بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
194
Makna
Bai’at & “Izin Berperang” Bagi Umat Islam adalah
Untuk Menegakkan “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai pentingnya melakukan baiat kepada Rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan -- terutama kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan juga kepada kedatangan beliau saw.
yang kedua kali secara ruhani di Akhir
Zaman ini melalui Rasul Akhir Zaman
(QS.62:3-4) guna mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10) – Allah Swt.
berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّ الَّذِیۡنَ
یُبَایِعُوۡنَکَ اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ
اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ فَوۡقَ اَیۡدِیۡہِمۡ ۚ فَمَنۡ نَّکَثَ فَاِنَّمَا یَنۡکُثُ عَلٰی نَفۡسِہٖ ۚ
وَ مَنۡ اَوۡفٰی بِمَا عٰہَدَ عَلَیۡہُ
اللّٰہَ فَسَیُؤۡتِیۡہِ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang bai’at kepada engkau
sebenarnya mereka bai’at kepada Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka,
maka barangsiapa melanggar janjinya
maka ia melanggar janji atas
dirinya sendiri, dan barangsiapa
memenuhi apa yang telah dia janjikan kepada Allah maka Dia segera akan memberinya ganjaran yang
besar. (Al-Fath [48]:11).
Isyarat itu ditujukan kepada sumpah setia orang-orang beriman di tangan Nabi Besar Muhammad saw. ‑ di bawah sebatang pohon di Hudaibiyah (Bukhari) ketika mendengar berita bahwa Ustman bin ‘Affan r.a. yang diutus oleh Nabi Besar Muhammad saw. ke Mekkah guna melakukan perundingan dengan para pemuka kaum
Mekkah -- dikabarkan telah dibunuh mereka, sehubungan dengan hal
tersebut Allah Swt. berfirman:
لَقَدۡ رَضِیَ اللّٰہُ عَنِ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اِذۡ یُبَایِعُوۡنَکَ
تَحۡتَ الشَّجَرَۃِ فَعَلِمَ مَا فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ فَاَنۡزَلَ السَّکِیۡنَۃَ عَلَیۡہِمۡ وَ اَثَابَہُمۡ فَتۡحًا
قَرِیۡبًا ﴿ۙ﴾
Sungguh Allah benar-benar telah ridha terhadap orang-orang beriman ketika mereka bai’at kepada engkau di bawah pohon itu, maka Dia
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia
menurunkan ketenteraman kepada mereka, dan Dia mengganjar mereka dengan kemenangan yang dekat. (Al-Fath
[48]:11).
Peristiwa bai’at
tersebut terjadi di Hudaibiyah di
bawah sebuah pohon Akasia, setelah kabar sampai kepada Nabi Besar Muhammad saw. bahwa karena suatu pelanggaran atas kebiasaan
dan sopan-santun diplomatis, bahwa duta (utusan) beliau saw., Utsman bin ‘Affan r.a., telah dibunuh orang-orang Mekkah.
Berita terbunuhnya Utsman bin
‘Affan r.a. barangkali tidak kurang mengejutkannya daripada pelanggaran terhadap suatu adat kebiasaan suci dan antik, sehingga menyebabkan Nabi Besar
Muhammad saw. tidak dapat bersabar lagi, lalu beliau saw. mengambil
janji setia (bai’at) dari para Sahabah yang bersama beliau saw. di Hudaibiyah untuk melakukan penyerangan ke Mekkah.
Bai’at
itu kemudian dikenal sebagai baiat-ur-ridwan yang berarti bahwa orang-orang yang berbahagia berkat bai’at itu sudah mendapat keridhaan llahi. Walau pun kemudian
terbukti bahwa kabar tersebut kabar
dusta yang sengaja dihembuskan oleh pihak kaum kafir Mekkah.
Makna Kata Bai’at & Tujuan
Perang Menurut Ajaran Islam (Al-Quran)
Bukti
apa lagi yang lebih besar bagi kenyataan “Allah
Swt. telah menurunkan ketenteraman hati atas orang-orang Muslim” daripada
fakta bahwa kendatipun jumlah mereka hanya kira-kira 1500 orang dan karena jauh dari kampung halaman dan kendati-pun
tidak berkawan -- lagi pula di kelilingi oleh suku-suku bangsa (qabilah-qabilah)
yang tidak bersahabat -- - pula
dihadapi oleh musuh yang sangat kuat
lagi terlindung di dalam kubu-kubu,
namun mereka itu lebih bersedia untuk berperang
guna membela kehormatan.
Kata
bai’at berasal dari kata bai’un
artinya jual-beli, dengan demikian
orang yang melakukan bai’at
kepada Rasul Allah artinya yang bersangkutan telah
“menjual dirinya” kepada Allah Swt. melalui Rasul Allah guna “membeli keridhaan” Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ اشۡتَرٰی مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اَنۡفُسَہُمۡ وَ اَمۡوَالَہُمۡ
بِاَنَّ لَہُمُ الۡجَنَّۃَ ؕ یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ فَیَقۡتُلُوۡنَ
وَ یُقۡتَلُوۡنَ ۟ وَعۡدًا عَلَیۡہِ حَقًّا فِی التَّوۡرٰىۃِ وَ الۡاِنۡجِیۡلِ وَ
الۡقُرۡاٰنِ ؕ وَ مَنۡ اَوۡفٰی بِعَہۡدِہٖ مِنَ اللّٰہِ فَاسۡتَبۡشِرُوۡا
بِبَیۡعِکُمُ الَّذِیۡ بَایَعۡتُمۡ بِہٖ ؕ وَ
ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ
الۡعَظِیۡمُ﴿﴾
Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang
beriman jiwa mereka dan harta mereka
bahwasanya mereka akan memperoleh ganjaran surga. Mereka
berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh dan terbunuh,
janji yang haq (benar) atas-Nya dalam Taurat, Injil
dan Al-Quran. Dan siapakah yang
lebih menepati janji-nya daripada Allah?
Maka bergembiralah kamu dengan jual-beli yang telah kamu lakukan dengan-Nya,
dan itulah kemenangan yang besar. (Taubah
[9]:111).
Bai’at (jual-beli) yang dilakukan orang-orang beriman dengan Allah Swt. melalui Rasul-Nya dibuktikan dalam bentuk amal nyata, sebagaimana dikemukakan dalam kalimat یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
فَیَقۡتُلُوۡنَ وَ یُقۡتَلُوۡنَ -- “Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh dan terbunuh”.
Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
فَلۡیُقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ الَّذِیۡنَ یَشۡرُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ
الدُّنۡیَا بِالۡاٰخِرَۃِ ؕ وَ مَنۡ یُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ فَیُقۡتَلۡ
اَوۡ یَغۡلِبۡ فَسَوۡفَ نُؤۡتِیۡہِ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾ وَ مَا لَکُمۡ لَا
تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ
النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ
ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا ۚ وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ
وَلِیًّا ۚۙ وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا ﴿ؕ﴾ اَلَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ۚ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ الطَّاغُوۡتِ فَقَاتِلُوۡۤا اَوۡلِیَآءَ الشَّیۡطٰنِ
ۚ اِنَّ کَیۡدَ الشَّیۡطٰنِ کَانَ ضَعِیۡفًا﴿٪﴾
Maka
hendaklah mereka yaitu orang-orang yang menukar kehidupan dunia
dengan akhirat berperang di jalan Allah,
dan barangsiapa berperang di jalan Allah,
lalu ia terbunuh atau ia memperoleh kemenangan, maka Kami segera akan memberinya ganjaran yang
besar. Dan mengapakah
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang
lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan:
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya kejam dan jadikanlah bagi kami pelindung dari sisi Engkau, dan jadikanlah bagi kami penolong dari sisi Engkau.” Orang-orang yang beriman berperang di jalan
Allah, sedangkan orang-orang kafir
berperang di jalan thaghut maka perangilah
oleh kamu kawan-kawan syaitan, sesungguhnya tipu daya syaitan itu senantiasa lemah. (An-Nisa [4]:75-77).
Makna firman-Nya dalam ayat 76 menjelaskan mengenai salah satu tujuan izin berperang kepada umat Islam:
وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ
الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا
ۚ وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ وَلِیًّا ۚۙ وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ
لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Dan mengapakah kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang
lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan:
“Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya kejam dan jadikanlah
bagi kami pelindung dari sisi
Engkau, dan jadikanlah bagi
kami penolong dari sisi Engkau.”
An-Nisa [4]:76).
Ayat ini
merupakan satu bukti yang jelas bahwa orang-orang
Muslim tidak pernah mengawali permusuhan.
Mereka hanya berperang membela diri
demi melindungi agama mereka dan menolong para ikhwan mereka yang lebih lemah, segala untuk menegakkan kebebasan beragama di dunia ini, firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ بِغَیۡرِ
حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا
رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ
لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا
اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu
orang-orang yang telah diusir dari
rumah-rumah mereka tanpa haq hanya
karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan)
kami Allah.” Dan
seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain
niscaya akan hancur biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj
[22]:40-41).
Menurut kesepakatan di antara para ulama, ayat inilah yang merupakan ayat pertama,
yang memberi izin kepada orang-orang
Muslim untuk mengangkat senjata (berperang)
guna membela diri. Ayat ini
menetapkan asas-asas yang menurut
itu, orang-orang Muslim boleh
mengadakan perang untuk membela diri,
dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang
Islam yang amat sedikit jumlahnya
itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk
berperang membela diri.
Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan (kezaliman) selama 13 tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar oleh Abu
Jahal da para pemimpin kaum kafir Quraisy lainnya, bahkan sampai ke Medinah
dengan kebencian yang tidak ada
reda-redanya dan di sini pun mereka diusik
dan diganggu juga. Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini yaitu bahwa mereka diperlakukan
secara zalim.
Ayat
41 memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang
Islam telah diusir dari kampung
halaman mereka (Mekkah) tanpa alasan
yang adil dan sah, satu-satunya ”kesalahan” mereka ialah hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Tauhid Ilahi) yang diajarkan Nabi Besar Muhammad saw. berdasarkan Al-Quran.
Bertahun-tahun lamanya orang-orang Muslim ditindas di Mekkah, kemudian
mereka diusir dari sana dan tidak
pula dibiarkan hidup dengan aman di
tempat pembuangan (tempat hijrah) mereka
di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan gabungan suku-suku Arab di
sekitar Medinah yang terhadapnya orang Quraisy mempunyai pengaruh yang
besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga
Ka’bah. Kota Medinah sendiri menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan.
Orang-orang Yahudi bersatu-padu memusuhi Nabi Besar Muhammad saw..
Kesulitan beliau saw. di Madinah bukan
berkurang, bahkan makin bertambah juga dengan hijrah itu. Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang
Muslim terpaksa mengangkat senjata
untuk menyelamatkan diri mereka, agama mereka, dan wujud Nabi
Besar Muhammad saw. dari
kemusnahan.
Karena itu -- berdasarkan
kenyataan yang dikemukakan tersebut --
jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan
yang sah untuk berperang, maka kaum
itu adalah Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat beliau saw., namun
para kritisi Islam yang tidak mau mempergunakan akal telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan
agama beliau saw. kepada orang-orang
yang tidak menghendakinya.
Sesudah
memberikan alasan-alasan, mengapa
orang-orang Islam terpaksa mengangkat senjata, ayat ini
mengemukakan tujuan dan maksud peperangan yang dilancarkan oleh
umat Islam. Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang lain atas rumah dan milik mereka,
atau merampas kemerdekaan mereka serta
memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan asing,
atau untuk menjajagi pasar-pasar yang
baru atau memperoleh tanah-tanah
jajahan baru, seperti telah dilakukan oleh kekuasaan
negara-negara kuat dari barat.
Jadi, maksud
lainnya dari pemberian izin melakukan
perang bagi umat Islam selain dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, juga untuk
menegakkan kebebasan berpikir; begitu juga untuk membela tempat-tempat peribadatan yang
dimiliki oleh agama-agama lain —
gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara, dan
sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
Dengan demikian jelaslah bahwa tujuan pertama dan terutama
dari perang-perang yang dilancarkan
oleh Islam di masa yang lampau -- dan selamanya di masa yang akan datang pun
-- ialah, menegakkan kebebasan beragama
dan beribadah dan berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan
terhadap serangan tanpa dihasut.
Apakah ada alasan untuk berperang
yang lebih baik daripada ini?
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 Februari
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar