Sabtu, 05 April 2014

Cara Samiri Merekayasa Tafsir Ditiru oleh Para pemuka Agama Yahudi


 بِسۡمِ اللّٰ بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم ہِ ال

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  191

Cara Samiri Merekayasa Tafsir Ditiru Oleh Para Pemuka Agama Yahudi

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai  kesia-siaan menyembah patung anak sapi yang dibuat oleh Samiri tersebut, firman-Nya:
اَفَلَا  یَرَوۡنَ  اَلَّا  یَرۡجِعُ  اِلَیۡہِمۡ  قَوۡلًا ۬ۙ وَّ لَا یَمۡلِکُ  لَہُمۡ  ضَرًّا  وَّ لَا  نَفۡعًا ﴿٪﴾ وَ لَقَدۡ قَالَ لَہُمۡ ہٰرُوۡنُ مِنۡ قَبۡلُ یٰقَوۡمِ اِنَّمَا فُتِنۡتُمۡ بِہٖ ۚ وَ  اِنَّ رَبَّکُمُ  الرَّحۡمٰنُ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ  وَ اَطِیۡعُوۡۤا  اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالُوۡا لَنۡ نَّبۡرَحَ عَلَیۡہِ عٰکِفِیۡنَ حَتّٰی یَرۡجِعَ   اِلَیۡنَا مُوۡسٰی  ﴿﴾قَالَ یٰہٰرُوۡنُ مَا مَنَعَکَ اِذۡ  رَاَیۡتَہُمۡ ضَلُّوۡۤا ﴿ۙ﴾ اَلَّا  تَتَّبِعَنِ ؕ اَفَعَصَیۡتَ   اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالَ یَبۡنَؤُمَّ  لَا تَاۡخُذۡ بِلِحۡیَتِیۡ  وَ لَا بِرَاۡسِیۡ ۚ اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ ﴿﴾
Apakah mereka itu tidak melihat bahwa patung anak sapi itu tidak memberi jawaban apa-apa  dan tidak mempunyai kekuasaan  untuk me­nyampaikan kemudaratan  atau pun  kemanfaatan?    Dan  sungguh   Harun benar-benar telah berkata kepada mereka sebelum Musa kembali: "Hai kaumku. sesungguhnya kamu telah diuji dengan patung anak sapi ini, dan sesungguhnya Rabb (Tuhan) kamu Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.  Mereka berkata: "Kami tidak akan pernah berhenti menyembahnya hingga Musa kembali kepada kami." Ia, Musa, berkata: "Hai Harun, apakah yang telah meng­halangi engkau, ketika engkau melihat mereka telah sesat. Apakah engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau mendurhakai perintahku?"    la, Harun, berkata:  “Hai anak  ibuku, janganlah me­megang janggutku dan jangan pula rambut kepalaku, sesungguhnya aku takut bahwa engkau berkata:  Engkau telah berbuat perpecahan di antara Bani Israil  dan tidak menjaga perkataanku."  (Thā Hā [20]:90-89).
   Anak sapi sebagai sembahan telah dicela dan dikutuk di sini, sebab anak sapi tidak dapat berbicara kepada para penyembahnya. Faedah apakah dapat diperoleh dari tuhan yang tidak menjawab doa-doa para penyembahnya (QS.21:66-67)? Tuhan semacam itu mati dan tak ubahnya seperti sebatang kayu mati belaka.
   Perbedaan antara Tuhan Yang Hidup dengan tuhan yang mati yaitu bahwa Tuhan Yang Esa itu berbicara dengan para penyembah-Nya, dan mendengar permohonan-permohonan mereka, sedang yang satu lagi tidak dapat berbuat demikian. Tuhan Islam yang sejati yang bersifat Al-Mutakallim (Maha Berbicara) tidak berhenti bicara dengan para penyembah-Nya (QS.42:52-54).
Allah Swt. masih berbicara dengan mereka seperti dahulu kala, dengan Nabi Adam a.s., Nabi Ibrahim a.s.,  Nabi Musa a.s., Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., dan  Nabi Besar Muhammad saw.  dan akan terus-menerus berbuat demikian sepanjang masa, termasuk di Akhir Zaman ini dengan Rasul Akhir Zaman (QS.3:180; QS.72:27-29).
Akibat Provokasi Samiri Bani Israil  Hampir Membunuh Nabi Harun a.s. 
   Di sini Al-Quran (QS.20:45) menyangkal Bible dan membersihkan Nabi Harun a.s.  dari tuduhan bahwa beliau telah membuat berhala  anak sapi dari logam coran untuk disembah orang-orang Bani Israil (Keluaran 32:4). Al-Quran mengatakan bahwa Nabi Harun a.s..  bukan saja tidak membuat patung anak sapi bagi mereka. bahkan sebaliknya, beliau melarang mereka menyembah berhala yang dibuat orang Samirii bagi mereka.
Tuduhan ini telah ditolak oleh para penulis Kristen sendiri sebagai suatu hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar (Encyclopardia Britannica pada kata "The Golden Calf'). Di dalam Surah Al-A’rāf   Nabi Harun a.s. menerangkan kepada Nabi Musa a.s.  bahwa  Bani Israil hampir membunuh beliau karena  telah melarang  mereka mengikuti ajakan Samiri, firman-Nya:
وَ لَمَّا رَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۙ قَالَ بِئۡسَمَا خَلَفۡتُمُوۡنِیۡ  مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ۚ اَعَجِلۡتُمۡ اَمۡرَ رَبِّکُمۡ ۚ وَ اَلۡقَی الۡاَلۡوَاحَ وَ اَخَذَ بِرَاۡسِ اَخِیۡہِ یَجُرُّہٗۤ اِلَیۡہِ ؕ قَالَ ابۡنَ اُمَّ  اِنَّ  الۡقَوۡمَ اسۡتَضۡعَفُوۡنِیۡ  وَ کَادُوۡا یَقۡتُلُوۡنَنِیۡ ۫ۖ فَلَا تُشۡمِتۡ بِیَ الۡاَعۡدَآءَ وَ لَا تَجۡعَلۡنِیۡ مَعَ  الۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِاَخِیۡ وَ اَدۡخِلۡنَا فِیۡ رَحۡمَتِکَ ۫ۖ وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan tatkala Musa  kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih, ia berkata:  Sangat  buruk  apa yang kamu kerjakan sebagai wakilku sepeninggalku. Apakah kamu hendak mendahului perintah Tuhan kamu?” Lalu ia meletakkan lempeng-lempeng batu tulis itu dan merenggut kepala saudaranya seraya menariknya kepa-danya.   Harun berkata:  “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini memandang aku lemah dan mereka hampir  membunuhku, maka  janganlah engkau membiarkan musuh-musuhku mengejekku dan janganlah engkau menganggapku termasuk kaum yang zalim.”   Musa berkata:  “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), ampunilah aku dan juga untuk saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, karena Engkau Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (Al-A’rāf [7]:151-152).
   Setelah mendengar penjelasan Nabi Harun a.s.,  selanjutnya Nabi Musa a.s. menanyakan alasan Samiri membuat patung anak sapi lalu mengajak Bani Israil untuk menyembahnya:
قَالَ فَمَا خَطۡبُکَ  یٰسَامِرِیُّ ﴿﴾ قَالَ بَصُرۡتُ بِمَا لَمۡ یَبۡصُرُوۡا بِہٖ فَقَبَضۡتُ قَبۡضَۃً  مِّنۡ  اَثَرِ الرَّسُوۡلِ فَنَبَذۡتُہَا وَ کَذٰلِکَ سَوَّلَتۡ لِیۡ نَفۡسِیۡ ﴿﴾ قَالَ فَاذۡہَبۡ فَاِنَّ لَکَ فِی الۡحَیٰوۃِ  اَنۡ تَقُوۡلَ لَا مِسَاسَ ۪ وَ اِنَّ لَکَ مَوۡعِدًا لَّنۡ تُخۡلَفَہٗ ۚ وَ انۡظُرۡ  اِلٰۤی  اِلٰـہِکَ الَّذِیۡ ظَلۡتَ عَلَیۡہِ عَاکِفًا ؕ لَنُحَرِّقَنَّہٗ  ثُمَّ لَنَنۡسِفَنَّہٗ  فِی الۡیَمِّ  نَسۡفًا ﴿﴾ اِنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمُ  اللّٰہُ  الَّذِیۡ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ وَسِعَ  کُلَّ  شَیۡءٍ  عِلۡمًا ﴿﴾
 Ia, Musa, berkata: "Apa  alasan engkau, hai Samiri?"   Ia, Samiri, berkata: "Aku mengetahui apa yang mereka tidak mengetahui mengenai itu, maka aku menggenggam segenggam ajaran rasul, tetapi aku telah membuangnya  dan demikianlah  jiwaku menampakkan indah kepadaku."   Ia, Musa, berkata: "Maka pergilah engkau, maka sesungguhnya bagi engkau dalam kehidupan ini akan selalu berkata: “Jangan menyentuhku.” Dan sesungguhnya bagi engkau ada suatu janji hukuman yang  engkau tidak akan pernah dapat mengelakkannya. Dan lihatlah kepada tuhan engkau yang terhadapnya engkau telah menjadi penyembahnya, niscaya kami akan membakarnya kemudian niscaya akan menghamburkan debu-nya  laut.   Sesungguhnya  Rabb (Tuhan) kamu adalah Allah,  Yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. (Thā Hā [20]:90-99).
Alasan Samiri Membuat “Patung Anak Sapi”
    Khuthb pada ayat قَالَ فَمَا خَطۡبُکَ  یٰسَامِرِیُّ   -- “ Ia, Musa, berkata: "Apa  alasan engkau, hai Samiri?"    berarti: tujuan; rencana; perkara atau alasan  dan seterusnya (Lexicon Lane). Seluruh kalimat berarti pula “Apa yang mau erngkau katakan?” (Lexicon Lane).
  Kata-kata   قَالَ بَصُرۡتُ بِمَا لَمۡ یَبۡصُرُوۡا بِہٖ   -- “Ia, Samiri, berkata: "Aku mengetahui apa yang mereka tidak mengetahui mengenai itu  dapat berarti, “Daya tangkap saya lebih tajam daripada daya tangkap Bani Israil”. Orang Samiri itu bermaksud mengatakan bahwa ia telah mengikuti Musa a.s. dan menerima ajaran beliau dengan mempergunakan akal dan bukan   membabi-buta seperti halnya mereka (Bani Israil).
  Tetapi ketika Nabi Musa a.s. pergi ke gunung Samiri mencampakkan jubah muslihat dan menanggalkan ajaran yang telah diterimanya sedikit itu (atsar berarti sisa atau peninggalan ilmu yang telah dipindahkan atau diturunkan/diwariskan angkatan-angkatan terdahulu, yaitu ajaran-ajaran) dan itulah apa yang telah dibisikkan pikirannya kepadanya. Itulah makna perkataan Samiri selanjutnya:
فَقَبَضۡتُ قَبۡضَۃً  مِّنۡ  اَثَرِ الرَّسُوۡلِ فَنَبَذۡتُہَا وَ کَذٰلِکَ سَوَّلَتۡ لِیۡ نَفۡسِیۡ
“…..maka aku menggenggam segenggam ajaran rasul, tetapi aku telah membuangnya  dan demikianlah  jiwaku menampakkan indah kepadaku." (Thā Hā [20]:97).
Berbagai Makna  Ucapan Samiri: “Jangan Sentuh Aku” & Mereka yang Mengikuti Perbuatan Buruk Samiri
         Atas jawaban Samiri tersebut Nabi Musa a.s. berkata, firman-Nya:  قَالَ فَاذۡہَبۡ فَاِنَّ لَکَ فِی الۡحَیٰوۃِ  اَنۡ تَقُوۡلَ لَا مِسَاسَ  --  "Ia, Musa, berkata: "Maka pergilah engkau, maka sesungguhnya bagi engkau dalam kehidupan ini akan selalu berkata: “Jangan menyentuhku.”
   Kata-kata  Nabi Musa a.s.  berisi “kutukan   atau nubuwatan yang  akan diucapkankan Samiri:  لَا مِسَاسَ   --  Jangan sentuh aku”,  dapat berarti:
(a) bahwa orang Samiri itu dihukum dengan boikot sosial yang ketat,  karena   ia telah menyesatkan Bani Israil  sehingga mereka menjadi penyembah sapi;
(b) bahwa ia telah dijangkiti suatu penyakit kulit menular, sehingga orang-orang menghindari hubungan dengan dia;
 (c) ia mengidap penyakit kemurungan (hypochondriasis) dan sebagai akibatnya ia menjauhi pergaulan.
  Nampaknya  rekayasa yang dilakukan oleh Samiri tersebut ditiru juga oleh orang-orang yang berhati bengkok di kalangan Bani Israil, mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:
یٰبَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتِیَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتُ عَلَیۡکُمۡ وَ اَوۡفُوۡا بِعَہۡدِیۡۤ اُوۡفِ بِعَہۡدِکُمۡ ۚ وَ اِیَّایَ فَارۡہَبُوۡنِ ﴿﴾ وَ اٰمِنُوۡا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَکُمۡ وَ لَا تَکُوۡنُوۡۤا اَوَّلَ کَافِرٍۭ بِہٖ ۪ وَ لَا تَشۡتَرُوۡا بِاٰیٰتِیۡ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ۫ وَّ اِیَّایَ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾ وَ لَا تَلۡبِسُوا الۡحَقَّ بِالۡبَاطِلِ وَ تَکۡتُمُوا الۡحَقَّ وَ اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Hai Bani Israil,  ingatlah  nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kamu dan penuhilah janji kamu  kepada-Ku, niscaya Aku penuhi pula janji-Ku kepada kamu dan hanya Aku-lah yang harus kamu takuti.   Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan   menggenapi  apa yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang-orang  yang pertama-tama kafir terhadapnya,   janganlah kamu menjual Ayat-ayat-Ku dengan harga murah  dan hanya kepada Aku-lah kamu bertak-wa.   Dan janganlah kamu  mencampuradukkan yang haq dengan yang batil, dan jangan pula kamu menyembunyikan yang haq itu padahal kamu mengetahui.  (Al-Baqarah [2]:41-43).
        Dalam ayat 43   Allah Swt. melarang  orang-orang Yahudi  melakukan perbuatan buruk berupa:
      (1) mencampuradukkan haq (kebenaran) dan batil (kepalsuan) dengan menukil ayat-ayat Kitab Suci mereka lalu memberi kepadanya penafsiran-penafsiran yang salah; 
       (2) menghilangkan atau menyembunyikan haq (kebenaran),  yaitu  menghapus nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab Suci mereka yang mengisyaratkan kepada  Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “nabi yang seperti Musa” (Ulangan 18:18; QS.46:11), firman-Nya kepada umat Islam:
اَفَتَطۡمَعُوۡنَ اَنۡ یُّؤۡمِنُوۡا لَکُمۡ وَ قَدۡ کَانَ فَرِیۡقٌ مِّنۡہُمۡ یَسۡمَعُوۡنَ کَلٰمَ اللّٰہِ ثُمَّ یُحَرِّفُوۡنَہٗ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا عَقَلُوۡہُ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  وَ اِذَا لَقُوا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قَالُوۡۤا اٰمَنَّا   ۚۖ وَ اِذَا خَلَا بَعۡضُہُمۡ  اِلٰی بَعۡضٍ قَالُوۡۤا اَتُحَدِّثُوۡنَہُمۡ بِمَا فَتَحَ اللّٰہُ عَلَیۡکُمۡ لِیُحَآجُّوۡکُمۡ بِہٖ عِنۡدَ رَبِّکُمۡ ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ اَ وَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ اَنَّ اللّٰہَ یَعۡلَمُ مَا یُسِرُّوۡنَ وَ مَا یُعۡلِنُوۡنَ ﴿ ﴾
Apakah kamu mengharapkan bahwa mereka akan percaya kepada kamu, padahal sungguh senantiasa ada satu golongan di antara mereka yang mendengar firman Allah lalu mereka  menyimpangkan maknanya sesudah memahaminya, padahal mereka mengetahui  Dan  apabila mereka bertemu dengan orang-orang beriman mereka berkata: “Kami pun telah beriman", tetapi apabila mereka bertemu satu sama lain mereka berkata: “Apakah kamu menceritakan kepada mereka  tentang apa yang telah dibukakan Allah kepada kamu, sehingga  dengan itu nanti mereka dapat membantah kamu di hadapan Tuhan kamu, tidakkah kamu mengerti?” Apakah mereka tidak mengetahui bahwa sesungguhnya  Allah mengetahui apa pun yang mereka sembunyikan dan apa  pun yang mereka nyatakan?  (Al-Baqarah [2]:76-78).
         Ayat 77  menyebut satu golongan Yahudi lain yang senantiasa berbuat munafik. Bila mereka berbaur dengan orang-orang Islam mereka mengiya-iyakan saja karena tujuan-tujuan duniawi dengan membenarkan nubuatan-nubuatan dalam Kitab-kitab mereka mengenai Nabi Besar Muhammad saw..
   Tetapi bila mereka itu berbaur dengan kaumnya sendiri, anggauta-anggauta masyarakat lainnya biasanya menyesali mereka, karena mereka memberi penerangan kepada kaum Muslim  mengenai apa-apa yang telah diwahyukan Allah Swt. kepada mereka, yaitu yang membuat kaum Muslimin mengetahui nubuatan-nubuatan mengenai  Nabi Besar Muhammad saw.. yang terdapat dalam Kitab-kitab suci mereka sendiri.
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman lagi mengenai  kelancangan mereka mengada-adakan kedustaan atas nama Allah Swt., firman-Nya:
وَ مِنۡہُمۡ اُمِّیُّوۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ الۡکِتٰبَ اِلَّاۤ اَمَانِیَّ وَ اِنۡ ہُمۡ  اِلَّا یَظُنُّوۡنَ ﴿﴾فَوَیۡلٌ لِّلَّذِیۡنَ یَکۡتُبُوۡنَ الۡکِتٰبَ بِاَیۡدِیۡہِمۡ ٭ ثُمَّ یَقُوۡلُوۡنَ ہٰذَا مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ  لِیَشۡتَرُوۡا بِہٖ ثَمَنًا قَلِیۡلًا ؕ فَوَیۡلٌ لَّہُمۡ  مِّمَّا کَتَبَتۡ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ وَیۡلٌ لَّہُمۡ مِّمَّا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾
Dan di antara mereka ada yang buta huruf,  mereka tidak mengetahui Alkitab kecuali beberapa khayalan palsu belaka, bahkan mereka tidak lain kecuali hanya menduga-duga.    Maka  celakalah orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri kemudian berkata: “Ini dari sisi Allah”, supaya dengan itu mereka memperoleh sedikit keuntungan. Maka celakalah mereka disebabkan apa yang ditulis oleh tangan mereka dan celakalah  mereka karena apa yang  mereka kerjakan.  (Al-Baqarah [2]79-80).
       Ummiyyun  berarti mereka yang tidak mengetahui suatu Kitab wahyu. Kata itu jamak dari ummiy yang berarti orang yang tidak dapat membaca atau menulis. Menurut firman-Nya tersebut ada orang-orang Yahudi yang menulis kitab-kitab atau bagian-bagiannya dan kemudian mengemukakannya sebagai Kalamullah.
       Perbuatan buruk itu telah biasa pada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu di samping Kitab-kitab Bible ada sejumlah kitab yang dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai diwahyukan, sehingga sekarang menjadi tidak mungkin membedakan Kitab-kitab Wahyu dari kitab yang bukan-wahyu.
       Diantara para ‘ulama  Yahudi yang melakukan perbuatan buruk tersebut salah satunya adalah Saul atau Paulus, ia bukan saja telah mendakwakan diri sebagai rasul Yesus Kristus untuk orang-orang Non-Yahudi, bahkan dalam surat-surat kirimannya ia telah mengajarkan ajaran “Injil” yang berlainan dengan ajaran Injil  yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Roma 1:1-7; Galatia 1:1-24), yang khusus untuk Bani Israil saja (Matius 10:1-8; QS.61:7), “ajaran baru” Paulus tersebut telah melahirkan  faham “Trinitas” dan  Penebusan Dosa”,  yang bertolak-belakang dengan ajaran Injil  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.4:172-173; QS.5:73-78 & 117-119).
      Mengenai  perbuatan buruk yang biasa dilakukan di kalangan  orang-orang Yahudi  lihat pula   QS.3:70-74; QS.4:47; QS.5:13-14 & 42-44, dan  pada hakikatnya sikap buruk seperti itu dilakukan oleh semua penentang Rasul Allah di setiap zaman -- termasuk di Akhir Zaman ini  --   seakan-akan mereka itu satu sama lain telah saling mewasiyatkan perbuatan buruk tersebut,  padahal mereka mengetahui  nubuatan-nubuatan  mengenai kedatangan Rasul Allah  yang  dijanjikan kepada mereka itu bagaikan mereka mengenal anak-anak mereka sendiri (QS.2:147; QS.6:21), firman-Nya:
فَفِرُّوۡۤا  اِلَی اللّٰہِ ؕ اِنِّیۡ  لَکُمۡ  مِّنۡہُ  نَذِیۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿ۚ﴾  وَ لَا تَجۡعَلُوۡا مَعَ اللّٰہِ  اِلٰـہًا  اٰخَرَ ؕ اِنِّیۡ لَکُمۡ  مِّنۡہُ  نَذِیۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿ۚ﴾  کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾  فَتَوَلَّ عَنۡہُمۡ  فَمَاۤ   اَنۡتَ بِمَلُوۡمٍ  ﴿٭۫﴾   وَّ  ذَکِّرۡ فَاِنَّ  الذِّکۡرٰی تَنۡفَعُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  ﴿﴾ وَ مَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَ الۡاِنۡسَ  اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾
Demikianlah sekali-kali tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!”  Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka.   Maka berpalinglah dari mereka dan engkau tidak akan tercela.   Dan berilah selalu nasihat karena sesungguhnya nasihat itu bermanfaat bagi  orang-orang  beriman. Dan Aku sekali-kali tidak   menciptakan jin dan ins (manusia) melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzāriyāt [51]:53-57).  
     Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan dusta  atau fitnah-fitnah  yang dilancarkan terhadap  Nabi Besar Muhammad saw. dan para Mushlih rabbani  (Rasul Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa, sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad tertentu menurunkan (mewariskan) tuduhan-tuduhan itu kepada keturunan mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan itu kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  22  Februari      2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar