بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم
Khazanah Ruhani Surah
Shād
Bab
181
Jaminan Allah Swt. Mengenai Pemeliharaan Al-Quran dan Pembukaan Khazanah Ruhaninya yang Tak Terbatas
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
P
|
ada akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai pemberitahuan
hal-hal gaib Allah Swt. melalui melalui
Rasul Allah -- dan
di Akhir Zaman ini adalah melalui Mirza
Ghulam Ahmad a.s., dimana beliau
-- baik dalam kapasitasnya
sebagai Imam Mahdi a.s. “Hakim
yang adil” yang akan memberikan keputusan
atas dasar petunjuk wahyu Ilahi
mengenai perselisihan pendapat di
kalangan umat Islam (QS.5:55); mau
pun dalam kapasitasnya sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. yang menyeru seluruh umat beragama ke dalam agama
hakiki yakni agama Islam (Al-Quran – QS.3:20) sebagaimana yang difahami dan diamalkan (disunnahkan) oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32;
QS.33:22) -- telah mengemukakan
berbagai makrifat Ilahi serta rahasia-rahasia
gaib Ilahi lainnya sebagaimana dikemukakan firman Allah Swt. berikut ini:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی
مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ
لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ
مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ اَجۡرٌ
عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di dalam
keadaan kamu berada di dalamnya hingga Dia
memisahkan yang buruk dari yang baik.
Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu
ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
Masalah Rahasia Gaib Ketuhanan
Sepenuhnya Wewenang Allah Swt.
Ayat ini maksudnya
adalah bahwa percobaan dan kemalangan
yang telah dialami kaum Muslimin
hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka, dan
percobaan-percobaan itu akan
terus-menerus datang, hingga orang-orang
beriman sejati, akan benar-benar
dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman (QS.9:16; QS.29:3).
Kata-kata وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ
رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- “tetapi
Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki” itu tidaklah berarti bahwa
sebagian rasul-rasul terpilih dan
sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang
ditetapkan Allah Swt. sebagai
rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan
yang kepadanya Allah Swt. akan membukakan rahasia-rahasia gaib-Nya -- sebagaimana kepada Adam (Khalifah Allah) Swt. mengajari rahasia
nama-nama-Nya (QS.2:31-35) –
firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ
ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ اَنۡ
قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ
رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang
mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia
gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya baris-an pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya
Dia mengetahui bahwa sungguh
mereka telah menyampaikan
Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka,
dan Dia meliputi semua yang ada
pada mereka dan Dia membuat
perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar
‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan
dengan sering dan secara berlimpah-limpah
mengenai rahasia gaib bertalian
dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.
Ayat ini merupakan ukuran
yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia
gaib yang dibukakan kepada seorang rasul
Allah dan rahasia-rahasia gaib
yang dibukakan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar
‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas
yang gaib, maka rahasia-rahasia
yang diturunkan kepada orang-orang
bertakwa dan orang-orang suci
lainnya tidak menikmati kehormatan
serupa itu.
Tambahan pula wahyu Ilahi
yang dianu-gerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan
oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan
kepada orang-orang bertakwa lainnya
tidak begitu terpelihara.
Jaminan Pemeliharaan Allah Swt.
Wahyu Ilahi yang diwahyukan melalui Malaikat Jibril a.s.
kepada rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya
terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh
mereka. Itulah sebabnya wahyu Ilahi
kepada Rasul Allah Swt. – terutama wahyu Al-Quran – benar-benar mendapat penjagaan khusus Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Kami-lah Yang menurunkan
peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah
pemeliharanya. (Al-Hijr
[15]:10).
Janji mengenai perlindungan dan penjagaan
Al-Quran yang diberikan dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat
menakjubkan, sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya,
kenyataan ini saja niscaya sudah cukup membuktikan bahwa Al-Quran
itu berasal dari Allah Swt., bukan gubahan
Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana yang dituduhkan
para penentang Islam (QS.25:5-7).
Surah Al-Hijr ini diturunkan di Mekkah (Noldeke pun mengakuinya), ketika
kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. .
beserta para pengikut beliau saw. sangat morat-marit keadaannya,
dan musuh-musuh dengan mudah dapat
menghancurkan agama baru itu. Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan
segala tipu-daya mereka sebab Dia Sendirilah Penjaganya.
Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan
musuh benar-benar kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat
dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan,
serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan
yang sempurna. Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan.
Sir William Muir, sarjana ahli kritik yang tersohor, karena sikapnya
memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat
menetapkan berdasarkan dugaan yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam
Al-Quran itu asli dan merupakan gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami
perubahan ...................... Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran
maupun dari luar, bahwa kita memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan
pergunakan ...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak
mengalami perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah
membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).
Prof. Noldeke, ahli ketimuran
besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya
sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia Britannica.). Kebalikannya,
kegagalan mutlak dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari
kelemahan dalam kemurnian teks Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran
da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab
suci yang diwahyukan, hanya Al-Quran
saja yang seluruhnya tetap kebal dari
penyisipan atau campur-tangan manusia.
Kebutaan Mata Ruhani Para
Penentang Nabi Besar Muhammad Saw.
Namun demikian sudah merupakan Sunnatullāh, orang-orang yang buta mata ruhaninya tersebut tetap
saja mendustakan Nabi Besar Muhammad
saw. dan Al-Quran, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اَرۡسَلۡنَا مِنۡ
قَبۡلِکَ فِیۡ شِیَعِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾ کَذٰلِکَ نَسۡلُکُہٗ
فِیۡ قُلُوۡبِ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ
بِہٖ وَ قَدۡ خَلَتۡ سُنَّۃُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul
sebelum engkau kepada umat-umat yang terdahulu. Dan sekali-kali tidak datang kepada mereka
seorang rasul pun melainkan mereka
selalu memperolok-olokkannya. Demikianlah Kami memasukkan kebiasaan buruk ini ke dalam hati orang-orang yang berdosa. Mereka itu tidak
beriman kepada Al-Quran ini,
sekalipun telah berlalu sebelum mereka contoh orang-orang yang terdahulu. (Al-Hijr
[15]:11-14).
Kata ganti “ini” dalam ayat کَذٰلِکَ نَسۡلُکُہ -- “Demikianlah
Kami memasukkan kebiasaan buruk ini” menunjuk kepada kebiasaan orang-orang
kafir yang suka melecehkan dan mencemoohkan nabi-nabi Allah seperti
tersebut dalam ayat sebelumnya.
Demikian pekatnya kebutaan mata ruhani mereka akibat kebencian
dan kejahilan mereka, sehingga sekali
pun Allah Swt. berkenan membukakan “pintu-pintu
langit ruhani” kepada mereka namun mereka tetap menafsirkannya secara negative
sesuai keinginan hawa-nafsu mereka, ,
firman-Nya:
وَ لَوۡ فَتَحۡنَا عَلَیۡہِمۡ بَابًا مِّنَ السَّمَآءِ فَظَلُّوۡا
فِیۡہِ یَعۡرُجُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لَقَالُوۡۤا
اِنَّمَا سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ نَحۡنُ قَوۡمٌ مَّسۡحُوۡرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan seandainya Kami membukakan bagi mereka
sebuah pintu langit ruhani dan mereka terus saja naik melaluinya, pasti mereka akan berkata: “Mata kami saja yang dikaburkan (dikacaukan),
bahkan kami orang-orang yang kena sihir.” (Al-Hijr
[15]:15-16).
Ayat ini dapat diartikan, bahwa
jika Allah Swt. berkenan
membukakan pintu-pintu gerbang rahmat-Nya
dan menjauhkan siksaan, maka bukannya
menghadap kepada Dia sebagai tanda syukur
kepada Allah Swt., orang-orang kafir itu
malahan menjadi sibuk dalam mengejar kesejahteraan
dan kesenangan duniawi.
Keadaan
orang-orang kafir telah menjadi
demikian rupa terasing dari urusan-urusan ruhani, sehingga
seandainya pun mereka menikmati pengalaman-pengalaman
ruhani yang telah dialami oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan karenanya memperoleh beberapa kasyaf (penglihatan gaib dalam keadaan
sadar) mengenai ketinggian keruhanian
yang telah dicapai oleh beliau saw., mereka juga tidak akan percaya dan hanya akan berkata bahwa mereka telah
menjadi korban sihir atau tenung. Benarlah firman-Nya berikut ini:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ
حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ
شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ
لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ
یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ
زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ
شَآءَ رَبُّکَ
مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat
kepada mereka, orang-orang yang
telah mati berbicara dengan
mereka, dan Kami mengumpul-kan
segala sesuatu berhadap-hadapan di
depan mereka, mereka sekali-kali tidak
akan beriman, kecuali jika Allah
menghendaki, tetapi kebanyakan
mereka berlaku jahil. Dan dengan
cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata in-dah untuk mengelabui,
dan jika Rabb (Tuhan) engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan. Dan
supaya hati orang-orang yang tidak
beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka
menyukainya dan supaya mereka mengusahakan
apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām [6]:111-113).
Makna “Syaitan-syaitan” dari Kalangan Ins
dan Jin
Salah satu tugas malaikat-malaikat adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak
mereka kepada kebenaran (QS.41:32-33).
Kadangkala mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi dan kasyaf-kasyaf
(QS.42:52-54). Orang-orang bertakwa
yang sudah meninggal dunia nampak kepada manusia dalam mimpi untuk membenarkan
pendakwaan nabi-nabi.
Ada satu cara lain yaitu orang-orang
yang sudah mati bercakap-cakap kepada manusia. Bila suatu umat yang secara ruhani sudah mati mereka dihidupkan
kembali untuk memperoleh kehidupan ruhani
baru oleh ajaran nabi Allah yang datang kepada mereka, kelahiran-baru ruhani mereka itu
seakan-akan berbicara kepada orang-orang kafir dan memberikan persaksian terhadap kebenaran pendakwaan nabi Allah tersebut.
Ada pun makna ayat وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا -- “dan Kami mengumpulkan segala
sesuatu berhadap-hadapan di
depan mereka”, kalimat itu menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda
alam yang memberi kesaksian terhadap
kebenaran pendakwaan seorang nabi Allah – termasuk di Akhir Zaman -- dalam bentuk gempa, wabah, kelaparan, peperangan, dan azab-azab lainnya.
Dengan demikian alam sendiri nampaknya murka terhadap orang-orang yang ingkar; yakni unsur-unsur alam itu sendiri memerangi
mereka, itulah makna lain dari “sujudnya” para malaikat kepada Adam
(Khalifah Allah/Rasul) ketika Allah Swt.
memerintahkan mereka untuk “sujud” (patuh-taat) kepadanya (QS.2:31-35; QS.7:12;
QS.15:30-31; QS.17:62; QS.18:51; QS.20:117; QS.38:73-74), sebab para malaikat itulah yang ditugaskan
Allah Swt. untuk “mengendalikan” semua unsur alam semesta.
Atas dasar kenyataan itu pulalah Allah Swt. telah menyatakan dalam
Al-Quran bahwa Dia tidak pernah
menimpakan azab-Nya kepada manusia sebelum terlebih dulu kepada mereka
Allah Swt. mengutus Rasul Allah
yang kedatangannya dijanjikan (QS.6:132;
QS.11:113; QS.17:16; QS.20:135; QS.26:209; 28:60).
Kata-kata manusia dan jin dalam ayat وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا
لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ -- “Dan dengan cara demikian Kami telah menjadikan
musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan
di antara ins (manusia) dan jin” dan juga yang terdapat pada banyak tempat dalam
ayat-ayat Al-Quran, bukan berarti ada dua jenis makhluk Allah yang berlainan dengan manusia, melainkan dua
golongan makhluk manusia juga, ins
(manusia) mengisyaratkan kepada orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan jin dikatakan kepada orang-orang besar (para pemuka kaum) yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata (ins) dan tidak berbaur
dengan mereka, boleh dikatakan tinggal tersembunyi
dari penglihatan umum.
Khazanah Ruhani Al-Quran yang Tidak
terbatas
Kembali kepada masalah jaminan pemeliharaan
wahyu Al-Quran, dalam firman-Nya sebelum ini:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Kami-lah Yang menurunkan
peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah
pemeliharanya. (Al-Hijr
[15]:10).
Pemeliharaan
Allah Swt. terhadap Al-Quran dan ajaran Islam yang difahami dan disunnahkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw. tersebut
bukan hanya dalam segi teks Al-Quran
saja, tetapi juga meliputi pemeliharaan makna-makna
hakiki serta hikmah-hikmah yang terkandung
dalam ayat-ayat Al-Quran serta
pembukaan khazanah-khazanah baru
ruhaninya sesuai kebutuhan zaman, berikut firman-Nya
mengenai khazanah tak terbatas yang
terkandung dalam benda-benda di alam semesta jasmani ini:
وَ اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ مَا
نُنَزِّلُہٗۤ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾
Dan tidak ada suatu pun benda melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang
tidak terbatas, dan Kami sama sekali tidak menurunkannya
melainkan dalam kadar (ukuran) yang
tertentu. (Al-Hijr [15]:22).
Allah
Swt. memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu
dalam jumlah yang tidak terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya yang tidak berhingga, Dia
mengarahkan pikiran atau otak manusia kepada satu benda yang tertentu, hanya bilamana
timbul suatu keperluan yang
sesungguhnya akan benda itu.
Seperti halnya alam semesta kebendaan, Al-Quran merupakan alam semesta keruhanian, di mana tersembunyi khazanah-khazanah ilmu keruhanian yang dibukakan kepada manusia
sesuai dengan keperluan zaman.
Mengisyaratkan kepada hal itulah firman-Nya berikut ini keada Nabi Besar
Muhammad saw.:
قُلۡ لَّوۡ
کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ
الۡبَحۡرُ قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ
لَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah: "'Seandainya lautan menjadi tinta untuk menuliskan
kalimat-kalimat Rabb (Tuhan-ku), niscaya
lautan itu akan habis sebelum
kalimat-kalimat Rabb (Tuhan-ku) habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai
tambahannya. (Al-Kahf
[18]:110).
Firman-Nya lagi:
وَ لَوۡ اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ اَقۡلَامٌ
وَّ الۡبَحۡرُ یَمُدُّہٗ
مِنۡۢ بَعۡدِہٖ سَبۡعَۃُ
اَبۡحُرٍ مَّا نَفِدَتۡ کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan seandainya pohon-pohon di bumi ini menjadi
pena dan laut ditambahkan kepadanya sesudahnya tujuh laut menjadi tinta, kalimat
Allah sekali-kali tidak akan habis. Se-sungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (Luqman [31]:28).
Bilangan “7” dan “70” digunakan dalam bahasa
Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan benar-benar “tujuh” dan “tujuh
puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim.
Pembualan yang Sia-sia
Bangsa-bangsa
Kristen dari barat membanggakan
diri atas penemuan-penemu-an dan hasil-hasil mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan, dan nampaknya mereka
dikuasai anggapan keliru bahwa mereka telah berhasil mengetahui
seluk-beluk rahasia-rahasia takhliq
(penciptaan) itu sendiri.
Hal itu hanya pembualan yang sia-sia belaka. Rahasia-rahasia
Tuhan tidak ada habisnya (tidak
terbatas) dan tidak dapat diselami sehingga apa yang telah mereka temukan
sampai sekarang, dan apa yang nanti akan ditemukan dengan segala susah payah,
jika dibandingkan dengan rahasia-rahasia
Allah belumlah merupakan setitik
pun air dalam samudera.
Demikian pula merupakan pembualan pula mereka yang mengatakan bahwa karena Nabi Besar
Muhammad saw. telah bersabda ‘ulamā-u
ummatiy kal-anbiyā-i banī Isrāīla (para ’ulama
umatku seperti nabi-nabi Bani Israil) maka setelah Nabi Besar Muhammad
saw. tidak
perlu ada lagi nabi (rasul Allah), cukuplah dengan keberadaan para ‘ulama Islam. Kenapa demikian? Sebab:
(1) Allah Swt. dengan jelas telah mewasiyatkan kepada Bani Adam mengenai kesinambungan kedatangan para Rasul Allah dari kalangan mereka
(QS.7:35-37);
(2) Allah Swt. dalam Al-Quran telah
menyatakan mengenai dua kali pengutusan
Nabi Besar Muhammad saw. di masa awal
dan di masa akhir (QS.62:3-4);
(3)
Allah Swt. menyatakan bahwa yang akan mewujudkan kejayaan Islam kedua kali di
Akhir Zaman adalah Rasul Allah (QS.61:10), bukan ‘ulama.;
(4) Di Akhir
Zaman ini semua umat beragama sepakat
sedang menanti-nanti kedatangan Rasul
Allah dengan nama (sebutan) yang berbeda-beda (QS.77:1-14);
(5) Nabi Besar Muhammad saw. pun telah
bersabda mengenai kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau
misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58).
Dari Abu Hurairah r.a., katanya
Rasulullah saw. bersabda: “ Kayfa antum idzā nazala- bnu
maryama fīkum wa imāmukum minkum -- Bagaimana keadaan kamu apabila turun Ibnu Maryam di antara kamu dan menjadi
imam kamu di antara kamu” (Riwayat Abu
Hurairah r.a., dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan Musnad
Ahmad).
“Dari Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah saw. bersabda: “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya telah dekat masanya ‘Isa
anak Maryam akan turun di tengah-tengah kamu. Dia akan menjadi hakim yang
adil, akan dihancurkan salib, dibunuhnya babi,, dihapuskannya pajak, dan
kekayaan akan melimpah ruah, sehingga tidak seorang pun lagi yang bersedia
menerima pemberian”. (Shahih Bukhari & Shahih Muslim).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 13 Februari
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar