: اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ
رٰجِعُوۡنَ -- sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami
kembali.” Mereka
itulah orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah
[2]:156-158).
Ayat ini merupakan
kelanjutan yang tepat dari ayat yang mendahuluinya. Kaum Muslimin harus siap-sedia bukan saja mengorbankan jiwa mereka untuk kepentingan
Islam tetapi mereka harus juga bersedia menderita
segala macam kesedihan yang akan menimpa mereka sebagai cobaan atau ujian.
Menurut Mirza Ghulam Ahmad
a.s., qurb Ilahi (kedekatan dengan
Tuhan) mau pun makrifat Ilahi yang diraih oleh mereka jauh lebih cepat daripada beban penderitaan pengamalan
syariat, karena orang-orang beriman yang diuji langsung oleh Allah Swt. seperti itu tidak ada kemampuan
sedikit pun untuk menghindarkan
diri dari penderitaan yang harus dialaminya dengan tulus ikhlas.
Itulah makna ucapan mereka اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ
رٰجِعُوۡنَ -- sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami
kembali.” Dan
mengenai mereka itu selanjutnya Allah Swt. berfirman اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُہۡتَدُوۡنَ -- “Mereka
itulah orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah yang mendapat petunjuk.”
Dengan demikian jelaslah bahwa pada
hakikatnya kalimat اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ -- sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah
kami kembali” adalah
ucapan makrifat Ilahi yang muncul dari hamba-hamba Allah yang melakukan jihad
fīllāh (jihad dalam Allah):
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا
فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang
yang berjuang untuk meraih
kedekatan dengan Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka
pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
Allah Swt.
adalah Pemilik segala yang kita miliki, termasuk diri kita sendiri. Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tidak ada
batasnya, menganggap tepat untuk mengambil
sesuatu dari kita -- sekali pun yang paling kita cintai -- kita tidak punya alasan untuk berkeluh-kesah
atau menggerutu.
Oleh karena itu tiap-tiap kemalangan yang menimpa kita, daripada membuat kita putus asa, sebaliknya hendaknya menjadi dorongan untuk mengadakan usaha yang lebih hebat lagi untuk
mencapai hasil yang lebih baik dalam hidup kita. Jadi rumusan
yang ada dalam ayat ini bukan semata-mata suatu ucapan bertuah belaka, melainkan suatu nasihat yang bijak dan peringatan
yang tepat pada waktunya.
Tidak Ada Alasan Untuk Mengajukan Protes
Jadi, kembali kepada gambaran keadaan
kedua “jannah” (kebun/surga) yang
akan diwariskan kepada orang-orang
yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga
itu memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah
yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
Seperti halnya di dalam dunia ini, dalam
rangka melaksanakan peribadahan
(beribadah) kepada Allah Swt.
(QS.51:57) orang-orang beriman hakiki
menjalani bermacam-macam kesengsaraan
demi Tuhan mereka, dan sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum
syariat (agama) mereka melakukan
segala amal baik dan amal saleh, maka begitu pulalah kelak di akhirat, kesusahan-kesusahan
dan amal baik mereka di jalan
Allah tersebut secara kiasan akan
beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal
shaleh yang mereka lakukan, firman-Nya:
یَوۡمَئِذٍ یَّصۡدُرُ النَّاسُ
اَشۡتَاتًا ۬ۙ لِّیُرَوۡا اَعۡمَالَہُمۡ ؕ﴿﴾ فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ خَیۡرًا یَّرَہٗ
ؕ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّعۡمَلۡ
مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ شَرًّا یَّرَہٗ ٪﴿﴾
Pada hari itu manusia akan keluar dalam golongan-golongan terpisah supaya kepada
mereka dapat diperlihatkan amal mereka. Maka barangsiapa berbuat kebaikan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya,
dan barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya. (Al-Zilzal
[90]:7-9).
Pendek kata, di akhirat – baik penghuni surga mau pun penghuni neraka --
mereka tidak akan memiliki alasan
untuk melakukan protes serta keberatan apa pun kepada Allah Swt.
mengenai keberadaan mereka di surga mau pun di neraka jahannam dengan berbagai keadaan
yang mereka jumpai dan alami di dalamnya, sebab semuanya sesuai dengan amal perbuatan mereka di
dunia.
Menurut Nabi Besar Muhammad saw.
bahwa kaidah pembalasan yang Allah
Swt. berikan kepada umat manusia di akhirat adalah keburukan dibalas sesuai dengan keburukan
yang dilakukan, sedangkan kebaikan mendapat ganjarannya
10
kali lipat sampai dengan 700 kali
lipat.
Falsafah “Kebun-kebun” dan “Sungai-sungai
Surgawi”
Setelah mengemukakan berbagai pohon
yang berdaun rimbun yang ada dalam jannah (kebun surgawi):
ذَوَاتَاۤ اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga
itu memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah
yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai keberadaan mata air atau sungai yang mengalir:
فِیۡہِمَا عَیۡنٰنِ تَجۡرِیٰنِ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ اٰلَآءِ
رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Di dalam keduanya (kedua surga itu) ada dua mata air yang mengalir. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān
[55]:51-52).
Kata-kata
dua mata air yang mengalir boleh jadi merupakan perwujudan ruhani pengamalan huququllāh
(kewajiban-kewajiban terhadap Allah) dan huququl’ibād (kewajiban-kewajiban
terhadap sesama hamba-Allah), yang dilaksanakan oleh orang-orang beriman dan bertakwa selama mereka hidup di dunia
ini dengan sepenuhnya dan sepatuh-patuhnya.
Penunaian kedua kewajiban itu, di akhirat akan beroleh bentuk dua mata air. Dan karena seorang beriman
sejati tidak henti-hentinya
menunaikan kewajiban-kewajiban itu
maka mata-mata
air itu telah digambarkan sebagai mengalir
dengan tetap.
Itulah salah satu falsafah mengenai sebutan jannah
(kebun) dan “sungai yang mengalir di bawahnya” mengenai surga yang disediakan Allah Swt. bagi
bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman-Nya berikut ini:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ
جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ
کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا
الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا
بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, mereka berkata: “Inilah yang
telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya,
dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan mereka
akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah
[2]:26).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar