بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
206
Falsafah Perumpamaan "Sungai Susu"
yang Terdapat di Surga
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam Bab 199 dan Bab 200 telah
dikemukakan firman-Nya
mengenai “kehidupan
surgawi” di dunia ini yang dinikmati
oleh Nabi Adam a.s. bersama istrinya
atau kaumnya, sebelum terjadi
makar-buruk iblis, firman-Nya:
وَ اِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ
اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا
اِلَّاۤ اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾ فَقُلۡنَا
یٰۤـاٰدَمُ اِنَّ ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا
یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی
﴿﴾ اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی﴿﴾ۙ وَ اَنَّکَ لَا
تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: "Sujudlah yakni
tunduk patuhlah kamu kepada Adam,"
maka mereka sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam, sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka ia
jangan sampai mengeluarkan kamu berdua dari ke-bun
maka kamu menderita kesulitan.
Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
pula engkau akan telanjang, dan
sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di
dalamnya dan tidak pula akan disengat
panas matahari. (Thā Hā[20]:117-120).
Tatanan
Masyarakat Beradab yang Dibangun Nabi
Adam a.s.
Nabi
Adam a.s. diperingatkan
bahwa jika beliau menyerah kepada bujukan syaitan dan menerima nasihatnya (tipu-dayanya)
maka beliau akan menjadi mahrum
(luput) dari jannah, yaitu kehidupan berbahagia dan ketenteraman ruhani yang sebelumnya
telah beliau nikmati.
Isyarat dalam ayat-ayat ini nampaknya
ditujukan kepada kemudahan dan kesenangan yang tidak terpisahkan dari kehidupan beradab. Dua ayat ini
mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa penyediaan
pangan, sandang, dan perumahan bagi rakyat — sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat baru dapat dikatakan masyarakat beradab, jika semua warga
masyarakat itu dicukupi
keperluan-keperluan tersebut di atas.
Jika tidak, maka umat manusia akan terus
menderita dari pergolakan-pergolakan
sosial dan warna akhlak masyarakat
umat manusia tidak akan mengalami perbaikan
hakiki, selama kepincangan yang parah
di bidang ekonomi — yaitu sebagian
lapisan masyarakat berkecimpung dalam
kekayaan, sedang sebagian lainnya mati
kelaparan — tidak dihilangkan.
Nabi Adam
a.s. diberitahukan di sini bahwa beliau akan tinggal di sebuah
tempat atau wilayah yang sangat
subur di mana kesenangan dan keperluan hidup akan tersedia dengan
secukupnya bagi semua penduduknya. Keadaan tersebut telah dijelaskan di tempat lain dalam
Al-Quran dengan kata-kata وَ کُلَا مِنۡہَا رَغَدًا حَیۡثُ شِئۡتُمَا -- “dan
makanlah darinya sepuas hati di mana pun kamu berdua suka” (QS.2:36).
Ayat yang sedang dibahas ini menunjukkan
pula, bahwa semenjak Nabi Adam a.s. mulailah suatu tata-tertib dalam kemasyarakatan
yang baru, dan bahwa beliau meletakkan dasar
pemerintahan yang meratakan jalan bagi masa kemajuan manusia dalam bidang
kemasyarakatan.
Demikianlah salah satu hikmah mengenai hubungan
“kebun-kebun surgawi” dengan
“sungai surgawi air tawar” yang berkhasiat “menghidupkan”,
sehingga tercipta suatu “kehidupan surgawi” bagi orang-orang yang
tinggal di dalamnya, firman-Nya:
اَوَ لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang
yang kafir melihat bahwa seluruh
langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air.
Tidakkah mereka mau beriman? (Al-Anbiya
[21]:31).
Firman-Nya lagi:
وَ اللّٰہُ اَنۡزَلَ مِنَ
السَّمَآءِ مَآءً فَاَحۡیَا بِہِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ
اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لِّقَوۡمٍ
یَّسۡمَعُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan Allah
telah menurunkan air dari langit
lalu Dia menghidupkan bumi
dengannya setelah kematiannya, sesungguhnya dalam yang demikian itu ada Tanda bagi kaum yang mau mendengar. (An-Nahl [16]:66).
Falsafah “Sungai Surgawi Susu”
Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan
salah satu hikmah “sungai surgawi air
tawar”, selanjutnya akan dijelaskan mengenai hikmah “sungai surgawi susu”,
firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ
فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ یَتَغَیَّرۡ
طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ
مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ
الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak akan rusak;
dan sungai-sungai susu yang rasanya
tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb
(Tuhan) mereka. Apakah sama seperti
orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
Kepada orang-orang
yang beriman dan beramal shaleh dijanjikan di dunia ini
dan di akhirat (1) sungai-sungai yang
airnya murni (air tawar); (2) sungai-sungai susu yang rasanya tidak
akan berubah, (3) sungai-sungai arak
yang memberikan perasaan gembira dan (4) sungai-sungai
madu yang telah dijernihkan.
Perumpamaan mengenai “sungai surgawi air tawar” dan hubungannya dengan “kebun-kebun surgawi” yang dikemukakan
dalam Bab sebelumnya tidak sulit untuk dimengerti, karena memang melalui “air tawar”
berupa air hujan yang turun
dari langit (awan) mengakibatkan
permukaan bumi yang tadinya kering-kerontang akibat kemarau panjang
kembali subur menghijau dan penuh
berbagai macam pepohonan dan berbagai
jenis tanaman lainnya.
Tetapi hubungan antara “kebun-kebun surgawi” dengan “sungai-sungai susu” tidak mudah dicerna
secara logika, namun demikian
perumpamaan yang dikemukakan Allah Swt. tersebut
pasti benar adanya -- walau pun keadaannya lemah bagaikan “nyamuk”,
firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ لَا
یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ
اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ اَرَادَ
اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ
مَا یُضِلُّ بِہٖۤ اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Allah tidak malu mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk bahkan yang
lebih kecil dari itu, ada pun orang-orang
yang beriman maka mereka mengetahui
bahwa sesungguhnya perumpamaan itu kebenaran
dari Rabb (Tuhan) mereka, sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa yang dikehendaki Allah
dengan perumpamaan ini?” Dengannya Dia menyesatkan banyak orang
dan dengannya pula Dia memberi petunjuk banyak orang, dan
sekali-kali tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang fasik. (Al-Baqarah [2]:27).
Makna Ungkapan “Lemah Bagaikan Nyamuk”
Dharaba al-matsala berarti: ia
memberi gambaran atau pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lexicon Lane; Taj-ul-‘Arus,
dan QS.14:46). Fauq berarti dan
bermakna “lebih besar” dan “lebih kecil” dan dipakai dalam artian yang sesuai
dengan konteksnya (letaknya, ujung pangkalnya) — (Al-Mufradat).
Jadi makna ayat اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا
بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا
-- “Sesungguhnya Allah tidak malu
mengemukakan suatu perumpamaan
sekecil nyamuk bahkan
yang lebih kecil dari itu”
bahwa Allah Swt. telah menggambarkan surga dan neraka dalam Al-Quran dengan perumpamaan-perumpamaan
dan tamsilan-tamsilan.
Perumpamaan-perumpamaan
dan tamsilan-tamsilan tersebut
melukiskan mendalamnya arti yang
tidak dapat diungkapkan
sebaik-baiknya dengan jalan lain, dan dalam hal-hal keruhanian penggunaan perumpamaan-perumpamaan
dan tamsilan-tamsilan tersebut
memberikan satu-satunya cara untuk
dapat menyampaikan buah pikiran
dengan baik.
Kata-kata yang dipakai untuk
menggambarkan surga, mungkin tidak
cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk
yang dianggap oleh orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah dan memang pada hakikatnya demikian. Orang-orang Arab
berkata: Adh-‘afu min ba’udhatin, artinya "ia
lebih lemah dari nyamuk".
Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan
itu membantu untuk memunculkan dalam angan-angan mengenai
gambaran nikmat-nikmat surga itu.
Orang-orang beriman mengetahui bahwa
kata-kata itu hanya perumpamaan dan
mereka berusaha menyelami kedalaman
artinya, tetapi orang-orang kafir mulai
mencela perumpamaan-perumpamaan itu
dan makin bertambah dalam kesalahan
dan kesesatan mereka, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
صَرَّفۡنَا لِلنَّاسِ فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ۫ فَاَبٰۤی
اَکۡثَرُ النَّاسِ اِلَّا کُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah
menguraikan bagi manusia berbagai macam perumpamaan dalam Al-Quran ini
tetapi kebanyakan manusia menolak segala
se-suatu kecuali kekafiran. (Bani Israil [17]:90).
Khasiat Air Tawar & Falsafah “Air yang Memancar”
Walau pun dari segi berbagai khasiat yang dimiliki air tawar, air susu, air khamar
(arak) dan madu satu sama lain berlainan, tetapi keempat “barang” tersebut memiliki
persamaan dari keempat macam “sungai surgawi” tersebut merupakan “benda cair”.
Contohnya,
secara umumnya Allah Swt. menyatakan dalam QS.21:35 mengenai makhluk
hidup, termasuk manusia: وَ جَعَلۡنَا مِنَ
الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ -- “Dan
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup
dari air” (QS.21:35). Tetapi dalam Surah lainnya Allah Swt. lebih
spesifik menyebutkan bahwa manusia
berasal dari “cairan
yang ditumpahkan” atau “cairan yang
memancar” yakni nuthfah
(air mani), firman-Nya:
وَ اَنَّہٗ خَلَقَ الزَّوۡجَیۡنِ
الذَّکَرَ وَ الۡاُنۡثٰی ﴿ۙ﴾ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ اِذَا تُمۡنٰی ﴿۪﴾ وَ اَنَّ
عَلَیۡہِ النَّشۡاَۃَ الۡاُخۡرٰی
﴿ۙ﴾
Dan
bahwasanya Dia-lah Yang menciptakan laki-laki dan perempuan berpasang-pasangan, dari nuftah
(air mani) apabila dicurahkan ke dalam rahim, dan bahwa bagi-Nya penciptaan kejadian yang lain (An-Najm [53]:46-47). Lihat pula QS.18:38; QS.22:6;
QS.23:13-15; QS.35:12; QS.36:78;
QS.40:68; QS.56:59-60; QS.:75:38-41; QS.80:19-20.
Firman-Nya lagi:
فَلۡیَنۡظُرِ الۡاِنۡسَانُ مِمَّ خُلِقَ ؕ﴿﴾ خُلِقَ مِنۡ مَّآءٍ
دَافِقٍ ۙ﴿﴾ یَّخۡرُجُ مِنۡۢ
بَیۡنِ الصُّلۡبِ وَ التَّرَآئِبِ ؕ﴿﴾
Maka
hendaknya manusia memperhatikan dari apa
ia diciptakan, ia diciptakan dari
cairan yang terpancar, yang keluar dari antara tulang-tulang
punggung dan tulang-tulang dada.
(Ath-Thāriq [86]:6-8).
Makna atau falsafah yang terkandung dalam ayat خُلِقَ مِنۡ مَّآءٍ دَافِقٍ -- “Ia
diciptakan dari cairan yang terpancar”, bahwa perkembangan ruhani manusia tunduk kepada irama masa kemajuan dan kemunduran yang silih berganti, bagaikan air mani yang terpancar
lalu jatuh.
Kenyataan bahwa manusia dilahirkan dari suatu cairan yang memancar lalu jatuh, dapat
pula menggandung arti bahwa ia telah
dianugerahi kemampuan-kemampuan alami
besar untuk mencapai kemajuan pesat
dalam berbagai bidang kehidupan
(QS.30:21), namun ada juga kemungkinan ia jatuh
ke tingkat paling bawah jika ia tidak
mempergunakan kemampuan-kemampuannya
yang dianugerahkan Allah Swt. itu dengan tepat
(QS.95:1-9).
Jadi, ayat خُلِقَ مِنۡ مَّآءٍ دَافِقٍ -- “Ia
diciptakan dari cairan yang terpancar”, menerangkan, bahwa perkembangan ruhani manusia harus melampaui masa kemajuan dan kemunduran,
silih-berganti bagaikan cairan air mani
(nuthfah) yang memancar lalu jatuh.
Sedangkan falsafah ayat selanjutnya:
یَّخۡرُجُ مِنۡۢ
بَیۡنِ الصُّلۡبِ وَ التَّرَآئِبِ -- “keluar dari antara tulang-tulang punggung
dan tulang-tulang dada,” ungkapan
kalimat ini merupakan ciri khas pada
gaya Al-Quran bahwa ia menggantikan kata-kata
kasar lagi lancang dengan kata-kata halus atau samar-samar. Kata-kata “dari antara tulang-tulang punggung dan
tulang-tulang dada” merupakan salah satu dari ungkapan halus demi sopan
santun (euphemism) yang dipergunakan Al-Quran.
Ayat ini dapat berarti,
bahwa manusia dilahirkan dari air yang keluar dari tulang-tulang punggung
bapak yaitu nuthfah (air mani) dan
menerima makanan dari dada ibunya berupa air susu ibu.
Khasiat “Sungai Susu” Dalam
Surga
Sebagaimana diketahui bahwa berkat senantiasa minum air susu ibu (ASI) maka tubuh
bayi yang dilahirkan
seorang ibu akan cepat
berkembang secara sempurna dalam segala seginya, dibandingkan perkembangan tubuh dan jiwanya jika hanya diberi minum air tawar saja.
Dengan demikian jelaslah
makna makna atau falsafah
yang terkandung perumpamaan “sungai
surgawi” berupa “sungai-sungai susu”,
yaitu mengisyaratkan kepada pertumbuhan (perkembangan) “keadaan”
para penghuni surga di dalam
surga di akhirat.
Jadi, keberadaan “sungai
susu” dalam surga mengisyaratkan
kepada tingkatan kehidupan surgawi yang lebing tinggi daripada tingkatan kehidupan surgawi yang di dalamnya terdapat “sungai-sungai surgawi air tawar” yang berkhasiat memberikan kemampuan untuk
tetap “hidup,” firman-Nya:
وَ اللّٰہُ اَنۡزَلَ مِنَ
السَّمَآءِ مَآءً فَاَحۡیَا بِہِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ
اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لِّقَوۡمٍ
یَّسۡمَعُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan Allah telah menurunkan air dari langit lalu Dia
menghidupkan bumi dengannya setelah kematiannya, sesungguhnya dalam yang
demikian itu ada Tanda bagi kaum yang mau mendengar. (An-Nahl
[16]:66).
Ada hal yang menarik berkenaan khasiat
air susu ibu (ASI) terhadap bayi yang dilahirkannya adalah
ketika Nabi Musa a.s. masih bayi menolak menyusu kepada perempuan-perempuan selain kepada ibunya, karena sebelum diletakkan dalam peti untuk dihanyutkan di sungai Nil, Allah Swt. telah mewahyukan
kepada ibu Nabi Musa a.s. untuk terlebih dulu menyusuinya (QS.28:8-14), firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلٰۤی اُمِّ
مُوۡسٰۤی اَنۡ اَرۡضِعِیۡہِ ۚ فَاِذَا
خِفۡتِ عَلَیۡہِ فَاَلۡقِیۡہِ فِی
الۡیَمِّ وَ لَا تَخَافِیۡ وَ لَا تَحۡزَنِیۡ ۚ اِنَّا رَآدُّوۡہُ اِلَیۡکِ وَ جَاعِلُوۡہُ مِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
wahyukan kepada ibu Musa supaya dia
menyusuinya: “Lalu apabila engkau takut mengenai keselamatan dia maka letakkanlah dia di sungai, janganlah
engkau takut dan jangan pula engkau bersedih, sesungguhnya Kami akan mengembalikan dia kepada engkau, dan Kami akan menjadikannya salah
seorang dari orang-orang yang diutus.” (Al-Qashshas [28]:8).
Jadi, terdapat pengaruh besar khasiat air
susu ibu terhadap perkembangan jiwa bayi
yang disusui, sehingga Allah Swt. melarang laki-laki menikahi perempuan yang sepesusuan sekali pun mereka itu bukan saudara kandung, demikian juga halnya dengan ibu susu karena
kedudukannya menjadi seperti ibu
kandung (QS.4:23).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar