بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
210
Hubungan “Pendakian
Terjal” dengan Adab
(Sopan-santun) Melakukan “Infaq”
(Pembelanjaan Harta) di Jalan Allah agar
Bernilai “Amal Shaleh”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan mengenai mereka yang telah meraih
makrifat Ilahi yang sempurna dan
mengalami tajalli Ilahiyah
(penampakkan Keagungan Ilahi – QS.7:144),
yang akan memiliki “kerinduan”
atau mengalami “mabuk kepayang ruhani”
kepada Kekasih-nya yang Hakiki
yakni Allah Swt.,
sehingga dalam keadaan tertentu mereka benar-benar seperti keadaan orang-orang yang “mabuk asmara” yang sangat
merindukan segera bertemu dengan kekasihnya, itulah salah satu makna
atau falsafah mengenai sungai khamar dalam firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ
مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ
یَتَغَیَّرۡ طَعۡمُہٗ ۚ وَ
اَنۡہٰرٌ مِّنۡ خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ
لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ
مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ
کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا
فَقَطَّعَ اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan
surga yang dijanjikan kepada orang-orang
yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai
yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai
susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang
yang meminum, dan sungai-sungai madu
yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Rabb
(Tuhan) mereka. Apakah sama seperti
orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).
Alasan Mengapa
“Amal Shaleh” Berupa Infaq
(Membelanjakan Harta) di Jalan Allah Itu Disebut “Pendakian Terjal”
Jadi, “sungai
khamar” dan “minuman surgawi” yang campurannya “zanjabil” (jahe) mengisyaratkan mengisyaratkan kepada kerinduan cinta atau mabuk-kepayang
yang dirasakan oleh hamba-hamba Allah yang merindukan kedekatan -- bahkan “perjumpaan” – dengan Allah Swt., sehingga mereka mampu melakukan berbagai bentuk “pendakian terjal” di jalan Allah Swt. -- yang tidak mungkin
dilakukan oleh orang-orang yang belum meraih martabat ruhani seperti itu
-- sebagaimana diisyaratkan dengan kata salsabil,
firman-Nya:
فَوَقٰہُمُ اللّٰہُ شَرَّ ذٰلِکَ
الۡیَوۡمِ وَ لَقّٰہُمۡ نَضۡرَۃً
وَّ سُرُوۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ جَزٰىہُمۡ بِمَا صَبَرُوۡا جَنَّۃً وَّ حَرِیۡرًا﴿ۙ﴾ مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی
الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا وَّ لَا
زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ دَانِیَۃً عَلَیۡہِمۡ ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ قُطُوۡفُہَا
تَذۡلِیۡلًا ﴿﴾ وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ
بِاٰنِیَۃٍ مِّنۡ فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠
﴿ۙ﴾ قَؔوَارِیۡرَا۠
مِنۡ فِضَّۃٍ قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿﴾ وَ یُسۡقَوۡنَ فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا
زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ﴾ عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿﴾
Maka Allah memelihara
mereka dari keburukan hari itu,
dan menganugerahkan kepada mereka kesenangan
dan kebahagiaan. Dan Dia membalas mereka karena kesabaran
mereka dengan kebun dan sutera, duduk
bersandar di dalamnya di atas
dipan-dipan, mereka tidak melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula dingin yang sangat. Dan keteduhannya
didekatkan atas mereka dan tandan-tandan
buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari
perak diedarkan kepada
mereka dan piala-piala seperti kaca, seperti kaca, terbuat dari
perak, mereka mengukurnya sesuai
dengan ukuran. Dan di dalamnya mereka
diberi gelas minuman yang campurannya jahe. Dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Ad-Dahr
-- Al-Insān [76]:12-19).
Sebelum membahas
firman Allah Swt. tersebut terlebih dulu akan diterangkan alasan mengapa firman Allah Swt. berupa “memerdekakan budak, atau memberi makan pada
hari kelaparan kepada anak yatim kerabat atau kepada orang miskin yang terbaring
di debu”
(QS.90:14-17) disebut “pendakian terjal”,
terlebih lagi jika dihubungkan dengan
ucapan mereka bahwa mereka melakukannya adalah semata-mata demi
memperoleh keridhaan Allah Swt.,
firman-Nya:
اَلَمۡ نَجۡعَلۡ لَّہٗ عَیۡنَیۡنِ
ۙ﴿﴾ وَ لِسَانًا
وَّ شَفَتَیۡنِ ۙ﴿﴾ وَ ہَدَیۡنٰہُ النَّجۡدَیۡنِ ﴿ۚ﴾ فَلَا اقۡتَحَمَ الۡعَقَبَۃَ﴿۫ۖ﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا الۡعَقَبَۃُ ﴿ؕ﴾ فَکُّ رَقَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ اَوۡ اِطۡعٰمٌ فِیۡ یَوۡمٍ ذِیۡ مَسۡغَبَۃٍ ﴿ۙ﴾ یَّتِیۡمًا ذَا
مَقۡرَبَۃٍ﴿ۙ﴾ اَوۡ مِسۡکِیۡنًا ذَا مَتۡرَبَۃٍ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ کَانَ مِنَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ تَوَاصَوۡا
بِالصَّبۡرِ وَ تَوَاصَوۡا
بِالۡمَرۡحَمَۃِ ﴿ؕ﴾ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ﴿ؕ﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا بِاٰیٰتِنَا ہُمۡ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ﴿ؕ﴾ عَلَیۡہِمۡ نَارٌ
مُّؤۡصَدَۃٌ ﴿٪﴾
Tidakkah Kami menjadikan baginya sepasang mata? Dan sebuah
lidah serta dua buah bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi ia
tidak mendaki pendakian terjal. Dan
apakah yang engkau ketahui apa pendakian
terjal itu? Yaitu memerdekakan
budak, atau memberi makan pada hari
kelaparan kepada anak yatim kerabat atau kepada orang miskin yang terbaring di debu. Kemudian dia menjadi di antara orang-orang beriman dan menasihati satu sama lain supaya bersabar
dan mengajak satu sama lain berbelas
kasih. Mereka ini golongan kanan. Dan orang-orang
yang kafir kepada Tanda-tanda Kami mereka itu golongan
kiri. Atas mereka akan ada Api yang tertutup. (Al-Balad
[90]:9-20).
Firman-Nya:
اِنَّمَا
نُطۡعِمُکُمۡ لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ جَزَآءً وَّ
لَا شُکُوۡرًا ﴿﴾ اِنَّا نَخَافُ مِنۡ
رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا قَمۡطَرِیۡرًا ﴿﴾
“Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu karena mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak mengharapkan dari kamu balasan
dan tidak pula ucapan terima
kasih. Sesungguhnya kami takut azab
dari Rabb (Tuhan) kami pada suatu hari muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Ad-Dahr
-- Al-Insān [76]:10-11).
Adab (Sopan Santun) Melakukan Infaq
(Pembelanaan Harta) di Jalan Allah
Berikut ini akan dikemukakan beberapa firman Allah Swt. mengenai adab
(sopan-santun) melakukan kepedulian
terhadap orang-orang yang nasibnya
kurang beruntung, sehingga perbuatan tersebut dapat disebut amal shaleh, firman-Nya:
مَثَلُ الَّذِیۡنَ یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
کَمَثَلِ حَبَّۃٍ اَنۡۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِیۡ کُلِّ سُنۡۢبُلَۃٍ مِّائَۃُ
حَبَّۃٍ ؕ وَ اللّٰہُ یُضٰعِفُ لِمَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ اَلَّذِیۡنَ یُنۡفِقُوۡنَ
اَمۡوَالَہُمۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ثُمَّ لَا یُتۡبِعُوۡنَ مَاۤ اَنۡفَقُوۡا مَنًّا وَّ لَاۤ اَذًی ۙ لَّہُمۡ اَجۡرُہُمۡ عِنۡدَ
رَبِّہِمۡ ۚ وَ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ
لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ قَوۡلٌ
مَّعۡرُوۡفٌ وَّ مَغۡفِرَۃٌ خَیۡرٌ مِّنۡ صَدَقَۃٍ یَّتۡبَعُہَاۤ اَذًی ؕ وَ اللّٰہُ غَنِیٌّ حَلِیۡمٌ ﴿﴾
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُبۡطِلُوۡا صَدَقٰتِکُمۡ بِالۡمَنِّ وَ
الۡاَذٰی ۙ کَالَّذِیۡ یُنۡفِقُ مَالَہٗ رِئَآءَ النَّاسِ وَ لَا یُؤۡمِنُ
بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِؕ فَمَثَلُہٗ
کَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَیۡہِ تُرَابٌ فَاَصَابَہٗ وَابِلٌ فَتَرَکَہٗ
صَلۡدًا ؕ لَا یَقۡدِرُوۡنَ عَلٰی شَیۡءٍ
مِّمَّا کَسَبُوۡا ؕ وَ اللّٰہُ لَا
یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ یُنۡفِقُوۡنَ
اَمۡوَالَہُمُ ابۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ اللّٰہِ وَ تَثۡبِیۡتًا مِّنۡ اَنۡفُسِہِمۡ
کَمَثَلِ جَنَّۃٍۭ بِرَبۡوَۃٍ اَصَابَہَا وَابِلٌ فَاٰتَتۡ اُکُلَہَا ضِعۡفَیۡنِ ۚ
فَاِنۡ لَّمۡ یُصِبۡہَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ؕ وَ اللّٰہُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ ﴿﴾ اَیَوَدُّ اَحَدُکُمۡ اَنۡ تَکُوۡنَ لَہٗ
جَنَّۃٌ مِّنۡ نَّخِیۡلٍ وَّ اَعۡنَابٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ
لَہٗ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ ۙ وَ اَصَابَہُ الۡکِبَرُ وَ لَہٗ ذُرِّیَّۃٌ
ضُعَفَآءُ ۪ۖ
فَاَصَابَہَاۤ اِعۡصَارٌ فِیۡہِ نَارٌ فَاحۡتَرَقَتۡ ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمُ الۡاٰیٰتِ
لَعَلَّکُمۡ تَتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾٪
Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka
di jalan Allah, adalah seperti perumpamaan
sebuah biji menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir terdapat seratus
biji, Allah melipatgandakan ganjaran-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki,
dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. Orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dibelanjakannya itu dengan menyebut-nyebut kebaikan
dan tidak pula menyakiti hati, bagi mereka ada ganjarannya di
sisi Rabb-nya (Tuhan-nya), tidak ada
ketakutan pada mereka dan tidak pula mereka akan bersedih. Tutur kata yang baik dan ampunan adalah lebih baik daripada
sedekah yang diiringi dengan sikap menyakiti, dan Allah Maha Kaya, Maha
Penyantun. Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu membuat sedekah-sedekah kamu sia-sia dengan menyebut-nyebut
jasa baik dan sikap menyakiti, seperti
orang yang membelanjakan hartanya untuk
dilihat manusia, sedangkan ia
tidak beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian, maka perumpamaannya
seperti misal batu licin yang di atasnya ada tanah, lalu hujan lebat menimpanya dan meninggalkannya
keras dan licin. Mereka tidak akan memperoleh sesuatu dari apa yang
mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta me-reka
demi mencari keridhaan Allah dan memperteguh jiwa mereka adalah seperti perumpamaan
kebun yang terletak di tempat tinggi, hujan lebat menimpanya
lalu menghasilkan buahnya dua kali lipat, tetapi jika hujan lebat tidak pernah menimpanya maka hujan gerimis pun memadai, dan
Allah Maha Melihat apa pun yang kamu kerjakan. Adakah salah seorang di antara
kamu yang ingin memiliki kebun kurma dan anggur, yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai, di dalam kebun itu ia memiliki segala
macam buah-buahan, kemudian masa tua meng-hampirinya sedangkan ia
memiliki keturunan yang lemah, lalu kebun itu ditimpa angin puyuh yang mengandung api maka terbakarlah kebun
itu? Demikianlah Allah menjelaskan
Tanda-tanda-Nya bagi kamu supaya
kamu berfikir. (Al-Baqarah [2]:262-267).
Menghindari Sikap Riya
(Pamer)
Menurut Allah Swt. dalam ayat 263 tiap-tiap perbuatan baik dapat disalahgunakan, dan penyalahgunaan pembalanjaan harta di jalan Allah ialah menyertakannya
dengan mann (dengan sombong menyebut-nyebut perbuatan baiknya) dan adza
(menyatakannya dengan menyakiti).
Mereka yang membelanjakan kekayaan mereka di jalan Allah dilarang menyebut-nyebut tanpa gunanya dan tidak pada tempatnya perihal uang yang dibelanjakan mereka dan bakti (pengkhidmatan) yang diberikan
mereka demi kepentingan kebenaran,
sebab perbuatan demikian termasuk mann
(celaan, ejekan). Demikian pula mereka diperintahkan agar tidak menuntut
sesuatu sebagai imbalan atas bantuan
mereka.
Dalam ayat 264 dijelaskan bahwa lebih baik mengucapkan kata-kata (ucapan) kasih-sayang atau minta maaf
kepada orang yang meminta pertolongan, daripada mula-mula menolongnya dan
kemudian menyakitinya dan memberinya
kesusahan; atau ia sebaiknya berusaha menutupi
dan menyembunyikan keperluan orang
yang datang kepadanya meminta pertolongan
dan menahan diri dari membicarakannya kepada
orang lain sehingga orang itu tidak
merasa direndahkan dan dihinakan,
itulah arti maghfirat.
Dalam ayat 264 Allah Swt. memperingatkan orang-orang beriman
mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan riya (pamer). Di tempat lain, kaum Muslimin diperintahkan pula untuk membelanjakan
kekayaan mereka dengan terang-terangan
(QS.2:275), tujuan yang mendasarinya ialah orang-orang Muslim lainnya akan terpengaruh dan meniru
teladan yang baik itu. Akan tetapi orang
yang tidak beriman kepada Allah Swt. membelanjakan uangnya terang-terangan hanya semata-mata untuk menarik penghargaan khalayak umum yakni pamer kedermawanan (riya). Orang
demikian kehilangan sama sekali hak memperoleh ganjaran dari Allah Swt..
Dalam ayat 266 Allah Swt.
menerangkan tujuan utama melakukan pembelanjaan uang di jalan Allah memberi
kekuatan kepada jiwa manusia, sebab dengan membelanjakan
harta yang diperolehnya dengan susah
payah, ia secara sukarela
meletakkan beban atas diri sendiri
dan menjadikannya lebih kuat serta lebih teguh dalam keimanan karena ia akan menyaksikan berbagai bentuk respons positif dari Allah Swt.
Dalam ayat 266 Allah Swt. mengemukakan perumpamaan mengenai keadaan hati orang-orang beriman yang membelanjakan
harta dengan sukarela di jalan
Allah adalah laksana sebidang tanah tinggi, hujan lebat yang kadang-kadang
sangat berbahaya bagi tanah rendah tidak membahayakannya. Sebaliknya tanah itu
akan mendapat faedah dari hujan, meskipun hujan itu besar atau kecil.
Dalam ayat 267 dikemukakan perumpamaan buruk yang dengan perantaraan perumpamaan ini orang
mukmin diperingatkan bahwa bila ia
membelanjakan harta bendanya untuk pamer
atau mengiringi sedekahnya dengan membangkit-bangkit jasa baik dan menyakiti perasaan orang yang
disedekahinya, maka semua yang dibelanjakannya
itu akan menjadi sia-sia belaka,
yaitu bagaikan sebuah “kebun yang
terbakar habis”.
Selain Merupakan Barang yang Baik
dan Bermanfaat, Juga Harus Halal dalam Segala Seginya & Bahaya “Kefaqiran Nasional”
Barang-barang
yang diberikan
atau dibelanjakan di jalan Allah harus
yang halal
dan bermanfaat -- termasuk halal dan baik dalam cara memperolehnya -- firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِنۡ طَیِّبٰتِ مَا
کَسَبۡتُمۡ وَ مِمَّاۤ اَخۡرَجۡنَا لَکُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ ۪ وَ لَا تَیَمَّمُوا
الۡخَبِیۡثَ مِنۡہُ تُنۡفِقُوۡنَ وَ لَسۡتُمۡ بِاٰخِذِیۡہِ اِلَّاۤ اَنۡ
تُغۡمِضُوۡا فِیۡہِ ؕ وَ اعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ غَنِیٌّ حَمِیۡدٌ ﴿﴾ اَلشَّیۡطٰنُ یَعِدُکُمُ الۡفَقۡرَ وَ
یَاۡمُرُکُمۡ بِالۡفَحۡشَآءِ ۚ وَ اللّٰہُ یَعِدُکُمۡ مَّغۡفِرَۃً مِّنۡہُ وَ فَضۡلًا ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ۖۙ
Hai
orang-orang yang beriman, belanjakanlah
barang-barang baik yang kamu usahakan dan
juga apa pun yang Kami keluarkan dari bumi bagi kamu, dan janganlah
kamu memilih darinya yang buruk-buruk
lalu kamu membelanjakan
di jalan Allah, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya kecuali sambil
memi-cingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah Maha Kaya, Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan yakni menakut-nakuti kamu dengan kefaqiran dan menyuruh
kamu berbuat kekejian, sedangkan Allah
menjanjikan kepada kamu ampunan dan karunia dari-Nya. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:268-269).
Ayat ini berarti bahwa
orang-orang beriman hendaknya membelanjakan
di jalan Allah apa-apa yang baik
dan murni, sebab harta yang sekalipun
dihasilkan secara sah, adakalanya meliputi barang-barang buruk juga. Barang-barang tua dan bekas dapat saja diberikan kepada orang miskin, tetapi barang-barang yang sudah rusak janganlah dipilih untuk maksud itu.
Mengapa demikian? Sebab -- sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab
sebelumnya mengenai keterangan dalam hadis qudsi dan Injil – bahwa orang-orang
beriman dan bertakwa dapat
menemukan “keberadaan” Allah Swt. di
kalangan “orang-orang yang
nasibnya kurang beruntung” dengan cara memberikan pengkhidmatan terhadap mereka.
Makna kata
faqara dalam ayat اَلشَّیۡطٰنُ یَعِدُکُمُ الۡفَقۡرَ وَ
یَاۡمُرُکُمۡ بِالۡفَحۡشَآءِ -- “Syaitan menjanjikan yakni menakut-nakuti
kamu dengan kefaqiran dan menyuruh
kamu berbuat kekejian, ” berarti: ia membuat lubang ke dalam
mutiara; faqura berarti, ia menjadi miskin dan kekurangan dan faqira
berarti, ia mengidap penyakit tulang punggung. Jadi faqr berarti
kemiskinan; kekurangan atau keperluan yang sangat memberatkan kehidupan si
miskin; kesusahan atau kecemasan atau kegelisahan pikir (Lexicon Lane).
Padahal kenyataan membuktikan
tidak pernah ada orang-orang yang membelanjakan hartanya dan jiwanya di
jalan Allah yang pernah disia-siakan oleh Allah Swt., sebagaimana
pernyataan kalimat selanjutnya وَ اللّٰہُ یَعِدُکُمۡ مَّغۡفِرَۃً
مِّنۡہُ وَ فَضۡلًا ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ
عَلِیۡمٌ -- “sedangkan Allah
menjanjikan kepada kamu ampunan dan karunia dari-Nya. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui.”
Dengan demikian dalam ayat 269 Allah Swt. melenyapkan
prarasa takut yang dibisikkan syaitan
bahwa membelanjakan harta dengan
sukarela di jalan Allah dapat menjadikan seseorang jatuh miskin; sebaliknya ayat itu menerangkan dengan tegas bahwa bila orang-orang kaya tidak membelanjakan
dengan sukarela dalam urusan yang
baik akibatnya ialah terjadinya faqr (kefakiran/kemiskinan) nasional, artinya negeri
akan menderita dalam bidang ekonomi dan akan mengalami kemerosotan akhlak.
Sabda Nabi Besar
Muhammad Saw.: Kāda al-faqru an yakūna kufran (Nyaris Kefaqiran Menjadikan Kekufuran)
Mengapa demikian? Sebab jika bila keperluan ekonomi anggota-anggota masyarakat
yang kurang beruntung tidak terpenuhi secara layak, mereka akan cenderung menempuh fahsya’ (cara yang
buruk dan bertentangan dengan akhlak baik) untuk mencari nafkah mereka, sebagaimana sabda Nabi Besar Muhammad saw: kaada al-faqru an yakuuna kufran (nyaris kefaqiran menjadikan kekufuran).
Pembelanjaan harta di jalan Allah
hendaknya dilakukan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang tepat, yaitu dapat dilakukan
secara terang-terangan atau dengan
cara sembunyi-sembunyi, sebab yang
disebut “amal shaleh” adalah suatu tindakan yang jika dilakukan akan
memberikan dampak positif, baik
kepada pelaku kebajikan mau pun kepada
pihak yang jadi obyek perbuatan
baik (amal shaleh) tersebut, firman-Nya:
یُّؤۡتِی الۡحِکۡمَۃَ مَنۡ یَّشَآءُ ۚ وَ مَنۡ یُّؤۡتَ الۡحِکۡمَۃَ فَقَدۡ اُوۡتِیَ خَیۡرًا کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یَذَّکَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ وَ مَاۤ اَنۡفَقۡتُمۡ مِّنۡ نَّفَقَۃٍ اَوۡ
نَذَرۡتُمۡ مِّنۡ نَّذۡرٍ
فَاِنَّ اللّٰہَ
یَعۡلَمُہٗ ؕ وَ مَا
لِلظّٰلِمِیۡنَ
مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾ اِنۡ تُبۡدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا ہِیَ ۚ وَ اِنۡ تُخۡفُوۡہَا وَ
تُؤۡتُوۡہَا
الۡفُقَرَآءَ فَہُوَ خَیۡرٌ لَّکُمۡ ؕ وَ یُکَفِّرُ عَنۡکُمۡ مِّنۡ سَیِّاٰتِکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ
بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Dia memberi hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki dan barangsiapa diberi hikmah maka sungguh
ia telah diberi berlimpah-limpah kebaikan, dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. Dan belanja (infaq) apa pun yang kamu
belanjakan atau nazar apa pun yang
kamu nazarkan di jalan Allah maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya,
dan bagi orang-orang zalim
sekali-kali tidak ada seorang penolong
pun. Jika kamu memberikan sedekah-sedekah
secara terang-terangan maka hal itu baik,
tetapi jika kamu menyembunyikannya
dan kamu memberikannya kepada
orang-orang fakir maka hal itu lebih
baik bagi kamu, dan Dia
akan menghapuskan dari kamu beberapa
kesalahan kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Al-Baqarah [2]:2270-272).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12 Maret
2014