بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
166
Makna Perintah Allah Swt. kepada "Laki-laki Pemberani" Untuk "Masuk Surga"
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai kedegilan kaum Nabi Nuh a.s.
serta pengaduan beliau kepada Allah
Swt., firman-Nya:
قَالَ نُوۡحٌ رَّبِّ اِنَّہُمۡ
عَصَوۡنِیۡ وَ اتَّبَعُوۡا مَنۡ لَّمۡ
یَزِدۡہُ مَالُہٗ وَ
وَلَدُہٗۤ اِلَّا خَسَارًا ﴿ۚ﴾ وَ مَکَرُوۡا مَکۡرًا کُبَّارًا ﴿ۚ﴾
وَ قَالُوۡا
لَا تَذَرُنَّ اٰلِہَتَکُمۡ وَ لَا
تَذَرُنَّ وَدًّا وَّ لَا سُوَاعًا ۬ۙ وَّ لَا یَغُوۡثَ وَ یَعُوۡقَ وَ نَسۡرًا
﴿ۚ﴾ وَ قَدۡ
اَضَلُّوۡا کَثِیۡرًا ۬ۚ وَ لَا تَزِدِ الظّٰلِمِیۡنَ اِلَّا ضَلٰلًا ﴿﴾
مِمَّا
خَطِیۡٓــٰٔتِہِمۡ اُغۡرِقُوۡا
فَاُدۡخِلُوۡا نَارًا ۬ۙ فَلَمۡ
یَجِدُوۡا لَہُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَنۡصَارًا ﴿﴾
Nuh berkata: “Hai Rabb-ku
(Tuhan-ku), mereka sesungguhnya telah
mendurhakai aku, dan mengikuti
orang-orang yang hartanya dan keturunannya tidak menambah kepadanya selain
kerugian. Dan mereka telah merencanakan
makar buruk yang besar, dan mereka berkata: ”Janganlah kamu meninggalkan tuhan-tuhanmu, dan janganlah meninggalkan Wadd dan jangan pula Suwa’, dan jangan pula Yaghuts,
Ya’uq dan Nasr.” Dan sungguh mereka
telah menyesatkan banyak orang, dan Eng-kau
tidak akan menambah bagi orang-orang
zalim kecuali kesesatan.” Disebabkan
dosa-dosa mereka, mereka ditenggelamkan dan dimasukkan ke dalam Api, dan mereka
tidak mendapati bagi mereka penolong-penolong
selain Allah. (Nuh [71]:22-26).
Wadd
adalah suatu berhala yang
disembah oleh Banu Kalb di Daumat-al-Jandal.
Berhala itu berbentuk seorang laki-laki, melambangkan tenaga kejantanan. Suwa’
adalah suatu berhala Banu Hudzail,
bentuknya seperti perempuan, melambangkan kecantikan perempuan. Yaghuts adalah
berhala suku Murad, dan Ya’uq dalam
bentuk kuda, disembah oleh suku Hamdan.,
sedangkan Nasr, berhala suku Dzu’l-Kila’, bentuknya seperti seekor
burung garuda atau ruak-ruak pemakan bangkai, melambangkan hidup panjang dan
pengertian mendalam.
Kaum Nabi Nuh a.s. bergelimang dalam kemusyrikan. Mereka mempunyai banyak berhala, lima di antaranya yang disebutkan di dalam ayat ini adalah
yang termasyhur. Orang-orang Arab, beberapa abad kemudian, diduga telah membawa
berhala-berhala itu dari Irak.
Hubal, berhala mereka yang paling masyhur dibawa dari Siria oleh
‘Amir bin Lohay. Berhala-berhala
mereka yang utama ialah, Lat, Manat dan Uzza (QS.53:20-24) Atau, mereka mungkin menamakan berhala-berhala mereka sendiri dengan
nama berhala-berhala suku Nabi Nuh
a.s. , karena kedua bangsa itu tinggal tidak berjauhan antara satu
sama lain dan memang perhubungan umum ada di antara kedua bangsa itu. Tiada
yang mustahil atau di luar kemungkinan bahwa kedua bangsa yang musyrik itu,
mempunyai nama-nama yang sama bagi berhala-berhala mereka.
Ucapan Penuh
Rahmat Nabi Besar Muhammad saw. Ketika Terluka Parah dalam Perang Uhud
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman mengenai doa Nabi Nuh
a.s. mengenai kaum beliau yang hatinya
degil serta takabbur tersebut:
وَ قَالَ نُوۡحٌ رَّبِّ لَا تَذَرۡ عَلَی
الۡاَرۡضِ مِنَ الۡکٰفِرِیۡنَ دَیَّارًا
﴿﴾ اِنَّکَ اِنۡ تَذَرۡہُمۡ یُضِلُّوۡا عِبَادَکَ وَ لَا یَلِدُوۡۤا اِلَّا
فَاجِرًا کَفَّارًا﴿﴾ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ
لِوَالِدَیَّ وَ لِمَنۡ دَخَلَ
بَیۡتِیَ مُؤۡمِنًا وَّ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ
وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ ؕ وَ لَا تَزِدِ الظّٰلِمِیۡنَ
اِلَّا تَبَارًا ﴿٪﴾
Dan Nuh berkata: “Hai Rabb-ku (Tuhan-ku), janganlah Engkau membiarkan di atas bumi
penghuni dari kalangan orang-orang
kafir. Sesungguhnya jika Engkau
membiarkan mereka, mereka akan
menyesatkan hamba-hamba Engkau dan mereka
tidak akan melahirkan kecuali orang-orang
berdosa lagi kafir. (Nuh
[71]:27-28).
Nabi-nabi Allah sarat dengan nilai-nilai kebajikan manusiawi. Doa Nabi Nuh a.s. menunjukkan bahwa perlawanan terhadap beliau tentu berlangsung sangat lama, gigih, dan tidak kunjung berkurang, dan bahwa segala usaha beliau membawa kaum beliau kepada jalan lurus telah kandas
dan gagal serta tidak ada kemungkinan yang tinggal untuk penambahan lebih lanjut jumlah pengikut
yang kecil itu, dan pula bahwa para penentang
beliau telah melampaui batas-batas yang
wajar dalam menentang dan menganiaya beliau dengan para pengikut beliau, serta berkecimpung
di dalam perbuatan-perbuatan jahat.
Keadaan telah begitu jauh sehingga seorang yang begitu berpembawaan kasih sayang seperti Nabi Nuh a.s. terpaksa
mendoa buruk untuk kaum beliau,
karena memang setiap orang – termasuk para Rasul
Allah – memiliki batas-batas kesabaran
yang berbeda.
Dalam keadaan yang sama, sikap
Nabi Besar Muhammad saw. terhadap para penentang beliau saw. menunjukkan
perbedaan yang sangat mencolok. Dalam
pertempuran Uhud, ketika dua buah
gigi beliau saw. patah dan beliau saw. terluka parah serta darah beliau
mengucur dengan derasnya, tetapi walau demikian kata-kata yang keluar dari mulut penuh berkat Nabi Besar Muhammad saw. adalah: “Betapa
suatu kaum akan memperoleh keselamatan, sedang mereka telah melukai nabi mereka
dan melumuri mukanya dengan darah, karena kesalahan yang tidak lain selain ia
telah mengajak mereka kepada Tuhan. Ya, Tuhan-ku, ampunilah kiranya kaumku ini,
sebab mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat” (Zurqani dan Hisyam).
Kenabian Ummati atau Kenabian Buruzi (Bayangan)
Kembali kepada persamaan
ucapan “kedua laki-laki pemberani”
yang berlainan zaman dalam Surah Al-Mu’min
dan Surah Yā Sīn, salah satu alasan
mengapa “laki-laki pemberani” dari
kalangan keluarga Fir’aun tidak
mengatakan: “Hai kaumku ikutikah Musa”
melainkan berkata “Hai kaumku, ikutilah aku”?
Sebab ia mengetahui bahwa pada
hakikatnya pengutusan Nabi Musa a.s.
– seperti juga Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
-- hanya untuk kalangan Bani Israil saja (QS.2:88-89;
QS.62:6-7), bukan diutus kepada Fir’aun dan kaumnya karena mereka itu bukan kaum Bani Israil.
Sedangkan dalam Surah Yā Sīn, salah satu alasan
ucapan “laki-laki pemberani”
yang muncul di Akhir Zaman dalam diawali
dengan seruan یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا
الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul itu, اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ
اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ -- “ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk,” kemudian diakhiri dengan
seruan اِنِّیۡۤ اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ فَاسۡمَعُوۡنِ -- “Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan)
kamu maka dengarlah aku.”
Mengapa demikian? sebab pada hakikatnya “laki-laki
pemberani” tersebut bukanlah Rasul Allah yang membawa syariat baru, melainkan Rasul
Allah yang sepenuhnya patuh-taat
kepada syariat Islam (Al-Quran) yang diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.3:32), sehingga memperoleh derajat
ruhani sebagai nabi (rasul) Allah, firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ
اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ
الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ
مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara
orang-orang yang
Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka
itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Menge-tahui. (An-Nisā [4]:70-71).
Ayat ini sangat penting, sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum
Muslimin. Keempat martabat keruhanian — nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,
syuhada
(saksi-saksi) dan shālihin (orang-orang saleh) — sejak diutus-Nya Nabi Besar Muhammad saw. semua derajat keruhanian tersebut dapat
dicapai dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32)
dan Al-Quran (agama Islam - QS.3:20 &
86; QS.5:4).
Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi Nabi Besar
Muhammad saw. semata, sebab
hanya beliau saw. sajalah yang diberi gelar Khātaman-Nabiyyīn
(QS.33:41) dan doa shalawat
(QS.33:57). Tidak ada nabi (rasul) Allah lain menyamai beliau saw. dalam perolehan kehormatan dan nikmat ini.
Kesimpulan tersebut lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang
membicarakan nabi-nabi secara umum
dan mengatakan, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖۤ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصِّدِّیۡقُوۡنَ ٭ۖ وَ
الشُّہَدَآءُ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ ؕ
لَہُمۡ اَجۡرُہُمۡ وَ نُوۡرُہُمۡ ؕ وَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَحِیۡمِ
﴿٪﴾
Dan orang-orang yang beriman kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya,
mereka adalah orang-orang shiddiq
dan syuhada (saksi-saksi) di sisi Rabb (Tuhan) mereka, bagi mereka ganjaran dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan Tanda-tanda Kami mereka itu
penghuni neraka jahim.(QS.57: 20).
Ketinnggian Ruhani “Laki-laki Pemberani” di Akhir Zaman
Apabila kedua ayat tersebut dibaca bersama-sama maka kedua ayat
itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi
lainnya dapat mencapai martabat shiddiq,
syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw. dapat naik ke martabat nabi juga, yakni kenabian ummati atau buruzi (zhilli – bayangan), yakni seperti
seseorang berdiri di depan cermin maka dirinya menjadi dua sosok, yaitu sosok asli dan sosok bayangan pada cermin.
Kenabian jenis inilah
yang tetap terbuka bagi para pengikut hakiki Nabi Besar Muhammad saw.
yang benar-benar fana dalam kepatuh-taatan
terhadap Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana dikemukakan dalam
ayat sebelumnya (QS.4:70-71).
Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm.
287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan
telah membagi orang-orang beriman dalam
empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat
tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah
mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat
tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian
itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang
membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum
masih tetap dapat dicapai.”
Di Akhir Zaman ini martabat kenabian
jenis inilah yang yang telah dicapai
oleh “seorang laki-laki yang datang
berlari-lari dari bagian terjauh kota itu”, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.,
itulah sebabnya atas perintah
Allah Swt. beliau telah mendakwakan
sebagai Imam Mahdi a.s.
sekaligus juga sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58), yakni Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya
ditunggu-tunggu oleh semua umat
beragama dengan nama (sebutan) yang berbeda-beda (QS.77:12), guna mewujudkan
kejayaan Islam yang kedua kali
(QS.61:20), firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ
رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ اتَّبِعُوۡا مَنۡ
لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا لِیَ
لَاۤ اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ
وَ اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾ ءَاَتَّخِذُ
مِنۡ دُوۡنِہٖۤ اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ
الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا وَّ لَا
یُنۡقِذُوۡنِ ﴿ۚ﴾ اِنِّیۡۤ
اِذًا لَّفِیۡ ضَلٰلٍ
مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ اِنِّیۡۤ
اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ
فَاسۡمَعُوۡنِ ﴿ؕ﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari,
ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul
itu.
Ikutilah mereka yang tidak
meminta upah dari kamu dan mereka
yang telah mendapat petunjuk. Dan mengapakah
aku tidak menyembah Tuhan Yang
menciptakan diriku dan Yang kepada-Nya kamu akan
dikembalikan? Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai
sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu
kemudaratan bagiku syafaat mereka
itu tidak akan bermanfaat bagiku sedikit
pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku?
Sesungguhnya jika aku berbuat demikian
niscaya berada dalam kesesatan yang
nyata. Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan)
kamu maka dengarlah aku.” (Yā Sīn [36]:21-25).
Makna Perintah “Masuk Surga”
Ucapan “laki-laki pemberani” dari kalangan umat Islam tersebut dalam ayat selanjutnya ءَاَتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ
لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا
وَّ لَا یُنۡقِذُوۡنِ -- “Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai sembahan-sembahan,
padahal jika Tuhan
Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu kemudaratan bagiku syafaat mereka itu tidak akan bermanfaat bagiku sedikit pun,
dan mereka tidak dapat menyelamatkanku?”
Maknanya adalah bahwa orang-orang
pada masa pengutusan
Al-Masih Mau’ud a.s., atau Rasul Akhir Zaman akan menyembah berbagai berhala yaitu Mammon, kekuasaan kebendaan, filsafat
politik yang palsu, dan teori ekonomi
yang tidak terpraktekkan, dan sebagainya, dengan demikian terdapat kemiripan
dengan kemusyrikan yang dilakukan kaum Nabi Nuh a.s. dalam
firman Allah sebelumnya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai “seorang laki-laki pemberani” di Akhir Zaman tersebut:
قِیۡلَ ادۡخُلِ الۡجَنَّۃَ ؕ قَالَ یٰلَیۡتَ قَوۡمِیۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ۙ﴾ بِمَا غَفَرَ لِیۡ
رَبِّیۡ وَ جَعَلَنِیۡ مِنَ الۡمُکۡرَمِیۡنَ ﴿﴾
Dikatakan kepadanya: “Masuklah
ke dalam surga.” Ia
berkata: “Wahai alangkah baiknya
jika kaumku mengetahui, karena apa Rabb-ku (Tuhan-ku) telah mengampuniku dan telah
menjadikan aku dari antara orang-orang yang di-muliakan.” (Yā
Sīn [36]:27-28).
Penyebutan surga
secara khusus dalam ayat ini sehubungan dengan rajulun yas’a (seorang laki-laki yang berlari-lari) itu
sangat penting artinya. Kalau kepada semua orang yang beriman sejati dalam Al-Quran telah dijanjikan surga, maka penyebutan secara khusus ini nampaknya seperti berlebih-lebihan
dan tidak pada tempatnya, padahal tidak demikian.
Salah satu maknanya
berkenaan laki-laki pemberani” di Akhir
Zaman ini – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- adalah pembuatan suatu kuburan khusus – bagi para Ahmadi peserta gerakan Al-Wasiyat -- di Qadian yang terkenal, yakni Bahisyti Maqbarah (Pekuburan Surgawi)
oleh Al-Masih
Mau’ud a.s. atas perintah Ilahi secara istimewa, dapat
merupakan penyempurnaan secara fisik
bagi perintah yang terkandung dalam salah
satu wahyu Ilahi yang diterima oleh
Pendiri Jemaat Ahmadiyah yakni: “Inni
anzaltu ma’aka al-jannah,” artinya, “Aku
telah menyebabkan surga turun bersama engkau” (Tadzkirah).
Nubuatan dalam wahyu
Ilahi yang diterima Pendiri Jemaat Ahmadiyah tersebut pun agaknya mendukung penjelasan bagi
kata-kata perintah قِیۡلَ ادۡخُلِ
الۡجَنَّۃَ -- “Masuklah ke dalam surga”, serta sesuai dengan beberapa firman Allah
Swt. berikut ini mengenai surga:
وَ اُزۡلِفَتِ الۡجَنَّۃُ لِلۡمُتَّقِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ بُرِّزَتِ
الۡجَحِیۡمُ لِلۡغٰوِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ قِیۡلَ
لَہُمۡ اَیۡنَمَا کُنۡتُمۡ تَعۡبُدُوۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ ہَلۡ یَنۡصُرُوۡنَکُمۡ اَوۡ یَنۡتَصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ فَکُبۡکِبُوۡا فِیۡہَا ہُمۡ
وَ الۡغَاوٗنَ ﴿ۙ﴾ وَ جُنُوۡدُ
اِبۡلِیۡسَ اَجۡمَعُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan surga akan didekatkan bagi orang-orang
yang bertakwa, dan Jahannam
akan ditampakkan dengan jelas kepada orang-orang
yang sesat. Dan akan dikatakan kepada mereka: “Di manakah mereka yang kamu sembah selain Allah? Dapatkah mereka
menolong kamu atau menolong diri
mereka sendiri?” Lalu mereka akan
dijungkirkan ke dalamnya, mereka dan orang-orang
yang sesat, dan lasykar-lasykar iblis semuanya.
(Asy-Syu’ara [26]:91-96).
Nafs
Muthmainnah (Jiwa yang Tentram) & “Surga”
Kata-kata
وَ اُزۡلِفَتِ الۡجَنَّۃُ لِلۡمُتَّقِیۡنَ --
“Dan surga akan didekatkan bagi
orang-orang yang bertakwa” berarti
bahwa orang-orang bertakwa akan
diberi kemampuan-kemampuan baru lagi lebih baik untuk menikmati nikmat surga di dalam kehidupannya di dunia ini juga, sebab
bagi mereka Allah Swt. menjanjikan dua surga, firman-Nya:
وَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّہٖ
جَنَّتٰنِ ﴿ۚ﴾
Dan bagi orang yang takut akan
Keagungan Rabb-nya (Tuhan-nya) ada dua surga. (Ar-Rahmān
[55]:47).
Kata “dua surga” dapat berarti: (1) ketenteraman pikiran yang merupakan hasil menjalani kehidupan yang baik, dan (2) kebebasan dari kekhawatiran dan kecemasan yang mencekam hati akibat
menjalani hidup mengejar kesenangan
dan kebahagiaan duniawi.
Kebun
surgawi pertama
terdapat di dunia ini dalam hal
melepaskan keinginan sendiri (hawa-nafsu)
karena Allah Swt., dan kebun surgawi lainnya dalam memperoleh berkat dan keridhaan Ilahi di akhirat.
Seorang mukmin sejati selama-lamanya berjemur di dalam sinar matahari rahmat Ilahi di dunia
ini, yang tidak dapat diusik oleh pikiran-pikiran
susah. Inilah surga dunia, yang
dianugerahkan kepada hamba Allah yang
bertakwa dan di dalamnya ia akan tinggal selamanya, yakni bagi hamba-hamba Allah yang telah
mencapai tingkatan ruhani nafs muthmainnah (jiwa yang tentram), firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾
ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai
jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Tuhan eng-kau, engkau ridha kepada-Nya
dan Dia pun ridha kepada engkau. Maka masuklah dalam golong-an hamba-hamba-Ku,
dan
masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [89]:28-31).
Ayat-ayat
ini mengisyaratkan kepada tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika
manusia ridha kepada Tuhan-nya dan Tuhan pun ridha kepadanya
(QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal
terhadap segala macam kelemahan akhlak,
diperkuat dengan kekuatan ruhani yang
khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanpa
Dia. Di dunia inilah -- dan bukan
sesudah mati -- perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.
Inilah
salah satu makna perintah Allah Swt. kepada “laki-laki
pemberani” dalam ayat قِیۡلَ ادۡخُلِ الۡجَنَّۃَ -- “masuklah ke dalam surga” (QS.36:27), sebab hamba Allah
tersebut -- yakni Mirza Ghulam
Ahmad a.s. -- telah mencapai tingkatan tertinggi dari keempat martabat
keruhanian yang disediakan Allah Swt. bagi para pecinta sejati Nabi
Besar Muhammad saw., yakni kenabian (QS.3:32; QS.4:70-71).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 30 Januari 2014
Subhanallah Alhamdulillah Allahuakbar. Jaza kumullah ahsanal jaza Abah Ki langlangbuana
BalasHapus