Senin, 10 Maret 2014

Pemberi Syafaat di Akhir Zaman



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  171

 Pemberi Syafaat di Akhir Zaman

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan  mengenai  rahasia makrifat pertama Mengenai Alam Akhirat    yakni makna ketiga tingkatan yaqin.   Berikut adalah penjelasan “laki-laki pemberani” yang muncul di Akhir Zaman ini   -- yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. – dalam buku beliau  dalam bahasa Urdu yang sangat terkenal, Islami Ushul ki Filasafi atau “Falsafah Ajaran Islam” yang sangat memberikan pencerahan  bagi para pencari kebenaran, Beliau menjelaskan:

Rahasia Makrifat Pertama tentang Akhirat

      “Rahasia makrifat pertama ialah,  Quran Syarif berulang-ulang mengatakan bahwa alam akhirat bukanlah suatu barang baru, melainkan segala pemandangannya merupakan pantulan dan dampak-dampak kehidupan di dunia ini juga, sebagaimana Dia berfirman:
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا
(Dan amalan tiap-tiap manusia  Kami mengikatnya  pada  lehernya, dan pada Hari Kiamat   Kami akan mengeluarkan baginya kitab yang akan didapatinya terbuka lebar).
       Yakni, di dunia ini  juga Kami telah mengikat dampak amal perbuatan setiap orang  pada lehernya, dan dampak-dampak terselubung itulah yang akan Kami zahirkan (jelmakan/munculkan) pada Hari Kiamat, dan Kami akan memperlihatkan dalam bentuk sebuah daftar  amal perbuatan yang terbuka (Bani Israil,14).
       Di dalam ayat ini terdapat kata  thāirun, maka hendaklah jelas bahwa  sebenarnya thāirun itu berarti burung, lalu secara kiasan diartikan juga sebagai amal perbuatan. Sebab setiap amal – yang baik maupun yang buruk – setelah dilakukan akan terbang seperti burung. Jerih-payahnya ataupun kelezatan amal itu akan sirna sedangkan kekotoran atau pun kebaikannya akan membekas di hati.
       Ini merupakan kaidah  Quran Syarif bahwa setiap amal terus membekas jejak-jejaknya secara terselubung. Bagaimana pun bentuk amal perbuatan manusia sesuai dengan itu Allah Ta'ala akan memperlihatkan perbuatan-Nya. Dan perbuatan Ilahi itu tidak akan membiarkan  dosa atau kebaikan  tersebut menjadi sia-sia, melainkan jejak-jejaknya akan dituliskan pada hati, wajah, mata, tangan, kaki. Inilah yang secara terselubung merupakan daftar suatu amal perbuatan, yang akan zahir   secara terbuka pada kehidupan akhirat.
       Kemudian berkenaan dengan para penghuni surga di tempat lain Dia berfirman:
يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ
(Pada hari ketika engkau melihat laki-laki beriman dan perempuan beriman, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan  mereka dan di sebelah kanan mereka  -- Al-Hadīd, 13).   
      Yakni, pada hari itu pun cahaya keimanan yang diperoleh orang-orang mukmin secara terselubung akan tampak berlari-lari secara terbuka di depan dan di kanan mereka.
       Di tempat lain dalam Al-Quran Dia berfirman kepada orang-orang yang berbuat buruk:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اَلۡہٰکُمُ  التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾  حَتّٰی زُرۡتُمُ  الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾  کَلَّا  سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾  ثُمَّ  کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾  کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ  الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾  لَتَرَوُنَّ  الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿﴾  ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿﴾
(Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Dalam  upaya memperbanyak kekayaan  telah melalaikan kamu,   hingga kamu sampai di kuburan. Sekali-kali tidak, segera kamu akan mengetahui. Kemudian, sekali-kali tidak demikian, segera kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin. Niscaya kamu akan melihat Jahannam,  kemudian kamu niscaya  akan melihatnya dengan mata yakin.   Kemudian pada hari itu kamu pasti akan ditanya  mengenai kenikmatan -- At-Takātsur [102]:1-9). 
      Yakni, keinginan  dan ketamakan berlebih-lebihan akan dunia telah merintangi kamu mencari akhirat hingga kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah lekatkan hati kamu kepada dunia. Kamu segera akan mengetahui bahwa melekatkan hati pada dunia tidaklah baik. Sekali lagi Aku mengatakan bahwa segera kamu akan mengetahui melekatkan hati  pada dunia tidaklah baik. Jikalau kamu memperoleh ilmu yang pasti  niscaya di dunia ini juga kamu akan melihat neraka, kemudian di alam barzakh kamu akan melihat  dengan penglihatan-penglihatan yang pasti, lalu kamu akan diminta pertanggungjawaban sepenuhnya pada Hari Kebangkitan, dan azab dalam bentuk  penuh akan menimpa diri kamu. Dan bukan hanya melalui ucapan saja melainkan melalui kondisi itu sendiri kamu akan memperoleh pengetahuan tentang neraka”.
    
Tiga Macam  Ilmu

      Di dalam ayat-ayat ini Allah Ta'ala menerangkan dengan jelas bahwa bagi orang-orang jahat di dunia ini ada kehidupan neraka terselubung. Dan  jika mereka memperhatikannya mereka akan melihat nerakanya masing-masing di dunia ini juga. Dan di sini Allah Ta'ala membagi ilmu dalam tiga tingkat, yakni: 'ilmul-yaqin, 'ainul yaqin dan haqqul-yaqin.
        Agar umum memahami berikut ini adalah contoh-contoh ketiga ilmu tersebut. Misalnya, jika seseorang melihat dari jauh kepulan asap tebal di suatu tempat maka pikirannya menghubungkan kenyataan tersebut kepada api dan ia yakin bahwa di sana ada api, karena antara asap dan api ada hubungan yang tidak terpisahkan. Di mana ada asap di sana pasti ada api. Ringkasnya,  pengetahuan yang demikian dinamakan 'ilmul-yaqin. Kemudian ketika dilihatnya nyala api maka pengetahuan demikian dinamakan  'ainul-yaqin, sedangkan jika ia sendiri masuk ke dalam api,  pengetahuan  demikian dinamakan haqqul-yaqin.
       Jadi, Allah Ta'ala berfirman bahwa 'ilmul-yaqin tentang adanya neraka dapat diperoleh di dunia ini juga, kemudian di alam barzakh akan diperoleh 'ainul-yaqin, dan pada Hari Kebangkitan pengetahuan itu juga yang akan sampai pada tingkat sempurna yaitu haqqul-yaqin.”
       Demikianlah penjelasan yang dikemukakan Pendiri Jemaat  Ahmadiyah berkenaan dengan rahasia yang terkandung dalam Surah  At-Takātsur ayat 1-9, betapa penuh pencerahan penjelasan yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau  “seorang laki-laki yang datang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu”, firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ  رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَا لِیَ  لَاۤ  اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ وَ  اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾ ءَاَتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ  اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا  وَّ لَا  یُنۡقِذُوۡنِ ﴿ۚ﴾ اِنِّیۡۤ   اِذًا  لَّفِیۡ  ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ اِنِّیۡۤ   اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ   فَاسۡمَعُوۡنِ ﴿ؕ﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul  itu.  Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.   Dan mengapakah aku tidak menyembah Tuhan Yang menciptakan diriku  dan  Yang kepada-Nya  kamu akan dikembalikan?  Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu kemudaratan bagiku  syafaat mereka itu  tidak akan bermanfaat bagiku sedikit pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya jika aku berbuat demikian niscaya berada dalam kesesatan yang nyata.    Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan) kamu  maka dengarlah aku.” (Yā Sīn [36]:21-25). 

Makna Perintah “Masuk Surga” & Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

        Ucapan “laki-laki pemberani” dari kalangan umat Islam tersebut dalam ayat  selanjutnya  ءَاَتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ  اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا  وَّ لَا  یُنۡقِذُوۡنِ -- “Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu kemudaratan bagiku  syafaat mereka itu tidak akan bermanfaat bagiku sedikit pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku?”  (Yā Sīn [36]:26).
        Maknanya adalah bahwa orang-orang pada masa   pengutusan  Al-Masih Mau’ud a.s.  atau Rasul Akhir Zaman, akan menyembah berbagai berhala yaitu  Mammon, kekuasaan kebendaan, filsafat politik yang palsu, dan teori ekonomi yang tidak terpraktekkan, dan sebagainya, dengan demikian terdapat kemiripan dengan kemusyrikan  yang dilakukan kaum Nabi Nuh a.s.  dalam firman Allah sebelumnya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “seorang laki-laki pemberani” di Akhir Zaman tersebut:
قِیۡلَ ادۡخُلِ الۡجَنَّۃَ ؕ قَالَ یٰلَیۡتَ قَوۡمِیۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ۙ﴾  بِمَا غَفَرَ لِیۡ رَبِّیۡ وَ جَعَلَنِیۡ مِنَ الۡمُکۡرَمِیۡنَ ﴿﴾
Dikatakan kepadanya:  Masuklah ke dalam surga.”  Ia berkata: “Wahai alangkah baiknya jika kaumku mengetahui, karena apa Rabb-ku (Tuhan-ku) telah mengampuniku dan telah menjadikan aku dari antara orang-orang yang di-muliakan.” (Yā Sīn [36]:27-28). 
       Namun dalam kenyataannya, sesuai dengan Sunnatullah, sebagaimana tiga orang rasul Allah yang datang sebelumnya telah didustakan, demikian juga halnya ketika atas perintah Allah Swt. Mirza Ghulam Ahmad a.s.    mendawakan diri sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. atau sebagai misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), serentak kaum beliau melakukan penentangan keras terhadapnya, firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾  اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal (perumpamaan) tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan   terhadapnya,   dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  Ia (Isa) tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami  anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu misal (perumpamaan)  bagi Bani Israil. (Az-Zukhruf [43]:58-60).

Azab Ilahi Berupa Meletusnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II

        Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-al-Mawarid).  Kedatangan Al-Masih a.s. – yang dilahirkan tanpa  ayah --  adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk selama-lamanya. Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39).
         Ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar Muhammad saw.  — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang, maka dari bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak  mengajukan protes.
       Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  untuk kedua kalinya, sehingga  genaplah sabda Nabi Besar Muhammad saw. bahwa keadaan umat Islam akan sama dengan keadaan umat sebelumnya seperti persamaan sepasang sepatu, dan mengisyaratkan kepada kenyataan itulah Allah Swt. telah memperingatkan umat Islam dalam firman-Nya berikut ini: 
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا  اَنۡصَارَ اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ  اَنۡصَارِیۡۤ  اِلَی اللّٰہِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ  اَنۡصَارُ اللّٰہِ  فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ  مِّنۡۢ  بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا عَلٰی عَدُوِّہِمۡ  فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿٪ ﴾  
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam berkata kepada  hawāriyyīn  (pengikut-pengikutnya), “Siapakah penolong-penolongku di jalan Allah?” Berkata pengikut-pengikut yang setia itu: “Kamilah penolong-penolong Allah.” Maka segolongan dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan lagi kafir, kemudian Kami membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash-Shaff [61]:15). 
       Pendustaan dan kezaliman terhadap para Rasul Allah tidak pernah dibiarkan Allah Swt. tanpa akibat buruk berupa turunnya azab Ilahi (QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16; QS.20:135-136; QS.26:209; QS.28:60), demikian pula terhadap seorang laki-laki yang datang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu”, firman-Nya:
      وَ مَاۤ  اَنۡزَلۡنَا عَلٰی قَوۡمِہٖ مِنۡۢ  بَعۡدِہٖ مِنۡ جُنۡدٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَ مَا کُنَّا مُنۡزِلِیۡنَ ﴿﴾  اِنۡ کَانَتۡ  اِلَّا صَیۡحَۃً وَّاحِدَۃً  فَاِذَا ہُمۡ خٰمِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami sekali-kali tidak menurunkan suatu lasykar dari langit atas kaumnya sesudah dia, dan Kami sekali-kali tidak  pernah menurunkannya. Itu tidak lain melainkan suatu ledakan dahsyat, tiba-tiba musnahlah  mereka. (Yā Sīn [36]:29-30).  
        Lukisan tersebut  agaknya bertalian dengan berjatuhannya granat-granat, bom-bom bakar dan bom-bom atom dengan suara menggelegar dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Api yang ditimbulkan oleh bom-bom itu membinasakan segala sesuatu yang ditimpanya sehingga menjadi puing-puing, dan segala kehidupan sejauh bermil-mil di sekitarnya menjadi lenyap.

“Kemasygulan”Allah Swt. Terhadap Kedegilan Hati Manusia

       Di tempat lain Alquran melukiskan azab Ilahi di Akhir Zaman tersebut dengan kata-kata, “Dan sesungguhnya akan Kami jadikan segala yang ada di atasnya menjadi tanah rata yang tandus” (QS.18:9). Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  persamaan sikap buruk terhadap para Rasul Allah tersebut:
   یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  کَانُوۡا بِہٖ  یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾  اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ  اَنَّہُمۡ  اِلَیۡہِمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ اِنۡ کُلٌّ  لَّمَّا جَمِیۡعٌ لَّدَیۡنَا مُحۡضَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Wahai sangat disesalkan atas hamba-hamba itu, sekali-kali tidak pernah datang kepada mereka seorang rasul melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya. Apakah mereka tidak melihat berapa banyak  generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwasanya mereka itu tidak kembali lagi kepada mereka? Dan setiap mereka semua niscaya akan dihadirkan kepada Kami. (Yā Sīn [36]:31-33).  
       Kata-kata dalam ayat ini penuh dengan kerawanan. Tuhan Yang Maha Kuasa Sendiri agaknya seolah-olah sangat masygul atas penolakan dan ejekan manusia terhadap para nabi-Nya. Sementara para nabi Allah menanggung kesedihan dan derita untuk kaumnya, maka kaumnya itu membalas kesedihan mereka itu dengan penghinaan dan ejekan.
       Isyarat  ayat اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ  اَنَّہُمۡ  اِلَیۡہِمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ  -- “Apakah mereka tidak melihat berapa banyak  generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwasanya mereka itu tidak kembali lagi kepada mereka?”  agaknya tertuju kepada azab Ilahi yang akan bersifat semesta (universal).
        Dengan demikian benarlah peringatan Allah Swt. dalam firman-Nya berikut ini mengenai zaman yang digambarkan dalam kisah monumental “pengorbanan  dua putra Adam” atau yaumut taghābūn (hari keuntungan dan kerugian) yang dikemukakan dalam Bab-bab sebelum ini:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا بَیۡعٌ فِیۡہِ وَ لَا خُلَّۃٌ وَّ لَا شَفَاعَۃٌ ؕ وَ الۡکٰفِرُوۡنَ ہُمُ  الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  belanjakanlah apa yang telah Kami rezekikan kepada kamu sebelum datang hari yang tidak ada jual-beli di dalamnya, tidak ada   persahabatan,  dan  tidak pula syafaat,  dan orang-orang yang kafir  mereka itulah orang-orang  zalim. (Al-Baqarah [2]:255).

Pemberi Syafaat yang Hakiki adalah Rasul Allah

       Syafā’ah (syafaat) diserap dari syafa’a yang berarti: ia memberikan sesuatu yang mandiri bersama yang lainnya; menggabungkan sesuatu dengan sesamanya (Al-Mufradat). Jadi kata itu mempunyai arti kesamaan atau persamaan,   kata itu juga berarti menjadi perantara atau mendoa untuk seseorang agar orang itu diberi karunia dan dosa-dosanya dimaafkan karena ia mempunyai  hubungan dengan si perantara (pemberi syafaat).
       Hal ini mengandung pula arti bahwa yang mengajukan permohonan  adalah orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada orang yang diperjuangkan nasibnya, dan pula mempunyai  hubungan yang mendalam dengan orang yang baginya ia menjadi perantara (Al-Mufradat dan Lisan-al-‘Arab). Syafā’ah (perantaraan) ditentukan oleh syarat-syarat berikut:
        (1) pemberi  syafaat  harus mempunyai  hubungan istimewa dengan orang yang baginya ia mau menjadi perantara dan menikmati kebaikan hatinya yang istimewa, sebab tanpa  hubungan demikian ia tidak akan berani memberikan  syafaat dan tidak pula syafaatnya  akan berhasil;
        (2) orang yang diperantarai (diberi syafaat) harus mempunyai   hubungan yang sejati dan nyata dengan pemberi syafaat itu, sebab  tidak ada yang orang mau memperantarai seseorang sekiranya yang diperantarai itu tidak mempunyai  hubungan yang sungguh-sungguh dengan perantara itu;
      (3) orang yang meminta syafaat pada umumnya harus orang baik dan telah berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan ridha Ilahi (QS.21:29), hanya telah terjatuh ke dalam kancah dosa pada saat ia dikuasai kelemahan;
      (4) syafaat itu hanya dapat dilakukan dengan izin khusus dari Allah Swt. (QS.2:256; QS.10:4).
Syafaat sebagaimana  dipahami oleh Islam, pada hakikatnya hanya merupakan bentuk lain dari permohonan pengampunan, sebab taubat (mohon pengampunan) berarti memperbaiki kembali perhubungan yang terputus atau mengencangkan apa yang sudah longgar. Maka bila pintu taubat tertutup oleh kematian, pintu syafaat tetap terbuka.

Orang-orang   yang Mata Ruhaninya Buta

Tambahan pula syafaat  adalah suatu cara untuk menjelmakan kasih-sayang Allah Swt.  dan karena Allah Swt.  bukanlah  hakim, melainkan Mālik (Pemilik dan Majikan), maka tidak ada yang dapat mencegah Dia dari memperlihatkan kasih-sayang-Nya kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya, dalam hal ini adalah melalui Rasul Allah, firman-Nya:
اَللّٰہُ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَۚ اَلۡحَیُّ الۡقَیُّوۡمُ ۬ۚ لَا تَاۡخُذُہٗ سِنَۃٌ وَّ لَا نَوۡمٌ ؕ لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ مَنۡ ذَا الَّذِیۡ یَشۡفَعُ  عِنۡدَہٗۤ  اِلَّا بِاِذۡنِہٖ ؕ یَعۡلَمُ مَا بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مَا خَلۡفَہُمۡ  ۚ وَ لَا یُحِیۡطُوۡنَ بِشَیۡءٍ مِّنۡ عِلۡمِہٖۤ اِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ کُرۡسِیُّہُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ ۚ وَ لَا یَـُٔوۡدُہٗ حِفۡظُہُمَا ۚ وَ ہُوَ الۡعَلِیُّ  الۡعَظِیۡمُ ﴿﴾
Allah, tidak ada Tuhan kecuali Dia   Yang Maha Hidup, Yang  Maha Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyentuh-Nya dan tidak pula tidur. Milik-Nya apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun  yang ada di bumi.  Siapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin Nya?  Dia mengetahui apa pun yang ada di hadapan mereka dan apa pun di belakang mereka, dan mereka tidak meliputi sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki.  Singgasana ilmu-Nya   meliputi seluruh langit dan bumi,  dan tidak memberatkan-Nya menjaga keduanya, dan Dia Maha Tinggi, Maha Agung. (Al-Baqarah [2]:256). 
Firman-Nya lagi:
ہَلۡ یَنۡظُرُوۡنَ  اِلَّا تَاۡوِیۡلَہٗ ؕ یَوۡمَ یَاۡتِیۡ تَاۡوِیۡلُہٗ یَقُوۡلُ الَّذِیۡنَ نَسُوۡہُ مِنۡ قَبۡلُ قَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ ۚ فَہَلۡ لَّنَا مِنۡ شُفَعَآءَ  فَیَشۡفَعُوۡا  لَنَاۤ  اَوۡ  نُرَدُّ فَنَعۡمَلَ غَیۡرَ الَّذِیۡ کُنَّا نَعۡمَلُ ؕ قَدۡ خَسِرُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا  یَفۡتَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Tidaklah yang  mereka tunggu-tunggu kecuali  menjadi genap  takwilnya yakni kenyataannya. Pada hari kenyataan itu datang,  berkata orang-orang yang dahulu melupakannya: “Sungguh  rasul-rasul Rabb (Tuhan) kami telah datang dengan haq, maka adakah bagi kami pemberi-pemberi syafaat supaya mereka dapat memberi syafaat untuk kami? Atau dapatkah kami dikembalikan supaya kami berbuat bukan seperti apa yang senantiasa kami perbuat?” Sungguh mereka telah merugikan dirinya sendiri dan lenyaplah dari mereka apa yang senantiasa  mereka ada-adakan itu. (Al-‘Arāf [7]:54).
       Ta’wiluhu dapat diartikan menjadi “genapnya apa  yang diperingatkan  kepada mereka”, yakni azab Ilahi. Di Akhir Zaman ini Allah Swt. telah membangkitkan seorang pemberi syafaat, yakni Rasul Akhir Zaman, tetapi umumnya  umat beragama mendustakan dan menentangnya, sehingga akibatnya peringatan Allah Swt. tentang kedatangan azab-Nya  menjadi genap berupa terjadinya berbagai bencana dahsyat yang saat ini terus menerus melanda berbagai kawasan dunia, firman-Nya:
فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ  مُّعَطَّلَۃٍ   وَّ  قَصۡرٍ  مَّشِیۡدٍ ﴿﴾  اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿﴾  وَ  یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ ؕ وَ اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ رَبِّکَ  کَاَلۡفِ  سَنَۃٍ   مِّمَّا  تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾  وَ کَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَمۡلَیۡتُ لَہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  ثُمَّ اَخَذۡتُہَا ۚ وَ اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ ﴿٪﴾
Dan berapa banyak kota yang Kami telah  membinasakannya, yang penduduknya sedang berbuat zalim  lalu  dinding-dindingnya  jatuh atas atapnya, dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang menjulang tinggi. Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu  menjadikan hati mereka memahami dengannya   atau menjadikan telinga  mereka mendengar dengannya? Maka sesungguhnya bukan mata yang buta  tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada.  Dan mereka meminta kepada engkau untuk mempercepat azab, tetapi Allah  tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Dan sesungguhnya satu hari di sisi Rabb (Tuhan) engkau seperti seribu tahun menurut perhitungan kamu.  Dan berapa banyaknya kota telah Aku memberi tangguh baginya padahal dia berlaku zalim, kemudian Aku menangkapnya dan kepada Aku-lah kembali mereka. (Al-Hājj [22]:46-49).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   4 Februari      2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar