Jumat, 14 Maret 2014

Ulil Albab (Orang-orang yang Berakal) & Pentingnya Kemunculan "Penyeru" yang Datang dari Allah Swt.

 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  176

Ulil- Albab (Orang-orang yang Berakal) & Pentingnya Kemunculan  Penyeru yang Datang dari Allah Swt.    

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan  firman-Nya mengenai “peniupan  nafiri” dan  orang-orang berdosa yang bermata biru”:
یَّوۡمَ یُنۡفَخُ فِی الصُّوۡرِ وَ نَحۡشُرُ الۡمُجۡرِمِیۡنَ  یَوۡمَئِذٍ  زُرۡقًا ﴿﴾ۚۖ  یَّتَخَافَتُوۡنَ بَیۡنَہُمۡ  اِنۡ لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا عَشۡرًا ﴿﴾  نَحۡنُ اَعۡلَمُ بِمَا یَقُوۡلُوۡنَ اِذۡ یَقُوۡلُ اَمۡثَلُہُمۡ طَرِیۡقَۃً اِنۡ لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا یَوۡمًا ﴿﴾٪
Hari ketika  nafiri (terompet) akan ditiup, dan Kami akan menghimpun orang-orang berdosa yang bermata biru pada hari itu.  Mereka saling berbisik-­bisik di antara mereka: "Tidaklah kamu akan  tinggal melainkan hanya sepuluh."  Kami lebih mengetahui mengenai apa yang akan mereka katakan ketika  berkata orang yang paling baik cara hidupnya  di antara mereka: "Tidaklah kamu tinggal melainkan sehari." (Thā Hā [20]:103-105).
   "Sepuluh"  dalam ayat  اِنۡ لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا عَشۡرًا -- "Tidaklah kamu akan  tinggal melainkan hanya sepuluh,"    di sini berarti 10 abad (1000 tahun). Isyarat itu ditujukan kepada sepuluh abad (1000 tahun) sesudah hijrah Nabi Besar Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah yang selama itu bangsa-bangsa Eropa hampir tetap dalam keadaan tidur belaka.  

Pelepasan Iblis dari “Pemenjaraan Seribu Tahun

       Baru pada permulaan abad ke-17  bangsa-­bangsa Eropa keluar dari keadaan tidurnya lalu mulai menyebar ke seluruh dunia serta menaklukkan dunia (QS.18:19-21), yaitu kira-kira 1000 tahun sesudah Nabi Besar Muhammad saw,  mulai bertabligh pada awal abad ke-7.
  Arti kalimat tharīqat al-qaum dalam ayat   اِذۡ یَقُوۡلُ اَمۡثَلُہُمۡ طَرِیۡقَۃً اِنۡ لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا یَوۡمًا   --  berkata orang yang paling baik cara hidupnya  di antara mereka: "Tidaklah kamu tinggal melainkan sehari"berarti “kaum yang terbaik atau paling lurus” (Aqrab-al-Mawarid). Yaum (hari) di sini berarti seribu tahun yang disinggung dalam QS.22:48 dan bersesuaian dengan "sepuluh" yang tersebut dalam ayat yang mendahuluinya, yaitu sepuluh abad atau 1000 tahun.
 Yaum berarti pula waktu yang hakiki. Dalam pengertian inilah maka orang-orang kafir - ketika ditimpa oleh siksaan Tuhan - dilukiskan mengatakan bahwa masa kesejahteraan dan kemajuan  duniawi mereka itu hanya berlaku satu hari saja, yaitu sangat pendek. Itulah makna ayat   اِنۡ لَّبِثۡتُمۡ اِلَّا یَوۡمًا  --  "Tidaklah kamu tinggal melainkan sehari." 
    Mengisyaratkan kepada kenyataan itu pulalah  kasyaf (penglihatan ruhani) yang dialami oleh Yohanes yang diceritakannya dalam Kitab Wahyu berikut ini:
       Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir,   Iblis akan dilepaskan  dari penjaranya,   dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa   pada keempat penjuru bumi,  yaitu Gog dan Magog,  dan mengumpulkan mereka untuk berperang   dan jumlah mereka sama dengan banyaknya pasir di laut.  Maka naiklah mereka ke seluruh dataran bumi, lalu mengepung   perkemahan tentara orang-orang kudus dan kota yang dikasihi   itu. Tetapi dari langit   turunlah api menghanguskan mereka,  dan Iblis, yang menyesatkan mereka,  dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang  ,   yaitu tempat binatang  dan nabi palsu   itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya. (Wahyu 20:7-10).
   Nubuatan mengenai kehancuran kejayaan duniawi bangsa-bangsa Kristen dari Barat –  yang “bermata biru  atau Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) – dikemukakan dalam ayat selanjutnya, firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الۡجِبَالِ فَقُلۡ یَنۡسِفُہَا رَبِّیۡ  نَسۡفًا ﴿﴾ۙ  فَیَذَرُہَا  قَاعًا صَفۡصَفًا ﴿﴾ۙ  لَّا  تَرٰی  فِیۡہَا عِوَجًا  وَّ  لَاۤ   اَمۡتًا ﴿﴾ؕ  یَوۡمَئِذٍ یَّتَّبِعُوۡنَ الدَّاعِیَ لَا عِوَجَ لَہٗ ۚ وَ خَشَعَتِ الۡاَصۡوَاتُ لِلرَّحۡمٰنِ فَلَا تَسۡمَعُ   اِلَّا ہَمۡسًا ﴿﴾   یَوۡمَئِذٍ لَّا تَنۡفَعُ الشَّفَاعَۃُ  اِلَّا مَنۡ اَذِنَ  لَہُ  الرَّحۡمٰنُ  وَ رَضِیَ  لَہٗ  قَوۡلًا ﴿﴾
Dan  mereka bertanya kepada engkau mengenai gunung-­gunung itu, maka katakanlah: "Rabb-ku (Tuhan-ku) akan menghancurkan­nya sehancur-hancurnya, maka Dia akan meninggalkannya sebagai tanah datar yang gersang,   engkau tidak akan melihat di dalamnya kerendahan dan ketinggian.  Pada hari itu mereka akan mengikuti Penyeru,  tidak ada kebengkokan dalam ajarannya, dan semua suara akan merendah di hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah dan    engkau tidak  akan men­dengar kecuali bisikan.    Pada hari itu  syafaat tidak bermanfaat kecuali orang yang telah mendapat izin baginya dari Tuhan Yang Maha Pemurah dan perkataannya telah diridhai. (Thā Hā [20]:106-110).  
     Isyarat dalam kata al-jibāl (gunung-gunung) di sini, ditujukan kepada bangsa-bangsa Kristen dari barat yang gagah-perkasa itu. Nubuatan dalam ayat ini bertalian dengan kehancuran mereka secara total. Kehancuran barat telah mulai berjalan sejak beberapa lama. Dua perang dunia terakhir telah sangat melemahkannya (Spengler's "Decline of the West" & Toynbee's "A Study of History").  

Munculnya Gerakan Sosialisme dan Demokrasi

  Isyarat ayat    فَیَذَرُہَا  قَاعًا صَفۡصَفًا  -- “maka Dia akan meninggalkannya sebagai tanah datar yang gersang, لَّا  تَرٰی  فِیۡہَا عِوَجًا  وَّ  لَاۤ   اَمۡتًا   --  engkau tidak akan melihat di dalamnya kerendahan dan ketinggian”, ayat  ini rupanya ditujukan kepada bangkitnya sosialisme dan demokrasi. Ketika kerajaan-kerajaan besar lagi gagah-perkasa (gunung-gunung) akan tersapu bersih, dan akan terjadi kemerataan dalam taraf kehidupan sosial dan ekonomi pada berbagai sektor kehidupan masyarakat.
  Yang dimaksud dengan “penyeru” dalam ayat selanjutnya  یَوۡمَئِذٍ یَّتَّبِعُوۡنَ الدَّاعِیَ لَا عِوَجَ لَہٗ   -- “Pada hari itu mereka akan mengikuti Penyeru,  tidak ada kebengkokan dalam ajarannya,” adalah Nabi Besar Muhammad saw., dan yang dimaksud dengan ajarannya adalah Al-Quran.
 Tetapi dikarenakan  yang dikemukakan oleh ayat-ayat ini  adalah mengenai masalah pelepasan kembali  Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) dari “masa pemenjaraannya selama seribu tahun” di Akhir Zaman ini, maka yang dimaksud dengan “Penyeru” dalam ayat tersebut mengisyaratkan kepada pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani dalam wujud Rasul Akhir Zaman (QS.62:3-4), dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam Islam yang kedua kali (QS.61:10).
   Mengisyaratkan kepada  peniupan nafiri” yakni  kedatangan  Penyeru” yang datang dari Allah Swt.   – yang menyeru umat manusia kepada keimanan (Tauhid) yang hakiki --  itulah firman-Nya berikut ini:
اِنَّ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافِ الَّیۡلِ وَ النَّہَارِ لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی الۡاَلۡبَابِ ﴿﴾ۚۙ الَّذِیۡنَ یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ  قِیٰمًا وَّ قُعُوۡدًا وَّ عَلٰی جُنُوۡبِہِمۡ وَ یَتَفَکَّرُوۡنَ فِیۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ ﴿﴾
Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi serta   pertukaran malam dan siang benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu  orang-orang yang  mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan sambil berbaring atas rusuk mereka, dan mereka memikirkan mengenai penciptaan seluruh langit dan bumi  seraya berkata: “Ya Rabb (Tuhan) kami,  tidaklah Engkau menciptakan semua ini  sia-sia, Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api.  Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun. (Ali ‘Imran [3]:191-193).

Pernyataan “Orang-orang yang Berakal

       Pelajaran yang terkandung dalam penciptaan seluruh  langit dan bumi dan dalam pergantian malam dan siang ialah bahwa manusia diciptakan untuk mencapai kemajuan ruhani dan jasmani. Bila ia berbuat amal saleh maka masa kegelapannya dan masa kesedihannya pasti akan diikuti oleh masa terang benderang dan kebahagiaan.
   Tatanan agung alam semesta jasmani yang dibayangkan pada ayat-ayat sebelumnya tidak mungkin terwujud tanpa suatu tujuan tertentu, dan karena seluruh alam semesta  ini telah dijadikan untuk menghidmati manusia, tentu saja kejadian (penciptaan) manusia sendiri – sebagai puncak penciptaan makhluk -- mempunyai tujuan yang agung dan mulia pula, yaitu   untuk beribadah kepada Allah Swt.  (QS.51:57) dan sebagai  khalifah (wakil) Allah Swt. di muka bumi (QS.17:71).
       Apabila orang merenungkan tentang kandungan arti keruhanian yang diserap dari gejala-gejala fisik di dalam penciptaan seluruh alam dengan tatanan sempurna yang melingkupinya itu, ia akan begitu terkesan dengan mendalam oleh kebijakan luhur Sang Al-Khāliq-nya (Maha Pencipta-nya) – yakni Allah Swt. -- lalu dengan serta-merta terlontar dari dasar lubuk hatinya seruan:  رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ        -- Ya  Rabb (Tuhan) kami,  tidaklah Engkau menciptakan  semua ini sia-sia,    سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ      -- Maha Suci Engkau [dari perbuatan sia-sia] maka peliharalah kami dari azab Api”.
        Ucapan   orang-orang yang “mempergunakan akalnya”:    سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ      --   Maha Suci Engkau [dari perbuatan sia-sia] maka peliharalah kami dari azab Api”  merupakan kesimpulan yang pasti dari ucapan sebelumnya  رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ   -- Ya  Rabb (Tuhan) kami,  tidaklah Engkau menciptakan  semua ini sia-sia, bahwa  ia mereka  yakin  bahwa tatanan hukum  yang meliputi alam  semesta yang sempurna ini  jika  dilanggar  pasti akan menimbulkan akibat buruk  baru para pelakunya.
       Itulah sebabnya semua umat manusia   -- termasuk para ilmuwan   --  suka atau pun tidak suka  harus mentaati hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah Swt., sebab jika tidak maka sebagai akibatnya mereka akan berhadapan dengan “api” (siksaan/akibat buruk)  yang ditetapkan Allah Swt..  
         Oleh karena itu jika di kalangan umat beragama  ada yang berpendapat bahwa  syariat (hukum agama) merupakan kutuk  bagi manusia – sebagaimana halnya paham Paulus (Roma 2:17-29 & 3:1-31) -- maka  pendapatnya tersebut bertentangan kenyataan hidup  di dunia yang dihadapi mereka, karena suka atau pun tidak suka  mereka harus mematuhi hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah Swt., demikian juga ketentuan Allah Swt. tersebut  berlaku  dalam masalah keruhanian.

Pentingnya Kemunculan  Seorang “Penyeru dari Allah

         Itulah sebabnya, sebagaimana halnya  perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) sangat erat dengan berkeinambungan diketemukannya rahasia-rahasia baru hukum alam  oleh  orang-orang genius  yang muncul pada zamannya, demikian pula halnya  dalam dunia keruhanian pun kemunculan “orang-orang jenius” seperti itu -- khususnya para Rasul Allah (QS.3:180; QS.72:27-29) – sangat diperlukan kehadirannya sebagaimana telah ditetapkan Allah Swt. (QS.7:35-37).
         Apa  sebabnya? Karena jika tidak, maka    pemenuhan  kebutuhan jasmani  dan  kebutuhan ruhani manusia akan terjadi kejumudan (stagnancy), yang akibat akhirnya akan terjadi “kerusakan di daratan dan di lautan”, firman-Nya:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾  فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat seba-gian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya.   Katakanlah: Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.”   Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44).
Firman-Nya lagi:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?   Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
        Maraknya kobaran api berbagai bentuk bencana alam di Akhir Zaman ini – yakni  azab Ilahi  --  membuktikan kebenaran  pernyataan Allah Swt. dalam firman-firman-Nya bahwa di Akhir Zaman  berbagai bentuk kerusakan parah telah kembali melanda “daratan dan lautan” --  yakni  alam jasmani dan alam ruhani (dunia keruhanian)  --- benarlah ucapan  orang-orang berakal” sebelum ini, firman-Nya:   
رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ ہٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَکَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ اِنَّکَ مَنۡ تُدۡخِلِ النَّارَ فَقَدۡ اَخۡزَیۡتَہٗ ؕ وَ مَا لِلظّٰلِمِیۡنَ مِنۡ اَنۡصَارٍ﴿﴾
“Ya Rabb (Tuhan) kami,  tidaklah Engkau menciptakan  semua ini  sia-sia, Maha Suci Engkau dari perbuatan sia-sia maka peliharalah kami dari azab Api.  Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah menghinakannya, dan sekali-kali tidak ada bagi orang-orang zalim seorang penolong pun. (Ali ‘Imran [3]:192-193).

Pentingnya Beriman kepada “Penyeru dari Allah” & Pengabulan  Jual-beli, Persahabatan, dan Syafaat 

    Berfungsinya “indera-indera ruhani” orang-orang “yang mempergunakan akalnya” tersebut telah menyebabkan mereka mendengar seruan  seorang “Penyeru dari Allah” yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh seluruh umat  beragama di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
رَبَّنَاۤ اِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِیًا یُّنَادِیۡ لِلۡاِیۡمَانِ اَنۡ اٰمِنُوۡا بِرَبِّکُمۡ  فَاٰمَنَّا ٭ۖ رَبَّنَا فَاغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَ کَفِّرۡ عَنَّا سَیِّاٰتِنَا وَ تَوَفَّنَا مَعَ  الۡاَبۡرَارِ ﴿﴾ۚ  رَبَّنَا وَ اٰتِنَا مَا وَعَدۡتَّنَا عَلٰی رُسُلِکَ وَ لَا تُخۡزِنَا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ؕ اِنَّکَ لَا تُخۡلِفُ الۡمِیۡعَادَ ﴿﴾
“Wahai  Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang Penyeru menyeru kami kepada  keimanan seraya berkata:  "Berimanlah kamu kepada  Rabb (Tuhan) kamu" maka kami telah beriman. Wahai Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama  orang-orang yang berbuat kebajikan.  Wahai Rabb (Tuhan) kami, karena itu berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau menghi-nakan kami pada Hari Kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji.” (Ali ‘Imran [3]:194-195).
     Mereka inilah yang akan memperoleh manfaat dari “jual-beli, persahabatan, dan syafaat” dari Allah Swt. dan Rasul Allah, sebagaimana  telah dijelaskan dalam Bab 171 dan Bab 172  mengenai  kisah monumental  pengorbanan “dua putra Adam” (QS.5:28-35), dan firman-Nya berikut ini: 
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا بَیۡعٌ فِیۡہِ وَ لَا خُلَّۃٌ وَّ لَا شَفَاعَۃٌ ؕ وَ الۡکٰفِرُوۡنَ ہُمُ  الظّٰلِمُوۡنَ
Hai orang-orang yang beriman,  belanjakanlah apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum datang hari yang tidak ada jual-beli di dalamnya, tidak ada   persahabatan,  dan  tidak pula syafaat,  dan orang-orang yang kafir  mereka itulah orang-orang  zalim. (Al-Baqarah [2]:255).
        Sehubungan dengan   pernyataan dan doa yang dipanjatkan “orang-orang yang berakal  yang dikemukakan dalam ayat sebelumnya (QS.3:191-193), selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai dikabulkan-Nya “jual-beli, persahabatan, dan syafaat  bagi mereka“: 
فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ ۚ فَالَّذِیۡنَ ہَاجَرُوۡا وَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اُوۡذُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ قٰتَلُوۡا وَ قُتِلُوۡا لَاُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَاُدۡخِلَنَّہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۚ ثَوَابًا مِّنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الثَّوَابِ ﴿﴾
Maka Rabb (Tuhan) mereka telah mengabulkan doa mereka seraya berfirman: “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal dari antara kamu baik laki-laki maupun perempuan. Sebagian kamu adalah dari sebagian lain, maka orang-orang yang  hijrah, yang diusir dari rumah-rumahnya, yang disakiti pada jalan-Ku,  yang  berperang  dan  yang terbunuh, niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka keburukan-keburukannya, dan niscaya Aku  akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai ganjaran dari sisi Allah,   dan Allah di sisi-Nya sebaik-baik ganjaran.” (Ali ‘Imran [3]:196).
        Karena Surah Ali ‘Imran  pada pokoknya memperbincangkan  akidah-akidah dan paham serta cara hidup kaum Kristen, dan karena agama Kristen memberikan kepada perempuan  kedudukan yang jelas lebih rendah daripada kedudukan laki-laki, sekalipun keadaan yang sebenarnya berlawanan dengan pengakuan gereja Kristen, maka pemberian tekanan oleh ayat ini kepada persamaan kedudukan kaum perempuan kedudukan kaum pria di dalam alam ruhani  merupakan akibat yang wajar sekali, firman-Nya:   فَاسۡتَجَابَ لَہُمۡ رَبُّہُمۡ اَنِّیۡ لَاۤ اُضِیۡعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنۡکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی ۚ بَعۡضُکُمۡ مِّنۡۢ  بَعۡضٍ  --    “Maka Rabb (Tuhan) mereka telah mengabulkan doa mereka seraya berfirman:  “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal dari antara kamu baik laki-laki maupun perempuan.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  9  Februari      2014




Tidak ada komentar:

Posting Komentar