بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
164
Dua Perumpamaan
Para Pengikut Hakiki Nabi Besar Muhammad Saw. yang Berbeda Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan contoh kasus yang
dikemukakan sebelum ini mengenai para da’i Muslim lainnya yang tidak
pernah berlaku bagi para da’i Muslim
dari Jemaat Ahmadiyah, yakni: “Marilah bergabung
sebagai umat Islam sebab agama Islam (Al-Quran) dan umat Islam adalah
sebagai agama dan umat yang terbaik yang
dibangkitkan untuk kepentingan umat manusia
(QS.5:4; QS.2:144; QS.3:111).”
Lalu mereka yang diseru (dida’wahi) balik bertanya: Islam dan Umat Islam yang mana yang menurut Anda yang terbaik tersebut? Bukankah menurut nabi Anda sendiri (Rasulullah
saw.) umat Islam di Akhir Zaman ini akan
terpecah-belah menjadi 73 firqah? Suatu
perpecahan yang lebih besar dari perpecahan yang terjadi di kalangan kami,
yakni 72 firqah?
Jawaban Para Da’i Muslim dari Jemaat
Ahmadiyah
Para da’i Muslim dari Jemaat Ahmadiyah akan
memberikan jawaban bahwa: “Kamilah yang dimaksud oleh sabda Nabi
Besar Muhammad saw., sebab hanya Jemaat kamilah yang sepenuhnya sama
dengan keadaan umat Islam di masa Nabi Besar Muhammad saw., kecuali melakukan
peperangan
secara fisik, sebab jika kami melakukan hal tersebut seperti yang
lainnya akan semakin memperburuk citra Islam dan Nabi Besar Muhammad saw.
yang suci dan merupakan rahmat bagi seluruh alam":
ومن
هي يا رسول الله؟ قال: ما أنا عليه وأصحابي
“Dan siapakah mereka itu ya
Rasulullah?” Bersabda: “Apa-apa yang aku dan para sahabatku ada padanya.”
Berikut adalah beberapa contoh (bukti)
bahwa di Akhir Zaman ini hanya Jemaat
Ahmadiyah sajalah komunitas
Muslim yang benar-benar sama keadaannya dengan umat Islam di zaman Nabi Besar Muhammad saw.:
(1) Umat Islam di masa awal didirikan oleh Rasul Allah – yakni Nabi Besar Muhammad saw. – dan di Akhir
Zaman ini juga Jemaat Muslim
Ahmadiyah didirikan oleh seorang Rasul
Allah, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang atas perintah Allah telah
mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi a.s.
dan Al-Masih
Mau’ud a.s.. (QS.11:18; QS.62:3-4).
(2) Sebagaimana halnya umat Islam di masa Nabi Besar Muhammad saw. mendapat penentangan serta kezaliman yang sangat hebat atas pendakwaan beliau saw. sebagai Rasul
Allah, demikian juga hal yang sama dialami oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s. dan Jemaat
Muslim Ahmadiyah atas pendakwaan
beliau a.s. sebagai Rasul Akhir
Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama
yang berlainan (QS.36:31; QS.51:53-54).
(3) Sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam adalah Rasul Allah dan umat untuk
seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.
QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29), demikian pula Mirza
Ghulam Ahmad a.s., sebagai Khalifah
Nabi Besar Muhammad saw. di Akhir Zaman – dan juga sebagai perwujudan
kedatangan kedua kali para Rasul Allah yang kedatangannya
ditunggu-tunggu oleh berbagai umat beragama
dengan nama yang berlainan (QS.77:12-20)
-- da’wah beliau telah berhasil
menyebarkan siar Islam yang hakiki ke
seluruh dunia serta mendirikan Jemaat
Ahmadiyah di 203 negara di dunia -- baik di negara-negara yang tergabung dalam
PBB mau pun yang belum bergabung.
(4) Sebagaimana umat Islam di zaman Nabi
Besar Muhammad saw. dan di zaman para Khulafa-ur
Rasyidin merupakan suatu Jama’ah yang dipimpin oleh Imam yang diangkat oleh
Allah Swt., demikian juga halnya dengan Jemaat
Ahmadiyah, setelah wafatnya Mirza
Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang
Dijanjikan) pada 1908,
komunitas Muslim Ahmadiyah tetap merupakan suatu “jama’ah” yang hakiki, karena
secara berturut-turut telah dipimpin para Khalifatul
Masih, yakni Khalifatul Masih I (Hakim Nuruddin -- 1908-1914);
Khalifatul Masih II (Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad -- 1914-1965); Khalifatul Masih III (Mirza Nasir Ahmad
-- 1965-1974); Khalifatul Masih IV
(Mirza Tahir Ahmad -- 1974-2004), dan sejak tahun 2004 sampai saat sekarang Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh Khalifatul
Masih V, Mirza Masroor Ahmad.
Banyak lagi bukti-bukti lainnya mengenai Jemaat Ahmadiyah yang menggenapi sabda Nabi Besar Muhammad
saw. tentang “satu golongan yang selamat” dari 73 golongan (firqah) Islam
yang berada dalam “api” sebagaimana
yang ditanyakan oleh sahabat beliau
saw.:
ومن
هي يا رسول الله؟ قال: ما أنا عليه وأصحابي
“Dan siapakah mereka itu ya
Rasulullah?” Bersabda: “Apa-apa yang aku dan para sahabatku ada padanya.”
Dua Perumpamaan Pengikut Hakiki
Nabi Besar Muhammad Saw. dalam Taurat
dan Injil
Sehubungan dengan sabda Nabi Besar
Muhammad saw. tersebut, Allah Swt. telah menampilkan dua macam perumpamaan mengenai dua kelompok pengikut
hakiki Nabi Besar Muhammad saw., yaitu umat
Islam yang hidup di masa beliau saw. dan
umat Islam yang hidup di masa
kedatangan beliau saw. yang kedua kali di Akhir
Zaman (QS.62:3-4) yaitu “kaum lain”
sebagai pengganti (khalifah) yang
dibangkitkan dari kalangan umat Islam (QS.5:55-57),
firman-Nya:
مُحَمَّدٌ رَّسُوۡلُ اللّٰہِ ؕ وَ
الَّذِیۡنَ مَعَہٗۤ اَشِدَّآءُ عَلَی
الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ بَیۡنَہُمۡ تَرٰىہُمۡ رُکَّعًا سُجَّدًا یَّبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ
اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا ۫
سِیۡمَاہُمۡ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ مِّنۡ
اَثَرِ السُّجُوۡدِ ؕ ذٰلِکَ مَثَلُہُمۡ
فِی التَّوۡرٰىۃِ ۚۖۛ وَ مَثَلُہُمۡ
فِی الۡاِنۡجِیۡلِ ۚ۟ۛ کَزَرۡعٍ
اَخۡرَجَ شَطۡـَٔہٗ فَاٰزَرَہٗ
فَاسۡتَغۡلَظَ فَاسۡتَوٰی عَلٰی سُوۡقِہٖ یُعۡجِبُ الزُّرَّاعَ لِیَغِیۡظَ بِہِمُ الۡکُفَّارَ ؕ وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
مِنۡہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad itu adalah Rasul Allah, dan orang-orang
besertanya sangat ckeras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih-sayang di antara mereka, engkau melihat mereka rukuk serta sujud mencari karunia dari Allah dan
keridhaan-Nya, ciri-ciri pengenal
mereka terdapat pada wajah mereka dari
bekas-bekas sujud. Demikianlah perumpamaan
mereka dalam Taurat, dan perumpaman
mereka dalam Injil adalah laksana tanaman
yang mengeluarkan tunasnya, kemudian menjadi
kuat, kemudian menjadi kokoh,
dan berdiri mantap pada batangnya,
menyenangkan penanam-penanamnya supaya Dia
membangkitkan amarah orang-orang kafir dengan perantaraan itu. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat
amal saleh di antara mereka ampunan
dan ganjaran yang besar. (Al-Fath
[48]30).
Inilah dua macam ciri khas penting bagi suatu bangsa maju dan jaya yang
berusaha meninggalkan jejak mereka di
atas jalur peristiwa sejarah dunia.
Di lain tempat dalam Al-Quran (QS.5:55) orang-orang Muslim sejati dan baik
telah dilukiskan sebagai yang baik hati dan
rendah hati terhadap orang-orang mukmin dan keras serta tegas terhadap orang-orang
kafir اَشِدَّآءُ عَلَی الۡکُفَّارِ رُحَمَآءُ
بَیۡنَہُم --
“sangat
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih-sayang di antara mereka.”
Kata-kata, “Demikianlah
perumpamaan mereka dalam Taurat,” dapat juga ditujukan kepada pelukisan
yang diberikan oleh Bible,
yakni: “Kelihatanlah ia dengan gemerlapan cahayanya dari gunung Paran, lalu
datang hampir dari bukit Ka-des”
(Terjemahan ini dikutip dari “Alkitab” dalam bahasa Indonesia, terbitan
“Lembaga Alkitab Indonesia” tahun 1958). Dalam bahasa Inggrisnya berbunyi: “He
shined forth from mount Paran and he came with ten thousands of saints,”
yang artinya: “Ia nampak dengan
gemerlapan cahayanya dari gunung Paran dan ia datang dengan sepuluh ribu orang
kudus” (Deut. 33:2),
Peny).
Dan ungkapan “Dan perumpamaan
mereka dalam Injil adalah laksana tanaman”, dapat ditujukan kepada perumpamaan lain dalam Bible,
yaitu: “Adalah seorang penabur keluar hendak menabur benih;
maka sedang ia menabur, ada separuh jatuh di tepi jalan, lalu datanglah
burung-burung makan, sehinga habis benih itu. Ada separuh jatuh di tempat yang
berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, maka dengan segera benih itu tumbuh,
sebab tanahnya tidak dalam. Akan tetapi ketika matahari naik, layulah ia, dan
sebab ia tiada berakar, keringlah ia. Ada juga separuh jatuh di tanah semak
dari mana duri itu pun tumbuh serta membantutkan benih itu. Dan ada pula
se-paruh jatuh di tanah yang baik, sehingga mengeluarkan buah, ada yang
seratus, ada yang enam puluh, ada yang tiga puluh kali ganda banyaknya” (Matius 13:3-8).
Perumpamaan
yang pertama nampaknya dikenakan kepada para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. dan perumpamaan yang kedua dikenakan kepada para pengikut rekan sejawat
dan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,
atau Al-Masih Mau’ud a.s. -- yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s. dan Jemaat Muslim
Ahmadiyah yang beliau dirikan atas perintah Allah Swt. -- yang berangkat dari suatu permulaan yang sangat kecil dan tidak
berarti telah ditakdirkan berkembang
menjadi suatu organisasi perkasa, dan
berangsur-angsur tetapi tetap maju
menyampaikan tabligh Islam ke
seluruh pelosok dunia, sehingga Islam
akan mengungguli dan menang atas semua agama, dan lawan-lawannya
akan merasa heran dan iri hati terhadap kekuatan dan pamornya, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai.
(Ash-Shaff
[61]:10).
Ucapan “Dua laki-laki Pemberani” yang Berbeda
Zaman
Kembali kepada pokok bahasan tentang “seorang laki-laki yang datang dari bagian
terjauh kota itu” yang datang
menggenapi tiga orang rasul Allah
yang datang sebelumnya, yang telah
didustakan oleh “penduduk kota itu”, firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ
رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ اتَّبِعُوۡا مَنۡ
لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا لِیَ
لَاۤ اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ
وَ اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾ ءَاَتَّخِذُ مِنۡ
دُوۡنِہٖۤ اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ
الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا وَّ لَا
یُنۡقِذُوۡنِ ﴿ۚ﴾ اِنِّیۡۤ
اِذًا لَّفِیۡ ضَلٰلٍ
مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ اِنِّیۡۤ
اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ
فَاسۡمَعُوۡنِ ﴿ؕ﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari,
ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul
itu.
Ikutilah mereka yang tidak
meminta upah dari kamu dan mereka
yang telah mendapat petunjuk. Dan mengapakah
aku tidak menyembah Tuhan Yang
menciptakan diriku dan Yang kepada-Nya kamu akan
dikembalikan? Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai
sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu
kemudaratan bagiku syafaat mereka
itu tidak akan bermanfaat bagiku sedikit
pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku?
Sesungguhnya jika aku berbuat demikian
niscaya berada dalam kesesatan yang
nyata. Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan)
kamu maka dengarlah aku.” (Yā Sīn [36]:21-25).
Berikut adalah da’wah “laki-laki pemberani” di kalangan
keluarga Fir’aun yang muncul membela kebenaran da’wah yang dikemukakan Nabi
Musa a.s. kepada Fir’aun dan para
pembesarnya, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡۤ اٰمَنَ یٰقَوۡمِ
اتَّبِعُوۡنِ اَہۡدِکُمۡ سَبِیۡلَ الرَّشَادِ ﴿ۚ﴾ یٰقَوۡمِ اِنَّمَا ہٰذِہِ الۡحَیٰوۃُ
الدُّنۡیَا مَتَاعٌ ۫ وَّ اِنَّ الۡاٰخِرَۃَ ہِیَ دَارُ الۡقَرَارِ ﴿﴾ مَنۡ
عَمِلَ سَیِّئَۃً فَلَا یُجۡزٰۤی اِلَّا مِثۡلَہَا ۚ وَ مَنۡ عَمِلَ صَالِحًا
مِّنۡ ذَکَرٍ اَوۡ اُنۡثٰی وَ ہُوَ
مُؤۡمِنٌ فَاُولٰٓئِکَ یَدۡخُلُوۡنَ
الۡجَنَّۃَ یُرۡزَقُوۡنَ فِیۡہَا بِغَیۡرِ
حِسَابٍ ﴿﴾
Dan orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku. Aku akan menunjukkan
kepada kamu jalan yang benar. Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia hanya kesenangan sementara, dan sesungguhnya kehidupan akhirat itulah tempat
tinggal yang kekal. Barangsiapa berbuat keburukan maka tidak akan dibalas kecuali dengan semisalnya, sedangkan
barangsiapa beramal saleh, baik laki-laki
ataupun perempuan dan ia orang yang beriman maka mereka akan
masuk surga, mereka di
dalamnya akan diberi rezeki tanpa perhitungan (Al-Mu’mīn
[40]:39-41).
Sementara pembalasan
terhadap perbuatan-perbuatan jahat
orang-orang kafir itu akan setimpal dengan perbuatan-perbuatan
mereka, ganjaran bagi amal saleh orang-orang yang beriman akan tanpa batas atau ukuran.
Itulah tanggapan Islam berkenaan dengan surga
dan neraka. Selanjutnya ia berkata:
وَ یٰقَوۡمِ مَا لِیۡۤ
اَدۡعُوۡکُمۡ اِلَی النَّجٰوۃِ وَ
تَدۡعُوۡنَنِیۡۤ اِلَی النَّارِ ﴿ؕ﴾
تَدۡعُوۡنَنِیۡ لِاَکۡفُرَ بِاللّٰہِ وَ اُشۡرِکَ بِہٖ مَا
لَیۡسَ لِیۡ بِہٖ عِلۡمٌ ۫ وَّ اَنَا
اَدۡعُوۡکُمۡ اِلَی
الۡعَزِیۡزِ الۡغَفَّارِ ﴿﴾ لَا جَرَمَ اَنَّمَا
تَدۡعُوۡنَنِیۡۤ اِلَیۡہِ لَیۡسَ لَہٗ
دَعۡوَۃٌ فِی الدُّنۡیَا وَ لَا فِی
الۡاٰخِرَۃِ وَ اَنَّ مَرَدَّنَاۤ اِلَی اللّٰہِ وَ اَنَّ الۡمُسۡرِفِیۡنَ ہُمۡ
اَصۡحٰبُ النَّارِ ﴿﴾ فَسَتَذۡکُرُوۡنَ مَاۤ اَقُوۡلُ لَکُمۡ ؕ وَ اُفَوِّضُ اَمۡرِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ ﴿﴾
Dan hai kaumku, betapa keadaanku, aku mengajak kamu kepada keselamatan
sedangkan kamu mengajak aku kepada Api. Kamu menyeru aku supaya aku kafir kepada Allah
dan menyekutukan-Nya yang mengenainya aku sekali-kali tidak memiliki pengetahuan, sedang aku
mengajak kamu kepada Dzat Yang Maha Perkasa, Maha Pengampun. Tidak ragu
lagi bahwasanya apa yang kamu mengajakku
kepadanya tidak mempunyai seruan
yang berpengaruh di dunia dan tidak pula di akhirat, dan bahwa
tempat kembali kami kepada
Allah, dan bahwa orang-orang yang melampaui batas mereka
itulah penghuni Api. Maka kamu
segera akan ingat apa yang aku katakan kepada kamu, sedangkan aku menyerahkan urusanku kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Melihat
hamba-hamba-Nya.” (Al-Mu’mīn [40]:42-44).
Makna kalimat
“apa yang kamu mengajak aku
kepadanya” dalam ayat لَا
جَرَمَ اَنَّمَا تَدۡعُوۡنَنِیۡۤ اِلَیۡہِ لَیۡسَ لَہٗ دَعۡوَۃٌ فِی الدُّنۡیَا وَ لَا فِی الۡاٰخِرَۃِ -- “Tidak
ragu lagi bahwasanya apa yang kamu
mengajakku kepadanya tidak mempunyai seruan
yang berpengaruh di dunia
dan tidak pula di akhirat”,
yakni tidak pantas diseru; tidak
semestinya diseru; tidak mempunyai
hak atau tuntutan untuk diseru.
Persamaan Makna Ucapan “Dua
laki-laki Pemberani” yang Berbeda Zaman
Hal yang menarik adalah, bahwa da’wah “laki-laki pemberani” yang muncul di Akhir Zaman ini dalam ayat-ayat
sebelumnya diawali dengan seruan یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا
الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul itu. اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ
اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ -- Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk” dan diakhiri dengan
seruan اِنِّیۡۤ اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ فَاسۡمَعُوۡنِ -- “Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan)
kamu maka dengarlah aku.”
Sedangkan da’wah “laki-laki
pemberani” dari kalangan keluarga Fir’aun
sekali pun mengatakan “hai kaumku”, tetapi diikuti dengan kalimat “ikutilah aku”, yakni یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوۡنِ اَہۡدِکُمۡ سَبِیۡلَ
الرَّشَادِ -- “Hai kaumku,
ikutilah aku. Aku akan menunjukkan kepada kamu jalan yang benar”,
dan di akhiri dengan ucapan:
فَسَتَذۡکُرُوۡنَ مَاۤ اَقُوۡلُ لَکُمۡ ؕ وَ اُفَوِّضُ اَمۡرِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ
Maka kamu segera akan ingat apa yang aku katakan
kepada kamu, sedangkan aku
menyerahkan urusanku kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Al-Mu’mīn
[40]:44).
Kalimat فَاسۡمَعُوۡن -- “maka dengarlah aku” yang dikatakan “laki-laki pemberani” di Akhir Zaman
memiliki makna yang sama dengan kalimat فَسَتَذۡکُرُوۡنَ
مَاۤ اَقُوۡلُ لَکُمۡ ؕ -- “Maka kamu segera akan ingat apa yang aku katakan
kepada kamu” yang dikatakan “laki-laki pemberani” dari kalangan
keluarga Fir’aun, sebab pada hakikatnya para penentang Rasul Allah tersebut tidak
mau mendengar da’wah atau tidak mempercayai da’wah yang disampaikan Rasul
Allah yang diutus kepada mereka.
Salah satu alasan mengapa “laki-laki pemberani” dari kalangan
keluarga Fir’aun tidak
mengatakan: “Hai kaumku ikutikah Musa”
melainkan “Hai kaumku, ikutilah aku”, sebab pada
hakikatnya pengutusan Nabi Musa a.s.
– seperti juga Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
-- adalah hanya untuk kalangan Bani
Israil saja (QS.2:88-89; QS.62:6-7),
bukan diutus kepada Fir’aun dan kaumnya yang mereka itu bukan kaum Bani Israil.
Sedangkan salah satu alasan
ucapan “laki-laki pemberani”
yang muncul di Akhir Zaman diawali
dengan seruan یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا
الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul itu, اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ
اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ -- “ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk” dan diakhiri dengan
seruan اِنِّیۡۤ اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ فَاسۡمَعُوۡنِ -- “Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan)
kamu maka dengarlah aku,” sebab pada hakikatnya “laki-laki
pemberani” tersebut bukanlah Rasul Allah yang membawa syariat baru, melainkan Rasul
Allah yang sepenuhnya patuh-taat
kepada syariat Islam (Al-Quran) yang diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.3:32; QS.4:70-71).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 28 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar