Senin, 14 April 2014

Dua Macam "Penderitaan" di Jalan Allah Swt. & Hakikat Ayat "Sesungguhnya kami Milik Allah dan sesungguhnya Kepada-Nya kami kembali"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  199

Dua Macam   Penderitaan di Jalan Allah Swt. & Hakikat Ayat “Sesungguhnya Kami   Milik Allah dan Sesungguhnya kepada-Nya kami kembali

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai  gambaran keadaan kedua “jannah” (kebun/surga) yang akan diwariskan kepada orang-orang yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ   اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga itu  memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka  nikmat-nikmat  Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu  berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
    Seperti halnya di dalam dunia ini, dalam rangka melaksanakan peribadahan (beribadah) kepada Allah Swt. (QS.51:57) orang-orang beriman hakiki menjalani bermacam-macam kesengsaraan demi Tuhan mereka,  dan  sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum syariat (agama) mereka melakukan segala amal baik dan amal saleh,  maka begitu pulalah kelak di akhirat,  kesusahan-kesusahan dan amal baik mereka  di jalan Allah tersebut secara kiasan akan beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal shaleh yang mereka lakukan.

Dua Macam   Penderitaan di Jalan Allah

   Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s.,  menerangkan  bahwa ada 2 dua beban kesusahan  yang dialami oleh orang-orang beriman dalam kehidupannya  di dunia, yakni (1)  beban kesusahan  melaksanakan  (mengamalkan)  ketentuan hukum-hukum  syariat; (2)    beban kesusahan berupa menjalani kehendak qadha (ketetapan)  Allah Swt. yang manusia  -- baik suka mau pun terpaksa – harus menjalaninya.
   Beban kesusahan  yang pertama berupa melaksanakan  (mengamalkan)  ketentuan hukum-hukum  syariat,  tetapi sampai batas tertentu  --   sesuai ketentuan syariat pula -- ada  berbagai dispensasi (keringanan) yang manusia bisa melaksanakannya, misalnya dalam keadaan uzur atau keadaan darurat lainnya.     Contohnya shalat,  dalam keadaan tertentu shalat fardu zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya dapat  dijamak (digabung)  dan diqashar (diringkas).
  Bahkan dapat menjama’ dan sekali gus menqashar shalat, misalnya shalat Zhuhur dengan shalat Ashar masing-masing 2 rakaat. Demikian juga jika ada uzur lainnya shalat dapat dilakukan sambil duduk atau berbaring dan lain-lain, yang pasti kewajiban shalat tidak boleh diabaikan.
    Tetapi beban kesusahan yang kedua   -- yakni beban kesusahan berupa menjalani kehendak qadha (ketetapan)  Allah Swt.  --  tidak ada kemampuan bagi orang-orang beriman  untuk memperingannya menurut kehendaknya sendiri, suka atau tidak suka (terpaksa)  mereka harus menanggung beban kesusahan tersebut, sehubungan dengan hal tersebut,  berikut  firman-Nya mengenai pentingnya memohon pertolongan Allah Swt. dengan sabar dan shalat:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾     وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  mohonlah pertolongan dengan sabar  dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan  janganlah kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa  mereka itu mati, tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. (Al-Baqarah [2]:154-155).

Ucapan “Makrifat Ilahi” &  Dua Macam Penderitaan di Jalan Allah

      Mengenai ayat ini telah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai berbagai ujian keimanan yang pasti akan dialami oleh Hizbullah (golongan Allah) yang telah bai’at kepada Rasul Allah tersebut:   
وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ   الَّذِیۡنَ اِذَاۤ  اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ  ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ 
Dan  Kami niscaya  akan  menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan,  kekurangan dalam harta,  jiwa dan buah-buahan,  dan berilah kabar gembira kepada  orang-orang yang sabar.   Yaitu orang-orang yang  apabila  suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata:   اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  -- sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami  kembali.”  Mereka itulah  orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari  Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah  yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:156-158).
      Ayat ini merupakan kelanjutan yang tepat dari ayat yang mendahuluinya. Kaum Muslimin harus siap-sedia bukan saja mengorbankan jiwa mereka untuk kepentingan Islam tetapi mereka harus juga bersedia menderita segala macam kesedihan yang akan menimpa mereka sebagai cobaan atau ujian.
      Menurut Mirza Ghulam Ahmad a.s.,  qurb  Ilahi (kedekatan dengan Tuhan) mau pun makrifat Ilahi  yang diraih oleh mereka jauh lebih cepat daripada  beban penderitaan  pengamalan syariat, karena orang-orang beriman yang diuji langsung oleh Allah Swt. seperti itu  tidak ada kemampuan sedikit pun untuk menghindarkan diri dari  penderitaan yang harus dialaminya dengan tulus ikhlas.
      Itulah makna ucapan mereka    اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  -- sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami  kembali.”  Dan mengenai mereka itu selanjutnya Allah Swt. berfirman   اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ  -- “Mereka itulah  orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari  Rabb (Tuhan) mereka dan mereka inilah  yang mendapat petunjuk.”
       Dengan demikian jelaslah bahwa pada hakikatnya kalimat اِنَّا لِلّٰہِ وَ  اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ  -- sesungguhnya kami  milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali  adalah ucapan makrifat Ilahi  yang muncul dari hamba-hamba Allah yang melakukan   jihad fīllāh (jihad dalam Allah):
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk meraih kedekatan dengan Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:70).
   Allah Swt.  adalah Pemilik segala yang kita miliki, termasuk diri kita sendiri. Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tidak ada batasnya, menganggap tepat untuk mengambil sesuatu dari kita    -- sekali pun yang paling kita cintai --  kita tidak punya alasan untuk berkeluh-kesah atau menggerutu.
 Oleh karena itu tiap-tiap kemalangan yang menimpa kita, daripada membuat kita putus asa, sebaliknya hendaknya menjadi dorongan untuk mengadakan usaha yang lebih hebat lagi untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam hidup kita. Jadi  rumusan yang ada dalam ayat ini bukan semata-mata suatu ucapan bertuah belaka, melainkan suatu nasihat yang bijak dan peringatan yang tepat pada waktunya.

Tidak Ada Alasan Untuk Mengajukan Protes

        Jadi, kembali kepada gambaran keadaan kedua “jannah” (kebun/surga) yang akan diwariskan kepada orang-orang yang takut akan maqam (martabat) Allah Swt. dalam QS.55:47-48 sebelumnya:
ذَوَاتَاۤ   اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga itu  memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka   nikmat-nikmat  Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu  berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
    Seperti halnya di dalam dunia ini, dalam rangka melaksanakan peribadahan (beribadah) kepada Allah Swt. (QS.51:57) orang-orang beriman hakiki menjalani bermacam-macam kesengsaraan demi Tuhan mereka,  dan  sesuai dengan kehendak-Nya berupa hukum-hukum syariat (agama) mereka melakukan segala amal baik dan amal saleh,  maka begitu pulalah kelak di akhirat,  kesusahan-kesusahan dan amal baik mereka  di jalan Allah tersebut secara kiasan akan beroleh bentuk bunga dan buah dengan corak dan cita rasa yang beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kuantitas dan kualitas iman dan amal-amal shaleh yang mereka lakukan, firman-Nya:
یَوۡمَئِذٍ یَّصۡدُرُ  النَّاسُ اَشۡتَاتًا ۬ۙ لِّیُرَوۡا اَعۡمَالَہُمۡ ؕ﴿﴾  فَمَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ خَیۡرًا یَّرَہٗ ؕ﴿﴾  وَ مَنۡ یَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّۃٍ  شَرًّا یَّرَہٗ ٪﴿﴾
Pada hari itu manusia akan keluar dalam golongan-golongan terpisah  supaya kepada mereka dapat diperlihatkan amal mereka.   Maka barangsiapa berbuat kebaikan seberat atom  sekali pun ia akan melihat hasilnya,    dan barangsiapa berbuat keburukan seberat atom sekali pun ia akan melihat hasilnya.   (Al-Zilzal [90]:7-9).
      Pendek kata, di akhirat – baik penghuni surga mau pun penghuni neraka  --  mereka tidak akan memiliki alasan untuk melakukan protes serta keberatan apa pun kepada Allah Swt. mengenai keberadaan mereka di  surga mau pun di neraka jahannam  dengan  berbagai keadaan yang mereka jumpai dan alami di dalamnya, sebab semuanya sesuai dengan amal perbuatan  mereka di dunia.
      Menurut Nabi Besar Muhammad saw. bahwa  kaidah pembalasan  yang Allah Swt. berikan kepada umat manusia di akhirat adalah keburukan dibalas sesuai dengan keburukan yang dilakukan, sedangkan kebaikan   mendapat ganjarannya  10 kali lipat sampai dengan 700 kali lipat.

Falsafah    Kebun-kebun  dan “Sungai-sungai Surgawi

  Setelah mengemukakan  berbagai pohon yang berdaun rimbun yang ada dalam jannah (kebun surgawi):
ذَوَاتَاۤ   اَفۡنَانٍ ﴿ۚ﴾ فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Kedua surga itu  memiliki berbagai pepohonan yang berdaun rimbun. Maka  nikmat-nikmat  Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu  berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:49-50).
selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keberadaan   mata air atau sungai yang mengalir:
فِیۡہِمَا عَیۡنٰنِ  تَجۡرِیٰنِ ﴿ۚ﴾  فَبِاَیِّ  اٰلَآءِ  رَبِّکُمَا تُکَذِّبٰنِ ﴿﴾
Di dalam keduanya (kedua surga itu) ada dua mata air  yang mengalir. Maka nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) kamu berdua yang manakah yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmān [55]:51-52).
    Kata-kata  dua mata air yang mengalir boleh jadi merupakan perwujudan ruhani pengamalan huququllāh (kewajiban-kewajiban terhadap Allah) dan huququl’ibād (kewajiban-kewajiban terhadap sesama hamba-Allah), yang dilaksanakan oleh orang-orang beriman dan bertakwa selama mereka hidup di dunia ini dengan sepenuhnya dan sepatuh-patuhnya.
  Penunaian kedua kewajiban itu, di akhirat akan beroleh bentuk dua mata air. Dan karena seorang beriman sejati tidak henti-hentinya menunaikan kewajiban-kewajiban itu maka  mata-mata air itu telah digambarkan sebagai mengalir dengan tetap.
   Itulah salah satu falsafah mengenai sebutan jannah  (kebun) dan “sungai  yang mengalir di bawahnya” mengenai surga yang disediakan Allah Swt. bagi bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh,  mengisyaratkan kepada kenyataan itulah   firman-Nya berikut ini:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ   مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,  dan mereka akan kekal di dalamnya.  (Al-Baqarah [2]:26).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  1 Maret      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar