Rabu, 23 April 2014

Falsafah Perumpamaan "Sungai Susu" yang Terdapat di Surga




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   206

Falsafah Perumpamaan    "Sungai Susuyang Terdapat   di Surga 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
D
alam   Bab 199 dan Bab 200   telah dikemukakan firman-Nya mengenai  kehidupan surgawi” di dunia ini yang dinikmati oleh Nabi Adam a.s. bersama istrinya atau kaumnya, sebelum  terjadi  makar-buruk iblis, firman-Nya:
وَ اِذۡ  قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا   اِلَّاۤ   اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾  فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ  اِنَّ  ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی  ﴿﴾ اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی﴿﴾ۙ  وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan ingatlah  ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka  sujud kecuali iblis, ia menolak.    Lalu Kami berfirman: "Hai Adam,  sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka  ia jangan  sampai  mengeluarkan kamu berdua dari ke-bun maka kamu menderita kesulitan.    Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya  dan tidak pula engkau akan telanjang,  dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari. (Thā Hā[20]:117-120).

Tatanan Masyarakat Beradab yang Dibangun Nabi Adam a.s.

     Nabi Adam a.s. diperingatkan bahwa jika beliau menyerah kepada bujukan syaitan dan menerima nasihatnya (tipu-dayanya) maka beliau akan menjadi mahrum (luput) dari jannah, yaitu  kehidupan berbahagia dan ketenteraman ruhani yang sebelumnya telah beliau nikmati.
    Isyarat dalam ayat-ayat ini   nampaknya ditujukan kepada kemudahan dan kesenangan yang tidak terpisahkan dari kehidupan beradab. Dua ayat ini mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa penyediaan pangan, sandang, dan perumahan bagi rakyat — sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat  baru dapat dikatakan masyarakat beradab, jika semua warga masyarakat itu dicukupi keperluan-keperluan tersebut di atas.
 Jika tidak, maka umat manusia akan terus menderita dari pergolakan-pergolakan sosial dan warna akhlak masyarakat umat manusia tidak akan mengalami perbaikan hakiki, selama kepincangan yang parah di bidang ekonomi — yaitu sebagian lapisan masyarakat berkecimpung dalam kekayaan, sedang sebagian lainnya mati kelaparan — tidak dihilangkan.
Nabi Adam a.s. diberitahukan di sini bahwa beliau akan tinggal di sebuah tempat atau wilayah  yang sangat subur di mana kesenangan dan keperluan hidup akan tersedia dengan secukupnya bagi semua penduduknya. Keadaan tersebut  telah dijelaskan di tempat lain dalam Al-Quran dengan kata-kata  وَ کُلَا مِنۡہَا رَغَدًا حَیۡثُ شِئۡتُمَا --  dan makanlah darinya sepuas hati di mana pun kamu berdua suka” (QS.2:36).
  Ayat yang sedang dibahas ini menunjukkan pula, bahwa semenjak Nabi Adam a.s.  mulailah suatu tata-tertib dalam kemasyarakatan yang baru, dan bahwa beliau meletakkan dasar pemerintahan yang meratakan jalan bagi masa kemajuan manusia dalam bidang kemasyarakatan.
   Demikianlah salah satu hikmah  mengenai   hubungan   kebun-kebun surgawi  dengan  sungai surgawi air tawar  yang berkhasiat  menghidupkan”, sehingga  tercipta suatu “kehidupan surgawi” bagi orang-orang yang tinggal di dalamnya,  firman-Nya:  
اَوَ لَمۡ  یَرَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا  اَنَّ  السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ  شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang  yang kafir melihat bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu  lalu Kami pisahkan keduanya? Dan Kami   jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Tidakkah  mereka   mau beriman? (Al-Anbiya [21]:31).
Firman-Nya lagi:
وَ اللّٰہُ  اَنۡزَلَ مِنَ السَّمَآءِ  مَآءً  فَاَحۡیَا بِہِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ اِنَّ فِیۡ  ذٰلِکَ لَاٰیَۃً  لِّقَوۡمٍ  یَّسۡمَعُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan  Allah telah menurunkan air dari langit  lalu Dia menghidupkan bumi dengannya setelah kematiannya, sesungguhnya dalam yang demikian itu ada Tanda bagi kaum yang mau mendengar. (An-Nahl [16]:66).

Falsafah “Sungai Surgawi Susu

        Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan salah satu hikmah “sungai surgawi air tawar”, selanjutnya akan dijelaskan mengenai hikmah “sungai surgawi susu”, firman-Nya:
  مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ  مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ  اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ  یَتَغَیَّرۡ  طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ خَمۡرٍ  لَّذَّۃٍ   لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ  فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ  مِّنۡ  رَّبِّہِمۡ ؕ  کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا فَقَطَّعَ  اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang yang meminum, dan sungai-sungai madu yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb (Tuhan) mereka. Apakah sama seperti orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16). 
     Kepada orang-orang yang beriman  dan beramal shaleh dijanjikan di dunia ini dan di akhirat (1) sungai-sungai yang airnya murni (air tawar); (2) sungai-sungai susu yang rasanya tidak akan berubah, (3) sungai-sungai arak yang memberikan perasaan gembira dan (4) sungai-sungai madu yang telah dijernihkan.
         Perumpamaan mengenai “sungai surgawi air tawar” dan hubungannya dengan “kebun-kebun surgawi yang dikemukakan dalam Bab sebelumnya tidak sulit untuk dimengerti, karena memang melalui  “air tawar”  berupa air hujan yang turun dari langit (awan)  mengakibatkan permukaan bumi yang tadinya kering-kerontang akibat kemarau panjang kembali  subur menghijau dan penuh berbagai macam pepohonan dan berbagai jenis tanaman lainnya.
      Tetapi hubungan  antara “kebun-kebun surgawi” dengan “sungai-sungai susu” tidak mudah dicerna secara logika, namun demikian perumpamaan yang dikemukakan Allah  Swt. tersebut pasti benar adanya   -- walau pun keadaannya lemah bagaikan “nyamuk”, firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ  اَرَادَ  اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Sesungguhnya Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan  sekecil nyamuk   bahkan  yang lebih kecil dari itu,  ada pun orang-orang yang beriman maka mereka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu  kebenaran  dari Rabb (Tuhan) mereka, sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa  yang dikehendaki Allah dengan  perumpamaan ini?”  Dengannya   Dia menyesatkan banyak orang  dan dengannya pula    Dia memberi petunjuk banyak orang, dan sekali-kali   tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang  fasik.  (Al-Baqarah [2]:27).

Makna Ungkapan  “Lemah Bagaikan Nyamuk

     Dharaba al-matsala berarti: ia memberi gambaran atau pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lexicon Lane; Taj-ul-‘Arus, dan QS.14:46).    Fauq berarti dan bermakna “lebih besar” dan “lebih kecil” dan dipakai dalam artian yang sesuai dengan konteksnya (letaknya, ujung pangkalnya) — (Al-Mufradat).
       Jadi makna ayat  اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا  -- “Sesungguhnya Allah tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan  sekecil nyamuk   bahkan  yang lebih kecil dari itu” bahwa  Allah Swt. telah menggambarkan surga dan neraka dalam Al-Quran  dengan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan.
   Perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan tersebut melukiskan mendalamnya arti yang tidak dapat diungkapkan sebaik-baiknya dengan jalan lain, dan dalam hal-hal keruhanian penggunaan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan tersebut memberikan satu-satunya cara untuk dapat menyampaikan buah pikiran dengan baik.
        Kata-kata yang dipakai untuk menggambarkan surga, mungkin tidak cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk yang dianggap oleh orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah dan memang pada hakikatnya demikian. Orang-orang Arab berkata: Adh-‘afu min ba’udhatin, artinya  "ia lebih lemah dari nyamuk".
      Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan itu membantu untuk memunculkan dalam angan-angan  mengenai gambaran nikmat-nikmat surga itu. Orang-orang  beriman mengetahui bahwa kata-kata itu hanya perumpamaan dan mereka berusaha menyelami kedalaman artinya, tetapi orang-orang kafir mulai mencela perumpamaan-perumpamaan itu dan makin bertambah dalam kesalahan dan kesesatan mereka, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا لِلنَّاسِ فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ۫ فَاَبٰۤی اَکۡثَرُ النَّاسِ اِلَّا کُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah menguraikan bagi manusia berbagai macam perumpamaan dalam Al-Quran ini tetapi kebanyakan manusia menolak segala se-suatu kecuali kekafiran.  (Bani Israil [17]:90).

Khasiat Air Tawar  & Falsafah “Air yang Memancar

        Walau pun dari segi  berbagai khasiat  yang dimiliki air tawar, air susu, air khamar (arak) dan  madu satu sama lain berlainan, tetapi  keempat “barang” tersebut  memiliki   persamaan  dari keempat macam “sungai surgawi” tersebut merupakan “benda cair”.
     Contohnya,  secara umumnya Allah Swt. menyatakan dalam QS.21:35  mengenai makhluk hidup, termasuk manusia:  وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ  شَیۡءٍ حَیٍّ  -- “Dan Kami   jadikan segala sesuatu yang hidup dari air   (QS.21:35). Tetapi   dalam Surah lainnya Allah Swt. lebih spesifik menyebutkan  bahwa manusia berasal   dari “cairan yang ditumpahkan” atau “cairan yang memancar” yakni   nuthfah   (air mani),   firman-Nya:     
وَ اَنَّہٗ  خَلَقَ  الزَّوۡجَیۡنِ  الذَّکَرَ  وَ الۡاُنۡثٰی ﴿ۙ﴾ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ  اِذَا تُمۡنٰی ﴿۪﴾  وَ اَنَّ عَلَیۡہِ  النَّشۡاَۃَ  الۡاُخۡرٰی  ﴿ۙ﴾
Dan bahwasanya Dia-lah Yang menciptakan   laki-laki dan perempuan berpasang-pasangan,    dari nuftah (air mani) apabila dicurahkan  ke dalam rahim, dan bahwa bagi-Nya penciptaan kejadian yang lain (An-Najm [53]:46-47). Lihat pula QS.18:38; QS.22:6; QS.23:13-15; QS.35:12; QS.36:78;  QS.40:68; QS.56:59-60; QS.:75:38-41; QS.80:19-20.
Firman-Nya lagi:
فَلۡیَنۡظُرِ الۡاِنۡسَانُ مِمَّ خُلِقَ ؕ﴿﴾  خُلِقَ مِنۡ مَّآءٍ  دَافِقٍ ۙ﴿﴾  یَّخۡرُجُ مِنۡۢ بَیۡنِ الصُّلۡبِ وَ التَّرَآئِبِ ؕ﴿﴾
Maka hendaknya manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan, ia diciptakan dari cairan yang terpancar, yang keluar dari antara tulang-tulang punggung dan tulang-tulang dada.  (Ath-Thāriq [86]:6-8).
   Makna atau falsafah yang terkandung dalam ayat  خُلِقَ مِنۡ مَّآءٍ  دَافِقٍ   -- “Ia diciptakan dari cairan yang terpancar”, bahwa perkembangan ruhani manusia tunduk kepada irama masa kemajuan dan kemunduran yang silih berganti, bagaikan air mani yang terpancar lalu jatuh.
  Kenyataan bahwa manusia dilahirkan dari suatu cairan yang memancar lalu jatuh, dapat pula menggandung arti  bahwa ia telah dianugerahi kemampuan-kemampuan alami besar untuk mencapai kemajuan pesat dalam berbagai bidang kehidupan (QS.30:21), namun ada juga kemungkinan ia jatuh ke tingkat paling bawah jika ia tidak mempergunakan kemampuan-kemampuannya yang dianugerahkan Allah Swt. itu dengan tepat (QS.95:1-9).
    Jadi, ayat  خُلِقَ مِنۡ مَّآءٍ  دَافِقٍ   -- “Ia diciptakan dari cairan yang terpancar”,  menerangkan, bahwa perkembangan ruhani manusia harus melampaui masa kemajuan dan kemunduran, silih-berganti bagaikan cairan air mani (nuthfah) yang memancar lalu jatuh.
    Sedangkan falsafah   ayat  selanjutnya:  یَّخۡرُجُ مِنۡۢ بَیۡنِ الصُّلۡبِ وَ التَّرَآئِبِ  --  keluar dari antara tulang-tulang punggung dan tulang-tulang dada,”  ungkapan kalimat ini  merupakan ciri khas pada gaya Al-Quran bahwa ia menggantikan kata-kata kasar lagi lancang dengan kata-kata halus atau samar-samar. Kata-kata  “dari antara tulang-tulang punggung dan tulang-tulang dada” merupakan salah satu dari ungkapan halus demi sopan santun (euphemism) yang dipergunakan Al-Quran.
    Ayat ini dapat berarti, bahwa manusia dilahirkan dari air yang keluar dari tulang-tulang punggung bapak yaitu nuthfah (air mani) dan menerima makanan dari dada ibunya berupa air susu ibu.

Khasiat “Sungai  Susu” Dalam Surga 

   Sebagaimana  diketahui bahwa berkat senantiasa minum air susu ibu (ASI)  maka  tubuh   bayi yang   dilahirkan  seorang ibu   akan cepat berkembang secara sempurna dalam segala seginya,  dibandingkan perkembangan tubuh  dan jiwanya jika hanya diberi minum air tawar saja.
    Dengan demikian jelaslah makna makna  atau falsafah yang terkandung perumpamaan “sungai surgawi” berupa “sungai-sungai susu”,  yaitu mengisyaratkan kepada pertumbuhan (perkembangan)  “keadaan” para penghuni surga  di dalam surga di akhirat.
 Jadi,  keberadaan  sungai susu” dalam surga mengisyaratkan kepada tingkatan kehidupan surgawi  yang lebing tinggi daripada tingkatan kehidupan surgawi yang  di dalamnya terdapat “sungai-sungai surgawi air tawar yang  berkhasiat memberikan kemampuan untuk tetap  hidup,” firman-Nya:
وَ اللّٰہُ  اَنۡزَلَ مِنَ السَّمَآءِ  مَآءً  فَاَحۡیَا بِہِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ اِنَّ فِیۡ  ذٰلِکَ لَاٰیَۃً  لِّقَوۡمٍ  یَّسۡمَعُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan Allah telah menurunkan air dari langit  lalu Dia menghidupkan bumi dengannya setelah kematiannya, sesungguhnya dalam yang demikian itu ada Tanda bagi kaum yang mau mendengar. (An-Nahl [16]:66).
       Ada hal yang menarik berkenaan  khasiat  air susu ibu  (ASI) terhadap bayi yang dilahirkannya adalah ketika   Nabi Musa a.s. masih bayi menolak menyusu kepada perempuan-perempuan selain kepada ibunya,  karena sebelum diletakkan dalam peti untuk dihanyutkan di sungai Nil,  Allah Swt. telah  mewahyukan kepada ibu Nabi Musa a.s. untuk terlebih dulu menyusuinya (QS.28:8-14), firman-Nya:
وَ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلٰۤی اُمِّ مُوۡسٰۤی اَنۡ  اَرۡضِعِیۡہِ ۚ فَاِذَا خِفۡتِ عَلَیۡہِ  فَاَلۡقِیۡہِ فِی الۡیَمِّ  وَ لَا تَخَافِیۡ  وَ لَا تَحۡزَنِیۡ ۚ اِنَّا رَآدُّوۡہُ  اِلَیۡکِ وَ جَاعِلُوۡہُ  مِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami  wahyukan kepada ibu Musa supaya dia menyusuinya: “Lalu apabila engkau takut mengenai   keselamatan dia maka letakkanlah dia di sungai, janganlah engkau takut dan jangan pula engkau bersedih, sesungguhnya Kami akan mengembalikan dia kepada engkau, dan Kami akan menjadikannya salah seorang dari   orang-orang yang diutus.” (Al-Qashshas [28]:8).
        Jadi, terdapat pengaruh besar khasiat  air  susu ibu terhadap perkembangan jiwa  bayi yang disusui, sehingga  Allah Swt. melarang laki-laki menikahi  perempuan yang sepesusuan sekali pun mereka itu bukan saudara kandung, demikian juga halnya dengan   ibu susu   karena kedudukannya menjadi   seperti  ibu kandung (QS.4:23).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  9 Maret      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar