Selasa, 04 Maret 2014

"Pengaduan" Nabi Nuh a.s. Kepada Allah Swt. Mengenai Kedegilan Hati Kaumnya & Ucapan Penuh Rahmat Nabi Besar Muhammad Saw. Ketika terluka Parah Dalam Perang Uhud



  بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  165

“Pengaduan”  Nabi Nuh a.s. Kepada Allah Swt. Mengenai Kedegilan Hati Kaumnya & Ucapan Penuh Rahmat Nabi  Besar Muhammad Saw. Ketika terluka Parah  Dalam Perang Uhud

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada  akhir Bab sebelumnya  telah dikemukakan  persamaan ucapan “dua orang laki-laki pemberani” yang berbeda zaman, firman-Nya:
وَ یٰقَوۡمِ مَا لِیۡۤ  اَدۡعُوۡکُمۡ  اِلَی النَّجٰوۃِ وَ تَدۡعُوۡنَنِیۡۤ   اِلَی  النَّارِ ﴿ؕ﴾ تَدۡعُوۡنَنِیۡ  لِاَکۡفُرَ بِاللّٰہِ وَ اُشۡرِکَ بِہٖ مَا لَیۡسَ لِیۡ بِہٖ عِلۡمٌ ۫ وَّ اَنَا  اَدۡعُوۡکُمۡ  اِلَی الۡعَزِیۡزِ  الۡغَفَّارِ ﴿﴾ لَا جَرَمَ  اَنَّمَا تَدۡعُوۡنَنِیۡۤ  اِلَیۡہِ لَیۡسَ لَہٗ دَعۡوَۃٌ  فِی الدُّنۡیَا وَ لَا فِی الۡاٰخِرَۃِ  وَ اَنَّ مَرَدَّنَاۤ  اِلَی اللّٰہِ وَ اَنَّ الۡمُسۡرِفِیۡنَ ہُمۡ اَصۡحٰبُ النَّارِ ﴿﴾ فَسَتَذۡکُرُوۡنَ مَاۤ  اَقُوۡلُ لَکُمۡ ؕ وَ اُفَوِّضُ اَمۡرِیۡۤ  اِلَی اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ ﴿﴾
Dan hai kaumku, betapa keadaanku, aku mengajak kamu kepada keselamatan sedangkan kamu mengajak aku kepada Api.   Kamu menyeru aku supaya aku kafir kepada Allah dan menyekutukan-Nya yang  mengenainya aku sekali-kali tidak memiliki pengetahuan,  sedang aku mengajak kamu kepada Dzat Yang Maha Perkasa, Maha Pengampun.  Tidak ragu lagi bahwasanya apa yang kamu mengajakku kepadanya tidak mempunyai seruan  yang berpengaruh di dunia dan tidak pula di akhirat, dan bahwa  tempat kembali kami kepada Allah,  dan bahwa orang-orang yang melampaui batas mereka itulah penghuni Api.  Maka kamu segera akan ingat apa yang aku katakan kepada kamu, sedangkan aku menyerahkan urusanku kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Al-Mu’mīn [40]:42-44).
 Makna kalimat  apa yang kamu mengajak aku kepadanya” dalam ayat   لَا جَرَمَ  اَنَّمَا تَدۡعُوۡنَنِیۡۤ  اِلَیۡہِ لَیۡسَ لَہٗ دَعۡوَۃٌ  فِی الدُّنۡیَا وَ لَا فِی الۡاٰخِرَۃِ    -- “Tidak ragu lagi bahwasanya apa yang kamu mengajakku kepadanya tidak mempunyai seruan  yang berpengaruh di dunia dan tidak pula di akhirat”, yakni tidak pantas diseru; tidak semestinya diseru; tidak mempunyai hak atau tuntutan untuk diseru.

Persamaan Makna Ucapan “Dua laki-laki Pemberani” yang Berbeda Zaman

   Hal yang menarik adalah, bahwa da’wah “laki-laki pemberani” yang muncul di Akhir Zaman ini dalam ayat-ayat sebelumnya diawali dengan seruan   یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ  -- “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul  itu.      اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ    --  Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk” dan diakhiri dengan seruan  اِنِّیۡۤ   اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ   فَاسۡمَعُوۡنِ  -- “Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan) kamu  maka dengarlah aku.” Firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ  رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَا لِیَ  لَاۤ  اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ وَ  اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾ ءَاَتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ  اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا  وَّ لَا  یُنۡقِذُوۡنِ ﴿ۚ﴾ اِنِّیۡۤ   اِذًا  لَّفِیۡ  ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ اِنِّیۡۤ   اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ   فَاسۡمَعُوۡنِ ﴿ؕ﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul  itu.  Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.   Dan mengapakah aku tidak menyembah Tuhan Yang menciptakan diriku  dan  Yang kepada-Nya  kamu akan dikembalikan?  Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu kemudaratan bagiku  syafaat mereka itu  tidak akan bermanfaat bagiku sedikit pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku?    Sesungguhnya jika aku berbuat demikian niscaya berada dalam kesesatan yang nyata.    Sesungguhnya aku beriman kepada Rabb (Tuhan) kamu  maka dengarlah aku.” (Yā Sīn [36]:21-25). 
     Sedangkan da’wah  laki-laki pemberani” dari kalangan keluarga Fir’aun  sekali pun   mengatakan “hai kaumku”,  tetapi diikuti dengan kalimat “ikutilah aku”, yakni  یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوۡنِ اَہۡدِکُمۡ  سَبِیۡلَ  الرَّشَادِ  -- “Hai kaumku, ikutilah aku. Aku akan menunjukkan kepada kamu jalan yang benar”,  dan di akhiri dengan ucapan:
فَسَتَذۡکُرُوۡنَ مَاۤ  اَقُوۡلُ لَکُمۡ ؕ وَ اُفَوِّضُ اَمۡرِیۡۤ  اِلَی اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ
Maka kamu segera akan ingat apa yang aku katakan kepada kamu, sedangkan aku menyerahkan urusanku kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Al-Mu’mīn [40]:44).
      Kalimat فَاسۡمَعُوۡن -- “maka dengarlah aku” yang dikatakan “laki-laki pemberani” di Akhir Zaman memiliki makna yang sama dengan kalimat  فَسَتَذۡکُرُوۡنَ مَاۤ  اَقُوۡلُ لَکُمۡ ؕ    -- “Maka kamu segera akan ingat apa yang aku katakan kepada kamu yang dikatakan “laki-laki pemberani” dari kalangan keluarga Fir’aun, sebab pada hakikatnya para penentang Rasul Allah tersebut tidak mau mendengar  da’wah  atau  tidak  mempercayai da’wah yang disampaikan Rasul Allah yang diutus kepada mereka.

 “Pengaduan”   Nabi Nuh a.s. kepada Allah Swt. 

      Sehubungan dengan hal tersebut, berikut  adalah “pengaduan”  Nabi Nuh a.s. kepada Allah Swt. tentang kedegilan hati dan ketegaran  tengkuk kaum beliau terhadap da’wah yang beliau lakukan, firman-Nya:
قَالَ  رَبِّ  اِنِّیۡ  دَعَوۡتُ قَوۡمِیۡ لَیۡلًا وَّ نَہَارًا ۙ﴿﴾  فَلَمۡ   یَزِدۡہُمۡ دُعَآءِیۡۤ   اِلَّا  فِرَارًا ﴿﴾  وَ  اِنِّیۡ کُلَّمَا دَعَوۡتُہُمۡ  لِتَغۡفِرَ لَہُمۡ جَعَلُوۡۤا  اَصَابِعَہُمۡ  فِیۡۤ  اٰذَانِہِمۡ وَ اسۡتَغۡشَوۡا ثِیَابَہُمۡ وَ اَصَرُّوۡا وَ اسۡتَکۡبَرُوا اسۡتِکۡبَارًا ۚ﴿﴾  ثُمَّ   اِنِّیۡ  دَعَوۡتُہُمۡ  جِہَارًا ۙ﴿﴾   ثُمَّ  اِنِّیۡۤ  اَعۡلَنۡتُ لَہُمۡ وَ اَسۡرَرۡتُ لَہُمۡ اِسۡرَارًا ۙ﴿﴾  فَقُلۡتُ اسۡتَغۡفِرُوۡا رَبَّکُمۡ ؕ اِنَّہٗ کَانَ غَفَّارًا ﴿ۙ﴾
Ia (Nuh)  berkata: “Hai  Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,  tetapi  seruanku tidak menambah mereka melainkan lari menjauh.  Dan sesungguhnya setiap kali aku berseru kepada mereka agar Engkau memaafkan mereka, mereka memasukkan jari-jarinya ke dalam telinganya  dan menutupkan  pakaian mereka,  dan mereka gigih dalam kekafiran dan mereka sangat menyombongkan diri. Kemudian sesungguhnya aku menyeru mereka secara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku telah menyeru  secara terbuka kepada mereka dan mengimbau mereka secara sembunyi-sembunyi, lalu aku berkata: “Mohonlah ampun kepada Rabb (Tuhan) kamu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan atas kamu hujan dengan lebat,  dan Dia akan membantu kamu dengan harta dan anak-anak dan Dia akan menjadikan bagimu kebun-kebun dan akan menjadikan bagimu sungai-sungai. Apakah yang terjadi dengan diri kamu bahwa kamu tidak mengharapkan kemuliaan dari Allāh?  (Nuh [71]:6-12).
   Kata-kata  kiasan  istaghsyau tsiyābahum  (menutupkan  pakaian mereka) berarti mereka menolak mendengarkan Amanat Ilahi. Mereka menutup semua jalan ke dalam hati mereka terhadap Amanat Ilahi itu. Tsiyāb artinya “segala hati” (Lexicon Lane).
 Jadi,  Nabi Nuh a.s.  dalam memenuhi kewajibannya sebagai Rasul Allah, beliau semaksimal mungkin telah  menggunakan segala sarana  dan cara yang ada pada diri beliau guna membuat kaum beliau mau mendengarkan Amanat Ilahi. Tetapi kaum beliau sama-sama bertekad tidak mau menghiraukan Amanat Ilahi  yang disampaikan Nabi Nuh a.s. kepada mereka:  وَ اَصَرُّوۡا وَ اسۡتَکۡبَرُوا اسۡتِکۡبَارًا – “dan mereka gigih dalam kekafiran dan mereka sangat menyombongkan diri.”

Berhala-berhala Sembahan Kaum Nabi Nuh a.s.

Lebih lanjutnya Nabi Nuh a.s. berkata mengenai kedegilan kaum beliau   dalam mempertahankan kemusyrikan mereka:
قَالَ نُوۡحٌ  رَّبِّ اِنَّہُمۡ عَصَوۡنِیۡ وَ اتَّبَعُوۡا مَنۡ لَّمۡ  یَزِدۡہُ  مَالُہٗ وَ وَلَدُہٗۤ  اِلَّا خَسَارًا ﴿ۚ﴾ وَ مَکَرُوۡا مَکۡرًا کُبَّارًا ﴿ۚ﴾ وَ قَالُوۡا لَا تَذَرُنَّ  اٰلِہَتَکُمۡ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّ لَا سُوَاعًا ۬ۙ وَّ لَا یَغُوۡثَ وَ یَعُوۡقَ وَ نَسۡرًا ﴿ۚ﴾ وَ قَدۡ  اَضَلُّوۡا کَثِیۡرًا ۬ۚ وَ لَا تَزِدِ الظّٰلِمِیۡنَ  اِلَّا ضَلٰلًا ﴿﴾ مِمَّا خَطِیۡٓــٰٔتِہِمۡ  اُغۡرِقُوۡا فَاُدۡخِلُوۡا نَارًا ۬ۙ  فَلَمۡ یَجِدُوۡا  لَہُمۡ  مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَنۡصَارًا ﴿﴾
Nuh berkata: “Hai Rabb-ku (Tuhan-ku), mereka sesungguhnya telah mendurhakai aku, dan mengikuti orang-orang yang hartanya dan keturunannya tidak menambah kepadanya selain kerugian. Dan mereka telah merencanakan makar buruk yang besar,  dan mereka berkata:  Janganlah kamu meninggalkan tuhan-tuhanmu, dan janganlah meninggalkan Wadd dan jangan pula Suwa’, dan jangan pula Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” Dan   sungguh  mereka telah menyesatkan banyak orang, dan Eng-kau tidak akan menambah bagi orang-orang zalim kecuali kesesatan.” Disebabkan dosa-dosa mereka, mereka ditenggelamkan dan dimasukkan ke dalam Api, dan mereka tidak mendapati bagi mereka penolong-penolong selain Allah.  (Nuh [71]:22-26). 
       Wadd adalah suatu berhala yang disembah oleh Banu Kalb di Daumat-al-Jandal. Berhala itu berbentuk seorang laki-laki, melambangkan tenaga kejantanan. Suwa’ adalah suatu berhala Banu Hudzail, bentuknya seperti perempuan, melambangkan kecantikan perempuan. Yaghuts adalah berhala suku Murad, dan Ya’uq dalam bentuk kuda, disembah oleh suku Hamdan., sedangkan  Nasr, berhala suku Dzu’l-Kila’, bentuknya seperti seekor burung garuda atau ruak-ruak pemakan bangkai, melambangkan hidup panjang dan pengertian mendalam.
 Kaum Nabi Nuh a.s.  bergelimang dalam kemusyrikan. Mereka mempunyai banyak berhala, lima di antaranya yang disebutkan di dalam ayat ini adalah yang termasyhur. Orang-orang Arab, beberapa abad kemudian, diduga telah membawa berhala-berhala itu dari Irak.
   Hubal, berhala mereka yang paling masyhur dibawa dari Siria oleh ‘Amir bin Lohay. Berhala-berhala mereka yang utama ialah, Lat, Manat dan Uzza (QS.53:20-24) Atau, mereka mungkin menamakan berhala-berhala mereka sendiri dengan nama berhala-berhala suku Nabi Nuh a.s. , karena kedua bangsa itu tinggal tidak berjauhan antara satu sama lain dan memang perhubungan umum ada di antara kedua bangsa itu.

Ucapan  Penuh Rahmat Nabi Besar Muhammad saw. Ketika Terluka Parah dalam Perang Uhud

Tiada yang mustahil atau di luar kemungkinan bahwa kedua bangsa yang musyrik itu, mempunyai nama-nama yang sama bagi berhala-berhala mereka. Selanjutnya  Allah Swt. berfirman mengenai doa Nabi Nuh a.s.:
وَ قَالَ نُوۡحٌ رَّبِّ لَا تَذَرۡ عَلَی الۡاَرۡضِ مِنَ  الۡکٰفِرِیۡنَ دَیَّارًا ﴿﴾ اِنَّکَ اِنۡ تَذَرۡہُمۡ یُضِلُّوۡا عِبَادَکَ وَ لَا یَلِدُوۡۤا  اِلَّا  فَاجِرًا کَفَّارًا﴿﴾ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ  وَ لِوَالِدَیَّ  وَ لِمَنۡ دَخَلَ بَیۡتِیَ  مُؤۡمِنًا وَّ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ ؕ وَ لَا تَزِدِ الظّٰلِمِیۡنَ  اِلَّا تَبَارًا ﴿٪﴾ 
Dan Nuh berkata: “Hai Rabb-ku (Tuhan-ku), janganlah Engkau membiarkan di atas bumi penghuni dari kalangan orang-orang kafir. Sesungguhnya jika Engkau membiarkan mereka, mereka akan menyesatkan hamba-hamba Engkau dan mereka tidak akan melahirkan kecuali orang-orang berdosa lagi kafir. (Nuh [71]:27-28). 
  Nabi-nabi Allah sarat dengan nilai-nilai kebajikan manusiawi. Doa Nabi Nuh a.s. menunjukkan bahwa perlawanan terhadap beliau tentu berlangsung sangat lama, gigih, dan tidak kunjung berkurang, dan bahwa segala usaha beliau membawa kaum beliau kepada jalan lurus telah kandas dan gagal serta tidak ada kemungkinan yang tinggal untuk penambahan lebih lanjut jumlah pengikut yang kecil itu, dan pula bahwa para penentang beliau telah melampaui batas-batas yang wajar dalam menentang dan menganiaya beliau dengan para pengikut beliau, dan dalam berkecimpung di dalam perbuatan-perbuatan jahat. Keadaan telah begitu jauh sehingga seorang yang begitu berpembawaan kasih sayang seperti Nabi Nuh a.s.. terpaksa mendoa buruk untuk kaum beliau.
  Dalam keadaan yang sama, sikap  Nabi Besar Muhammad saw.   terhadap para penentang beliau saw. menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Dalam pertempuran Uhud, ketika dua buah gigi beliau  saw. patah dan beliau saw. terluka parah serta darah beliau mengucur dengan derasnya, tetapi walau demikian kata-kata yang keluar dari mulut  penuh berkat  Nabi Besar Muhammad saw.   adalah:  Betapa suatu kaum akan memperoleh keselamatan, sedang mereka telah melukai nabi mereka dan melumuri mukanya dengan darah, karena kesalahan yang tidak lain selain ia telah mengajak mereka kepada Tuhan. Ya, Tuhan-ku, ampunilah kiranya kaumku ini, sebab mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat” (Zurqani dan Hisyam).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,   29 Januari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar