Selasa, 22 April 2014

Para Penghuni "Rumah-rumah yang nBercahaya" & Para Penghini9 "Kegelapan yang Pekat"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab   204

Para Penghuni “Rumah-rumah yang Bercahaya” & Para Penghuni Kegelapan yang Pekat  

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai   maksud kata-kata  یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ  --   “yang minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya,” dalam firman-Nya:
اَللّٰہُ  نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ  فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ 
Allah adalah Nur  seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya   seperti sebuah relung yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam kaca.  Kaca itu seperti bin-tang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya. Nur di atas nur. Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia, dan Allāh Maha  Mengetahui segala sesuatu. (An-Nūr [24]:36).
        Tamsil (perumpamaan) tersebut  dapat pula diberi tafsiran lain lagi. Relung dalam ayat ini berarti jasad manusia. Jasad manusia berisi ruh  serta mengantarkan cahaya, yang berarti  tubuh jasmani manusia itu berisikan misbah atau “pelita ruh” yang menyinari akal manusia dan menghubungkannya dengan Tuhan (Allah Swt.).
     Pelita (misbah) itu terletak dalam zujajah (kaca) yang menjaganya terhadap kemudaratan dan cacat serta menambah dan memantulkan cahayanya, zujājah yang melambangkan otak manusia susunannya begitu sempurna, sehingga telah menjuruskan beberapa ahli filsafat untuk mengira bahwa akal manusia adalah sumber asli cahaya Ilahi, padahal bukan karena  tanpa bantuan cahaya wahyu Ilahi  maka otak atau akal manusia tidak akan luput dari berbagai kelemahan dan kekeliruan.
       Cahaya itu dibantu oleh minyak yang berasal dari suatu “pohon yang diberkati”, yaitu dari kebenaran-kebenaran yang pokok lagi abadi, yang tidak merupakan milik khusus orang-orang timur ataupun barat, dimana  kebenaran-kebenaran kekal-abadi itu telah tertanam dalam fitrat manusia dan hampir-hampir akan menampakkan dirinya (nyaris bersinar) meskipun tanpa bantuan cahaya wahyu Ilahi.

Empat Macam  Golongan Pewaris  Nikmat Ruhani   

       Orang-orang yang memiliki fitrat yang murni seperti itu apabila mereka  “disinari dengan cahaya wahyu Al-Quran  -- yakni mengikuti cahaya petunjuk Al-Quran sebagaimana     sunnah Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22)  -- maka   fitrat  mereka pun akan mulai bercahaya seperti pelita yang disulut oleh nyala api.    Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman Allah Swt. berikut ini:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Menge-tahui. (An-Nisa [70]:70-71).
         Kata depan ma’a menunjukkan adanya dua orang atau lebih, bersama pada suatu tempat atau pada satu saat, kedudukan, pangkat atau keadaan. Kata itu mengandung arti bantuan, seperti tercantum dalam QS.9:40 (Al-Mufradat). Kata itu dipergunakan pada beberapa tempat dalam Al-Quran dengan artian fi artinya “di antara  (QS.3:194; QS.4: 147).
        Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian —  nabi-nabi,  shiddiq-shiddiq,  syuhada (syahid-syahid) dan   shalih-shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw..
        Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi  Nabi Besar Muhammad asw. semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau  saw. dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allāh dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi Tuhan mereka” (QS.57: 20).
           Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka para  pengikut secati Nabi Besar Muhammad saw.  dapat naik ke martabat nabi juga.
Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.

Rumah-rumah  yang “Diterangi  Nur Ilahi & “Rumah-rumah yang Bagaikan “Kuburan

   Selanjutnya Allah Swt. menerangkan mengenai  keadaan rumah-rumah  para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw. yang diterangi oleh “Nur Ilahi” yakni  ajaran Islam (Al-Quran) sebagaimana yang disunnahkan oleh beliau saw.:
فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ﴿﴾ 
Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya,  bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang. Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar zakat, mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata berubah-ubah,  supaya  Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya atas apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (An-Nūr [24]:37-39).
      Ayat ini berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan. Ayat ini menubu-atkan bahwa rumah-rumah yang disinari oleh cahaya yang terdapat dalam Al-Quran akan dimuliakan dan para penghuninya senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji kepada Allah Swt.. Ini akan merupakan bukti bahwa rumah-rumah itu disinari oleh nur Ilahi.
Sehubungan dengan hal itu Nabi Besar Muhammad saw. telah  memberi nasihat kepada para sahabah beliau saw.  mengenai rumah-rumah mereka: 
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلَاتِكُمْ وَلَا تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا    (متفق عليه)
“Dari Ibnu Umar, dari Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jadikanlah Rumah-rumah kalian sebagai tempat shalat, dan jangan membuatnya [seperti] kuburan”   (Hadits Muttafaq ‘alaih).
       Isi kuburan    adalah tulang-belulang orang-orang yang telah meninggal dunia, sekali pun semasa hidupnya ia atau mereka itu adalah  orang-orang yang sangat berkuasa dan kaya-raya  -- misalnya para raja duniawi  atau para hartawan  --  tetapi setelah berada dalam kuburan maka mereka  menjadi  tulang-belulang berserakan yang tidak berdaya, sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَ اَمَّا مَنۡ  اُوۡتِیَ کِتٰبَہٗ بِشِمَالِہٖ ۬ۙ فَیَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِیۡ  لَمۡ  اُوۡتَ کِتٰبِیَہۡ  ﴿ۚ﴾ وَ  لَمۡ  اَدۡرِ  مَا حِسَابِیَہۡ﴿ۚ﴾  یٰلَیۡتَہَا کَانَتِ الۡقَاضِیَۃَ ﴿ۚ﴾  مَاۤ  اَغۡنٰی عَنِّیۡ  مَالِیَہۡ ﴿ۚ﴾  ہَلَکَ عَنِّیۡ  سُلۡطٰنِیَہۡ﴿ۚ﴾  خُذُوۡہُ  فَغُلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  الۡجَحِیۡمَ  صَلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  فِیۡ سِلۡسِلَۃٍ  ذَرۡعُہَا سَبۡعُوۡنَ  ذِرَاعًا  فَاسۡلُکُوۡہُ ﴿ؕ﴾  اِنَّہٗ  کَانَ  لَا  یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ﴿ؕ﴾  فَلَیۡسَ لَہُ  الۡیَوۡمَ ہٰہُنَا حَمِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  وَّ لَا طَعَامٌ   اِلَّا مِنۡ غِسۡلِیۡنٍ ﴿ۙ﴾   لَّا  یَاۡکُلُہٗۤ  اِلَّا الۡخَاطِـُٔوۡنَ﴿٪﴾
Tetapi barangsiapa diberikan kitabnya di tangan kirinya,  maka ia berkata: “Aduhai  kiranya aku tidak diberi kitabku  dan aku tidak mengetahui apa perhitunganku itu.  Aduhai sekiranya kematianku mengakhiri hidupku!  Sekali-kali tidak bermanfaat bagiku hartaku Hilang  lenyap dariku kekuasaanku.”  [Dia berfirman], “Tangkaplah dia dan belenggulah dia, kemudian masukkanlah dia ke dalam Jahannam, lalu ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya ia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar,  dan ia tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin maka tidak ada baginya pada hari ini di sana seorang sahabat karib, dan tidak ada makanan ke-cuali bekas cucian luka, tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang berdosa.” (Al-Hāqqāh [69]:26-37).

Karena Menyambut “Seruan”  Nabi Besar Muhammad Saw., Bangsa Arab Jahiliyah   Menjadi “Umat yang Terbaik

        Sehubungan dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. sebelumnya mengenai “rumah yang seperti kuburan”,  yang sangat menarik adalah perkataan orang-orang kafir Mekkah yang mendustakan dan menentang Nabi Besar Muhammad saw. mengenai  kebenaran adanya “Hari Kebangkitan”, firman-Nya:
وَ قَالُوۡۤاءَ اِذَا کُنَّا عِظَامًا  وَّ  رُفَاتًاءَ اِنَّا  لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ  خَلۡقًا جَدِیۡدًا ﴿﴾  قُلۡ  کُوۡنُوۡا  حِجَارَۃً   اَوۡ  حَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ خَلۡقًا مِّمَّا یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ ۚ فَسَیَقُوۡلُوۡنَ مَنۡ یُّعِیۡدُنَا ؕ قُلِ الَّذِیۡ فَطَرَکُمۡ   اَوَّلَ مَرَّۃٍ ۚ فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ  قُلۡ  عَسٰۤی  اَنۡ  یَّکُوۡنَ  قَرِیۡبًا ﴿﴾  یَوۡمَ  یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ وَ  تَظُنُّوۡنَ   اِنۡ   لَّبِثۡتُمۡ   اِلَّا   قَلِیۡلًا  ﴿٪﴾
Dan mereka berkata:  ”Apakah apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”   Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi,   atau makhluk yang nampaknya terkeras  dalam pikiran kamu, kamu pasti akan dibangkitkan lagi.” Maka pasti mereka akan mengatakan:  Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah: “Dia Yang telah menjadikan kamu pertama kali.” Maka pasti mereka akan menggelengkan kepalanya terhadap engkau dan berkata:  Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat,   yaitu pada hari ketika Dia   memanggil kamu lalu kamu menyambut dengan memuji-Nya dan kamu akan beranggapan bahwa  kamu tidak tinggal di dunia kecuali hanya sebentar.” (Bani Israil [17]:50-53).
       Ayat     قُلۡ  کُوۡنُوۡا  حِجَارَۃً   اَوۡ  حَدِیۡدًا   --  Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi, اَوۡ خَلۡقًا مِّمَّا یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ   -- atau makhluk yang nampaknya terkeras  dalam pikiran kamu,” ayat  ini dapat dianggap mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa meskipun seandainya hati mereka menjadi keras seperti besi atau batu atau suatu benda lain semacam itu yang lebih keras lagi, tetapi menurut ayat tersebut     Allah Swt.  benar-benar   akan menimbulkan   perubahan segar di kalangan mereka  melalui seruan  Nabi Besar Muhammad saw..
      Atau ayat tersebut dapat pula diartikan sebagai jawaban atas keragu-raguan mereka mengenai Hari Kebangkitan, seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya, seraya berkata kepada mereka, bahwa  jika mereka bersikeras mendustakan dan menentang Nabi Besar Muhammad saw. maka mereka tidak dapat menghindarkan diri dari azab Ilahi,   seandainya pun  mereka akan berubah menjadi besi atau batu atau suatu benda  lain yang lebih keras  lagi.
      Mengapa  demikian? Sebab hanya dengan  azab Ilahi itulah kekerasan hati orang-orang  yang tidak mau mengerti  melalui  nasihat dan peringatan  secara lisan dan tulisan  akan menjadi luluh setelah mendapat azab Ilahi, kemudian mereka  akan beriman kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka.
        Kenyataan itulah yang terjadi dengan orang-orang kafir Quraisy Mekkah setelah terjadinya  peristiwa Fathah Mekkah, sehingga bangsa Arab jahiliyyah yang keadaan mereka sebelumnya bagaikan “tulang-belulang berserakan  tetapi ketika mereka beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. hanya dalam waktu 23 tahun saja  mereka berubah menjadi “satu tubuh yang utuh dan hidup” dan bahkan menjadi “umat terbaik” yang dijadikan bagi  manfaat seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111).
          Jadi,    ketidakpercayaan   -  para penentang keras Nabi Besar Muhammad saw.  mengenai kebenaran adanya “Hari Kebangkitan” telah  dijawab oleh diri mereka sendiri, sebab  buktinya   adalah perubahan akhlak dan ruhani mereka  sendiri dalam kehidupan  di dunia ini juga  menjadi خَلۡقًا جَدِیۡدًا -- “makhluk baru”, yakni yang sebelumnya merupakan “manusia-manusia iblis” tiba-tiba berubah menjadi “manusia-manusia malaikat”; atau mereka  sebelumnya  berada  dalam “lapisan-lapisan kegelapan” telah  berubah menjadi   manusia-manusia  bercahaya  yang berada dibawah penerangan  نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ   --   Nur di atas nur” (QS.24:36), yang keadaannya  dijelaskan dalam ayat selanjutnya:  
فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾
Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya,  bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang.   (An-Nūr [24]:37).

Para Penghuni “Rumah-rumah yang Bercahaya

      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai para penghuni  rumah-rumah yang dimuliakan” dengan cahaya Al-Quran tersebut:
رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ﴿﴾ 
Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar zakat, mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata berubah-ubah,  supaya  Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya atas apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (An-Nūr [24]:38-39).
       Ayat-ayat  ini merupakan pengakuan agung terhadap ketakwaan dan kebaikan para Sahabat  Nabi Besar Muhammad saw.   dan terhadap kecintaan mereka kepada Allah Swt.. Mereka itu orang-orang — demikian kata ayat itu — yang berdaging dan bertulang. Mereka pun mempunyai kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan duniawi,  dan memiliki pekerjaan-pekerjaan  dan kesibukan-kesibukan.
   Mereka bukan rahib-rahib atau pertapa-pertapa yang telah memutuskan hubungan dengan dunia. Namun di tengah-tengah segala kesibukan dan perjuangan dalam urusan dunianya, mereka tidak lalai menjalankan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah Swt. dan  kepada manusia   رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ -- “Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar zakat.”

Mereka yang Berada Dalam “Kegelapan yang Berlapis-lapis

  Sebaliknya dengan orang-orang yang memperoleh cahaya “Nur di atas nur”, selanjutnya Allah Swt. menjelaskan mengenai orang-orang yang karena mendustakan dan menentang  Nabi Besar Muhammad saw.     --  yang adalah  Nur di atas nur  --  maka sebagaimana orang yang  menolak cahaya  atau yang memejamkan mata pasti akan berada dalam kegelapan, demikian pula halnya keadaan orang-orang yang mendustakan dan menentang  para Rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اَعۡمَالُہُمۡ کَسَرَابٍۭ بِقِیۡعَۃٍ یَّحۡسَبُہُ الظَّمۡاٰنُ مَآءً ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَہٗ  لَمۡ  یَجِدۡہُ شَیۡئًا وَّ وَجَدَ  اللّٰہَ عِنۡدَہٗ  فَوَفّٰىہُ حِسَابَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ ﴿ۙ ﴾ اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ  بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ؕ اِذَاۤ اَخۡرَجَ یَدَہٗ  لَمۡ  یَکَدۡ یَرٰىہَا ؕ وَ مَنۡ  لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ   لَہٗ   نُوۡرًا  فَمَا  لَہٗ  مِنۡ  نُّوۡرٍ ﴿٪ ﴾
Dan orang-orang kafir   amal-amal mereka bagaikan fatamorgana di padang pasir, orang-orang  yang haus menyangkanya air,  hingga apabila ia mendatanginya  ia tidak mendapati sesuatu pun, dan ia mendapati Allah di sisinya lalu Dia membayar penuh perhitungannya, dan Allah sangat cepat dalam perhitungan.  Atau seperti kegelapan di lautan yang dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain. Apabila ia mengulurkan tangan-nya ia hampir-hampir tidak dapat me-lihatnya,  dan barangsiapa baginya   Allah tidak menjadikan nur maka baginya tidak ada nur.  (An-Nūr [24]:40-41). 
      Dalam QS.24:37-39 di atas telah dikemukakan kata-kata penghargaan yang ditujukan kepada suatu golongan manusia  yaitu para pencinta nur Ilahi dan hamba-hamba Allah yang bertakwa. Ayat-ayat  ini  membicarakan sesuatu golongan manusia lainnya  yaitu anak-anak kegelapan.  Golongan pertama menerima nur serta berjalan di dalamnya. Keadaan mereka yang sungguh membangkitkan rasa iri itu telah digambarkan dalam tamsil dengan kata-kata  نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ  -- “Nur di atas nur”.
         Sedangkan golongan kedua menolak nur Ilahi dan memilih jalan kegelapan dalam rimba keragu-raguan. Segala usaha mereka terbukti sia-sia serta menyesatkan, laksana suatu fatamorgana di padang pasir yang panas. Mereka suka kepada kegelapan, mengikuti langkah kegelapan dan tinggal dalam kegelapan,  maka keadaan mereka yang tidak menarik itu telah dilukiskan dengan tepat dan jelas lagi terperinci dengan kata-kata اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ  بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ  -- “atau seperti kegelapan di lautan yang dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  7 Maret      2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar