Jumat, 21 Maret 2014

Jamiman Allah Swt. Mengenai Pemeliharaan Al-Quran dan Pembukaan Khazanah Ruhaninya yang Tak terbatas



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡم

Khazanah Ruhani Surah  Shād

Bab  181

  Jaminan Allah Swt. Mengenai Pemeliharaan Al-Quran  dan Pembukaan Khazanah Ruhaninya yang Tak Terbatas

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
 
P
ada akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya mengenai pemberitahuan hal-hal gaib Allah Swt. melalui melalui Rasul Allah   --  dan di Akhir Zaman  ini adalah melalui  Mirza Ghulam Ahmad a.s.,    dimana beliau  --   baik dalam kapasitasnya sebagai Imam Mahdi a.s. Hakim yang adil” yang akan memberikan keputusan atas dasar petunjuk wahyu Ilahi mengenai perselisihan pendapat di kalangan umat Islam (QS.5:55); mau pun dalam kapasitasnya sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. yang menyeru seluruh umat beragama ke dalam agama hakiki  yakni agama Islam (Al-Quran – QS.3:20) sebagaimana yang difahami dan diamalkan (disunnahkan) oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22) --  telah mengemukakan berbagai  makrifat Ilahi   serta rahasia-rahasia gaib Ilahi lainnya sebagaimana  dikemukakan firman Allah Swt.  berikut ini:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya   hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran  [3]:180).

Masalah Rahasia Gaib Ketuhanan  Sepenuhnya Wewenang Allah Swt.

       Ayat ini maksudnya adalah  bahwa percobaan dan kemalangan yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman  sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman (QS.9:16; QS.29:3).
        Kata-kata    وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ  -- “tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki” itu tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt.    sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan  yang kepadanya Allah Swt. akan membukakan rahasia-rahasia gaib-Nya -- sebagaimana kepada Adam (Khalifah Allah) Swt. mengajari  rahasia  nama-nama-Nya (QS.2:31-35) – firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾   لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾  
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya baris-an pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat  Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
   Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.
 Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang   beriman  yang bertakwa lainnya.
  Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
  Tambahan pula wahyu Ilahi  yang dianu-gerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.

Jaminan Pemeliharaan Allah Swt.

      Wahyu Ilahi yang diwahyukan melalui Malaikat Jibril a.s. kepada  rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul Allah  itu membawa tugas dari Allah Swt.  yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka. Itulah sebabnya wahyu Ilahi kepada Rasul Allah Swt. – terutama wahyu Al-Quran – benar-benar mendapat penjagaan khusus Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.  (Al-Hijr [15]:10). 
        Janji mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya sudah cukup membuktikan  bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt., bukan gubahan Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana yang dituduhkan para penentang Islam (QS.25:5-7).
      Surah Al-Hijr ini diturunkan di Mekkah (Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. .  beserta para pengikut beliau saw. sangat morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama  baru itu. Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt.  akan menggagalkan segala tipu-daya mereka sebab Dia Sendirilah Penjaganya.
    Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh benar-benar kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan, serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan yang sempurna. Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan.
      Sir William Muir, sarjana ahli kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ...................... Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran maupun dari luar, bahwa kita memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan ...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).
         Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia Britannica.). Kebalikannya, kegagalan mutlak dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kemurnian teks Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya Al-Quran saja yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan manusia.

Kebutaan Mata Ruhani Para Penentang Nabi Besar Muhammad Saw.

       Namun demikian sudah merupakan Sunnatullāh, orang-orang yang buta mata ruhaninya tersebut tetap saja mendustakan Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ  اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ فِیۡ شِیَعِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾  کَذٰلِکَ نَسۡلُکُہٗ فِیۡ  قُلُوۡبِ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ قَدۡ خَلَتۡ سُنَّۃُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum engkau kepada umat-umat yang terdahulu.   Dan  sekali-kali tidak  datang kepada mereka seorang rasul pun melainkan mereka selalu  memperolok-olokkannyaDemikianlah Kami memasukkan kebiasaan buruk ini  ke dalam hati orang-orang yang berdosa.  Mereka itu  tidak beriman kepada Al-Quran ini, sekalipun telah berlalu sebelum mereka contoh orang-orang yang terdahulu. (Al-Hijr [15]:11-14). 
      Kata ganti “ini” dalam ayat  کَذٰلِکَ نَسۡلُکُہ  --  “Demikianlah Kami memasukkan kebiasaan buruk ini” menunjuk kepada kebiasaan orang-orang kafir yang suka melecehkan dan mencemoohkan nabi-nabi Allah seperti tersebut dalam ayat sebelumnya.
      Demikian pekatnya kebutaan mata ruhani mereka akibat kebencian dan kejahilan mereka, sehingga sekali pun Allah Swt. berkenan membukakan “pintu-pintu langit ruhani” kepada mereka namun mereka tetap menafsirkannya secara negative sesuai keinginan hawa-nafsu mereka, , firman-Nya:
وَ لَوۡ فَتَحۡنَا عَلَیۡہِمۡ بَابًا مِّنَ السَّمَآءِ فَظَلُّوۡا فِیۡہِ  یَعۡرُجُوۡنَ ﴿ۙ﴾  لَقَالُوۡۤا اِنَّمَا سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ نَحۡنُ قَوۡمٌ  مَّسۡحُوۡرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan seandainya Kami membukakan bagi mereka sebuah pintu  langit ruhani  dan mereka terus saja naik  melaluinya,  pasti mereka akan berkata: “Mata kami saja yang dikaburkan (dikacaukan), bahkan kami orang-orang  yang kena sihir.” (Al-Hijr [15]:15-16). 
      Ayat ini dapat diartikan, bahwa jika Allah Swt.   berkenan membukakan pintu-pintu gerbang rahmat-Nya dan menjauhkan siksaan, maka bukannya menghadap kepada Dia sebagai tanda syukur kepada Allah Swt.,  orang-orang kafir itu malahan menjadi sibuk dalam mengejar kesejahteraan dan kesenangan duniawi.
        Keadaan orang-orang kafir telah menjadi demikian rupa terasing dari urusan-urusan ruhani, sehingga seandainya pun mereka menikmati pengalaman-pengalaman ruhani yang telah dialami oleh Nabi Besar Muhammad saw.  dan karenanya memperoleh beberapa kasyaf (penglihatan gaib dalam keadaan sadar) mengenai ketinggian keruhanian yang telah dicapai oleh beliau saw., mereka juga tidak akan percaya dan hanya akan berkata bahwa mereka telah menjadi korban sihir atau tenung. Benarlah firman-Nya berikut ini:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ  یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang yang telah mati  berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpul-kan segala sesuatu berhadap-hadapan  di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka  berlaku jahil.    Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata in-dah untuk mengelabui, dan jika Rabb (Tuhan) engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan.   Dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan.  (Al-An’ām [6]:111-113).

Makna   Syaitan-syaitan” dari Kalangan  Ins dan Jin

   Salah satu tugas malaikat-malaikat  adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak mereka kepada kebenaran (QS.41:32-33). Kadangkala mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi dan kasyaf-kasyaf (QS.42:52-54). Orang-orang bertakwa yang sudah meninggal dunia nampak kepada manusia dalam mimpi untuk membenarkan pendakwaan nabi-nabi.
Ada satu cara lain yaitu orang-orang yang sudah mati bercakap-cakap kepada manusia. Bila suatu umat yang secara ruhani sudah mati mereka dihidupkan kembali untuk memperoleh kehidupan ruhani baru oleh ajaran nabi Allah  yang datang kepada mereka, kelahiran-baru ruhani mereka itu seakan-akan berbicara kepada orang-orang kafir dan memberikan persaksian terhadap kebenaran pendakwaan  nabi Allah tersebut.
 Ada pun makna ayat  وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا  -- “dan Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan  di depan mereka, kalimat itu menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda alam yang memberi kesaksian terhadap kebenaran  pendakwaan seorang nabi Allah – termasuk di Akhir Zaman  -- dalam bentuk gempa, wabah, kelaparan, peperangan, dan azab-azab lainnya.
 Dengan demikian alam sendiri nampaknya murka terhadap orang-orang yang ingkar; yakni unsur-unsur alam itu sendiri memerangi mereka, itulah makna lain  dari “sujudnya” para malaikat kepada Adam (Khalifah Allah/Rasul)  ketika Allah Swt. memerintahkan mereka untuk “sujud” (patuh-taat) kepadanya (QS.2:31-35; QS.7:12; QS.15:30-31; QS.17:62; QS.18:51; QS.20:117; QS.38:73-74), sebab para malaikat itulah yang  ditugaskan Allah Swt. untuk “mengendalikan” semua unsur  alam semesta.
 Atas dasar kenyataan  itu pulalah Allah Swt. telah menyatakan dalam Al-Quran bahwa Dia  tidak pernah menimpakan azab-Nya  kepada manusia sebelum terlebih dulu kepada mereka  Allah Swt. mengutus Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.6:132; QS.11:113; QS.17:16; QS.20:135; QS.26:209; 28:60).
  Kata-kata manusia dan jin  dalam ayat وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ    --  Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin” dan juga   yang terdapat pada banyak tempat dalam ayat-ayat Al-Quran,  bukan berarti ada dua jenis makhluk Allah yang berlainan dengan manusia, melainkan dua golongan makhluk manusia juga, ins (manusia)  mengisyaratkan kepada orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan  jin  dikatakan kepada orang-orang besar (para pemuka kaum) yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata (ins) dan tidak berbaur dengan mereka, boleh dikatakan tinggal tersembunyi dari penglihatan umum.

Khazanah Ruhani Al-Quran yang Tidak terbatas

     Kembali kepada masalah jaminan pemeliharaan wahyu Al-Quran, dalam firman-Nya sebelum ini:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.  (Al-Hijr [15]:10). 
       Pemeliharaan Allah Swt. terhadap Al-Quran dan ajaran Islam yang difahami dan disunnahkan oleh Nabi  Besar Muhammad saw. tersebut bukan hanya dalam segi teks Al-Quran saja, tetapi juga meliputi pemeliharaan makna-makna hakiki  serta hikmah-hikmah yang terkandung  dalam ayat-ayat Al-Quran serta pembukaan khazanah-khazanah baru ruhaninya sesuai  kebutuhan zaman, berikut firman-Nya mengenai khazanah tak terbatas yang terkandung dalam  benda-benda di alam semesta jasmani ini:
وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ ﴿﴾
Dan tidak ada suatu pun benda melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, dan  Kami sama sekali tidak menurunkannya melainkan dalam kadar (ukuran) yang tertentu. (Al-Hijr [15]:22).   
       Allah Swt.   memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu dalam jumlah yang tidak terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya yang tidak berhingga, Dia mengarahkan pikiran atau otak manusia kepada satu benda yang tertentu, hanya bilamana timbul suatu keperluan yang sesungguhnya akan benda itu.
     Seperti halnya alam semesta kebendaan, Al-Quran merupakan alam semesta keruhanian, di mana tersembunyi khazanah-khazanah ilmu keruhanian yang dibukakan kepada manusia sesuai dengan keperluan zaman. Mengisyaratkan kepada hal itulah firman-Nya berikut ini keada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ لَّوۡ کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ الۡبَحۡرُ  قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ لَوۡ  جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ  مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah: "'Seandainya lautan menjadi tinta untuk me­nuliskan kalimat-kalimat Rabb (Tuhan-ku), niscaya  lautan itu akan habis se­belum kalimat-kalimat Rabb (Tuhan-ku) habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai tambahannya.   (Al-Kahf [18]:110).
Firman-Nya lagi:
وَ لَوۡ اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ  اَقۡلَامٌ  وَّ  الۡبَحۡرُ  یَمُدُّہٗ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ سَبۡعَۃُ  اَبۡحُرٍ  مَّا نَفِدَتۡ  کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan  seandainya pohon-pohon  di bumi ini menjadi pena dan laut    ditambahkan kepadanya  sesudahnya tujuh laut menjadi tinta,  kalimat Allah sekali-kali tidak akan habis. Se-sungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Luqman [31]:28).
   Bilangan “7” dan “70” digunakan dalam bahasa Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan benar-benar “tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim.

Pembualan yang Sia-sia

   Bangsa-bangsa Kristen dari barat membanggakan diri atas penemuan­-penemu-an dan hasil-hasil mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan, dan nampaknya mereka dikuasai anggapan keliru  bahwa mereka telah berhasil mengetahui seluk-beluk rahasia-rahasia takhliq (penciptaan) itu sendiri.
 Hal itu hanya pembualan yang sia-sia belaka. Rahasia-rahasia Tuhan tidak ada habisnya (tidak terbatas) dan tidak dapat diselami sehingga apa yang telah mereka temukan sampai sekarang, dan apa yang nanti akan ditemukan dengan segala susah payah, jika dibandingkan dengan rahasia-rahasia Allah belumlah merupakan setitik pun air dalam samudera.
 Demikian pula merupakan pembualan pula mereka yang mengatakan bahwa karena Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda ‘ulamā-u ummatiy  kal-anbiyā-i  banī  Isrāīla  (para  ’ulama umatku seperti nabi-nabi Bani Israil) maka setelah Nabi Besar Muhammad saw.  tidak perlu ada lagi nabi (rasul Allah), cukuplah dengan keberadaan para ‘ulama Islam.  Kenapa demikian? Sebab:
    (1) Allah Swt. dengan jelas telah mewasiyatkan kepada Bani Adam mengenai kesinambungan kedatangan para Rasul Allah dari kalangan mereka (QS.7:35-37);
     (2) Allah Swt. dalam Al-Quran telah menyatakan mengenai dua kali pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. di masa awal dan di masa akhir (QS.62:3-4);
    (3) Allah Swt. menyatakan bahwa yang akan mewujudkan kejayaan Islam  kedua kali di Akhir Zaman adalah Rasul Allah (QS.61:10), bukan ‘ulama.;
    (4) Di Akhir Zaman ini semua umat beragama sepakat sedang menanti-nanti kedatangan Rasul Allah dengan nama (sebutan) yang berbeda-beda (QS.77:1-14);
    (5) Nabi Besar Muhammad saw. pun telah bersabda mengenai kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58).
Dari Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah saw. bersabda: “ Kayfa antum idzā nazala- bnu maryama  fīkum wa imāmukum minkum  --  Bagaimana keadaan kamu apabila turun Ibnu Maryam di antara kamu dan menjadi imam kamu di antara kamu” (Riwayat Abu Hurairah r.a., dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan Musnad Ahmad).

Dari Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah saw. bersabda: “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya telah dekat masanya ‘Isa anak Maryam akan turun di tengah-tengah kamu. Dia akan menjadi hakim yang adil, akan dihancurkan salib, dibunuhnya babi,, dihapuskannya pajak, dan kekayaan akan melimpah ruah, sehingga tidak seorang pun lagi yang bersedia menerima pemberian”. (Shahih Bukhari &  Shahih Muslim).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  13  Februari      2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar