بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
209
“Keberadaan” Allah Swt. "Bersama" Manusia Menurut Hadits Qudsi dan Injil
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai rincian “pendakian terjal” – bahkan pendakian yang sangat terjal – yang harus
ditempuh oleh para sālik (penempuh
jalan ruhani) menuju “perjumpaan” dengan Allah Swt. tersebut adalah:
اَلَمۡ نَجۡعَلۡ لَّہٗ عَیۡنَیۡنِ
ۙ﴿﴾ وَ لِسَانًا
وَّ شَفَتَیۡنِ ۙ﴿﴾ وَ ہَدَیۡنٰہُ النَّجۡدَیۡنِ ﴿ۚ﴾ فَلَا اقۡتَحَمَ الۡعَقَبَۃَ﴿۫ۖ﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا الۡعَقَبَۃُ ﴿ؕ﴾ فَکُّ رَقَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ اَوۡ اِطۡعٰمٌ فِیۡ یَوۡمٍ ذِیۡ مَسۡغَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ یَّتِیۡمًا ذَا
مَقۡرَبَۃٍ﴿ۙ﴾ اَوۡ مِسۡکِیۡنًا ذَا مَتۡرَبَۃٍ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ کَانَ مِنَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ تَوَاصَوۡا
بِالصَّبۡرِ وَ تَوَاصَوۡا
بِالۡمَرۡحَمَۃِ ﴿ؕ﴾ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ﴿ؕ﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِنَا ہُمۡ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ﴿ؕ﴾ عَلَیۡہِمۡ نَارٌ
مُّؤۡصَدَۃٌ ﴿٪﴾
Tidakkah Kami menjadikan baginya sepasang mata? Dan sebuah
lidah serta dua buah bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi ia
tidak mendaki pendakian terjal. Dan
apakah yang engkau ketahui apa pendakian
terjal itu? Yaitu memerdekakan
budak, atau memberi makan pada hari
kelaparan kepada anak yatim kerabat atau kepada orang miskin yang terbaring di debu. Kemudian dia menjadi di antara orang-orang beriman dan menasihati satu sama lain supaya bersabar
dan mengajak satu sama lain berbelas
kasih. Mereka ini golongan kanan. Dan orang-orang
yang kafir kepada Tanda-tanda Kami mereka itu golongan
kiri. Atas mereka akan ada Api yang tertutup. (Al-Balad
[90]:9-20).
Hubungan “Pendakian Terjal”
dengan “Sungai Khamar” & “Keberadaan” Allah Swt.
Jihad
ruhani yang hakiki -- berupa melakukan “pendakian terjal” -- tersebut hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang beriman dan bertakwa yang
secara ruhani telah mendapat “minuman surgawi” yang campurannya kafur dan zanjabil (jahe), atau yang
akan memperoleh “sungai surgawi” dari jenis “khamar”, sebab hanya mereka yang
telah meraih makrifat Ilahi
yang sempurna seperti itulah yang akan memiliki “kerinduan” atau mengalami “mabuk
kepayang” kepada Kekasih-nya yang Hakiki yakni Allah Swt., firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ
یَتَغَیَّرۡ طَعۡمُہٗ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ
لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ
رَّبِّہِمۡ ؕ کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ
فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan
surga yang dijanjikan kepada orang-orang
yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai
yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai
susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb
(Tuhan) mereka. Apakah sama seperti
orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
Ada hal
yang menarik mengenai “pendakian terjal”
berupa “memerdekakan
budak, atau memberi makan pada hari kelaparan
kepada anak yatim kerabat
atau kepada orang miskin yang terbaring di debu” (QS.90:14-17) -- yang mereka lakukan semata-mata demi
meraih keridhaan Allah Swt. -- dengan
“keberadaan Allah Swt.” di antara “orang-orang miskin dan orang-orang
yang sakit” dan sebagainya:
اِنَّمَا
نُطۡعِمُکُمۡ لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ جَزَآءً وَّ
لَا شُکُوۡرًا ﴿﴾ اِنَّا نَخَافُ مِنۡ
رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا قَمۡطَرِیۡرًا ﴿﴾
“Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu karena mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak mengharapkan dari kamu balasan
dan tidak pula ucapan terima
kasih. Sesungguhnya kami takut azab
dari Rabb (Tuhan) kami pada suatu hari muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Ad-Dahr
-- Al-Insān [76]:10-11).
Pernyataan Allah Swt. tentang “Keberadaan-Nya”
Dalam sebuah hadits qudsi yang
dikemukakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. Allah Swt berfirman mengenai “keberadaan-Nya”:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.,
beliau berkata, telah bersabda Rasulullah ﷺ, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla kelak dihari kiamat
akan berfirman, “Wahai anak cucu Adam,
aku sakit dan kamu tidak menjenguk-Ku”, ada yang berkata, “Wahai Tuhan-ku,
bagaimana kami menjenguk Engkau sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam”,
Allah berfirman, “Tidakkah engkau tahu,
sesungguhnya hamba-Ku yang bernama Fulan sakit, dan kamu tidak menjenguknya?
Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya jika kamu menjenguknya, engkau akan
mendapati-Ku didekatnya.
Wahai anak cucu adam, Aku minta
makanan kepada kamu, namun kamu tidak memberi-Ku makanan kepada-Ku”, ada
yang berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami dapat memberi makan kepada Engkau
sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman, “Tidakkah engkau tahu,
sesungguhnya hamba-Ku fulan meminta makanan, dan kemudian kamu tidak
memberinya makanan? Tidakkah kamu tahu, seandainya kamu memberinya makanan,
benar-benar akan kamu dapati perbuatan
itu di sisi-Ku.
Wahai anak cucu adam, Aku meminta minum kepada kamu, namun kamu tidak memberi-Ku minum”, ada yang
berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami memberi minum kepada Engkau sedangkan
Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Seorang hamba-Ku yang bernama fulan meminta
minum kepada kamu, namun tidak kamu beri minum, tidakkah kamu tahu, seandainya kamu
memberi minum kepadanya, benar-benar kamu akan dapati (pahala) amal itu di
sisi-Ku” (Hadits diriwayatkan oleh Muslim).
Yang
menarik adalah, bahwa apa yang dikemukakan dalam hadits Qudsi
tersebut terdapat pula dalam Injil dalam judul “Penghakiman terakhir” (Matius 25:31-45):
5:31 "Apabila Anak
Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia,
maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. 25:32 Lalu semua bangsa
akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada
seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, 25:33 dan Ia akan
menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah
kiri-Nya. 25:34 Dan Raja itu akan
berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati
oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia
dijadikan. 25:35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku
haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku
tumpangan; 25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku
sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
25:37 Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah
kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami
memberi Engkau minum? 25:38 Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang
asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi
Engkau pakaian? 25:39 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara
dan kami mengunjungi Engkau? 25:40 Dan
Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. 25:41 Dan Ia akan berkata juga
kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah
dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang
kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. 25:42 Sebab ketika
Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi
Aku minum; 25:43 ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan;
ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan
dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. 25:44 Lalu merekapun akan menjawab
Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau
sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami
tidak melayani Engkau? 25:45 Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu
lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya
juga untuk Aku.
Adanya beberapa persamaan atau kemiripan tersebut membuktikan benarnya jawaban Nabi Besar Muhammad saw., ketika ditanya oleh salah seorang sahabah
beliau saw. tentang bagaimana sikap umat Islam terhadap Taurat dan Injil. Beliau
saw. mengatakan: “Jangan mendustakan
semuanya dan jangan pula mempercayai semuanya”. Jawaban beliau saw. tersebut sesuai dengan prinsip keimanan terhadap Kitab-kitab suci yang diturunkan sebelum Al-Quran (QS.2:5-6).
Artinya,
bahwa karena pada awalnya kedua ajaran Kitab suci untuk
kalangan Bani Israil tersebut bersumber dari Allah Swt. (QS.7:145-146; QS.61:6-7), oleh sebab itu --
sesuai kehendak dan hikmah
Ilahi sehubungan dengan pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “Nabi yang seperti Musa” (Ulangan 18:18; QS.46:11) dan “Roh Kebenaran” serta wahyu
Al-Quran yang merupakan “seluruh
kebenaran” (Yohanes
16:12-13) -- tentu masih banyak terdapat kebenaran
serta nubuatan-nubuatan dalam Taurat dan Injil yang tetap terpelihara,
tetapi banyak juga yang sudah hilang
atau sudah berubah maknanya, akibat penambahan dan pengurangan yang biasa dilakukan oleh tangan-tangan jahil di kalangan mereka (QS.2:80; QS.4:47; QS.5:14
& 42).
Makna Nasikh-Mansukh (Penggantian dan
Penghapusan) Mengenai “Ayat-ayat”
Mengisyaratkan
kepada adanya ”pembatalan” Kitab-kitab suci sebelum Al-Quran itulah dalam firman-Nya
berikut ini :
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ
اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ
بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ اَوۡ مِثۡلِہَا ؕ
اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat-ayat mana pun yang Kami mansukhkan yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami
datangkan yang lebih baik darinya atau yang
semisalnya. Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Al-Baqarah [2]:107).
Kata “ayat-ayat” berkenaan nasikh-mansukh dalam
firman-Nya tersebut bukan tertuju kepada ayat-ayat Al-Quran – sebagaimana keliru difahami --
melainkan tertuju kepada Kitab-kitab suci
sebelumnya karena missi Kitab-kitab suci tersebut terbatas hanya untuk kaum-kaum tertentu saja, sedangkan mengenai Al-Quran
sebagai Kitab suci terakhir dan tersempurna
(QS.5:4), Allah Swt. telah menyatakan jaminan pemeliharaan-Nya dari segala
bentuk kekurangan dan kebathilan,
firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Kami-lah Yang menurunkan adz-Dzikr (peringatan) ini, dan
sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.
(Al-Hijr [15]:10).
Firman-Nya
lagi:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُلۡحِدُوۡنَ
فِیۡۤ اٰیٰتِنَا لَا یَخۡفَوۡنَ عَلَیۡنَا
ؕ اَفَمَنۡ یُّلۡقٰی فِی النَّارِ خَیۡرٌ
اَمۡ مَّنۡ یَّاۡتِیۡۤ اٰمِنًا
یَّوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِعۡمَلُوۡا مَا شِئۡتُمۡ ۙ اِنَّہٗ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ ﴿﴾ اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا بِالذِّکۡرِ لَمَّا جَآءَہُمۡ ۚ وَ اِنَّہٗ
لَکِتٰبٌ عَزِیۡزٌ ﴿ۙ﴾ لَّا یَاۡتِیۡہِ
الۡبَاطِلُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ لَا مِنۡ خَلۡفِہٖ ؕ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
حَکِیۡمٍ حَمِیۡدٍ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang menyimpangkan makna Ayat-ayat Kami, mereka tidak
tersembunyi dari Kami. Apakah orang
yang dilemparkan ke dalam Api itu lebih baik, ataukah orang yang datang kepada Kami dengan aman pada Hari Kia-mat? Berbuatlah apa yang kamu kehendaki,
sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang
kamu lakukan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang ingkar kepada adz-Dzikr (Peringatan)
yakni Al-Quran ketika ia
datang kepada mereka, dan sesungguhnya ia benar-benar Kitab yang mulia. Kebatilan
tidak dapat mendekatinya, baik dari depannya
maupun dari belakangnya. Diturunkan
dari Tuhan Yang Maha Bijaksana,
Maha
Terpuji. (Ha Mim – As-Sajdah (Al-Fushshilat)
[41]:41-43).
Makna Sebutan Adz-Dzikr bagi Al-Quran & Menjawab Tuduhan Dusta
Dalam kedua Surah tersebut Allah Swt.
menyebut Al-Quran “adz-Dzikr”
(Peringatan) karena:
(a)
Al-Quran mengemukakan dan mengulang-ulangi asas-asas
dan ajaran-ajarannya dalam berbagai
bentuk, dengan demikian membuat manusia terus mengingat asas-asas serta ajaran-ajarannya;
(b) Al-Quran mengingatkan manusia akan ajaran-ajaran
mulia yang pernah diturunkan di dalam Kitab-kitab
Suci terdahulu; dan
(c) dengan beramal atas (sesuai) ajaran-ajarannya manusia dapat menaiki
puncak-puncak keluhuran ruhani, sebab
dzikr berarti pula kehormatan.
Makna
ayat لَّا یَاۡتِیۡہِ الۡبَاطِلُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ لَا مِنۡ
خَلۡفِہٖ -- “Kebatilan tidak dapat
mendekatinya, baik dari depannya maupun dari belakangnya,” bahwa ayat-ayat
Al-Quran adalah Kitab suci yang
sangat menakjubkan, ternyata tidak ada satu pun di antara kebenaran-kebenaran, asas-asas, dan cita-cita agung yang diuraikan oleh Al-Quran pernah disangkal
atau ditentang oleh ajaran-ajaran zaman dahulu ataupun oleh ilmu pengetahuan modern yang terus menerus
berkembang, sebab pada hakikatnya Al-Quran merupakan puncak
kesempurnaan evolusi hukum-hukum alam mau
pun hukum-hukum syari’at yang khazanahnya
tidak akan pernah habis (QS.15:22; QS.18:110; QS31:28).
Jadi,
adanya persamaan atau kemiripan antara beberapa materi
pembahasan yang ada dalam Taurat dan Injil dengan Al-Quran -- termasuk dengan hadits Qudsi – hal tersebut
tidak dapat dijadikan dalil
oleh para penentang Al-Quran dan Nabi
Besar Muhammad saw., bahwa Al-Quran merupakan “gubahan”
Nabi Besar Muhammad saw. yang dibantu
oleh fihak-fihak lain yang mengetahui Taurat
dan Injil, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ عَلَیۡہِ
قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ جَآءُوۡ
ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾ وَ قَالُوۡۤا
اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ بُکۡرَۃً
وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾ قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ کَانَ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾
Dan orang-orang
kafir berkata: “Al-Quran ini tidak
lain melainkan kedustaan yang ia telah
mengada-adakannya, dan kepadanya
kaum lain telah membantunya.”
Sesungguhnya mereka telah berbuat zalim dan dusta. Dan
mereka berkata: ”Al-Quran adalah dongengan-dongengan orang-orang
dahulu, dimintanya supaya dituliskan
lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan
petang.” Katakanlah: ”Diturunkannya Al-Quran
oleh Dzat Yang mengetahui
rahasia seluruh langit dan bumi,
sesungguhnya Dia adalah Maha Peng-ampun,
Maha Penyayang.” (Al-Furqān
[25]:5-7).
Ayat 5 dan ayat berikutnya menunjuk kepada dua tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi
Besar Muhammad saw. dan menjawab tuduhan-tuduhan itu. Jawaban
kepada tuduhan yang pertama bahwa Nabi Besar Muhammad saw. mengada-adakan
dusta, yaitu bahwa mereka tidak adil
melancarkan tuduhan semacam itu.
Nabi Besar Muhammad saw. telah tinggal di tengah-tengah mereka
untuk suatu masa yang panjang sebelum itu dan mereka sendiri semuanya menjadi
saksi atas ketulusan hati dan kebenaran beliau (QS.10:17). Bagaimanakah mereka
sekarang dapat menuduh beliau saw. pemalsu?
Jawaban kepada tuduhan kedua
dalam ayat 6, yaitu bahwa siapa pun yang dikatakan pembantu Nabi Besar Muhammad saw. pastilah
mereka menganut beberapa kepercayaan dan itikad, akan tetapi dalam Al-Quran Allah Swt. menolak
dan merombak semua kepercayaan palsu
dan membatalkan serta memperbaiki kepercayaan-kepercayaan
lainnya.
Jadi, bagaimana mungkin seseorang
atau beberapa orang dianggap membantu Nabi Besar Muhammad saw. untuk menciptakan (menggubah) sebuah kitab yang telah memotong urat nadi kepercayaan dan itikad-itikad yang begitu mereka junjung dan muliakan itu?
Dalil lainnya yang tak dapat
dibantah -- bahwa Al-Quran benar-benar seutuhnya adalah Kitab
suci yang diwahyu Allah Swt.
kepada Nabi Besar Muhammad saw. dengan
perantaraan Malaikat Jibril a.s. (QS.26:193-198) --
adalah pembahasan mengenai alam
akhirat yang diuraikan dalam Al-Quran secara terinci -- termasuk masalah surga
dan neraka -- yang contohnya tidak terdapat dalam
Kitab-kitab suci sebelum Al-Quran, termasuk dalam Taurat dan Injil.
Makrifat Ilahi dan Tajalli Ilahiyyah Menimbulkan “Kerinduan”
Jadi, kembali kepada jihad
ruhani yang hakiki -- berupa melakukan “pendakian terjal” atau suluk -- yang harus ditempuh oleh para sālik, hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang-orang beriman dan bertakwa yang secara ruhani telah mendapat “minuman surgawi” yang campurannya kafur dan zanjabil (jahe), atau yang
akan memperoleh “sungai surgawi” dari jenis “khamar”.
Mengapa begitu? Sebab hanya mereka
yang telah meraih makrifat Ilahi yang sempurna dan mengalami tajalli Ilahiyah (penampakkan Keagungan Ilahi – QS.7:144) seperti
itulah yang akan memiliki “kerinduan”
atau mengalami “mabuk kepayang ruhani”
kepada Kekasih-nya yang Hakiki
yakni Allah Swt., sehingga dalam keadaan
tertentu mereka benar-benar seperti keadaan
orang-orang yang “mabuk asmara” yang
sangat merindukan segera bertemu dengan kekasihnya, itulah salah satu makna
atau falsafah mengenai sungai khamar dalam firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ
یَتَغَیَّرۡ طَعۡمُہٗ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ
لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ
مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan
surga yang dijanjikan kepada orang-orang
yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai
yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai
susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb
(Tuhan) mereka. Apakah sama seperti
orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
Jadi, “sungai
khamar” dan “minuman surgawi” yang campurannya “zanjabil” (jahe) mengisyaratkan mengisyaratkan kepada kerinduan cinta atau mabuk-kepayang
yang dirasakan oleh hamba-hamba Allah yang merindukan kedekatan -- bahkan “perjumpaan” – dengan Allah Swt., sehingga mereka mampu melakukan berbagai bentuk “pendakian terjal” di jalan Allah Swt. -- yang tidak mungkin
dilakukan oleh orang-orang yang belum meraih martabat ruhani seperti itu
-- sebagaimana diisyaratkan dengan kata salsabil,
firman-Nya:
فَوَقٰہُمُ اللّٰہُ شَرَّ ذٰلِکَ
الۡیَوۡمِ وَ لَقّٰہُمۡ نَضۡرَۃً
وَّ سُرُوۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ جَزٰىہُمۡ بِمَا صَبَرُوۡا جَنَّۃً وَّ حَرِیۡرًا﴿ۙ﴾ مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی
الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا وَّ لَا
زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ دَانِیَۃً عَلَیۡہِمۡ ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ قُطُوۡفُہَا
تَذۡلِیۡلًا ﴿﴾ وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ
بِاٰنِیَۃٍ مِّنۡ فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠
﴿ۙ﴾ قَؔوَارِیۡرَا۠
مِنۡ فِضَّۃٍ قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿﴾ وَ یُسۡقَوۡنَ فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا
زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ﴾ عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿﴾
Maka Allah memelihara
mereka dari keburukan hari itu,
dan menganugerahkan kepada mereka kesenangan
dan kebahagiaan. Dan Dia membalas mereka karena kesabaran
mereka dengan kebun dan sutera, duduk
bersandar di dalamnya di atas
dipan-dipan, mereka tidak melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula
dingin yang sangat. Dan keteduhannya
didekatkan atas mereka dan tandan-tandan
buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari
perak diedarkan kepada
mereka dan piala-piala seperti kaca, seperti kaca, terbuat dari
perak, mereka mengukurnya sesuai
dengan ukuran. Dan di dalamnya mereka
diberi gelas minuman yang campurannya jahe. Dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Ad-Dahr
-- Al-Insān [76]:12-19).
Setelah menerangkan bermacam-macam kenikmatan surgawi -- yang mengandung falsafah sangat dalam --
selanjutnya diterangkan وَ یُسۡقَوۡنَ فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا
زَنۡجَبِیۡلًا “dan di dalamnya mereka
diberi gelas minuman yang campurannya
jahe, عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil.”
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12 Maret
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar